BAB I
PENDAHULUAN
terbanyak dari dua sumber penerimaan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam postur
penerimaan negara sebesar Rp1.894,7 triliun, berasal dari target penerimaan dari
pajak sebesar Rp1.618,1 triliun, penerimaan bukan pajak sebesar Rp275,4 triliun
Tabel 1.1
1
Untuk dapat mencapai target penerimaan dari pajak, pemerintah melakukan
pajak menjadi central issue atau teka-teki utama untuk memahami faktor apa
yang menyebabkan seseorang mau patuh atau tidak patuh dalam membayar pajak
(Torgler dan Schneider, 2004; Torgler et al., 2007). Terdapat dua pendekatan
manfaat yang diperoleh wajib pajak apabila wajib pajak melaksanakan atau tidak
keputusan wajib pajak untuk taat dan tidak taat dipengaruhi oleh besarnya
penghasilan, tarif pajak, sangsi yang akan diterima serta adanya kemungkinan
perilaku (nonpecuniary) mengacu pada faktor yang muncul dari dalam diri wajib
pajak untuk patuh yang dikenal dengan istilah tax moraleataumoral pajak(James
Phillips (2011) dengan menggunakan data dari Internal Revenue Services (IRS).
meskipun terdapat sejumlah penghasilan wajib pajak yang tidak terlacak oleh IRS
dalam membayar pajak. Strumpel melakukan survei lintas negara dan menemukan
bahwa tax mentality dipengaruhi oleh bagaimana cara wajib pajak diperlakukan
oleh otoritas pajak. Pada tahun 1990an masalah moral pajak menjadi pusat
pajak (Torgler, 2006). Motivasi intrinsik itu sendiri adalah kesediaan dalam diri
moral pajak sebagai motivasi intrinsik untuk mematuhi dan membayar pajak
Moral pajak diartikan oleh Torgler dan Murphy (2005) sebagai suatu prinsip atau
nilai moral yang dipegang oleh individu dalam membayar pajak (Pope dan
Mohdali, 2010). Moral pajak dipandang sebagai determinan kunci yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang jujur dalam masalah perpajakannya
(Cahyonowati, 2011).
tingkat moral wajib pajak di Indonesia masih belum tumbuh dari motivasi
intrinsik. Wajib pajak Indonesia mau membayar pajak disebabkan karena adanya
paksaan dari faktor ekstenal. Faktor eksternal tersebut berupa besarnya denda
(Pommerehne dan Frey, 1992). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Torgler et al. (2007) yang menemukan hasil bahwa moral pajak
pajak. Untuk dapat menjelaskan moral pajak sebagai salah satu faktor yang
atas dua faktor, berupa faktor sosio-demografis dan faktor sosio-ekonomis. Faktor
administrasi perpajakan.
Torgler (2007) berargumen bahwa dari begitu banyaknya faktor yang dapat
mempengaruhi moral pajak, terdapat tiga faktor utama. Faktor yang pertama
berupa aturan moralyaitu norma dan rasa bersalah yang diproksikan dengan
religiusitas. Faktor kedua berupa persepsi wajib pajak mengenai keadilan sistem
pajak. Faktor ketiga terkait dengan hubungan antara wajib pajak dengan
Tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi moral pajak dapat dikaitkan
dengan teori atribusi baik secara internal maupun secara eksternal. Teori atribusi
teori atribusi, tinggi rendahnya moral pajakatau motivasi untuk patuh dan tidak
internal, serta persepsi keadilan sistem pajak dan kepercayaan pada pemerintah
Aturan moral sebagai faktor atribusi internal menggambarkan perilaku yang dapat
diterima bagi individu sebagai bagian dari kolektif sosial (McKerchar et al.,
norma yang dipengaruhi oleh religiusitas dan pandangan mengenai sesuatu yang
dianggap baik atau buruk. Menurut Torgler (2006) religiusitas merupakan faktor
potensial yang mempengaruhi moral pajak, dimana semakin tinggi tingkat
(2011)berpendapat lain bahwa religiusitas bukan faktor penentu moral pajak yang
Faktor utama kedua yang dapat mempengaruhi moral pajak adalah persepsi
keadilan sistem pajak. Persepsi mengenai keadilan sistem pajak sebagai faktor
