Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH ATURAN MORAL, PERSEPSI KEADILAN

SISTEM PAJAK DAN KEPERCAYAAN PADA PEMERINTAH


TERHADAP MORAL PAJAK MAHASISWA UNIVERSITAS
ANDALAS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber pendapatan negara Indonesia berasal dari tiga sektor, yakni

penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan penerimaan hibah (Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Penerimaan pajak

menjadi sumber pendapatan utama karenapajak memberikan sumbangan

terbanyak dari dua sumber penerimaan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam postur

APBN 2018sebagaimana dirangkum dalam tabel 1.1, yang memperlihatkan target

penerimaan negara sebesar Rp1.894,7 triliun, berasal dari target penerimaan dari

pajak sebesar Rp1.618,1 triliun, penerimaan bukan pajak sebesar Rp275,4 triliun

serta penerimaan dari hibah sebesar Rp1,2 triliun (Kemenkeu, 2018).

Tabel 1.1

Tabel Pedapatan Negara

N Sumber Besar Persentase


o penerimaan Penerimaan penerimaan
1 Penerimaan pajak Rp 1.618,1 triliun 85,401%
2 Penerimaan non pajak Rp 275,4 triliun 14,535%
3 Hibah Rp 1,2 triliun 0,063 %
Sumber : Kementerian Keuangan, APBN 2018

1
Untuk dapat mencapai target penerimaan dari pajak, pemerintah melakukan

berbagai upaya perbaikan perpajakan. Salah satu langkah perbaikannya dengan

cara meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Kemenkeu, 2018).Kepatuhan pajak

merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2000).Direktur

Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis(CITA) Prastowo (2018)menilai

tingkat kepatuhan pajak masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah.

Kepatuhan pajak merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh setiap

pemerintahan diseluruh dunia (Horodnic, 2018). Penelitian mengenai kepatuhan

pajak menjadi central issue atau teka-teki utama untuk memahami faktor apa

yang menyebabkan seseorang mau patuh atau tidak patuh dalam membayar pajak

(Torgler dan Schneider, 2004; Torgler et al., 2007). Terdapat dua pendekatan

yang dapat menjelaskan mengenai kepatuhan pajak,yaitu pendekatan ekonomi dan

pendekatan perilaku (James dan Alley, 2004).

Berdasarkan pendekatan ekonomi, wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya didasarkan pada perhitungan ekonomi, yakni seberapa besar

manfaat yang diperoleh wajib pajak apabila wajib pajak melaksanakan atau tidak

melaksanakan peraturan perpajakan (Susila et al., 2016). Pendekatan ini

dibuktikan oleh Allingham dan Sandmo (1992) yang menyebutkan bahwa

keputusan wajib pajak untuk taat dan tidak taat dipengaruhi oleh besarnya

penghasilan, tarif pajak, sangsi yang akan diterima serta adanya kemungkinan

diperiksa (James dan Alley, 2004). Sementara itu, berdasarkan pendekatan

perilaku (nonpecuniary) mengacu pada faktor yang muncul dari dalam diri wajib
pajak untuk patuh yang dikenal dengan istilah tax moraleataumoral pajak(James

dan Alley, 2004). Pendekatan mengenai adanya faktor perilaku (nonpecuaniary)

yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak secara empiris di buktikan oleh

Phillips (2011) dengan menggunakan data dari Internal Revenue Services (IRS).

Phillips menemukan bahwa wajib pajak tetap melaporkan penghasilannya

meskipun terdapat sejumlah penghasilan wajib pajak yang tidak terlacak oleh IRS

(McKerchar et al., 2013).

Konsep moral pajak diperkenalkan pertama kali di Cologne School of Tax

Phychology pada tahun 1960. Strumple (1969) memperkenalkan moral pajak

awalnya dengan istilah tax mentality untuk menggambarkan kesediaan individu

dalam membayar pajak. Strumpel melakukan survei lintas negara dan menemukan

bahwa tax mentality dipengaruhi oleh bagaimana cara wajib pajak diperlakukan

oleh otoritas pajak. Pada tahun 1990an masalah moral pajak menjadi pusat

penelitian empiris tentang kepatuhan pajak (Horodnic, 2018).

Moral pajak merupakan motivasi intrinsik untuk patuh dalam membayar

pajak (Torgler, 2006). Motivasi intrinsik itu sendiri adalah kesediaan dalam diri

seseorangdalam membayar pajak. Torgler dan Schneider (2004) mendefinisikan

moral pajak sebagai motivasi intrinsik untuk mematuhi dan membayar pajak

sehingga berkontribusi secara sukarela untuk penyediaan barang-barang publik.

Moral pajak diartikan oleh Torgler dan Murphy (2005) sebagai suatu prinsip atau

nilai moral yang dipegang oleh individu dalam membayar pajak (Pope dan

Mohdali, 2010). Moral pajak dipandang sebagai determinan kunci yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang jujur dalam masalah perpajakannya

(Cahyonowati, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyonowati (2011)menemukan bahwa

tingkat moral wajib pajak di Indonesia masih belum tumbuh dari motivasi

intrinsik. Wajib pajak Indonesia mau membayar pajak disebabkan karena adanya

paksaan dari faktor ekstenal. Faktor eksternal tersebut berupa besarnya denda

pajak.Wajib pajak di Indonesia termotivasi membayar pajak karena merasa

keberatan dalam hal membayar denda pajak.

Moral pajak memiliki hubungan dengan tingkat kepatuhan pajak

(Pommerehne dan Frey, 1992). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Torgler et al. (2007) yang menemukan hasil bahwa moral pajak

memiliki hubungan positif dengan tingkat kepatuhan pajak sehinggameningkatkan

moral pajak dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan kepatuhan

pajak. Untuk dapat menjelaskan moral pajak sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pajak maka perlu untuk memahami faktor-faktoryang

dapat mempengaruhi moral pajak (Pope dan Mohdali, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi moral pajak diteliti secara menyeluruh

oleh Torgler (2007) dan mengelompokkan faktor yang mempengaruhimoral pajak

atas dua faktor, berupa faktor sosio-demografis dan faktor sosio-ekonomis. Faktor

sosio-demografis meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status

perkawinan dan pekerjaan. Sementara, faktor sosio-ekonomis meliputi situasi

ekonomi,tingkat ketaatan beragama, kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan,


bentuk negara, kebanggaan nasional, persepsi mengenai sistem perpajakan dan

administrasi perpajakan.

Torgler (2007) berargumen bahwa dari begitu banyaknya faktor yang dapat

mempengaruhi moral pajak, terdapat tiga faktor utama. Faktor yang pertama

berupa aturan moralyaitu norma dan rasa bersalah yang diproksikan dengan

religiusitas. Faktor kedua berupa persepsi wajib pajak mengenai keadilan sistem

pajak. Faktor ketiga terkait dengan hubungan antara wajib pajak dengan

pemerintah, berupa kepercayaan terhadap tatakelola pemerintah mengenai

perpajakan(McKerchar et al., 2013).

Tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi moral pajak dapat dikaitkan

dengan teori atribusi baik secara internal maupun secara eksternal. Teori atribusi

(attribution theory)merujuk tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab

orang lain atau dirinya sendiri dalam berperilaku(Luthans, 2011). Berdasarkan

teori atribusi, tinggi rendahnya moral pajakatau motivasi untuk patuh dan tidak

patuh terhadap pajak, dapat diatribusikan dengan aturan moralsebagai faktor

internal, serta persepsi keadilan sistem pajak dan kepercayaan pada pemerintah

sebagai faktor eksternal.

Faktor pertama yang mempengaruhi moral pajak adalah aturan moral.

Aturan moral sebagai faktor atribusi internal menggambarkan perilaku yang dapat

diterima bagi individu sebagai bagian dari kolektif sosial (McKerchar et al.,

2013).Justicia dan Theilen (2017)mendefinisikan aturan moral sebagaisuatu

norma yang dipengaruhi oleh religiusitas dan pandangan mengenai sesuatu yang

dianggap baik atau buruk. Menurut Torgler (2006) religiusitas merupakan faktor
potensial yang mempengaruhi moral pajak, dimana semakin tinggi tingkat

religiusitas maka akan meningkatkan moral pajak. Akan tetapi Cahyonowati

(2011)berpendapat lain bahwa religiusitas bukan faktor penentu moral pajak yang

signifikan, melihat keberagamaan agama yang dimiliki Indonesia. Cahyonowati

(2011) menemukan dalam penelitiannya bahwa religiusitas tidak berpengaruh

terhadap moral pajak.

