Anda di halaman 1dari 19

Makalah Perlindungan dan Pengamanan Hutan

“ KERUSAKAN HUTAN DI SULAWESI TENGGARA “


(Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Akibat Aktivitas Manusia di
Kelurahan Lowu-Lowu Kecamatan Lea-Lea Kota Bau-Bau )

Disusun Oleh :
Muh. Ref`vand Manthofanny R.
M1A120020
Kelas C

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Pengelolaan Sumber Daya
Maritim ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini.
Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Wawasan


Kemaritiman dari Dosen pengampu mata pelajaran. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan
bagi para pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 22 Juli 2021


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANNTAR…………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4

2.1 Hakikat Hutan .......................................................................................... 4

2.2 Peran Hutan terhadap Lingkungan ........................................................ 5

2.3 Bentuk-Bentuk Kerusakan Hutan di Sulawesi Tenggara ................. 10

2.4 Penanggulangan Kerusakan Hutan secara Umum ............................. 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

3.2 Saran ........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak jaman nenek moyang manusia, hutan telah dijadikan sebagai lahan
untuk mencari nafkah hidup. Sejak itu pula telah ada kearifan lokal manusia untuk
melindungi dan melestarikan hutan dan lingkungannya sehingga hutan tetap
menjadi primadona penopang kehidupan mereka. Hutan diketahui memiliki
manfaat yang langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia seperti
yang dikemukakan sebagai berikut.

Menurut Anonim (2011a), hutan merupakan suatu wilayah yang memiliki


banyak tumbuhan yang lebat dan pohon yang besar, rumput dan jamur yang cukup
luas. Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas dan terdapat beraneka
ragam jenis tumbuhan yang ada di dalamnya. Dan hutan juga dapat didefinisikan
sebagai sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah
yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat
hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.

Namun hutan yang ada di Indonesia ini tidak terlepas dari pengerusakan
tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Salah satu pengerusakan
hutan yang sampai sekarang belum dapat diatasi ialah penebangan liar. Menurut
Anonim (2011b), penebangan liar adalah (bahasa Inggris: illegal logging) adalah
kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak
memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti
sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya
mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di
dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah,
Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 1998 diindikasikan bahwa sekitar 40%
dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar, dengan nilai mencapai 365 juta
dolar AS. Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan
konsumsi domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari
seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar. Malaysia
merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.

Selain penebangan liar, kasus pengerusakan hutan yang sering terjadi di


Indonesia adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan adalah merupakan salah satu
bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan
oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan
masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah
melintasi batas negara (Nurhayati, Ai dkk, 2005).

Luas hutan di indonesia setiap tahun semakin menurun yang disebabkan


oleh pengerusakan hutan, dan di Indonesia pengerusakan hutan yang sering terjadi
ialah penebangan liar atau pembalakan liar dan kebakaran hutan. Dengan
terjadinya kerusakan hutan ini, maka ekosistem di alam juga terganggu. Sehingga
tidak menutup kemungkinan bahwasanya faktor terbesar yang menyebabkan
sering terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain adalah
kerusakan hutan itu sendiri.

Berangkat dari hal itu lah maka hendaknya masyarakat di Indonesia


menjaga hutan yang ada dan melestarikan hutan yang tinggal sedikit ini.
Kerjasama semua kalangan akan membuat penjaggan hutan semakin baik, dan
memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan hutan yang dilakukan oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu hutan ?
2. Apa sajakah peran hutan terhadap lingkungan ?
3. Apa sajakah bentuk-bentuk kerusakan hutan di Sulawesi Tenggara ?
4. Bagaimana penanggulangan kerusakan hutan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang hutan
2. Untuk mengetahui peran hutan terhadap lingkungan
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerusakan hutan di Sulawesi Tenggara
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan kerusakan hutan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Hutan


Pada eksistensinya hutan merupakan subekosistem global yang menenpati
posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996). Senada dengan itu, Radon
(2009) menjelaskan hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat
oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat
di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon
dioksida, habitat hewan, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek
biosfera Bumi yang paling penting.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa hutan merupakan bentuk kehidupan


yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di
pulau kecil maupun di benua besar. Orang awam mungkin memandang hutan
sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan beraneka jenis satwa dan tumbuhan
liar yang terkesan gelap, tak beraturan, dan jauh dari pusat peradaban dan bahkan
menganggapnya sebagai sesuatu yang menakutkan.

Namun, jika kita mengikuti pengertian hutan secara konsepsional yuridis


dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Selain itu, jika dikaji dari sisi ilmu
kehutanan, hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan
atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon
sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi,
tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja.
Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak
berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu
kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan 7
kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya.