masyarakat ini akan mempengaruhi kepatuhan pajak dan lebih dalam mengenai
hal penghindaran pajak (McKerchar et al., 2013). Justicia dan Theilen (2017)
berpendapat bahwa tingkat moral pajak lebih tinggi jika disuatu negara memiliki
layanan yang baik dan memiliki sistem perpajakan yang adil. Masyarakat akan
patuh terhadap pajak ketika masyarakat merasakan keadilan dari sistem pajak dan
jika merasa sistem pajak yang berlaku tidak adil(Suryadi, 2016). Salah satu
bentuk keadilan sistem pajak dapat dilihat berdasarkan tarif progresif, dimana
semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin besar beban pajaknya. Akan
tetapi, semakin tinggi tarif pajak dapat menurunkan motivasi intrinsik wajib pajak
tinggi akan memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga wajib pajak
wajib pajak dalam mematuhi pajak secara sukarela. Menurut James dan Alley
dengan cara yang dapat dipercaya masyarakat, para wajib pajak akan lebih
bersedia untuk mematuhi pajak. Oleh sebab itu moral pajak dapat meningkatjika
berupa faktor aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak, dan kepercayaan pada
sedangkan faktor persepsi keadilan sistem pajak tidak berpengaruh terhadap moral
pajak. Berdasarkan telaah literatur sebelumnya dan senada dengan hasil penelitian
persepsi keadilan sistem pajak, dan kepercayaan pada pemerintah terhadap moral
yang memiliki falsafah hidup “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.
pembelajaran adat budaya minang kabau, sejak kecil masyarakat Sumatera Barat
yang positif dengan tingkat kepatuhan pajak. Apabila wajib pajak memiliki moral
pajak yang baik, maka kepatuhan pajak akan lebih tinggi sehingga perlu untuk
mengetahui berapa tingkat moral pajak serta faktor apa yang dapat mempengaruhi
moral pajak tersebut. Pada perspektif teori atribusi, motivasi intrinsik untuk patuh
dalam membayar pajak dapat diatribusikan melalui faktor internal berupa aturan
moral yang diproksikan dengan religiusitas dan faktor eksternal berupa persepsi
Universitas Andalas ?
1. Bagi literatur
Meningkatkan literatur akuntansi dan perpajakan tentang moral pajak dan
dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji masalah
pengajaran yang jauh lebih baik secara desain yang memberikan gambaran
BAB I : PENDAHULUAN
BAB V : PENUTUP
BAB II
LANDASAN TEORI
Teori atribusi yang dicetuskan oleh Fritz Heider pada tahun 1958
Individu dalam memiliki motivasi atau kemauan untuk patuh dan tidak
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni : aturan moral, persepsi keadilan sistem
pajak dan kepercayaan pada pemerintah (McKerchar et al., 2013). Aturan moral
merupakan faktor internal berupa norma atau pendirian yang berasal dari dalam
diri individu sendiri. Persepsi wajib pajak mengenai keadilan sistem pajak dan
1. Kekhususan (kesendirian/distinctiveness)
menilai tindakan seseorang merupakan hal yang benar dan luar biasa,
2. Konsensus (consensus)
3. Konsistensi (consistency)
Moral pajak merupakan suatu prinsip atau nilai moral yang dipegang
mentality dipengaruhi oleh bagaimana cara wajib pajak diperlakukan oleh otoritas
Lewis menemukan bahwa tax mentality berbeda antar negara yang dipengaruhi
2013).
faktor yang timbul dari dalam diri wajib pajak untuk patuh yang disebut moral
pajak. Secara empiris pendekatan perilaku ini di buktikan oleh Phillips (2011)
dilacak oleh IRS, wajib pajak tetap melaporkan penghasilannya (McKerchar et al.,
2013). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor dari dalam diri wajib pajak
apabila menjadi wajib pajak patuh atau sebaliknya, rasa malu dan merasa
2. Hubungan timbal balik antara wajib pajak dengan negara, seperti adanya
perpajakan.
