Anda di halaman 1dari 11

RESUME MATERI WEBINAR KMB

OLEH
I NENGAH SUARDIKA, SST
P07120320087
PROGRAM PROFESI NERS
KELAS C

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
DENPASAR
2020
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUAMA
MUSKULOSKELETAL
( Nara Sumber Ns. Dewa Kade Adi Surya Antara, S.Kep. M. Kep)

Pengertian

Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang


mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.

Etiologi

1) Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan
2) Trauma tidak langsungmerupakan traumayang dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur dimana pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.

Klasifikasi

1) Fraktur : diskontinuitas tulang akibat tekanan eksternal yg diserap


oleh tulang.
2) Strain : robekan/regangan otot yang menghubungkan jaringan ke tulang
(tendon).
3) Sprain : peregangan/robek ligament, jar fibros yg menghubungkan tulang
dan sendi

Manifestasi Klinis

1) Deformitas
2) Krepitasi ; suara berderak karena gesekan tulang satu sama lain
3) Nyeri
4) Pembengkakkan atau edema
5) Kehilangan fungsi dan kelainan gerak
CEDERA TULANG BELAKANG/ SPINAL CORD INJURY

Pengertian

Cedera tulang belakang adalah injuri traumatik pada spinal cord disebabkan
oleh :
1) Kontusio ; trauma tumpul pd kulit yg akibatkan kerusakan jaringan
2) Transeksi ; kerusakan sebagian atauseluruh segmen tertentu dari
tulang belakang
3) Kompresi ; terjepit/tertekan akibat arah gaya dorong

Patofisiologi

• Adanya akselerasi yang tiba-tiba sehingga menimbulkan daya yang


sangat besar yang diserap oleh tulang belakang sehingga
menyebabkan bentuk dari tulang belakang terlalu menekuk ke depan.
• Kedua yaitu kompresi yaitu saat posisi terduduk atau berdiri
maka akan ada tekanan atau kompresi yang sangat besar pada
kolum vertebrae tertentu karena menahan berat.
• Ketiga rotasi yaitu saat sendi berputar dengan derajat putaran melebihi
kemampuannya.
• Yang terakhir adalah injuri penetrasi yaitu jika ada benda tajam yang
menusuk area tulang belakang dan merusak stuktur yang ada didalam
tulang belakang.

Manifestasi Klinis

1) Gejala pada aktivitas dan istirahat tanda yang mungkin muncul adalah
paralisis otot, kelemahan pada otot-otot secara general.
2) Pada sirkulasi tanda yang ditunjukan adalah palpitasi dan rasa pusing
saat merubah posisi, sedangkan tanda yang mungkin muncul adalah
ortotastik hipotensi, takikardia, bradikardia kronik terutama injuri pada
T6 dan diatasnya, ekstremitas dingin dan pucat.
3) Nyeri pada otot, hiperestesia merupakan tanda dari spinal cord injuri.
4) Sedangkan gejalanya adalah bengkak pada area tulang belakang dan
deformitas
5) Tanda yang muncul pada respirasi adalah napas yang pendek dan
cepat.

Klasifikasi

Spinal cord injury diklasifikasikan menjadi empat kelas oleh American Spinal
Injury Association
1) tetraplegia (Komplit) 20%,
2) tetraparesis (inkomplit) 30%,
3) Paraplegia (komplit) 30%,
4) Paraparesis (inkomplit) 20%.

Penatalaksanaan dengan managemen operasi ( Laminektomy)

Tujuan utama dari manajemen opreasi pada cedera tulang belakang terutama
area thoracolumbal adalah

1) Dekompresi jaringan nervus sehingga terjadi resusitasi fungsi


neurologi
2) Reposisi secara anatomis untuk menghindari kiposis pada area yang
terkena; menyatukan segmen tulang belakang yang tidak stabil
3) mobilisasi sedini mungkin
4) menghilangkan rasa nyeri
5) menurunkan waktu rawat inap di rumah sakit ( LOS)
NURSING CARE OF ACUTE STROKE
(Nara Sumber Ns. Enny Mulyatsih ,MKep. SpKMB)
Pengertian
Stroke adalah kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak baik fokal ataupun global secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa ada penyebab lain selain vaskuler.
Klasifikasi
1. Patologi : perdarahan, penyumbatan / iskemia
2. Perjalanan penyakit : TIA, Stroke involusi, stroke komplit.
3. Lokasi : hemisfer, batang otak
4. Bamford : TACS, PACS, LACS,POCS