Faktor utama kedua yang dapat mempengaruhi moral pajak adalah persepsi

keadilan sistem pajak. Persepsi mengenai keadilan sistem pajak sebagai faktor

atribusi eksternal sangat mempengaruhi pelaksanaan perpajakan. Persepsi

masyarakat ini akan mempengaruhi kepatuhan pajak dan lebih dalam mengenai

hal penghindaran pajak (McKerchar et al., 2013). Justicia dan Theilen (2017)

berpendapat bahwa tingkat moral pajak lebih tinggi jika disuatu negara memiliki

layanan yang baik dan memiliki sistem perpajakan yang adil. Masyarakat akan

patuh terhadap pajak ketika masyarakat merasakan keadilan dari sistem pajak dan

sebaliknya masyarakat cenderung tidak patuh bahkan menghidari kewajiban pajak

jika merasa sistem pajak yang berlaku tidak adil(Suryadi, 2016). Salah satu

bentuk keadilan sistem pajak dapat dilihat berdasarkan tarif progresif, dimana

semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin besar beban pajaknya. Akan

tetapi, semakin tinggi tarif pajak dapat menurunkan motivasi intrinsik wajib pajak

berpenghasilan tinggi untuk membayar pajak, karena wajib pajak berpenghasilan

tinggi akan memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga wajib pajak

cenderung untuk melakukan penggelaan pajak (Horodnic, 2018).


Faktor utama ketiga yang dapat mempengaruhi moral pajak adalah

kepercayaan pada pemerintah. Kepercayaan terhadap pemerintah sebagai faktor

atribusi eksternal merupakan hubungan antara wajib pajak dengan pemerintah

(McKerchar et al., 2013). Adanya kepercayaan terhadap pemerintah, memotivasi

wajib pajak dalam mematuhi pajak secara sukarela. Menurut James dan Alley

(2004) secara umum mengatakan bahwa untuk meningkatkan komitmen wajib

pajak untuk patuh terhadap sistem perpajakanpemerintah harus

melakukanberbagai tindakan positif. Jika tindakan yang dilakukan pemerintah

dengan cara yang dapat dipercaya masyarakat, para wajib pajak akan lebih

bersedia untuk mematuhi pajak. Oleh sebab itu moral pajak dapat meningkatjika

terdapat kepercayaan terhadap pemerintah karena wajibpajak lebih bersedia untuk

berkontribusi membayar pajak, namun jika masyarakat kurang percaya terhadap

pemerintah atau sistem perpajakan maka akan menurunkan motivasinya dalam

membayar pajak (Mahmudah dan Iskandar, 2018).

Penelitian mengenai moral pajak dengan mengunakan variabel independen

berupa faktor aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak, dan kepercayaan pada

pemerintah pernah dilakukan oleh Susila et al. (2016) pada mahasiswa

Universitas Indonesia. Hasil penelitiannya menemukan bahwa faktor aturan moral

dan kepercayaan pada pemerintah berpengaruh positif terhadap moral pajak,

sedangkan faktor persepsi keadilan sistem pajak tidak berpengaruh terhadap moral

pajak. Berdasarkan telaah literatur sebelumnya dan senada dengan hasil penelitian

yang dilakukan olehSusila et al. (2016), masih terdapat ketidakkonsistenan

mengenai faktor-faktoryang mempengaruhi moral pajak. Oleh karena itu


penelitian sekarang ini bermaksud menguji kembali pengaruh aturan moral,

persepsi keadilan sistem pajak, dan kepercayaan pada pemerintah terhadap moral

pajakuntuk melihat apakah masih konsisten atau tidak.

Disamping terdapat ketidakkonsistenan dari hasil penelitian sebelumnya,

penelitian ini juga mencoba untuk fokus menggunakan objek mahasiswa

Universitas Andalas yang lebih homogen bila dibandingkan dengan mahasiswa

Universitas Indonesiaterutama dalam hal religiusitas. Mayoritas sekitar 81,9%

mahasiswa Universitas Andalasberasal dari berbagai daerah di Sumatera Barat

yang memiliki falsafah hidup “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Berdasarkan falsafah hidup masyarakat di Sumatera Barat ini dan seiring

pembelajaran adat budaya minang kabau, sejak kecil masyarakat Sumatera Barat

sudah ditanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa moral pajak memiliki hubungan

yang positif dengan tingkat kepatuhan pajak. Apabila wajib pajak memiliki moral

pajak yang baik, maka kepatuhan pajak akan lebih tinggi sehingga perlu untuk

mengetahui berapa tingkat moral pajak serta faktor apa yang dapat mempengaruhi

moral pajak tersebut. Pada perspektif teori atribusi, motivasi intrinsik untuk patuh

dalam membayar pajak dapat diatribusikan melalui faktor internal berupa aturan

moral yang diproksikan dengan religiusitas dan faktor eksternal berupa persepsi

keadilan sistem pajak dan kepercayaan pada pemerintah.


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu :

1. Apakah aturan moral berpengaruh terhadap moral pajak mahasiswa

Universitas Andalas ?

2. Apakah persepsi keadilan sistem pajak berpengaruh terhadap moral

pajak mahasiswa Universitas Andalas ?

3. Apakah kepercayaan pada pemerintah berpengaruh terhadap moral

pajak mahasiswa Universitas Andalas ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji secara empiris apakah aturan moral berpengaruh terhadap

moral pajak mahasiswa Universitas Andalas ?

2. Untuk menguji secara empiris apakah persepsi keadilan berpengaruh

terhadap moral pajak mahasiswa Universitas Andalas ?

3. Untuk menguji secara empiris apakah kepercayaan pada pemerintah

berpengaruh terhadap moral pajak mahasiswa Universitas Andalas ?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharakan memberikan kontribusi terhadap literatur serta

pihak-pihak sebagai berikut :

1. Bagi literatur
Meningkatkan literatur akuntansi dan perpajakan tentang moral pajak dan

dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji masalah

yang serupa dimasa yang akan datang.

2. Bagi akademisi atau lembaga pendidik

Dapat dijadikan saran kedepannya agar tercipta kurikulum dan sistem

pengajaran yang jauh lebih baik secara desain yang memberikan gambaran

dan pemahaman bagi mahasiswa akuntansi.

3. Bagi pengambil kebijakan

Memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam mengevaluasi

tingkat moral pajak mahasiswa di Universitas Andalas.

1.5 Sistimatika Penulisan

Sistimatika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistimatika penulisan

yang digunakan dalam penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini akan memberikan penjelasan mengenai teori-teori

dan konsep-konsep umum yang mendasari penelitian yang terdiri

atas teori yang mendukung, moral pajak, aturan moral, persepsi

keadilan, kepercayaan pada pemerintah, penelitian yang

berhubungan, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN


Bab ini berisikan metode penelitian yang terdiri dari desain

penelitian, objek dan subjek penelitian, populasi dan sampel, jenis

dan sumber data yang diperoleh, variabel penelitian, metode

analisis data dengan uji hipotesis.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian mengenai

analisis hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1Teori Atribusi (Attribution Theory)

Teori atribusi yang dicetuskan oleh Fritz Heider pada tahun 1958

merupakan teori yang dapat menjelaskan tentang perilaku seseorang

(Kusumastutie dan Raharja, 2014). Teori atribusi dapat menjelaskan mengenai

proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku

seseorang. Teori atribusi mengacu pada bagaimana individu menjelaskan

penyebab orang lain atau dirinya sendiri dalam berperilaku(Luthans, 2011).

Teori atribusi terbagi atas 2 yakni dispositional attribution dan situational

attribution(Luthans, 2011). Dispositional attributionmenganggap bahwa perilaku

seseorang dipengaruhi oleh faktor internal misalnya kepribadian, motivasi, sikap,


sifat dan kemampuan. Sedangkan situational attribution menghubungkan perilaku

seseorang berdasarkan faktor-faktor eksternal misalnya pengaruh lingkungan,

tekanan situasi dan keadaan tertentu.

Individu dalam memiliki motivasi atau kemauan untuk patuh dan tidak

patuh pada pajak secara sukarela berdasarkan argumen Torgler (2007)

dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni : aturan moral, persepsi keadilan sistem

pajak dan kepercayaan pada pemerintah (McKerchar et al., 2013). Aturan moral

merupakan faktor internal berupa norma atau pendirian yang berasal dari dalam

diri individu sendiri. Persepsi wajib pajak mengenai keadilan sistem pajak dan

kepercayaan yang timbul terhadap pemerintah mengenai pengelolaan pajak

dengan baik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kemauan wajib

pajak untuk patuh dalam membayar pajak.

Penentuan internal dan eksternal menurutRobbins (1996)tergantung pada

tiga faktor berupa :

1. Kekhususan (kesendirian/distinctiveness)

Kekususan artinya individu dalam mempersepsikan perilaku pihak lain

secara berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Apabila individu

menilai tindakan seseorang merupakan hal yang benar dan luar biasa,

maka individu akan bertindak dan memberikan atribusi eksternal

terhadap perilaku tersebut.

2. Konsensus (consensus)

Konsensus artinya perilaku yang ditunjukkan individu jika semua orang

mempunyai kesamaaan pandangan dalam merespon seseorang dengan


situasi yang sama. Apabila konsensus tinggi maka termasuk ke dalam

atribusi internal dan jika konsensusnya rendah maka dikategorikan

sebagai atribusi eksternal.

3. Konsistensi (consistency)

Konsistensi artinya individu menilai perilaku orang lain dengan respon

yang sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten tindakan tersebut

maka individu akan menghubungkan dengan sebab-sebab internal.

