Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang merasa sehat dan bahagia,

mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana

adanya (yaitu dapat berempati dan tidak secara apriori bersikap negative terhadap

orang atau kelompok lain yang berbeda), dan mempunyai sikap positif terhadap

diri sendiri dan orang lain.1

Saat ini gangguan psikotik masih menjadi masalah di Indonesia. Menurut

penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai

tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30

juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari

penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus

dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan

psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat

berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang

seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan

menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas.

Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik

(skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini

sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi

sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka

yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan

1
namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah

pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau

membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang

pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan

psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit

Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni

pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater

yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.

Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam

pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari gangguan psikotik ini.

Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk

dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat

bermanfaat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan

individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau

perilaku kacau atau aneh.2

Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya hendaya

berat dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku individu dlm

suatu saat maupun perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya

berat kemampuan daya nilai realitas ( perlu dipertimbangkan faktor budaya ).3

Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ;

1. Waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;

2. Adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized ) misalnya bicara

yg inkoheren, perilaku agitasi tanpa tujuan, disorientasi pd delirium dst;

3. Adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri dari

pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-hari.

Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan

kerusakan menyeluruh dalam uji realitas seperti yang ditandai dengan delusi,

halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku yang tidak teratur atau

mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap inkomprehensibilitas

dalam tingkah lakunya.4

3
2.3. Epidemiologi

Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat

berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan

penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita

psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-

9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas

pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa

yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu

pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak

terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas. Pada zaman

pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di

Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma

masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah

berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif

gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih

dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien

yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan

lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat

beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak

terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada

pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan

konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai

sesuai kebutuhan.2

4
2.3. Etiologi Gangguan Psikotik

Penyebab utama dari gangguan psikotik biasanya tidak bersumber dari

satu faktor saja. Gangguan jiwa disebabkan oleh faktor- faktor pada ketiga unsur

berikut yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu:

A. Faktor Biologis

1) Anatomi

Gangguan psikotik dapat terjadi jika terdapat gangguan- gangguan

pada otak. Otak pada manusia terdiri dari empat lobus (lobus frontalis,

temporalis, parietalis dan osipitalis) yang mempunyai fungsinya masing-

masing. 4

Adanya gangguan pada lobus frontalis dapat menyebabkan perubahan

aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian, dan emosi

yang tidak stabil dan superficial. 4

Fungsi utama dari lobus frontalis adalah bahasa ingatan, dan emosi.

Lesi pada lobus ini akan menyebabkan fungsi terganggu. Contoh afek pada

gangguan lobus temporalis adalah afasia, amnesia agnosia dan dapat pula

terjadi gangguan psikosensorik seperti halusinasi dan ilusi. 4

Pada lobus parietalis, efek gangguan yang dapat dilihat misalnya

afasia, kesulitan menghitung atau menulis. Lobus osipitalis merupakan

lobus sensoris utama untuk input visual, dan lesi pada lobus tersebut

menyebabkan berbagai gejala visual seperti aleksia, agnosia warna dan

halusinasi. 4

5
2) Neurotransmitter

Terdapat hipotesis Dopamin yang menyatakan bahwa gangguan

psikotik yang terjadi pada seseorang diakibatkan oleh karena adanya

overaktivitas pada jalur- jalur tersebut:

