Anda di halaman 1dari 7

Nama : Maratus Sholikah

NIM : 7318013
Prodi : S1 Keperawatan
Hari/tanggal : Selasa/ 06 Juli 2021
MK : Gadar (P. Sufendi)
Soal!
1. Peralatan apa saja yang diperlukan untuk heating?
2. Sebutkan macam-macam benang heating, dan fungsinya?
3. Sebutkan macam-macam jenis heating dan fungsinya?
4. Peralatan apa saja yg dibutuhkan saat sirkumsisi?
5. Apa saja indikator kegawardaruratan dalam melakukan sirkumsisi?
6. Kapan dilakukan balut bidai?
7. Setelah pemasangan balut bidai apa saja yang kita evaluasi?
8. Tindakan apa yang kita lakukan ketika ada pasien keracunan?

Jawaban:

1). Alat Heating

1. Wadah dari logam


2. Needle Holder/ pemegang jarum
3. Jarum dengan ujung segitiga
4. Jarum dengan ujung bulat
5. Pinset anatomis
6. Pinset Cirugis
7. Gunting benang
8. Gunting jaringan
9. Klem arteri berujung lurus/ bengkok
10. Kain steril

2). Macam-macam benang heating dan fungsinya

1. Benang Gut
Benang ini termasuk jenis monofilamen alami, digunakan untuk
menjahit luka atau laserasi jaringan lunak. Benang Gut tidak boleh
digunakan untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis.
2. Poliglecaprone (Monocryl)
Benang jahit jenis monofilamen sintetik ini terbilang sangat mudah
didapati karena hampir sebagian besar dokter ahli bedah menggunakan
benda untuk menutupi luka operasi. Benang Monocryl tidak boleh
digunakan untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis. Benang ini
paling sering digunakan untuk menutup kulit agar tidak membekas.
3. Benang sintetis Vicryl
Paling banyak digunakan untuk menutupi luka di bagian wajah
atau tangan. Demi estetika, benang ini sering menjadi pilihan para tenaga
medis

Jenis benang yang tidak dapat diserap:

1. Benang dengan nilon merupakan benang jahitan monofelamin sendiri


2. Polypropylene (Prolene) adalah monofilamen sintetik.
3. Sutra adalah benang alami yang dikepang.
4. Poliester (Ethibond) adalah benang jahitan sintetis yang dikepang.

3.) Macam-macam Heating dan Fungsinya

1. Jahitan Simpul Tunggal Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai.


digunakan juga untuk jahitan situasi.
2. Jahitan matras Horizontal Jahitan dengan melakukan penusukan seperti
simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1
cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.
3. Jahitan Matras Vertikal Jahitan dengan menjahit secara mendalam
dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka.
Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di
dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
4. Jahitan Matras Modifikasi. Modifikasi dari matras horizontal tetapi
menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya.
5. Jahitan Jelujur sederhana Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita
menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak
disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.
6. Jahitan Jelujur Feston. Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada
jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum.
Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.
7. Jahitan Jelujur horizontal. Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan
arah horizontal.
8. Jahitan Simpul Intrakutan. Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya
dipakai untuk menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya
dijahit pula dengan simpul sederhana.
9. Jahitan Jelujur Intrakutan. Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit,
jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik yang baik

4.) Alat alat untuk tindakan sirkumsisi

a) Needle holder (pemegang jarum)


b) Klem Mosquito lengkung.
c) Klem Pean lurus.
d) Klem Halstead lengkung.
e) Klem Kocher lurus.
f) Pinset anatomis

5.) Terdapat sejumlah indikasi tindakan medis dilakukannya sirkumsisi antara lain
fimosis, parafimosis, balanitis and posthitis. Terdapat juga pertimbangan
nonmedis seperti rutinitas keagamaan atau budaya tertentu yang menuntut
dilakukannya sirkumsisi.

a. Fimosis dan Parafimosis

Fimosis adalah kondisi berupa preputium (foreskin) penis melekat


kencang pada glans penis sehingga tidak dapat diretraksi ke arah proksimal.
Sekitar 90% batita normal tidak dapat meretraksi preputium secara penuh
akibat adanya adhesi antara preputium dan glans penis. Fimosis yang parah
ditandai dengan preputium yang menggelembung (ballooning) saat
berkemih.

Fimosis dapat juga terjadi akibat balanitis karena inflamasi berulang


menyebabkan pembentukan jaringan parut sehingga preputium tidak dapat
diretraksi. Sebaliknya, fimosis juga dapat menyebabkan balanitis karena
higiene yang buruk pada penderita fimosis.

Parafimosis merupakan ketidakmampuan preputium yang teretraksi


untuk kembali ke keadaan semula. Hal ini dapat menyebabkan glans penis
terjepit sehingga arus balik vena terhambat dan terjadi edema glans serta
risiko iskemia. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan urologi yang
memerlukan reduksi manual segera atau insisi dorsal jika reduksi manual
tidak dapat dilakukan. Sirkumsisi elektif perlu dilakukan setelah
kegawatdaruratan tertangani.

b. Balanitis dan Posthitis

Balanitis merupakan peradangan pada glans penis sedangkan poshtitis


merupakan peradangan pada preputium. Gejala mencakup edema, eritema,
terasa hangat saat palpasi, serta terdapat nyeri tekan baik pada preputium,
glans penis, atau keduanya, dan sering disertai dengan discharge purulen
dari penis. Kondisi ini berhubungan dengan higiene yang buruk atau infeksi
menular seksual. Penanganan menggunakan antibiotik oral dan/atau topikal,
kompres hangat, serta pemberian analgesic. Balanitis dan posthitis rekuren
yang diasosiasikan dengan fimosis (dikenal juga sebagai balanitis xerotica
obliterans) merupakan indikasi untuk sirkumsisi.

