Bab Ii Tinjauan Pustaka: 1. Principles
Bab Ii Tinjauan Pustaka: 1. Principles
TINJAUAN PUSTAKA
harapan aktor-aktor yang bersangkutan atas sebuah isu yang terjadi (Krasner,
1983:1). Berdasarkan hal tersebut, maka ciri-ciri utama rezim adalah (Young dan
1. Principles
2. Norms
3. Rules
perilaku tadi.
13
14
Keempat hal ini lah yang kemudian disadari Krasner bahwa rezim harus
dipahami sebagai hal yang lebih dari sekedar pengaturan yang bersifat sementara
yang dapat berubah karena adanya kekuasaan tertentu. Keohane mencatat bahwa
dasar perbedaan analisis harus dipahami diantara rezim dengan sebuah perjanjian.
kebiasaan yang berakibat pada penggunaan yang egois akan sebuah rezim.
pembentukan rezim, yaitu (i) secara spontan, dimana rezim muncul akibat
2. Power politik
Norma dan prinsip merupakan karakteristik yang penting dalam bentuk rezim.
Namun penggunaan prinsip dan norma disesuaikan atau bergantung pada isu
terkait.
aturan-aturan, dan pembuat keputusan. Fungsi rezim bergantung pada isu yang
diangkat, salah satunya adalah keamanan. Rezim yang mengatur isu keamanan
proses yang menekankan bahwa manusia dapat hidup dalam kondisi yang damai dan
teratur. Manajemen konflik merupakan sebuah cara untuk membatasi sebelum konflik
itu terjadi atau selama konflik itu terjadi dan sesudah konflik itu terjadi.
suatu metode dan mekanisme yang bertujuan untuk mencegah, meminimalisir, dan
konflik juga perlu menyiratkan perubahan, dari interaksi yang bersifat desktruktif
namun pada waktu bersamaan saling terkait satu sama lain. Proses manajemen
konflik dilaksanakan sebagai fondasi dasar untuk mencapai resolusi konflik yang
lebih efektif. Yang dapat membedakan di antara kedua konsep tersebut adalah
penggunaannnya pada faktor waktu yaitu siklus dari konflik itu sendiri. Karena sifat
dari konflik itu tidak statis namun bersifat dinamis seiring dengan berjalannya waktu,
maka konflik terdiri atas beberapa fase siklus untuk menggambarkan masa eskalasi
dan ketika kekerasan tampak mungkin akan terjadi dengan syarat sebelum situasi
konflik tersebut berubah menjadi peperangan sebagai upaya dan tujuan untuk
militer, ikut campur dari suatu pihak ketiga, komunikasi yang bersifat formal dan
informal dengan upaya confidence building measure yang bertujuan untuk mengelola
konflik dan mengubah perilaku yang bersifat menghancurkan atau deskruktif menjadi
suatu perilaku konstruktif (Swanstrom, 2005: 13). Sehingga, dengan kata lain
manajemen konflik bertujuan untuk membatasi dan mencegah kekerasan lebih lanjut
yang terkait.
17
maka konflik potensial tersebut dapat diatur oleh pihak yang terkait maupun oleh
komunitas negara. Tingkat pada konflik ini dapat lebih mudah dimanajemen dengan
mengubah interaksi yang memanas menjadi lebih kondusif. Dalam proses inilah,
confidence building measures menjadi kunci yang penting dalam memperkuat proses
yang ada.
Elemen ini dapat dilaksanakan melalui dialog secara formal maupun secara
informal dan formal secara bersamaan untuk mencapai proses dari manajemen
cooperative security itu sendiri, konsep ini dapat terbagi atas 3 tipe (Takahashi, 2000 :
107) :
dalam bentuk-bentuk kerja sama secara kooperatif yang tidak terbatas pada
provokatif yang tidak memberikan ancaman antar satu sama lain dengan
Objek dari tipe keamanan ini adalah mencakup konflik domestik dunia ketiga
Adapun dalam penelitian ini akan mencoba menggunakan tipe yang pertama
yaitu keamanan kooperatif non militer. Nonmilitary – type cooperative security ini
di mana tipe ini tidak terbatas pada bentuk-bentuk militer, namun mencakup CBM,
Agar pelaksanaannya dapat berguna dan efektif, cooperative security ini perlu
melihat situasi di dalam dan di luar wilayah. Secara umum, terminologi cooperative
internasional (Cohen, 2001: 1). Cooperative security berpaku pada teknik dan proses
norma yang berbasis standar internasional, dengan berbagai prinsip, dan kode etik di
regional.
konsensus, dan konsultasi. Kendaraan utama dari cooperative security adalah dialog
pada koordinasi dan kerja sama baik dalam hubungan bilateral maupun multilateral
20
melalui suatu institusi kawasan yang sama untuk mempromosikan berbagai macam
security order dan cooperative security policy. Cooperative security order merupakan
utama, memiliki prinsip dasar kerja sama, dengan adanya konsensus bahwa masalah
dan konflik terutama harus diselesaikan dengan cara diplomatik dan negara-negara
tersebut perlu menegakkan kekuatan secara kooperatif terhadap konflik yang ada
yang dianjurkan dalam tipe non militer keamanan kooperatif. Dengan kata lain,
keamanan.