a. Mesolimbik dopamine pathways

Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral di

batang otak yang melepaskan dopamin ke nukleus akumben di daerah

limbik. Sistem ini mengatur jalur imbalan dan proses emosional dan

berhubungan dengan gejala positif skizofrenia. 1

b. Mesokortikal dopamine pathways

Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral dan

substansia nigra. Neuron daerah ventral tegmental disertakan dalam rilis

sistem dopamin mesocortical ke korteks prefrontal dan mengatur daerah

yang terlibat dalam proses kognitif (yaitu korteks prefrontal dorsal

lateral yang mengatur fungsi eksekutif). Neuron di substansia nigra

dopamin dirilis ke ganglia basal dan mengatur daerah- daerah yang

terlibat dengan kontrol motorik. Sistem mesokortikal dikaitkan dengan

gejala- gejala negatif skizofrenia. 5

B. Faktor Genetik

Walaupun sekurangnya gangguan mental yang utama (seperti

skizofrenia, gangguan bipolar dan gangguan panik) mempunyai komponen

genetika dalam penyebabnya, sedikit yang diketahui tentang apa yang

terkandung dalam komponen genetika dan bagaimana komponen genetika

6
berinteraksi dengan faktor lingkungan untuk menghasilkan perkembangan

gangguan mental pada orang tertentu. 1

Menurut Teori Kerentanan Genetika, tidak banyak gangguan psikiatrik

yang kemungkinan disebabkan oleh gen tunggal. Lebih tepat, gen multipel

kemungkinan berperan dalam perkembangan penyakit mental pada diri

seseorang. Gen yang rentan adalah gen yang meningkatkan resiko di mana

seseorang dengan gen tersebut akan mempunyai gangguan tertentu. Adanya

gen rentan tambahan atau kerja variabel lingkungan mungkin diperlukan

untuk perkembangan gangguan. 1

C. Faktor Psikososial

Peranan faktor psikologis dan faktor sosial juga mengambil andil dalam

terbentuknya gangguan psikotik dalam diri seseorang. Contohnya seperti

deprivasi (ketidakperolehan) biologis atau psikologis saat masa pertumbuhan,

pola keluarga yang patogenik, kestabilan keluarga, tingkatan ekonomi, dan

diskriminasi pada kelompok minoritas. 1,6

2.4. Patofisiologi

Gambar otak pertama dari sebuah individu dengan psikosis selesai sejauh

kembali sebagai 1935 dengan menggunakan teknik yang disebut

pneumoencephalography (prosedur yang menyakitkan dan sekarang usang di

mana cairan serebrospinal dikeringkan dari seluruh otak dan digantikan dengan

udara untuk memungkinkan struktur otak untuk menunjukkan lebih jelas pada

gambar sinar-X).

7
Tujuan dari otak adalah untuk mengumpulkan informasi dari tubuh (nyeri,

kelaparan, dll), dan dari dunia luar, menafsirkannya dengan pandangan dunia yang

koheren, dan menghasilkan respon yang bermakna. Informasi dari indera masuk

ke otak di daerah sensorik primer. Mereka memproses informasi dan

mengirimkannya ke daerah-daerah sekunder dimana informasi itu ditafsirkan.

Aktivitas spontan di daerah sensorik primer dapat menghasilkan halusinasi yang

disalahartikan oleh daerah sekunder sebagai informasi dari dunia nyata.

Sebagai contoh, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku

sebagai mendengar suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks

pendengaran primer, atau bagian otak yang terlibat dalam persepsi dan

pemahaman berbicara.

Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes sekunder dan

menciptakan sebuah pandangan dunia yang koheren itu. Sebuah studi yang

menyelidiki perubahan-perubahan struktural dalam otak orang dengan psikosis

menunjukkan ada pengurangan materi abu-abu yang signifikan dalam gyrus

medial temporal yang tepat, frontalis lateral yang temporal, dan inferior, dan di

cingulate korteks bilateral orang sebelum dan setelah mereka menjadi psikotik.

Temuan seperti ini telah memicu perdebatan tentang apakah psikosis itu

sendiri menyebabkan kerusakan otak dan apakah perubahan eksitotoksik

berpotensi merusak otak berhubungan dengan panjang dari episode psikotik.

Penelitian terbaru telah menyarankan bahwa hal ini tidak terjadi meskipun

penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung.

8
Studi dengan kekurangan indera telah menunjukkan bahwa otak

tergantung pada sinyal dari dunia luar untuk berfungsi dengan baik. Jika aktivitas

spontan di otak tidak diimbangi dengan informasi dari indra, kerugian dari realitas

dan psikosis mungkin terjadi sudah setelah beberapa jam.

Fenomena serupa paranoid pada orang tua ketika mendengar penglihatan,

miskin dan memori menyebabkan orang menjadi abnormal curiga terhadap

lingkungan. Di sisi lain, kerugian dari realitas juga dapat terjadi jika aktivitas

kortikal spontan meningkat sehingga tidak lagi diimbangi dengan informasi dari

indra. Reseptor 5-HT2A tampaknya menjadi penting untuk ini, karena obat yang

mengaktifkan mereka menghasilkan halusinasi.

Namun, fitur utama dari psikosis bukan halusinasi, tetapi ketidakmampuan

untuk membedakan antara rangsangan internal dan eksternal. Kerabat dekat untuk

pasien psikotik mungkin mendengar suara-suara, tapi karena mereka sadar bahwa

mereka tidak nyata mereka dapat mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak

mempengaruhi persepsi realitas mereka. Oleh karena itu mereka tidak dianggap

sebagai psikotik.

Psikosis telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin

neurotransmitter. Secara khusus, hipotesis dopamin psikosis telah berpengaruh

dan menyatakan bahwa hasil psikosis dari overactivity dari fungsi dopamin di

otak, khususnya di jalur mesolimbic.