Manajemen penatalaksanaan stroke

Manajemen penatalaksanaan stroke dibedakan berdasarkan 4 fase :

1. Hyperacute Phase
Pada fase hiperakut pemberian therapy trombolitik r-TPA (recombinant
Tissue Plasminogen Activator )menjadi pilihan. Pilihan ini akan
memberikan keberhasilan apabila diberikan pada onset kurang dari 4,5
jam.

Peran Perawat pada fase ini adalah:


a. Mengidentifikasi kontra indikasi pemberian r-TPA
b. Menilai NIHSS
c. Memastikan Inform consent
d. Mengambil sampel darah
e. Menimbang BB
f. Menyiapkan pemberian r-TPA
g. Memonitor selama dan setelah pemberian r-TPA
Pemeriksaan Neurologis

a. Tngkat kesadaran
b. Status mental dan kognitif
c. Saraf karanial
d. Fs motoric
e. Fs sensorik
f. Sistem serebelum
g. Refleks

NIHSS

a. Tingkat Kesadaran
b. Gerakan Mata
c. Lapang Pandang
d. Paresis wajah
e. Motorik lengan dan tungkai
f. Ataksia anggota gerak
g. Sensorik
h. Bahasa terbaik
i. Disartria
j. Neglect/inatensi

Indikasi pemberian r-TPA :

a. Diagnosis strok iskemik


b. Onset kurang dari 4,5 jam
c. Pasien dan keluarga setuju
d. NIHSS >2 atau ≤ 24
e. Usia > 18 tahun
2. Fase Akut
Prinsip penanganan pada fase ini adalah dirawat di rung intensif care /
stroke care unit, dan dilakukan perawatan secara komprehensif dan
rehabilitatisi.
3. Fase Subakut (recovery)
4. Rehabilitasi

Prinsip perawatan pasien strok

1. Memperbaiki perfusi cerebral


2. Mengidentifikasi tanda peningkatan tekanan intracranial
3. Mencegah komplikasi
4. Dukungan keluarga.

Manifestasi pasien stroke tergantung pada lokasi dan luasnya lesi

1. Penurunan tingkat kesadaran


2. Gangguan Penglihatan
3. Gangguan memori
4. Gangguan lapang pandang
5. Gangguan menelan
6. Gangguan sensori persepsi
7. Gangguan bicara dan Bahasa
8. Gangguan sensibilitas
9. Gangguan funfsi kandung kemih
10. Gangguan keseimbangan

Masalah Keperawatan pada pasien stroke

1. Tidak efektifnya jalan napas


2. Perubahan perfusi serebral
3. Gangguan rasa nyaman nyeri
4. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Perubahan pemasukan nutrisi
7. Perubahan eleminasi urine
8. Perubahan eleminasi bowel
9. Gangguan psikologis cemas, akut, marah, depresi
10. Gangguan persepsi sensori
11. Gangguan komunikasi verbal
12. Gangguan memori
13. Hambatan sosial

The objectives of nusing care :

1. mempertahankan perfusi cerebral supaya tetap baik


2. mengidentifikasi tanda-tanda awal dari peningkatan tekanan
intrakranial
3. Mencegah dan mengobati komplikasi
4. Memberikan dukungan baik emosi, maupun psikologis

Intervensi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan perfusi cerebral

1. Apabila menjumpai pasien stroke GCS < 8 harus menyiapkan


intubasi karena resiko gangguan jalan napas
2. Pertahankan PO2>90 mmHg dan SPO2>955
3. Posisi kepala dinaikkan 30 derajat
4. Hindari fleksi maupun ekstensi dari leher artinya kita harus
mempertahankan posisi neutral dimana leher tidak boleh tertekuk
karena dileher ada vena jogularis, dimana vena jogularis merupakan
tempat arus balik aliran darah dari intracranial ke jantung
5. Pada pasien yang terpasang thracheostomy tidak boleh terlalu
kenceng mengikatnya agar tidak tercekik
6. Hindari fleksi panggul yang ekstrim >90 derajat
Seizure profylaxis