2.1.2Moral Pajak (Tax Morale)

2.1.2.1 Definisi Moral Pajak

Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai definisi moral pajak,

diantaranya adalah sebagai berikut ini :

1. Menurut Cummings et al. (2005)

Moral pajak merupakan motivasi intrinsik untuk membayar pajak yang

timbul dari kewajiban moral untuk membayar pajak.

2. Menurut Torgler dan Schneider (2004)

Moral pajak merupakan motivasi intrinsik untuk mematuhi dan

membayar pajak sehingga berkontribusi secara sukarela pada

penyediaan barang-barang publik.

3. Menurut Torgler dan Murphy (2004)

Moral pajak merupakan suatu prinsip atau nilai moral yang dipegang

oleh individu dalam membayar pajak.

4. Menurut Torgler (2006)


Moral pajak dapat didefinisikan sebagai motivasi yangmuncul dalam

diri individu untuk membayar pajak.

5. Menurut Cahyonowati (2011)

Moral pajak merupakan determinan kunci yang dapat menjelaskan

mengapa orang jujur dalam masalah perpajakan.

2.1.2.2 Asal Usul dan Determinan Moral Pajak

Moral pajak diperkenalkan pertama kali oleh Strumple (1969) dengan

istilah tax mentality untuk menggambarkan kesediaan individu membayar

pajak.Berdasarkan survei lintas negara, Strumpel menemukan bahwa tax

mentality dipengaruhi oleh bagaimana cara wajib pajak diperlakukan oleh otoritas

pajak.Kemudian Lewis (1979) mengembangkan lebih dalam penilaian empiris

mengenaitax mentalityyaitu sikap positif dan negatif terhadap penggelapan pajak.

Lewis menemukan bahwa tax mentality berbeda antar negara yang dipengaruhi

perubahan faktor, orientasi sosial, dan karakteristik demografi (McKerchar et al.,

2013).

Terdapat dua pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan pajak yaitu

pendekatan secara ekonomi dan pendekatan secara perilaku. Berdasarkan

pendekatan ekonomi, wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan

didasarkan pada perhitungan ekonomi misalnya pendapatan dan tarif pajak.

Sementara pendekatan perilaku atau pendekatan non-ekonomi mengacu pada

faktor yang timbul dari dalam diri wajib pajak untuk patuh yang disebut moral

pajak. Secara empiris pendekatan perilaku ini di buktikan oleh Phillips (2011)

dengan menggunakan data Internal Revenue Services (IRS). Phillips menemukan


bahwa meskipun terdapat sejumlah penghasilan wajib pajak yang tidak dapat

dilacak oleh IRS, wajib pajak tetap melaporkan penghasilannya (McKerchar et al.,

2013). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor dari dalam diri wajib pajak

yang mendorong wajib pajak menjadi patuh pajak.

2.1.2.3 Mekanisme Moral Pajak

Luttmer dan Singhal (2014) menyatakan bahwa moral pajak merupakan

motivasi dasar non-ekonomi serta faktor yang bekerja dalam mekanisme

kepatuhan dalam membayar pajak melalui seperangkat motivasi dasar. Motivasi

dasar tersebut terdiri atas :

1. Motivasi intrinsik, merupakan kepuasan pribadi seperti rasa bangga

apabila menjadi wajib pajak patuh atau sebaliknya, rasa malu dan merasa

bersalah apabila tidak patuh pajak.

2. Hubungan timbal balik antara wajib pajak dengan negara, seperti adanya

kerelaan dari masyarakat dalam membayar pajak dengan tersedianya

layanan publik oleh negara atau persepsi tentang keadilan sistem

perpajakan.

3. Pengaruh teman sebaya dan masyarakat, dengan melihat bagaimana

pandangan pihak lain atau lingkungan sosial mempengaruhi perilaku

dalam membayar pajak.

4. Faktor budaya jangka panjang, merupakan nilai-nilai yang sudah tertanam

disuatu lingkungan secara lintas generasi.

5. Ketidaksempurnaan dan penyimpangan informasi yang diperoleh,

misalnya probabilitas audit.


2.1.2.4 Implementasi Moral Pajak

Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Prastowo (2018)

berpendapat bahwa moral pajak dapat diimplementasikan melalui dua langkah,

1. Menekankan kepercayaan kepada pembayar pajak bahwa uang pajak

yang telah mereka bayarkan kepada negara telah digunakan secara tepat

seperti pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan dan pendidikan.

2. Meningkatkan transparansi dalam pembuatan kebijakan dan

memodernisasi prosedur administrasi seperti adanya e-filling.

2.1.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moral Pajak

Torgler et al. (2007)mengelompokkan faktor yang mempengaruhi moral

pajak atas 2 kriteria, yakni berupa sosio-demografis dan sosio-ekonomis.

1. Faktor sosio-demografis

Faktor sosio-demografis menjadi penentu yang penting dari sebuah

perilaku yang menyangkut masalah moral pajak. Sebagian besar teori

mengenai efek dari faktor sosio-demografi pada perilaku kepatuhan

dikembangkan oleh psikolog sosial. Variabel-variabel yang tergolong

pada faktor sosio-demografi adalah sebagai berikut :

a. Umur (Age)

Tittle (1980) berpendapat bahwa orang yang lebih tua lebih sensitif

terhadap ancaman sangsi. Mereka sudah memperoleh pengalaman

sosial bertahun-tahun yang disebut sebagai status sosial dan

tergantung terhadap reaksi orang lain. Usia memberikan pengaruh

positif terhadap moral pajak.


b. Jenis Kelamin (Gender)

Penelitian dalam psikologi sosial menunjukkan bahwa wanita lebih

patuh terhadap pajak dari pada laki-laki. Wanita lebih menolak untuk

terkena resiko dari pada lelaki. Wanita memiliki moral pajak yang

lebih baik dari pada laki-laki.

c. Tingkat pendidikan

Pendidikan terkait dengan pengetahuan wajib pajak tentang undang-

undang perpajakan. Wajib pajak yang berpendidikan lebih banyak

mengetahui tentang hukum pajak dan sadar akan manfaat dan layanan

yang akan disediakan negara akibat dari pendapatan negara yang

diterima dari pajak. Wajib pajak yang berpendidikan memberikan

pengaruh terhadap moral pajak.

d. Status perkawinan

Perkawinan memberikan pengaruh perilaku legal dan ilegal

tergantung sejauh mana individu dibatasi oleh jejaring sosialnya.

Dapat diasumsikan bahwa pasangan memiliki lebih banyak taruhan

sosial di lingkungan dan tempat tinggalnya dibandingkan wajib pajak

yang masih lajang. Perbedaan dalam tingkat moral pajak antara orang

yang sudah menikah dan belum menikah karena adanya perlakuan

pajak yang berbeda berupa tunjangan kawin. Situasi ini menunjukkan

bahwa wajib pajak yang sudah menikah memiliki moral pajak yang

lebih baik dibandingkan dengan wajib pajak lajang.


e. Pekerjaaan

Wajib pajak yang memiliki pekerjaan tetap lebih patuh pajak dari pada

wajib pajak yang tidak bekerja atau pekerja paruh waktu.

2. Faktor sosio-ekonomis

Faktor sosio-ekonomis juga memberikan pengaruh terhadap moral pajak,

variabel yang termasuk dalam faktor sosio-ekonomis terdiri atas :

a. Situasi ekonomi

Terdapat kesulitan dalam menilai hubungan antara tingkat ekonomi

atau pendapatan dengan moral pajak. Pendapatan dapat meningkatkan

atau mengurangi moral pajak. Keputusan wajib pajak untuk patuh

berdasarkan tingkat penghasilan didasarkan pada referesi resiko dan

tarif progresif. Tarif pajak progresif mendorong wajib pajak dengan

penghasilan yang tinggi cenderung untuk melakukan penggelapan

pajak. Berbeda dengan wajib pajak berpenghasilan rendah, cenderung

unuk menghindari penggelapan pajak dan kurang berani mengambil

resiko karena merasa akan berakibat terhadap penurunan kekayaan

seandainya terdeteksi oleh fiskus.

b. Tingkat ketaatan beragama

Tingkat ketaatan beragama memberikan pengaruh pada seseorang

dalam melanggar aturan. Religiusitas yang tinggi dapat memberikan

batasan untuk berniat melakukan pelanggaran, termasuk pelanggaran

terhadap negara yakni dalam hal membayar pajak.

c. Kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan


Kepercayaan bukanlah suatu hal yang bisa dituntut pemerintah, wajib

pajak dapat saja memberikan atau tidak memberikan kepercayaan

pada pemerintah. Akan tetapi kepercayaan dapat di tumbuhkan oleh

pemerintah dengan historic record atau semacam catatan sejarah

yang akan membentuk reputasi yang baik. Dalam hal ini, kesediaan

membayar pajak sangat dipengaruhi oleh perlakuan wajib pajak oleh

otoritas pajak.

d. Bentuk negara

Bentuk negara Indonesia berupa demokrasi langsung atau otonomi

daerah, yang kuat mengarah pada tingkat moral pajak yang tinggi.