hubungan keamanan di Asia Pasifik harus dilihat sebagai proses yang secara
regional. Dan ketiga, prinsip dalam cooperative security adalah salah satunya
(Emmers, 2003:5)
untuk mempromosikan penjalinan kerjasama yang stabil sekalipun itu dengan musuh
(Mihalka, 2001: 61). Tumbuh rasa memiliki sebagai komunitas regional dapat
membangun hubungan yang dapat diterapkan oleh negara-negara dalam kawasan baik
itu yang berkaitan terhadap suatu isu tertentu atau tidak, untuk saling memberikan
resolusi konflik secara damai yang dilaksanakan sebelum perselisihan atau konflik
22
melewati ambang batas konflik atau tereskalasi. Dengan kata lain, diplomasi
mekanisme melalui cara-cara yang damai antara lain seperti negosiasi, mediasi, dan
arbitrase.
Boutros-Boutros Ghali (1995, 45): “Diplomasi preventif adalah suatu tindakan yang
bertujuan untuk mencegah sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang ada,
untuk mencegah sengketa yang ada agar tidak meningkat menjadi konflik kekerasan
dan untuk membatasi penyebaran terakhir ketika sengketa itu terjadi” (Zartman, 2001:
2).
yang diperlukan dan bermanfaat untuk semua, karena perbatasan yang paling aman
adalah perbatasan antara dua negara yang saling bersahabat, maka perlu
dikembangkan kerja sama, saling percaya, dan persahabatan (Djelantik, 2008: 181).
1
Pasal 1 ayat 1 Piagam PBB merumuskan tujuan PBB, yaitu “mengambil tindakan
kolektif yang efektif untuk mencegah dan menghapuskan ancaman terhadap
perdamaian, penindasan tindakan agresi atau pelanggaran perdamaian yang lain,
untuk membawanya dengan cara-cara damai, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan dan hukum internasional, penyesuaian atau penyelesaian sengketa
internasional atau situasi yang mungkin menyebabkan pelanggaran perdamaian”.
23
jangka pendek dan jangka panjang. Dalam pengertian jangka waktu yang lebih sempit,
dalam pengertian jangka waktu yang lebih luas, diplomasi preventif mencoba untuk
menjadi sebuah konflik terbuka serta membatasi konflik jika terjadi. Dalam mencapai
diplomasi preventif diperlukan adanya keinginan di antara para pihak regional untuk
bekerja sama guna mencegah, memanajemen, dan mengurangi konflik, selain itu
adanya pihak ketiga di luar aktor-aktor yang terlibat persengketaan dapat menjadi
mediator yang dapat dimaksudkan sebagai diplomasi preventif baik itu individu,
Suatu bentuk pendekatan diplomasi preventif dalam kasus Laut China Selatan
dapat diikutsertakan oleh pihak ketiga, baik itu individu, negara, maupun organisasi
tersebut. Proses tersebut bergantung pada kapabilitas dan sumber daya dari pihak
ketiga, begitu pun dengan posisinya yang strategis di kawasan agar dapat
Cooperation (TAC) dan ASEAN Regional Forum (ARF) (Valencia, 1997: 118).
untuk mencegah sengketa yang ada menjadi eskalasi konflik dan membatasi
semua pihak untuk bekerja sama secara kooperatif dalam upaya mencegah konflik,
secara terang-terangan.
- Resolusi konflik (Conflict Resolution): Di sisi lain mencari cara untuk mengangkat
sumber konflik secara bersamaan. Proses ini agak lebih sulit dan membutuhkan
jangka waktu yang lama, termasuk perubahan dalam tujuan, persepsi, dan sikap dari
2.5 Peran
Peran merupakan pola tingkah laku, struktur, dan tugas khusus yang berhubungan
dengan status dalam kelompok atau situasi tertentu. Tugas-tugas, kewajiban, dan
komitmen yang dikenal dalam aspek kebijakan luar negeri disebut sebagai peran
(role). Peran dalam segala situasi ditentukan oleh harapan pihak lain dan oleh
individu itu sendiri. (Theodorson, 1969: 352). Konsep peran (role) pertama kali
diperkenalkan oleh K.J Holsti pada tahun 1970 dalam artikelnya yaitu National Role
Conceptions in the Study of Foreign Policy (Benes, 2011: 3). Dalam artikel Holsti
tahun 1987, ia menganalisis hubungan antara konsep peran nasional dan berbagai
model yang berpartisipasi dalam urusan politik dunia (Benes, 2011: 3).
peran yang dimainkan oleh masing-masing negara dalam sistem internasional (Prestre,
1997: 3-4).