2.2 Peran Hutan terhadap Lingkungan


Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita
yang harus dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan, biaya „recovery‟
jauh lebih besar ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya
fungsi hutan sehingga pada 21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu
mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu
gerakan moral yang melibatkan semua komponen masyarakat bangsa untuk
memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan harapan, agar lahan kritis itu
dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya bermanfaat bagi masyarakat
sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja, agar mereka
menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga kelestariannya.

Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya


sebagai berikut :
1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan
di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan
industri.

Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi


Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan
dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.

2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara


Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan
oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel
padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh
tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di
permukaan bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun
yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel
pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara
menjadi lebih bersih dan sehat.

3. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen


Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari
udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70 % dari partikel timbal di
udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan dengan kanekaragaman
tumbuhan yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan menurunkan
kandungan timbal dari udara.

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan,


karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen
yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

4. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan
cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis
tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk
yang tebal dengan daun yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai
strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya
dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah.

5. Mengurangi Bahaya Hujan Asam


Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam
melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan
memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik
seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari
tajuk melalui proses through fall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk
dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan


daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka
asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun
membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses
intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam
menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi
lingkungan. pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.

6. Penyerap Karbon-monoksida
Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang
baik dalam menyerap gas. Tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas
ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3)
menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

7. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen


Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari
fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik di hutan kota, hutan alami, tanaman
pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah
gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini
sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila
konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan
mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas
oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
8. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau
permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara
langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber
bau

9. Mengatasi Penggenangan
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis
tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis
tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah
daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang banyak pula.

10. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi


Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa
tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam
pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut
harus betul-betul diperhatikan. Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni
membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang
mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.

Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran


ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan
demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan
dalam proses pembentukan daratan.

11. Produksi Terbatas


Hutan memiliki fungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon
mahoni di hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga
Rp. 74 juta. Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang
dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat
meningkatkan taraf gizi dan penghasilan masyarakat
12. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan
adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan
agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal,
gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar
radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena
tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi.

13. Pelestarian Air Tanah


Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan
kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke
lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya
sedikit yang menjadi air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada
daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi
masalah air dengan kualitas yang baik.

14. Penapis Cahaya Silau


Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan
cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang
halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat
menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara.
Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung
pada ukuran dan kerapatannya.
15. Mengurangi Stress, Meningkatkan Pariwisata dan Pencinta Alam
Kehidupan masyarakat di lingkungan hidup kota mempunyai
kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor
maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan
pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan
oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan
psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota
masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja
untuk memenuhi keperluannya saja di kota. Hutan kota juga dapat mengurangi
kekakuan dan monotonitas.

2.3 Bentuk-Bentuk Kerusakan Hutan di Sulawesi Tenggara


Penyebaran hutan mangrove di Kelurahan Lowu-lowu yang terindikasi
telah terdegradasi habitatnya akibat dikonfersi menjadi areal pertambakan,
dijadikan sebagai bahan bangunan dan kayu bakar oleh masyarakat setempat serta
pembangunan dermaga. Kawasan pantai di Kelurahan Lowu-Lowu Kecamatan
LeaLea Kota Baubau adalah kawasan hutan mangrove yang lokasinya berada
diwilayah pesisir laut dan merupakan areal estuari yaitu bertemunya air sungai
dan air laut. Selain itu, juga merupakan tempat habitat alami mangrove yang
berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut yang ada di
sekitar pesisir. Mangrove sangat berfungsi bagi kehidupan pesisir serta sangat
penting bagi keseimbangan ekosistem, sedangkan ketersediaannya semakin
menurun drastis dihabitat alaminya sebagai akibat pemanfaatan yang berlebihan
oleh aktivitas manusia. Mengingat akan pentingnya hutan mangrove maka perlu
diadakan kajian “Identifikasi Jenis-Jenis Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove
Akibat Aktivitas Manusia di Kelurahan Lowu-Lowu Kecamatan Lea-Lea Kota
Baubau”.
Kerusakan mangrove selain faktor alamiah (bio-fisik) dapat juga
disebabkan oleh adanya aktivitas manusia, misalnya pengambilan kayu bakar,
bahan bangunan, bahan untuk membuat alat penangkapan ikan, aksesoris rumah
tangga, dan juga digunakan sebagai bahan untuk pengobatan tradisional.

Kegiatan Manusia di Wilayah Pesisir yang Berdampak pada Ekosistem


Hutan Mangrove yaitu :
1. Tebang habis tumbuhan mangrove
Terjadinya perubahan komposisi tumbuhan, yaitu pohon mangrove akan
digantikan oleh spesies yang nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang
ditebang habis tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makanan dan daerah
pengasuhan yang optimal pada berbagai macam ikan dan udang.