Bentuk negara dengan sistem demokrasi memungkinkan para wajib

pajak untuk berpartisipasi politik secara langsung sehingga dapat

memperkuat penerimaan keputusan pemerintah. Demokrasi langsung

memberikan keputusan untuk melakukan otonomi daerah, dengan

demikian membuat wajib pajak bertanggung jawab atas keputusan

tersebut. Sikap pro-demokrasi yang lebih tinggi mengarah pada moral

pajak yang tinggi. Desentralisasi memberikan keyakinan bagi wajib

pajak terhadap pemerintah daerah dibanding pemerintah pusat, karena

pemerintah daerah dalam membuat keputusan dianggap memiliki

banyak pengetahuan mengenai preferensi wajib pajak yang

memungkinkan mereka memberikan layanan yang baik dan lebih

sesuai kebutuhan.

e. Kebanggaan nasional (national pride)


Tyler (2000) berpendapat bahwa kebanggaan nasional mempengaruhi

individu dalam kelompok, organisasi dan masyarakat. Adanya rasa

bangga mengakibatkan seseorang menjadi lebih kooperatif termasuk

kooperatif dalam hal peraturan pajak dan akan meningkatkan motivasi

intrinsik dalam hal membayar pajak.

f. Persepsi mengenai sistem perpajakan dan administrasi perpajakan

Wajib pajak memiliki insentif yang lebih kuat untuk membayar pajak

dengan jujur jika wajib pajak merasa administrasi pajak berusaha

untuk jujur, adil, informatif dan membantu, bertindak sebagai lembaga

pelayanan dan dengan demikian memperlakukan pembayar pajak

sebagai mitra dan bukan “bawahan dalam hubungan hirarki”.

Torgler (2007) berpendapat bahwa dari banyaknya faktor yang memberikan

pengaruh terhadap moral pajak, terdapat 3 faktor utama dalam mempengaruhi

moral pajak berupa aturan moral yang diukur berdasarkan religiusitas, persepsi

keadilan sistem pajak dan kepercayaan pada pemerintahan (McKerchar et al.,

2013).

2.1.3 Aturan Moral

Aturan moral menggambarkan perilaku yang dapat diterima bagi individu

sebagai bagian dari kolektif sosialberupa norma, pendirian dan rasa bersalah.

Norma terbagi atas dua bagian yaitu norma pribadi dan norma sosial (Justicia dan

Theilen, 2017). Norma pribadi terdiri dari nilai-nilai personalvalue, penalaran

etis, religiusitas dan pendirian sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Sementara

itu norma sosial merupakan pengaruh kepercayaan berdasarkan pengaruh sosial


tentang bagaimana seluruh anggota kelompok berperilakuseperti teman,tetangga

dan kolega.

Penelitian ini menghubungkan faktor religiusitasdalam mengukur aturan

moral yang mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan olehTorgler

(2007) dan Susila et al. (2016). Menurut Torgler (2006) religiusitas merupakan

faktor potensial yang mempengaruhi moral pajak. Religiusitas adalah nilai-nilai

agama yang dianut seseorang. Semua agama umumnya mempunyai tujuan yang

sama dalam mengontrol perilaku baik dan menghambat perilaku buruk. Agama

diharapkan memberikan kontrolinternal untuk pemantauan diri dan penegakkan

perilaku moral (Salsabila, 2018). Religiusitas mempengaruhi tingkat seseorang

untuk melanggar peraturan sehingga religiusitas dapat membatasi niatan individu

untuk menggelapkan pajak (Cahyonowati, 2011).

Religiusitas sebagai sebuah konstran pada perilaku individu. Terdapat

banyak norma perilaku, seperti batasan moral yang tidak tertulis secara formal

tetapi dipengaruhi oleh motivasi agama. North (1981) menggunakan istilah

ideologi yang mengacu pada sistem pencegahan internal yang mempengaruhi

tingkah laku individu. Adam Smith (1976) dalam theory of moral sentiment

menganalisis religiusitas dari titik pandang yang rasional, berlaku sebagai suatu

mekanisme penegakkan aturan moral internal. Religiusitas dapat dilihat sebagai

komitmen moral untuk bertindak dalam aturan yang ditentukan (Torgler, 2006).

Anderson dan Tollison (1992) berpendapat bahwa religion atau agama

memberikan suatu tingkat penegakkan aturan tertentu untuk bertindak dalam batas
yang diterima dan bertindak sebagai “supernatural police”. Religiositas memiliki

peranan untuk mengekonomiskan dan menyederhanakan kita dalam bertindak

karena religiusitas dapat membentuk pola pikir umum untuk seluruh individu

(Torgler, 2006).

Dalam hal pengukuran religiusitas, terdapat pengukuran yang berbeda. Pada

satu sisi terdapat variabel yang dapat diobservasi seperti kehadiran dirumah

ibadah, menjadi jemaah yang aktif dirumah ibadah atau organisasi keagamaan,

dibesarkan dari keluarga yang taat beragama. Pada sisi lain terdapat variabel yang

tidak dapat diobservasi seperti menjadi shaleh atau taat, kepercayaan dan

pentingnya agama dalam hidup serta memiliki pedoman pasti mengenai yang baik

dan buruk (Torgler, 2006).

2.1.4 Persepsi Keadilan Sistem Pajak

Musgrave memandang bahwa sistem pajak dikatakan adil apabila setiap

orang membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. Keadilan terbagi atas dua,

yakni keadilan horizontal dan keadilan vertikal.

1. Keadilan horizontal, menyatakan bahwa orang yang mempunyai

pendapatan yang sama, membayar pajak dengan jumlah yang sama.

2. Keadilan vertikal, mengatakan bahwa orang yang mempunyai

pendapatan yang lebih, membayar pajak lebih banyak.

Ukuran dalam menilai keadilan menurut Musgrave dan Musgrave dalam

buku Public Finance in Theory dan Practice terdapat 2 macam prinsip keadilan

berupa : benefit approach dan ability to pay approach (Doly, 2015).


1. Benefit approach, didasarkan pada manfaat dan jasa-jasa pemerintah

yang diterima wajib pajak,dimana pembebanan pajak masing-masing

wajib pajak didasarkan pada besarnya manfaat tersebut. Semakin besar

manfaat yang diterima wajib pajak, maka semakin besar beban pajak

yang akan diterimanya. Pendekatan ini disebut revenue and expenditure

approach.

2. Ability to pay approach, didasarkan pada tingkat kemampuan yang

diukur berdasarkan atas peningkatan pendapatan, jumlah kekayaan atau

pengeluaran konsumsi individu untuk membayar pajak, maka beban

pajak yang harus dibayar semakin besar.

Menurut Azmi dan Perumal (2008) terdapat 4 dimensi keadilan pajak yang

mempengaruhi kepatuhan pajak yaitu general fairness, exchange with goverment,

self interest dan special provision.

1. Keadilan umum (general fairness), terkait dengan keadilan menyeluruh

atas sistem perpajakan dan distribusi pajak.

2. Timbal balik pemerintah (exchange with government) terkait dengan

timbal balik yang secara tidak langsung diberikan pemerintah atas pajak

yang dibayarkan wajib pajak.

3. Kepentingan pribadi (self interest)terkait dengan ketentuan-ketentuan

khusus yang diberikan wajib pajak secara pribadi terlalu tinggi dan jika

dibandingkan dengan wajib pajak lainnya.


4. Ketentuan-ketentuan khusus (special provision), tekait dengan ketentuan-

ketentuan khusus yang diberikan kepada wajib pajak tertentu, misalnya

insentif pengurangan tarif untuk perusahaan go public.

2.1.5 Kepercayaan pada Pemerintah

Crosby et al., (2000) mengatakan bahwa kepercayaan merupakan rasa yang

timbul karena adanya rasa puas atau nyaman atas pemenuhan tangung jawab.

Kepercayaan adalah suatu kemauan atau keyakinan antara dua orang atau lebih

untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan tujuan untuk menghasilkan kerja

yang positif (Salsabila, 2018). Menurut Luarn dan Lin (2003) kepercayaan adalah

sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas, kejujuran pihak yang dipercaya

dan kemampuan menempati janji.

Terdapat 3 faktor yang dapat membentuk kepercayaan terhadap pihak lain,

yaitu : kemampuan (ability),niat baik (benevolence) dan integritas (integrity)

(Mayer et al., 1995).

1. Kemampuan (ability), mengacu pada kompetensi dan karakteristtik

penjual atau organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah

yang lebih spesifik. Dalam hal ini, bagaimana pemerintah dapat

memberikan keyakinan kepada wajib pajak bahwa pajak yang mereka

bayarkan sudah dipergunakan dengan semestinya.

2. Niat baik (benevolence), merupakan kemauan dalam memberikan

kepuasan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini kemauan dari sisi

pemerintah dalam hal memberikan layanan yang baik kepada


masyarakat dapat memicu meningkatnya rasa percaya wajib pajak

terhadap pemerintah.