1. Kita harus cegah terjadinya kejang tetapi kalau sudah terjadi kejang
kita harus hentikan kejang secepatnya.
2. Hentikan kejang secepatnya dengan pemberian diazepam, sebagai
perawat kita harus bisa memberikan diazepam dengan benar
karena efek dari pada diazepam adalah defresif napas (pasien tiba-
tiba bisa apneu) jadi memberikan diazepam harus pelan-pelan 3-5
menit sambil monitor pola napas pasien
3. Bila diazepam tidak berhasil berikan Phenytoin sodium 100 mg
(3 tims a day

Mempertahankan Gula Darah Pasien

1. Hyperglycaemia ↑ cerebral ischemia (by ↑ osmotic pressure)


2. Hyperglycaemia starvs neurons of fuel neded to produce energy.
3. Maintain level at 80 – 1220 mg/dl ; use continuous glucose
infusion or insulin drip as need
4. Avoid dextrose 5%

Intervensi Khusus / Inovasi Khusus Yang DiLakukan Perawat Untuk Pasien Stroke Special
activities

1. Stimulasi dini : perawat harus menyempatkan diri untuk bicara kepada pasien
2. Early mobilitation mobility, transfer Mulai dari kita naikkan posisi kepala
30o, 45o , 90o , sampai duduk di tempat tidur, latihan gerak dan sendi bahu
dimana untuk mencegah nyeri bahu, melatih pasien untuk duduk di tempat
tidur
Latihan mobilisasi menurut AHA
 
 Latihan mobilitas secara intensif dan berulang ( IA )

 treadmill, electromechanica gait trainer,
Pertimbangkan penggunaan
robotic device (IIb/A)


Tidak cukup evidens yang merekomendasikan acupuncture fasilitas
perbaikan motoric dan kemampuan berjalan (IIb/B)

Latihan alat bantu jalan


Alat bantu jalan (cane, walker) harus digunakan pada pasien 
 dengan gangguan berjalan dan ganggun keseimbangan ( IB )


Kursi roda harus di gunakan untuk pasien yang nonambulatory
 dan keterbatasan kemampuan untuk berjalan (IC)
3. Swallowing managegement
4. Bladder education
5. Family education
6. Discharge planning

Pencegahan luka tekan dan kontraktur

1. Kaji risiko luka tekan (bradden, Norton)


2. Mika miki, skin care, matras anti dikubitus, korsi roda dengan bantalan busa
(IC)
3. Edukasi staf, pasien dan care giver pencegahan dikubitus (IC)
4. Posisi duduk atau berbaring dengan bahu rotasi eksternal maksimum min 30
mnit pr hari ( IIa/B)

Asessmen, pencegahan dan pengobatan shoulder pain

1. Edukasi pasin dan keluarga cara mencegah nyeri sendi


2. Pengaturan posisi bahu dan penggunaan alat bantu bantal dan sling untuk
support bahu ( IIIa/C)
3. Acupressure untuk nyeri sendi belum pasti hasilnya (IIB/B)
4. Pengunaan overhead pully exercise tidak dirkomendasikan

Pencegahan jatuh

1. Melatih keseimbangan untuk mencegah jatuh setelah Kembali ke masyarakat


2. Direkomandasaikan pasieen stroke mengikuti program pencegahan
jatuh selama perawatan di rs
3. Ini yang mnjadi alas an pasien stroke dan care giver mendapatkan informasi
modifikasi lingkungan rumah untk mencegah jatuh
4. Senam tai chi bisa bisa di latihkan utk mencegah jatuh

Pencegahan DVT.

1. Pemberian terapi heparin melekul rendah (LMWH) subkutan pada stroke


ischemic selama perawatan di RS
2. Ini bis digunakan mengapa digunakan prophylacted pneumatic compression
3. Pada ICH dan IS, tidak disarankan penggunaan elastic compression stocking (
IIIB/IIIC)

Anda mungkin juga menyukai