2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi


Mengakibatkan meningkatnya salinitas hutan mangrove menyebabkan
dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih
asin, serta menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat
hara melalui aliran air tawar berkurang

3. Konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan


Mengakibatkan terjadinya pencemaran laut oleh bahanbahan pencemar
yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan
mangrove, mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan pertanian,
perikanan, lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove sebagai nusery ground
larva dan stadium muda ikan dan udang, pendangkalan perairan pantai karena
pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di
hutan mangrove, intrusi garam melalui saluran-saluran buatan manusia yang
bermuara di laut, dan erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.
4. Pembuangan sampah cair (sewage)
Mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut dalam
air, bahkan dapat terjadi keadaan anoksik dalam air sehingga bahan organik yang
terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain
menghasilkan hidrogen sulfida dan amonia yang keduanya merupakan racun bagi
organisme hewani dalam air.

5. Pembuangan sampah padat


Mengakibatkan terjadinya perembesan bahan-bahan pencemar dalam
sampah padat yang kemudian larut dalam air ke perairan disekitar pembuangan
sampah dan kemungkinan terlapisnya pneumatofora dengan sampah yang akan
mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove.

6. Pencemaran minyak
Mengakibatkan terjadinya kematian pohon-pohon mangrove akibat
terlapisnyapneumatoforaoleh lapisan minyak.

7. Penambangan dan ekstra mineral


Mengakibatkan terjadinya kerusakan total ekosistem hutan mangrove
dilokasi penambangan dan ekstra mineral yang dapat mengakibatkan musnahnya
daerah asuhan bagi larva dan bentuk-bentuk juvenile ikan dan udang yang
komersil penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi
ikan dan udang tersebut

8. Pengendapan sedimen yang berlebihan


Mengakibatkan terlapisnya pneumatofora oleh sedimen yang pada
akhirnya dapat mematikan pohon mangrove.
2.4 Penanggulangan Kerusakan Hutan secara Umum
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu
kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus
untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan
pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan
mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun
organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka
penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan
Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut
harus lebih mengaktifkan masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar
hutan) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.

Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam


penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta
masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa
upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan
serta rekayasa kehutanan.

Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini


dimaksud kegiatan penyuluhan kepada masyarakat lokal akan penting menjaga
fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian hutan
dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang
dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum
pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan
penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan
negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah
pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut
di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat
sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut
sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
Langkah keempat adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama
24 jam terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus
melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap
segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan
melalui media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal
dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan
terus - menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh
oknum tertentu dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi
akibat bencana/ disaster yang akan ditimbulkan kemudian.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kawasan pantai di Kelurahan Lowu-Lowu Kecamatan Lea-Lea Kota
Baubau adalah kawasan hutan mangrove yang lokasinya berada diwilayah pesisir
laut dan merupakan areal estuari yaitu bertemunya air sungai dan air laut.
Aktivitas masyarakat yang mempengaruhi terjadinya kerusakan hutan mangrove
di Kelurahan Lowu-Lowu adalah kegiatan pertambakan, penebangan vegetasi
yang tidak terkontrol yang digunakan sebagai kayu bakar, dan bahan bangunan.
Selain itu faktor pengetahuan yaitu masyarakat pada daerah penelitian masih
kurang mengetahui apakah hutan mangrove masih dalam keadaan baik atau telah
rusak, sehingga masih kurang kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan
rehabilitasi.

3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011b. PEMBALAKAN LIAR.


http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar diakses pada tanggal 2
November 2011

Anonim, 2011a. HUTAN. id.wikipedia.org/wiki/Hutan diakses pada tanggal 2


November

Hartati, & Harudu, L. (2016). Identifikasi Jenis-Jenis Kerusakan Ekosistem Hutan


Mangrove Akibat Aktivitas Manusia Di Kelurahan Lowu- Lowu
Kecamatan Lea-Lea Kota Baubau. Jurnal Penelitian Pendidikan
Geografi, 1(1), 30–44.
http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/downloadArticleFile.do?attachType
=PDF&id=9987

http://komunitasarekips.blogspot.com/2011/11/makalah-kerusakan-
hutanmempengaruhi.html

http://michaelnorman.blogspot.com/2012/04/penanggulangan-masalah-
kerusakanhutan.html

http://sangsurya-wahana.blogspot.com/2011/07/penyebab-akibat-dan-
carapenangulangan.html

Nurhayati, Ai dkk, 2005. KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA


PENANGGULANGANNYA
http://www.cifor.cgiar.org/Publiction/occasional paper no 38 (i)/html
diakses pada tanggal 2 November 2011

Anda mungkin juga menyukai