3. Integritas (integrity), berkaitan dengan bagaimana perilaku atau

kebiasaan untuk memberikan pelaporan. Informasi yang diberikan benar

sesuai fakta atau tidak. Dalam hal ini pemerinah harus memberikan

informasi terkait dengan transparansi penggunaan dana pajak agar

mendapatkan kepercayaan dari wajib pajak.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada tabel 2.1 dirangkum beberapa penelitian terdahulu dengan

menggunakan variabel moral pajak dan beberapa faktor yang mempengaruhi

moral pajak.Penelitian yang dilakukan oleh Justicia dan Theilen (2017) mengenai

pendidikan terhadap moral pajak, menemukan hasil bahwa pendidikan

memberikan dampak positif terhadap moral pajak karena semakin berpendidikan

seseorang maka lebih banyak memiliki pengetahuan tentang kebutuhan dan

urusan publik sehingga cenderung untuk patuh terhadap pajak.

Susila et al. (2016) melalukan penelitian kepada mahasiswa Universitas

Indonesia sebagai sampel penelitiannya dan menemukan hasil bahwa variabel

religiusitas dan kepercayaan pada pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap

moral pajak. Sedangkan variabel persepsi keadilan sistem pajak tidak berpengaruh

terhadap moral pajak. Variabel kontrol jenis kelamin wanita mempengaruhi moral

pajak sedangkan variabel kontrol umur, fakultas, etnis dan penghasilan tidak

berpengaruh terhadap moral pajak.


Hasil penelitian Susila et al. (2016) mendukung penelitian yang dilakukan

olehTorgler (2006)tentang The Importance of Faith : Tax Morale and Religiosity

dengan menemukan hasil faktor religiusitas sebagai faktor potensial yang

mempengaruhi moral pajak. Variabel kontrol berupa umur, menikah, pekerja part-

time juga meningkatkan moral pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Torgler et al. (2007), menyimpulkan bahwa

kualitas lembaga politik yang terdiri atas kebebasan bersuara dan tanggungjawab,

aturan hukum, stabilitas politik, tidak adanya kekerasan, kualitas peraturan, dan

kontrol atas korupsi memiliki pengaruh yang kuat terhadap moral pajak. Selain

itu, faktor kepercayaan terhadap sistem hukum dan kepercayaan pada pemerintah

memiliki pengaruh positif terhadap moral pajak. Variabel kontrol berupa umur,

wanita, dan religiusitas berpengaruh terhadap moral pajak sedangkan variabel

kontrol berupa pendidikan,wiraswasta, dan wajib pajak yang bercerai tidak

berpengaruh terhadap moral pajak.

Sementara itu Cahyonowati (2011) melakukan penelitian untuk melihat

tingkat moral dan kepatuhan pajak wajib pajak orang pribadi di Indonesia dengan

hasil menunjukkan bahwa moral wajib pajak di Indonesia belum tumbuh dari

motivasi intrinsik, akan tetapi faktor yang paling mempengaruhi moral pajak

adalah adanya intervensi berupa denda pajak. Wajib pajak di Indonesia

termotivasi dalam membayar pajak karena merasa keberatan dalam hal membayar

denda pajak. Seluruh variabel kemasyarakatan yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu kepercayaan terhadap sistem hukum, kepercayaan terhadap sistem

perpajakan, penghindaran pajak persepsian, kebanggaan nasional, partisipasi


politik, desentralisasi dan religiusitas tidak mempengaruhi moral pajak. Variabel

demografi yang terdiri atas umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan dan persepsi terhadap kondisi ekonomi juga tidak memberikan

pengaruh terhadap moral pajak.

Tabel 2.1

Penetitian Terdahulu tentang Moral Pajak

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


(tahun)
1 Justicia dan Education and tax Semakin tinggi pendidikan seseorang
Theilen morale semakin menunjukkan tingkat moral
(2017) pajaknya di suatu negara dengan
kualitas layanan publik yang baik,
sistem pajak yang adil, dan institusi
yang berkualitas.
2 Susila et al. Wajib Pajak dan Variabel ketaatan beragama,
(2016) Generasi Muda : kepercayaan terhadap pemerintah
Tax morale memiliki hubungan positif dengan
Mahasiswa di moral pajak. Variabel persepsi
Indonesia. keadilan sistem pajak tidak
berpengaruh terhadap moral pajak.
Seluruh variabel kontrol berupa umur,
fakultas, etnis, penghasilan tidak
mempengaruhi moral pajak kecuali
jenis kelamin wanita.
3 Cahyonowati Model Moral dan Faktor yang mempengaruhi moral
(2011) Kepatuhan pajak adalah denda pajak. Semua
Perpajakan : Wajib variabel sosial kemasyarakatan yaitu:
Pajak Orang kepercayaan terhadap sistem hukum,
Pribadi. kepercayaan terhadap sistem
perpajakan, penghindaran pajak
persepsian, kebanggan nasional,
partisipasi politik, desentralisasi dan
religiusitas tidak mempengaruhi moral
pajak. selain itu variabel demografi
juga tidak menentukan tingkat moral
pajak seseorang.
4 Torgler et al. Tax Compliance, Kualitas lembaga politik memiliki
(2007) Tax Morale, and pengaruh kuat terhadap moral pajak.
Governance Kepercayaan pada sistem hukum dan
Quality. pemerintah memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap moral pajak.
Variabel kontrol berupa orang dewasa,
wanita, religiusitas memiliki pengaruh
dengan peningkatan moral pajak
sedangkan variabel kontrol berupa
pendidikan, wiraswasta, orang yang
bercerai tidak berpengaruh terhadap
moral pajak.
5 Torgler The Importance of Religiosity dapat meningkatkan moral
(2006) Faith : Tax morale pajak. Terdapat hubungan kuat antara
and Religiosity. religiosity dengan moral pajak
Variabel kontrol berupa umur,
menikah, pekerja part-time
meningkatkan moral pajak
Sumber : Telaah literatur

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran menghubungkan variabel-variabel penelitian secara

teoritis, yaitu hubungan variabel dependen dengan variabel independen.Teori

atribusi dapat menjelaskan seseorang dalam berperilaku dipengaruhi oleh faktor

internal maupun secara eksternal (Luthans, 2011), maka dalam penelitian

inimoral pajak sebagai variabel dependen, dipengaruhi oleh variabel independen

aturan moral sebagai faktor internal serta variabel persepsi keadilan sistem

pajakdan kepercayaan pada pemerintah sebagai faktor eksternal sebagaimana

terlihat pada gambar 2.1.

Variabel aturan moral yang diukur menggunakan tingkat religiusitas

berpengaruh positif terhadap moral pajak(Torgler, 2006). McKerchar et al. (2013)


mengungkapkan bahwa wajib pajak yang merasa adanya keadilan sistem pajak

membuat mereka lebih taat untuk patuh dan cenderung untuk tidak melakukan

pelanggaran. Sementara itu, Horodnic (2018) melakukan penelitian tentang tax

morale and institusional theory menyatakan bahwa semakin besar tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah maka semakin tinggi moral

pajaknya.

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Aturan Moral (Religiusitas)


(X1)

Persepsi Keadilan Sistem Pajak Moral Pajak


(X2) (Y)

Kepercayaan pada Pemerintah


2.4 Pengembangan
(X3) Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap identifikasi masalah

berdasarkan penelitian masa lalu. Asumsi tersebut juga dapat diartikan sebagai

jawaban singkat untuk masalah penelitian.

2.4.1 Pengaruh Aturan Moral terhadap Moral Pajak

Teori atribusi dapat menjelaskan mengenai proses bagaimana kita

menentukan penyebab dan motif dalam berperilaku baik perilaku orang lain

maupun dirinya sendiri (Luthans, 2011). Aturan moral diukur dengan religiusitas

merupakan faktor sikap, pendirian, dan motivasi yang berasal dari dalam diri

individu itu sendiriyang mempengaruhi individu untuk berperilaku.


Torgler (2006) menyatakan bahwa religiusitas sebagai faktor utama yang

dapat mempengaruhi moral pajak. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara

moral pajak dengan religiusitas. Berdasarkan argumen Horodnic (2018) tidak

terdapat perbedaan moral pajak antara perbedaan agama, masing-masing agama

umumnya memiliki tujuan yang sama dalam mengontrol perilaku baik dan

menghambat perilaku yang buruk. Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang

maka akan semakin tinggi moral pajaknya, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa

ajaran agama diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Penelitian yang dilakukan

oleh Susila et al. (2016) menyimpulkan bahwa moral pajak semakin baik dengan

semakin tingginya tingkat ketaatan beragama.

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : aturan moral berpengaruh positifterhadap moral pajak.

2.4.2 Pengaruh Persepsi Keadilan Sistem Pajak terhadap Moral Pajak

Persepsi mengenai keadilan sistem pajak merupakan faktor eksternal

seseorang yang dapat di atribusikan dengan moral pajak. Berdasarkan hal tersebut,

ketika masyarakat merasa pemerintah sudah melaksanakan sistem dan peraturan

perpajakan dengan adil maka akan memicu timbulnya peningkatan moral pajak

individu dan sebaliknya ketika sistem perpajakan yang dirasakan masyarakat tidak

adil maka akan menurunkan moral pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Justicia dan Theilen (2017) menemukan

bahwa tingkat moral pajak yang tinggi, disuatu negaradengan layananyang baik

dan sistem pajak yang adil. Semakin tinggi keadilan sistem pajak yang dirasakan,
semakin tinggi moral pajaknya. Persepsi keadilan sistempajak bagi masyarakat

akan mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak dan perilaku penghindaran pajak.