Menurut Holsti, konsep peran nasional ialah para pembuat kebijakan yang
dengan keadaan dan fungsi negara mereka, bila ada, maka negara harus
menjalankannya atas dasar lanjutan dalam sistem internasional atau sistem di bawah
pemerintah negara lainnya, norma hukum, penggunaan umum, dan perjanjian yang
Menurut Holsti (1987, 166-170 dalam Benes), tipe-tipe peran dapat diggolongkan
antara lain:
Selain itu penting untuk menekankan bahwa individu negara dapat memainkan
kinerja dari keputusan dan tindakan kebijakan luar negerinya meliputi sikap,
keputusan, dan tindakan pemerintah atau negara terhadap aktor-aktor lainnya dalam
diharapkan dari kebijakan luar negeri suatu negara, yang dapat dilihat sebagai sebuah
peta jalan dari para pembuat keputusan yang bersandar untuk mempermudah dan
Peran dapat dilihat sebagai status atau kewajiban terhadap suatu posisi yang
berhubungan dengan harapan, kepercayaan, sikap, dan motivasi di mana peran yang
dijalankan baik oleh individu maupun organisasi berperilaku sesuai dengan harapan
di lingkungannya.
27
Menurut Soekanto (1990: 270), konsep peran mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peran yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini adalah serangkaian peraturan-
2. Peran merupakan sebuah konsep mengenai apa yang dapat dilakukan oleh individu
3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur
sosial masyarakat.
Confidence building measures dalam hal ini adalah upaya untuk memperjelas
berbagai macam ukuran dalam berbagai aspek, baik itu ruang lingkup yang bersifat
Defence, 2002):
28
3. Membangun komunikasi dan kerja sama dalam cara yang tidak menekankan
percaya di kawasan.
2.7 Konflik
Konflik memiliki sifat yang dinamis dan berubah-ubah seiring dengan waktu
melalui berbagai fase yang berbeda-beda akibat dari kondisi dan reaksi perubahan
internal dan eksternal yang ditimbulkan akibat perbedaan pandangan dan kepentingan
dan sumber daya, di mana tujuan dari pihak lawan yaitu untuk menetralisir, merusak,
perkembangan siklus konflik itu sendiri. Pemahaman akan siklus konflik itu
29
Intensitas siklus konflik dapat terbagi atas 5 tingkatan yaitu (Swanstrom, 2005:
11):
1. Stable peace
2. Unstable peace
3. Open conflict
4. Crisis
5. War
30
umum tipe konflik pun dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu (Askandar, 2000: 10):
1) Conflict inter-state
2) Conflict intra-state
pada ketidaksesuaian politik antara dua atau lebih negara terhadap suatu isu, tindakan,
ataupun gabungan dari keduanya seperti sengketa yang terjadi antara Malaysia dan
Singapura atas Pulau Batu Putih, sengketa perbatasan antara Indonesia dan Filipina
atas Laut Celebes, serta perlombaan klaim yang saling tumpang tindih terhadap
Kepulauan Spratly di Laut China Selatan oleh Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei
conflict adalah situasi di mana konflik internal suatu negara mendapat perhatian pada
terlibat dalam konflik tersebut seperti gerakan separatisme dari pihak Muslim Moro
Konflik antar negara seperti uraian serta contoh studi kasus yang telah
hasilnya. Isu-isu antar negara dapat diamati dari latar belakang sejarah, banyaknya
31
konflik antar negara disebabkan oleh konflik yang telah berakar pada isu klaim
Hal itu disebabkan karena klaim teritorial yang bersifat sensitif dan kompleks
menyangkut kedaulatan suatu negara dan sulit untuk diselesaikan akibat ketegangan
dan munculnya rasa saling curiga di antara masing-masing negara yang bertikai
sehingga memengaruhi pola hubungan antar negara tersebut, sementara itu di sisi lain
negara-negara atau gabungan negara dalam organisasi regional yang bersifat netral
KONFLIK LAUT
CHINA SELATAN
Stabilitas
kawasan
Peran Indonesia
melalui ASEAN
TAC
(Treaty of
Amity and
Cooperation)
Manajemen Konflik
Cooperative Diplomasi
Security Preventif
DOC Lokakarya
Keterangan:
secara langsung
A, secara langsung
tidak langsung
Situasi konflik di Laut China Selatan yang terjadi antara empat anggota ASEAN dan
China serta Taiwan, membuat Indonesia sebagai anggota ASEAN yang bersifat netral
dimaksudkan untuk mencegah sengketa agar tidak tereskalasi melalui negosiasi lewat
Lokakarya jalur diplomasi kedua yang diprakarsai Indonesia. Melihat bahwa konflik
teritorial yang bersifat kompleks, maka upaya dari cooperative security adalah
ketegangan dan kecurigaan dengan mencari cara-cara yang bersifat kooperatif, seperti
yang tertuang di dalam DOC. Sehingga proses selanjutnya adalah bagaimana agar
DOC tersebut dapat mencapai kepada pembentukan kode etik regional yang