Mencegah Infeksi Saluran Kemih dan Pielonefritis

Tidak terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai manfaat


sirkumsisi untuk mencegah infeksi saluran kemih pada bayi laki-laki.
Terdapat penurunan risiko infeksi saluran kemih sebesar 5-20 kali pada
bayi yang disirkumsisi. Walau demikian, risiko absolut infeksi saluran
kemih yang sangat rendah (<1%) pada populasi normal membuat
sirkumsisi rutin tidak disarankan untuk indikasi pencegahan infeksi
saluran kemih ini. Sirkumsisi diindikasikan pada bayi yang memiliki
peningkatan risiko terjadinya infeksi saluran kemih akibat refluks
vesikouretral dan hidronefrosis pada masa prenatal direkomendasikan
untuk dilakukan sirkumsisi.

Mengurangi Insidensi HIV pada Laki-Laki

Studi menunjukkan terdapat penurunan risiko terkena HIV sekitar


60% pada laki-laki yang disirkumsisi, baik laki-laki heteroseksual maupun
homoseksual. Sirkumsisi perlu dipertimbangkan pada negara dengan
prevalensi HIV sedang-tinggi, termasuk Indonesia. Walau demikian,
pencegahan HIV tidak cukup dilakukan hanya dengan sirkumsisi dan
harus disertai dengan edukasi serta tindakan protektif, misalnya
penggunaan kondom.

Infeksi Menular Seksual

Selain menurunkan risiko infeksi HIV, sirkumsisi juga


menurunkan risiko terkena infeksi menular seksual lainnya, seperti sifilis
dan chancroid. Sirkumsisi juga menurunkan risiko infeksi HPV pada penis
sehingga menurunkan risiko kanker serviks pada pasangan wanita. Walau
demikian, vaksinasi HPV tetap merupakan metode paling efektif untuk
eliminasi HPV genital.

6.) Waktu dilakukan balut bidai

Balutan pada bidai dilakukan dari distal ke proksimal dengan tujuan untuk
menghindari kompresi berlebihan pada ekstremitas. Setelah dilakukan
pembidaian, maka harus diperiksa kembali apakah imobilisasi sudah adekuat,
kesesuaian dengan posisi anatomis, kekuatan bidai, dan kenyamanan pasien
dengan bidai yang terpasang. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan
motorik, sensorik, denyut nadi, dan penilaian capillary refill time pada bagian
distal ekstremitas. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk memeriksa
kembali fragmen fraktur dan dislokasi yang terjadi.
Prosedur pemasangan bidai yang terbuat dari kayu diawali dengan
stabilisasi bagian yang akan dibidai kemudian memposisikan bidai pada
bagian yang mengalami cedera setelah bagian tersebut distabilisasi. Bidai
pada ekstremitas atas dipasang minimal pada 2 sisi, sedangkan pada
ekstremitas bawah minimal 3 sisi. Kemudian, dibalut dengan kassa gulung
atau perban dari distal ke proksimal. Setelah itu, dibuat simpul pada akhir
balutan.Seluruh prosedur pembidaian selalu diakhiri dengan pemeriksaan
kembali, motorik, sensorik serta pulsasi pada bagian distal.

7.) Evaluasi setelah dilakukan pembidaian

Evaluasi yang dilakukan pasca pembidaian antara lain adalah memeriksa


kembali apakah bidai yang digunakan sudah sesuai, apakah imobilisasi sudah
melibatkan seluruh sendi, serta apakah posisi imobilisasi sudah sesuai. Selain
itu, perlu diperiksa kembali ada atau tidaknya komplikasi prosedur pembidaian
yang muncul. Lakukan pemeriksaan terkait tanda gangguan neurovaskular,
seperti nyeri, pucat, dingin pada area perifer, dan paresthesia

8.) Tindakan keperawatan pasien keracunan

Berikan memberikan dukungan perawatan, memelihara organ vital, dan


mempercepat eliminasi racun terabsorsi. Secara umum tindakan yang perlu kita
lakukan jika menemukan orang keracunan adalah:

a.) Menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan,
gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.

b.) Tangani syok dengan tepat.

c.) Hilangkan atau kurangi absorsi racun dengan cara :

- Encerkan racun yang ada dalam lambung sekaligus menghalangi


penyerapan oleh lambung dengan cara -memberikan klien cairan
dengan jumlah banyak. Cairan yang bisa diberikan yaitu air biasa,
susu, norit yang telah dilarutkan dengan air.

- Upayakan muntah, efektif dilakukan dalam kurun waktu 4 jam setelah


racun ditelan. Agar klien bisa muntah, berikan rangsangan pada
dinding faring dengan jari atau menggunakan sirup ipekak. Muntah
tidak boleh dilakukan pada klien dengan keracunan zat korosif dan
pada klien tidak sadar.

- Dapat dilakukan bilas lambung

- Berikan obat katartik sesuai indikasi.

d.) Monitor klien yang mengalami kejang. Racun dapat memicu sistem saraf
pusat atau kejang dapat diakibatkan kekurangan oksigen.

e.) Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.

f.) Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit

g). Berikan analgesik sesuai indikasi.

h.) Observasi dengan ketat pada klien koma, koma karena keracunan karena
gangguan fungsi sel otak atau metabolisme.

i). Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.

Anda mungkin juga menyukai