Masyarakat cenderung tidak patuh dan menghindari kewajiban pajaknya jika

merasa sistem pajak yang berlaku tidak adil (Suryadi, 2016).

Keadilan sistem pajak akan menumbuhkan persepsi wajib pajak tentang

sistem pajak yang baik sehingga menanamkan perilaku patuh bagi wajib pajak.

Sesuai dengan pendapat Azmi dan Perumal (2008), persepsi wajib pajak tentang

sistem perpajakan akan menanamkan perilaku patuh pajak. Moral pajak

tergantung pada persepsi keadilan dan efektivitas pemerintah, semakin efektif

pengeluaran pemerintah yang dirasakan dan semakin tinggi tingkat dari manfaat

yang dirasakan maka semakin tinggi tingkat moral pajak (Horodnic, 2018).

Selanjutnya, moral pajak dapat meningkat jika masyarakat menganggap

pemerintah dan sistem pajak sudah adil(Frey, 2003; Cummings et al., 2005;

Torgler et al., 2007). Akan tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Susila et al. (2016) menemukan bahwa persepsi keadilan sistem pajak tidak

berpengaruh terhadap moral pajak.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan hipotesis dirumuskan sebagai

beikut :

H2 : Persepsi keadilan sistem pajak berpengaruh positif terhadap moral

pajak.
2.4.3 Pengaruh Kepercayaan pada Pemerintah terhadap Moral Pajak

Kepercayaan pada pemerintah sebagai faktor eksternal juga dapat

diatribusikan dengan moral pajak. Wajib pajak akan memiliki moral pajak yang

baik jika wajib pajak atau masyarakat memiliki kepercayaan pada pemerintah atas

pengelolaan dana pajak yang sudah dibayarkan. Menurut James dan Alley (2004),

secara umum mengatakan bahwa wajib pajak lebih berkomitmen untuk patuh

terhadap sistem perpajakan dan bersedia membayar pajak ketika pemerintah

melakukan tindakan positif yang dapat dipercaya masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Justicia dan Theilen (2017) menemukan

bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga sektor publik atau pemerintah,

terbentuk jika masyarakat merasa adanya keadilan dan efisiensi dalam

meningkatkan kesejahteraan.Moral pajak disuatu negara akan semakin tinggi

apabila warga negara merasa puas dengan manfaat tidak langsung yang mereka

terima melalui kualitas dan kuantitas layanan publik. Torgler dan Schneider

(2004) juga menemukan bahwa tingkat kepercayaan pada pemerintah dan sistem

hukum memiliki hubungan positif dengan moral pajak di Austria. Semakin tinggi

kepercayaan pada pemerintah maka semakin tinggi moral pajak (Susila et al.,

2016; Horodnic, 2018).

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan hipotesis dirumuskan sebagai

berikut :

H3 : Kepercayaan pada pemerintah berpengaruh positif terhadap moral

pajak.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatif. Penelitian

eksplanatif merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara

variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa. Variabel-variabel tersebut

meliputi moral pajak, aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak dan

kepercayaan pada pemerintah. Sifat hubungan antar variabel-variabel tersebut

diuji berdasarkan hipotesis yang dibangun berdasarkan pada hasil-hasil penelitian

terdahulu dan teori yang mendukung. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini


merupakan jenis penelitian kuantitatif, dimana data yang digunakan berupa angka

dan kemudian di analisis menggunakan uji statistik.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer. Data primer berupa data yang

diperoleh dari responden dengan cara meminta mereka menjawab sejumlah

pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner. Data ini akan dianalisis dengan

menggunakan uji statistik, untuk menguji hipotesa dan diukur dengan teknik skala

likert. Sedangkan sumber data penelitian ini adalah mahasiswa aktif S1

Universitas Andalas.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 Universitas Andalas yang

terdaftar sebagai mahasiswa aktif dengan jumlah sebanyak 27.971 orang, yang

diperoleh dengan mengakses website forlab.ristekdikti.go.id pelaporan tahun

2018/2019. Alasan dipilihnya mahasiswa Universitas Andalas sebagai populasi

karena mahasiswa Universitas Andalas objek dari penelitian dan mahasiswa

Universitas Andalas mayoritas berasal dari berbagai daerah di Sumatera Barat

yang memiliki falsafah hidup “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”.

Berdasarkan falsafah hidup iniseiring pembelajaran adat dan budaya dapat

dikatakan bahwa semenjak individu dilahirkan dan dibesarkan sudah ditanamkan


nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Alasan kedua karena mahasiswa

akan menjadi calon wajib pajak potensial serta belum banyak terlibat dalam

administrasi perpajakan sehingga dapat mengurangi bias akibat pengalamannya.

Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2014). Teknik pengambilan sampel menggunakan salah satu

jenis dari non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri

khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab

permasalahan penelitian. Untuk menentukan jumlah sampel dilakukan

berdasarkan rumus Slovin dan diperoleh sampel sebanyak 99,64 dibulatkan

menjadi 100 orang. Rumusnya sebagai berikut :

N
n=
1+ N e2
Keterangan : n = sampel
N = populasi
e = error, tingkat kesalahan yang diyakini 10%

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan melalui sebuah kuisioner. Kuisioner merupakan daftar

pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan dijawab responden

(Sekaran, 2006). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 16

pertanyaan, yang berasal dari penelitian terdahulu, 15 pertanyaan dariSusila et al.

(2016) dan satu pertanyaan untuk mengukur moral pajak dari Torgler (2007).
Kuisioner disebarkan melalui media online google formagar lebih cepat

dalam pengumpulan data yang terbagi atas 3 bagian. Bagian pertama berisi

penjelasan mengenai penelitian, tujuan penelitian serta permohonan pengisian.

Bagian kedua memuat identitas dari calon responden dan bagian ketiga

merupakan instrumen penelitian yang memuat pertanyaan masing-masing variabel

penelitian dengan 5 alternatif jawaban yaitu : sangat tidak setuju – tidak setuju –

netral – setuju - sangat setuju.

3.5 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel dependen dan

variabel independen. Variabel dependen yang digunakan adalah moral pajak

sedangkan variabel independen dalam penelitian ini berupa aturan moral, persepsi

keadilan sistem pajak serta kepercayaan pada pemerintah.

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang menjadi perhatian utama

peneliti (Sekaran, 2006). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah moral

pajak. Moral pajak merupakan motivasi intrinsik dalam membayar pajak sehingga

berkontribusi secara sukarela pada penyediaan barang-barang publik(Torgler dan

Murphy, 2004).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur moral pajak, dengan

mengajukan 7 pertanyaan, 6 pertanyaan (Y1 sampai Y6) dikembangkan oleh Susila

et al. (2016) dan 1 pertanyaan (Y7) yang berasal dari Torgler et al. (2007)yang

disajikan dalam tabel 3.1. Pengembangan pengukuran yang digunakanSusila et al.


(2016) mengacu pada definisi dari pertanyaan yang diajukan oleh World Value

Survey yang umum digunakan untuk menilai moral pajak yaitu

“cheatingontax”berupa tidak melapor pajak, tidak membayar pajak dengan benar

atau melakukan penipuan pajak.

Dalam penelitian ini, instrumen untuk mengukur moral pajak terdiri dari 7

pertanyaan, diukur dengan menggunakan skala 5 point. Mulai dari 1 (sangat tidak

setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang rendah mengindikasikan bahwa moral

pajak mahasiswa Universitas Andalas tergolong tinggi. Sebaliknya, skor yang

tinggi mengidindikasikan bahwa moral pajak mahasiswa Universitas Andalas

sangat rendah.

Tabel 3.1
Indikator-Indikator Variabel Moral Pajak

Variabel Indikator Kode


Moral pajak 1. Kalau saya ragu apakah penghasilan yang saya Y1
peroleh dikenakan pajak atau tidak, saya akan
memilih untuk tidak melaporkan penghasilan
tersebut dalam laporan pajak.
2. Saya tidak akan melaporkan pajak saya, toh Y2
sangsinya tidak seberapa.
3. Kalau memungkinkan, (walau melanggar Y3
hukum), saya tidak akan membayar pajak.
4. Adalah wajar apabila ada orang yang tidak Y4
membayar pajak dengan benar, karena tidak
akan ketahuan.
5. Adalah wajar apabila ada orang yang tidak Y5
membayar pajak dengan benar, mengingat pajak
adalah beban.
6. Adalah wajar apabila ada orang yang tidak Y6
membayar pajak dengan benar, karena orang
lain juga tidak membayar pajak.
7. Jika ada kesempatan, saya akan melakukan Y7
penipuan pajak.
Sumber : Susila et al. (2016), Torgler et al. (2007)
3.5.2 Variabel Independen

Variabel independenmerupakan variabel yang mempengaruhi variabel

dependen baik secara negatif maupun secara positif (Sekaran, 2006).