yang telah mereka bayarkan kepada negara telah digunakan secara tepat
1. Faktor sosio-demografis
a. Umur (Age)
Tittle (1980) berpendapat bahwa orang yang lebih tua lebih sensitif
patuh terhadap pajak dari pada laki-laki. Wanita lebih menolak untuk
terkena resiko dari pada lelaki. Wanita memiliki moral pajak yang
c. Tingkat pendidikan
mengetahui tentang hukum pajak dan sadar akan manfaat dan layanan
d. Status perkawinan
yang masih lajang. Perbedaan dalam tingkat moral pajak antara orang
bahwa wajib pajak yang sudah menikah memiliki moral pajak yang
Wajib pajak yang memiliki pekerjaan tetap lebih patuh pajak dari pada
2. Faktor sosio-ekonomis
a. Situasi ekonomi
yang akan membentuk reputasi yang baik. Dalam hal ini, kesediaan
otoritas pajak.
d. Bentuk negara
daerah, yang kuat mengarah pada tingkat moral pajak yang tinggi.
sesuai kebutuhan.
Wajib pajak memiliki insentif yang lebih kuat untuk membayar pajak
moral pajak berupa aturan moral yang diukur berdasarkan religiusitas, persepsi
2013).
sebagai bagian dari kolektif sosialberupa norma, pendirian dan rasa bersalah.
Norma terbagi atas dua bagian yaitu norma pribadi dan norma sosial (Justicia dan
etis, religiusitas dan pendirian sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Sementara
dan kolega.
(2007) dan Susila et al. (2016). Menurut Torgler (2006) religiusitas merupakan
agama yang dianut seseorang. Semua agama umumnya mempunyai tujuan yang
sama dalam mengontrol perilaku baik dan menghambat perilaku buruk. Agama
banyak norma perilaku, seperti batasan moral yang tidak tertulis secara formal
tingkah laku individu. Adam Smith (1976) dalam theory of moral sentiment
menganalisis religiusitas dari titik pandang yang rasional, berlaku sebagai suatu
komitmen moral untuk bertindak dalam aturan yang ditentukan (Torgler, 2006).
memberikan suatu tingkat penegakkan aturan tertentu untuk bertindak dalam batas
yang diterima dan bertindak sebagai “supernatural police”. Religiositas memiliki
karena religiusitas dapat membentuk pola pikir umum untuk seluruh individu
(Torgler, 2006).
satu sisi terdapat variabel yang dapat diobservasi seperti kehadiran dirumah
ibadah, menjadi jemaah yang aktif dirumah ibadah atau organisasi keagamaan,
dibesarkan dari keluarga yang taat beragama. Pada sisi lain terdapat variabel yang
tidak dapat diobservasi seperti menjadi shaleh atau taat, kepercayaan dan
pentingnya agama dalam hidup serta memiliki pedoman pasti mengenai yang baik
orang membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. Keadilan terbagi atas dua,
buku Public Finance in Theory dan Practice terdapat 2 macam prinsip keadilan
manfaat yang diterima wajib pajak, maka semakin besar beban pajak
approach.
Menurut Azmi dan Perumal (2008) terdapat 4 dimensi keadilan pajak yang
timbal balik yang secara tidak langsung diberikan pemerintah atas pajak
khusus yang diberikan wajib pajak secara pribadi terlalu tinggi dan jika
timbul karena adanya rasa puas atau nyaman atas pemenuhan tangung jawab.
Kepercayaan adalah suatu kemauan atau keyakinan antara dua orang atau lebih
untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan tujuan untuk menghasilkan kerja
yang positif (Salsabila, 2018). Menurut Luarn dan Lin (2003) kepercayaan adalah
kepuasan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini kemauan dari sisi
terhadap pemerintah.