3.5.2.1 Aturan Moral

Aturan moral sebagai faktor atribusi internal yang mempengaruhi moral

pajak di dalam penelitianini didefiniskan sebagai suatu norma, pendirian yang

diukur dengan tingkat ketaatan beragama atau religiusitas dalam mendorong

tingginya moral pajak. Pengembangan instrumen yang digunakan untuk

mengukur variabel aturan moral berdasarkan tingkat ketaatan, kesedian membayar

zakat atau sumbangan keagamaanSusila et al. (2016). Instrumen yang digunakan

untuk mengukur variabel aturan moral disajikan dalam tabel 3.2.

Instrumen untuk mengukur variabel aturan moral terdiri dari 3 item

pertanyaan diukur dengan skala 5 poin, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai

5 (sangat setuju). Skor yang tinggi menunjukkan bahwa moral atau tingkat

ketaatan mahasiswa Universitas Andalas sangat tinggi. Sebaliknya, skor yang

rendah mengindikasikan tingkat ketaatan beragama mahasiswa Universitas

Andalas tergolong rendah.

Tabel 3.2

Indikator-Indikator Variabel Aturan Moral

Variabel Indikator Kode


Aturan Moral 1. Saya adalah orang yang taat menjalankan R1
perintah agama saya. R2
2. Apabila saya mempunyai penghasilan, saya
akan membayar sumbangan keagamaan
(zakat) sesuai aturan agama saya. R3
3. Saya memandang bahwa kewajiban
membayar pajak itu setara atau sama
pentingnya denganmembayar pajak atau
sumbangan keagamaan lainnya.
Sumber : Susila et al. (2016)

3.5.2.2 Persepsi Keadilan Sistem Pajak

Persepsi keadilan sistem pajak sebagai faktor atribusi eksternal yang

mempengaruhi moral dalam penelitian ini adalah adanya keseimbangan antara

beban pajak yang proporsional sesuai kemampuan yang dibayarkan dengan

manfaat yang diperoleh wajib pajak.Susila et al. (2016) mengembangan instrumen

yang digunakan untuk mengukur variabel keadilan sistem pajak berupa tarif pajak,

sanksi pajak, dan wajib pajak terdaftar. Instrumen yang digunakan untuk

mengukur variabel persepsi keadilan sistem pajak disajikan dalam tabel 3.3.

Instrumen untuk mengukur variabel persepsi keadilan sistem pajak terdiri

dari 3 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala 5 poin, mulai dari

1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang tinggi menunjukkan

bahwa persepsi mahasiwa Universitas Andalas mengenai keadilan sistem pajak

sangat tinggi. Sebaliknya, skor rendah mengindikasikan bahwa persepsi keadilan

sistem pajak mahasiswa Universitas Andalas tergolong rendah.

Tabel 3.3
Indikator-Indikator Variabel Keadilan Sistem Pajak

Variabel Indikator Kode


Persepsi 1. Menurut saya adalah adil apabila semakin F1
Keadilan kaya seseorang maka semakin besar tarif
Sistem Pajak pajak yang dikenakan.
2. Saat ini banyak orang kaya yang sudah F2
dikenakan sanksi karena tidak membayar
pajak sesuai dengan ketentuan.
3. Saat ini setiap orang yang mendapat F3
penghasilan, baik sedikit ataupun banyak
sudah terdaftar menjadi wajib pajak.
Sumber :Susila et al. (2016)

3.5.2.3 Kepercayaan pada Pemerintah

Kepercayaan pada pemerintah sebagai faktor atribusi eksternal dalam

penelitian ini didefinisikan sebagai kepercayaan individu terhadap kinerja

pemerintah dalam hal pengelolaan dana pajak dan transparansi dalam

pelaksanaanya.Susila et al. (2016) mengembangkan instrumen yang digunakan

untuk mengukur variabel kepercayaan pada pemerintah berupa kepercayaan

padakebijakan pengelolaan dana pajakdan pentingnya keberadaan pemerintah.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel kepercayaan pada

pemerintah disajikan dalam tabel 3.4

Instrumen untuk mengukur variabel kepercayaan pada pemerintah terdiri

dari 3 item pertanyaan yang diukur mengunakan skala 5 poin, mulai dari 1 (sangat

tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa

mahasiswa Universitas Andalas memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap

pemerintah. Sebaliknya, skor yang rendah mengindikasikan bahwa mahasiswa

Universitas Andalas memiliki kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah

dalam hal pengelolaan pajak.

Tabel 3.4
Indikator-indikator variabel kepercayaan pada pemerintah

Variabel Indikator Kode


Kepercayaan 1. Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat telah T1
pada digunakan dengan baik oleh Pemerintah untuk
Pemerintah kesejahteraan masyarakat.
2. Saya percaya bahwa pajak yang sudah dipungut, T2
dialokasikan kembali untuk rakyat.
3. Saya mengikuti pemilu Presiden karena menurut T3
saya keberadaan Pemerintah itu penting.
Sumber : Susila et al. (2016)

3.5 Metode Analisis Data

Dalam analisis data,peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif, uji

asumsi klasik, analisis regresi linear dan pengujian hipotesis. Analisis data

bertujuan untuk menguji pengaruh aturan moral, persepsi keadilan sistem pajak

dan kepercayaan pada pemerintah terhadap moral pajak mahasiswa Universitas

Andalas.

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai variabel-variabel

penelitian yang terdiri dari variabel moral pajak, aturan moral yang diukur dengan

religiusitas, persepsi keadilan sistem pajak, dan kepercayaan pada pemerintah.

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini meliputi rata-rata (mean), nilai

maksimum, nilai minimum dan standar deviasi.

Variabel moral pajak (Y) diukur dengan 7 item pertanyaan, menggunakan

skala 1 sampai 5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 7 (moral pajak

sangat baik) hingga 35 (moral pajak sangat tidak baik) dengan nilai rata-rata

teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan moral pajak mahasiswa Universitas Andalas

sangat baik, skor 8-14 mengindikasikan moral pajak yang baik, skor 15-21
mengindikasikan moral pajak yang cukup, skor 22-28 mengindikasikan moral

pajak tidak baik dan skor 29-35 mengindikasikan moral pajak sangat tidak baik.

Variabel aturan moral yang diproksikan dengan religiusitas (X1) diukur

dengan 3 item pertanyaan. Dengan menggunakan skala 1 sampai 5 yang

menghasilkan kisaran teoritis antara 3 (sangat rendah) hingga 15 (sangat tinggi)

dengan nilai rata-rata teoritis 9. Skor 1-3 mengindikasikan tingkat religiusitas

yang sangat rendah, skor 4-6 mengindikasikan tingkat religiusitas yang rendah.

Skor 7-9 mengindikasikan tingkat religiusitas yang cukup. Skor 10-12

mengindikasikan skor yang tinggi, dan skor 13-15 mengindikasikan skor yang

sangat tinggi.

Variabel persepsi keadilan sistem pajak (X2) diukur dengan 3 item

pertanyaan. Dengan menggunakan skala 1 sampai 5 yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 3 (sangat rendah) hingga 15 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata

teoritis 9. Skor 1-3 mengindikasikan tingkat persepsi keadilan yang sangat rendah,

skor 4-6 mengindikasikan tingkat keadilan yang rendah. Skor 7-9

mengindikasikan tingkat persepsi keadilan yang cukup. Skor 10-12

mengindikasikan persepsi keadilan sistem pajak yang tinggi, dan skor 13-15

mengindikasikan persepsi keadilan sistem yang sangat tinggi.

Variabel kepercayaan pada pemerintah (X3) diukur dengan 3 item

pertanyaan. Dengan menggunakan skala 1 sampai 5 yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 3 (sangat rendah) hingga 15 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata

teoritis 9. Skor 1-3 mengindikasikan kepecayaan pada pemerintah yang sangat


rendah, skor 4-6 mengindikasikan rendahnya kepercayaan pada pemerintah. Skor

7-9 mengindikasikan kepercayaan pada pemerintah yang cukup. Skor 10-12

mengindikasikan kepercayaan pada pemerintah yang tinggi, dan skor 13-15

mengindikasikan kepercayaan pada pemerintah yang sangat tinggi.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk menguji kelayakan model

regresipenelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

uji normalitas, uji multikolinieriras, uji heteroskedastisitas.

3.6.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas untuk menguji normalitas dari distribusi data. Uji normalitas

dilakukan untuk mengetahui apakah model regeresi,variabel dependen,variabel

independenterdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang

residual datanya terdistribusi normal.Uji normalitas dilakukan dengan melakukan

uji statistik non-parametrik Kolmogorov-smirnov dengan melihat hasil

signifikansinya. Jika angka signifikansi Kolmogorov-smirnov sig>0.05, maka

menunjukkan bahwa data terdistibusi normal.

3.6.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Menurut Ghozali

(2011)metode pengujian untuk uji multikolinearitas pada suatu model regresi


dapat dilihat dari nilai Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF).

Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, adalah sebagai berikut :

1. Jika tolerance value < 0.10 dan VIF > 10, dapat disimpulkan terdapat

gejala multikolinearitas.

2. Jika tolerance value>0.10 dan VIF < 10, dapat disimpulkan tidak

terdapat gejala multikolinearitas.

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah didalam model

regresi terdapat ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas tidak ditemukan pada model regresi yang

baik (Ghozali, 2011). Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji

Glejser. Model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas apabila signifikansi

tiap variabel lebih dari 0.05

3.6.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi

linear berganda digunakan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen

apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk

mengetahui hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Hubungan

antara variabel dependen dengan variabel independen melalui persamaan regresi

linear berganda dalam penelitian ini sebagai berikut :

Y = α + b1X1+ b2X2+ b3X3+e

Keterangan :

Y = moral pajak mahasiswa Universitas Andalas


α = konstanta

b1-b3 = koefisien regresi

X1 = variabel independen aturan moral

X2 = variabel independen keadilan sistem pajak

X3 = variabel independen kepercayaan pada pemerintah

e = error

3.6.4 Uji Hipotesis

3.6.4.1 Koefisien Determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R 2 adalah antara nol

(0) dan satu (1). Apabila R2 sama dengan nol (0), maka tidak ada sedikitpun

pengaruh yang di berikan variabel independen terhadap variabel dependen.

Apabila R2 bernilai kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu (1)

berarti variabel yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel

dependen (Ghozali, 2011).

3.6.4.2 Uji Regresi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk menguji apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2011).Uji F dalam penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan nilai probabilitas. Ketentuan dalam uji F sebagai berikut :

1. Jika tingkat signifikansi < 0,05, maka Ha diterima.

2. Jika tingkat signifikan > 0,05, maka Ha ditolak.


3.6.4.3 Uji Regresi Parsial (Uji T)

Uji statistik T bertujuan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2011). Uji T dalam penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan nilai probabilitas. Ketentuan dalam uji statistik t antara lain :

1. Jika tingkaat signifikansi < 0.05, maka variabel independen berpengaruh

secara parsial terhadap variabel dependen.

2. Jika tingkat signifikansi > 0.05,maka variabel independen tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.5 Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yakni data berupa angka-angka.

Data diolah dan diproses melalui program komputer statistik yaitu SPSS For

Windows. SPSS berfungsi untuk membantu penelitian dalam pengolahan data

statistik. SPSS yang digunakan dalam penelitian ini adalah program komputer

SPSS 16.0, analisisnya akan memberikan gambaran atau deskripsi tentang data

yang akan diinterpretasikan pada bab pembahasan.


DAFTAR PUSTAKA

Allingham, M. G., dan A. Sandmo. 1992. "Income Tax Evasion : A Theoretical


Analysis ". Journal of Public Economics, Vol. 1, No., hlm: 323-338.
Azmi, A. A. C., dan K. A. Perumal. 2008. "Tax Fairness Dimensions In An Asian
Context : The Malaysian Perspective ". International Review of Business
Research Papers, Vol. 4, No. 5, hlm: 11-19.
Cahyonowati, N. 2011. "Model Moral dan Kepatuhan Perpajakan : Wajib Pajak
Orang Pribadi". JAAI, Vol. 15, No. 2, hlm: 161-177.
Cummings, R. G., Martinez-Vazquez, M. McKee, dan B. Torgler. 2005. "Effects
of Tax Morale on Tax Compliance : Experimental and Survey Evidence".
Center for Research in Economics Manaement and the Arts, Vol., No.,
hlm: 1-35.
Doly, T. 2015. "Sudut Pandang Keadilan Pajak"
www.nusahati.com/201i10/sudut-pandang-keadilan-pajak/. [diakses pada
1 Maret 2019].
Frey, B. S. 2003. "Deterrence and Tax Morale in The European Union".
European Review, Vol. 11, No. 2, hlm: 385-406.
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro.
Horodnic, I. A. 2018. "Tax Morale and Institutional Theory : A Systematic
Review". International Journal of Sociology and Social Policy, Vol. 38,
No. 9/10, hlm: 868-886.
James, S., dan C. Alley. 2004. "Tax Compliance, Self-Assessment and Tax
Administration". Journal of Finance and Management in Public Services,
Vol. 2, No. 2, hlm: 27-42.
Justicia, R., dan B. Theilen. 2017. "Education and Tax Morale". Journal of
Economic Psychology, Vol., No., hlm.
Kementerian Keuangan. 2018. APBN 2018. Jakarta: Kementrian Keuangan
Republik Indonesia.
Kusumastutie, K. A., dan Raharja. 2014. "Pengaruh Kompetensi Auditor terhadap
Kualitas Audit dengan Kecerdasan Spiritual sebagai Variabel
Moderating". Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 3, hlm: 1-9.
Luarn, P., dan H.-H. Lin. 2003. "A Customer Loyalty Model For E-Service
Context". Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 4, No. 4, hlm:
156-167.
Luthans, F. 2011. Organizational Behavior An Evidence-Based Approach.
Twelfth Edition ed: McGraw-Hill/Irwin.
Luttmer, E. F. P., dan M. Singhal. 2014. "Tax Morale". Journal of Economic
Perspectives, Vol. 28, No. 4, hlm: 149-168.
Mahmudah, M., dan D. D. Iskandar. 2018. "Analisi Dampak Tax Morale
Terhadap Kepatuhan Pajak UMKM : Studi Kasus Kota Semarang".
Journal of Economic Literature, Vol., No., hlm.
Mayer, R. C., j. H. Davis, dan F. D. Schoorman. 1995. "An Integrative Model of
Organizationnal Trust". The Academy of Management Review, Vol. 20,
No. 3, hlm: 709-734.
McKerchar, M., K. Bloomquist, dan J. Pope. 2013. "Indicators of Tax Morale: An
Exploratory Study ". eJournal of Tax Research, Vol. 11, No. 1, hlm: 5-
22.
Nurmantu, S. 2000. Dasar-dasar Pepajakan. Jakarta Ind-Hill-Co.
PDDIKTI. 2019. "Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kementrian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi" https://forlap.ristekdikti.go.id/mahasiswa.
[diakses pada 20 Februari 2019].
Pommerehne, W. W., dan B. S. Frey. 1992. "The Effects of Tax Administration
on Tax Morale". Diskussionsbeiträge: Serie II, Sonderforschungsbereich
178 "Internationalisierung der Wirtschaft", Universität Konstanz, No.
191, Sonderforschungsbereich 178 "Internationalisierung der Wirtschaft",
Universität Konstanz, Konstanz, Vol., No., hlm.
Pope, J., dan R. Mohdali. 2010. "The Role of Religiosity in Tax Morale and Tax
Compliance". Australian Tax Forum, Vol., No., hlm.
Prastowo, Y. 2018. "Tingkat Kepatuhan Pajak Masyarakat RI Masih Rendah"
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4214299/tingkat-
kepatuhan-pajak-masyarakat-ri-masih-rendah. [diakses pada 15 Februari
2019].
Robbins, S. P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. E.
B. Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.
Salsabila, N. U. 2018. "Pengaruh Religiusitas, Nasionalisme, Kepercayaan pada
Otoritas, dan Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi", Fakultas Ekonomi Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
Sekaran, U. 2006. Research Methodes For Business. 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryadi, D. 2016. "Pengaruh Dimensi Keadilan Pajak dan Tax Morale Terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama
Kota Bandung". TEDC, Vol. 10 No. 1, hlm: 61-69.
Susila, B., P. T. Juniult, dan A. Hidayat. 2016. "Wajib Pajak dan Generasi
Muda :Tax Morale Mahasiswa di Indonesia". Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia, Vol. 16, No. 2, hlm: 154-172.
Torgler, B. 2006. "The Importance of Faith : Tax Morale and Religiosity".
Journal of Economic Behaviour & Organization, Vol. 61, No. 2006,
hlm: 81-109.
———. 2007. Tax Compliance and Tax Morale: ATheoritical and Empirical
Analysis. Cheltenham: UK: Edward Elgar.
Torgler, B., A. Macintyre, dan M. Schaffner. 2007. "Tax Compliance, Tax Morale
and Governance Quality". CREMA – Center for Research in Economics,
Management and the Arts, Vol., No., hlm.
Torgler, B., dan K. Murphy. 2004. "Tax Morale in Australia: What Shapes It and
Has It Changed Over Time?". Journal of Australian Taxation, Vol. 7, No.
2, hlm: 298-335.
Torgler, B., dan F. Schneider. 2004. "Attitudes Towards Paying Taxes in Austria :
An Empirical Analysis". Yale Center for International and Area Studies,
Leitner Program in International & Comparative Political Economy, Vol.,
No., hlm.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Online Pajak
Universitas Andalas. 2017. "Rekapitulasi Mahasiswa Terdaftar di Tahun 2017"
https://akademik.unand.ac.id/data/jumlah-mahasiswa-terdaftar. [diakses pada 20
Juni 2019].
1

Anda mungkin juga menyukai