sesuai fakta atau tidak. Dalam hal ini pemerinah harus memberikan
moral pajak.Penelitian yang dilakukan oleh Justicia dan Theilen (2017) mengenai
moral pajak. Sedangkan variabel persepsi keadilan sistem pajak tidak berpengaruh
terhadap moral pajak. Variabel kontrol jenis kelamin wanita mempengaruhi moral
pajak sedangkan variabel kontrol umur, fakultas, etnis dan penghasilan tidak
mempengaruhi moral pajak. Variabel kontrol berupa umur, menikah, pekerja part-
kualitas lembaga politik yang terdiri atas kebebasan bersuara dan tanggungjawab,
aturan hukum, stabilitas politik, tidak adanya kekerasan, kualitas peraturan, dan
kontrol atas korupsi memiliki pengaruh yang kuat terhadap moral pajak. Selain
itu, faktor kepercayaan terhadap sistem hukum dan kepercayaan pada pemerintah
memiliki pengaruh positif terhadap moral pajak. Variabel kontrol berupa umur,
tingkat moral dan kepatuhan pajak wajib pajak orang pribadi di Indonesia dengan
hasil menunjukkan bahwa moral wajib pajak di Indonesia belum tumbuh dari
motivasi intrinsik, akan tetapi faktor yang paling mempengaruhi moral pajak
termotivasi dalam membayar pajak karena merasa keberatan dalam hal membayar
demografi yang terdiri atas umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
Tabel 2.1
aturan moral sebagai faktor internal serta variabel persepsi keadilan sistem
membuat mereka lebih taat untuk patuh dan cenderung untuk tidak melakukan
pajaknya.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
berdasarkan penelitian masa lalu. Asumsi tersebut juga dapat diartikan sebagai
menentukan penyebab dan motif dalam berperilaku baik perilaku orang lain
maupun dirinya sendiri (Luthans, 2011). Aturan moral diukur dengan religiusitas
merupakan faktor sikap, pendirian, dan motivasi yang berasal dari dalam diri
dapat mempengaruhi moral pajak. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara
umumnya memiliki tujuan yang sama dalam mengontrol perilaku baik dan
maka akan semakin tinggi moral pajaknya, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa
oleh Susila et al. (2016) menyimpulkan bahwa moral pajak semakin baik dengan
seseorang yang dapat di atribusikan dengan moral pajak. Berdasarkan hal tersebut,
perpajakan dengan adil maka akan memicu timbulnya peningkatan moral pajak
individu dan sebaliknya ketika sistem perpajakan yang dirasakan masyarakat tidak
bahwa tingkat moral pajak yang tinggi, disuatu negaradengan layananyang baik
dan sistem pajak yang adil. Semakin tinggi keadilan sistem pajak yang dirasakan,
semakin tinggi moral pajaknya. Persepsi keadilan sistempajak bagi masyarakat
sistem pajak yang baik sehingga menanamkan perilaku patuh bagi wajib pajak.
Sesuai dengan pendapat Azmi dan Perumal (2008), persepsi wajib pajak tentang
pengeluaran pemerintah yang dirasakan dan semakin tinggi tingkat dari manfaat
yang dirasakan maka semakin tinggi tingkat moral pajak (Horodnic, 2018).
pemerintah dan sistem pajak sudah adil(Frey, 2003; Cummings et al., 2005;
Torgler et al., 2007). Akan tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Susila et al. (2016) menemukan bahwa persepsi keadilan sistem pajak tidak
beikut :
pajak.
2.4.3 Pengaruh Kepercayaan pada Pemerintah terhadap Moral Pajak
diatribusikan dengan moral pajak. Wajib pajak akan memiliki moral pajak yang
baik jika wajib pajak atau masyarakat memiliki kepercayaan pada pemerintah atas
pengelolaan dana pajak yang sudah dibayarkan. Menurut James dan Alley (2004),
secara umum mengatakan bahwa wajib pajak lebih berkomitmen untuk patuh
apabila warga negara merasa puas dengan manfaat tidak langsung yang mereka
terima melalui kualitas dan kuantitas layanan publik. Torgler dan Schneider
(2004) juga menemukan bahwa tingkat kepercayaan pada pemerintah dan sistem
hukum memiliki hubungan positif dengan moral pajak di Austria. Semakin tinggi
kepercayaan pada pemerintah maka semakin tinggi moral pajak (Susila et al.,
berikut :
pajak.
BAB III
METODE PENELITIAN
meliputi moral pajak, aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak dan
Penelitian ini menggunakan jenis data primer. Data primer berupa data yang
pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner. Data ini akan dianalisis dengan
menggunakan uji statistik, untuk menguji hipotesa dan diukur dengan teknik skala
Universitas Andalas.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
terdaftar sebagai mahasiswa aktif dengan jumlah sebanyak 27.971 orang, yang
yang memiliki falsafah hidup “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”.
akan menjadi calon wajib pajak potensial serta belum banyak terlibat dalam
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
N
n=
1+ N e2
Keterangan : n = sampel
N = populasi
e = error, tingkat kesalahan yang diyakini 10%
(Sekaran, 2006). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 16
(2016) dan satu pertanyaan untuk mengukur moral pajak dari Torgler (2007).
Kuisioner disebarkan melalui media online google formagar lebih cepat
dalam pengumpulan data yang terbagi atas 3 bagian. Bagian pertama berisi
Bagian kedua memuat identitas dari calon responden dan bagian ketiga
penelitian dengan 5 alternatif jawaban yaitu : sangat tidak setuju – tidak setuju –
Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel dependen dan
sedangkan variabel independen dalam penelitian ini berupa aturan moral, persepsi
peneliti (Sekaran, 2006). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah moral
pajak. Moral pajak merupakan motivasi intrinsik dalam membayar pajak sehingga
Murphy, 2004).
et al. (2016) dan 1 pertanyaan (Y7) yang berasal dari Torgler et al. (2007)yang
Dalam penelitian ini, instrumen untuk mengukur moral pajak terdiri dari 7
pertanyaan, diukur dengan menggunakan skala 5 point. Mulai dari 1 (sangat tidak
setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang rendah mengindikasikan bahwa moral
sangat rendah.
Tabel 3.1
Indikator-Indikator Variabel Moral Pajak
pertanyaan diukur dengan skala 5 poin, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai
5 (sangat setuju). Skor yang tinggi menunjukkan bahwa moral atau tingkat
Tabel 3.2
yang digunakan untuk mengukur variabel keadilan sistem pajak berupa tarif pajak,
sanksi pajak, dan wajib pajak terdaftar. Instrumen yang digunakan untuk
mengukur variabel persepsi keadilan sistem pajak disajikan dalam tabel 3.3.
dari 3 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala 5 poin, mulai dari
1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang tinggi menunjukkan
Tabel 3.3
Indikator-Indikator Variabel Keadilan Sistem Pajak
dari 3 item pertanyaan yang diukur mengunakan skala 5 poin, mulai dari 1 (sangat
tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa
Tabel 3.4
Indikator-indikator variabel kepercayaan pada pemerintah
asumsi klasik, analisis regresi linear dan pengujian hipotesis. Analisis data
bertujuan untuk menguji pengaruh aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak
Andalas.
penelitian yang terdiri dari variabel moral pajak, aturan moral yang diukur dengan
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini meliputi rata-rata (mean), nilai
skala 1 sampai 5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 7 (moral pajak
sangat baik) hingga 35 (moral pajak sangat tidak baik) dengan nilai rata-rata
teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan moral pajak mahasiswa Universitas Andalas
sangat baik, skor 8-14 mengindikasikan moral pajak yang baik, skor 15-21
mengindikasikan moral pajak yang cukup, skor 22-28 mengindikasikan moral
pajak tidak baik dan skor 29-35 mengindikasikan moral pajak sangat tidak baik.
yang sangat rendah, skor 4-6 mengindikasikan tingkat religiusitas yang rendah.
mengindikasikan skor yang tinggi, dan skor 13-15 mengindikasikan skor yang
sangat tinggi.
teoritis antara 3 (sangat rendah) hingga 15 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata
teoritis 9. Skor 1-3 mengindikasikan tingkat persepsi keadilan yang sangat rendah,
mengindikasikan persepsi keadilan sistem pajak yang tinggi, dan skor 13-15
teoritis antara 3 (sangat rendah) hingga 15 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata
regresipenelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
Uji normalitas untuk menguji normalitas dari distribusi data. Uji normalitas
independenterdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang
korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Model regresi yang baik
1. Jika tolerance value < 0.10 dan VIF > 10, dapat disimpulkan terdapat
gejala multikolinearitas.
2. Jika tolerance value>0.10 dan VIF < 10, dapat disimpulkan tidak
apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk
Keterangan :
e = error
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R 2 adalah antara nol
(0) dan satu (1). Apabila R2 sama dengan nol (0), maka tidak ada sedikitpun
menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu (1)
berarti variabel yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel
Data diolah dan diproses melalui program komputer statistik yaitu SPSS For
statistik. SPSS yang digunakan dalam penelitian ini adalah program komputer
SPSS 16.0, analisisnya akan memberikan gambaran atau deskripsi tentang data