Dua sumber utama bukti yang diberikan untuk mendukung teori ini adalah

bahwa reseptor dopamin D2 memblokir obat (misalnya, antipsikotik) cenderung

mengurangi intensitas gejala psikotik, dan bahwa obat yang meningkatkan

9
aktivitas dopamin (seperti amfetamin dan kokain) dapat memicu psikosis di

beberapa orang.

Namun, bukti meningkat dalam waktu belakangan ini telah menunjuk

kemungkinan disfungsi neurotransmitter glutamat excitory, khususnya, dengan

aktivitas reseptor NMDA. Teori ini diperkuat oleh fakta bahwa antagonis reseptor

NMDA disosiatif seperti ketamin, PCP dan dekstrometorfan / detrorphan (pada

overdosis besar) menginduksi keadaan psikotik yang lebih mudah daripada

stimulan dopinergic, bahkan pada "normal" dosis rekreasi.

Gejala-gejala keracunan disosiatif juga dianggap cermin gejala

skizofrenia, termasuk gejala psikotik negatif, lebih erat dari psikosis

amphetamine. Psikosis yang diinduksi disosiatif terjadi secara lebih handal dan

diprediksi daripada psikosis amphetamine, yang biasanya hanya terjadi dalam

kasus-kasus overdosis, penggunaan jangka panjang atau dengan kurang tidur,

yang secara independen dapat menghasilkan psikosis. Obat antipsikotik baru yang

bertindak pada reseptor glutamat dan yang sedang menjalani uji klinis. Hubungan

antara dopamin dan psikosis umumnya diyakini menjadi kompleks. Sementara

reseptor dopamin D2 menekan aktivitas adenilat siklase, reseptor D1 meningkat

itu. Jika D2-blocking obat diberikan dopamin diblokir tumpah ke reseptor D1.

2.5. Klasifikasi

A. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya

1) Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hamper

1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. 3

10
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-

gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia. 4

A. Gejala Karakteristik : Dua (atau lebih) poin berikut, masing – masing terjadi

dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila

berhasil diobati) :

(1) Waham

(2) Halusinasi

(3) Bicara kacau (sering melantur atau inkoherensi)

(4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik

(5) Gejala negative, yaitu afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat
B. Disfungsi social/okupasional : selama satu porsi waktu yang signifikan sejak

awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti

pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di

bawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila awitan

terjadi pada masa kanak – kanak atau remaja, kegagalan mencapai tingkat

pencapaian interpersonal, akademik, atau okupasional yang diharapkan ).


C. Durasi : tanda kontiyu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan.

Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala(atau kurang

bila berhasil diobati) yang memenuhi criteria A (gejala fase aktif) dan dapat

mencakup periode gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat

bermanifestasi sebagai gejala negative saja atau dua atau lebih gejala yang

terdaftar dalam Kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (cth,

11
keyakinan aneh, pengalaman perceptual yang tidak lazim)
D. Ekslusi gangguan mood dan skizoafektif : Gangguan skizoafektif dan

gangguan mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan baik karena (1)

tidak ada episode depresif,manic, atau campuran mayor yang terjadi

bersamaan denga gejala fase aktif, maupun (2) jika episode mood terjadi

selama gejala fase aktif, durasi totalnya relative singkat dibandingkan durasi

periode aktif dan residual.


E. Eklusi kondisi medis umum/zat : gangguan tersebut tidak disebabkan oleh

fisiologis langsung suatu zat(cth obat yang disalahguakan,obat medis) atau

kondisi medis umum


F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive : jika terdapat riwayat

gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, diagnosis

tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang

prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan(atau kurang bila telah

berhasil diobati)

Tabel 2. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Subtipe Skizofrenia. 4

Tipe Paranoid

Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria berikut

A. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang

sering

B. Tidak ada hal berikut ini yang prominen: bicara kacau, perilaku kacau atau

katatatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.


Tipe Hebefrenik (Disorganized)

Tipe skizofrenia yang memenuhi criteria berikut

12
A. Semua hal di bawah ini prominen

(1) Bicara kacau

(2) Perilaku kacau

(3) Afek datar atau tidak sesuai

B. Tidak memenuhi criteria tipe katatonik


Tipe Katatonik

Tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal berikut :

(1) Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk

fleksibilitas serea) atau stupor

(2) Aktivitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak bertujuan

dan tidak dipengaruhi stimulus eksternal)

(3) Negativism ekstrim (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap

semua instruksi atau dipertahankannya suatu postur rigid dari usaha

menggerakkan) atau mutisme

(4) Keanehan gerakan volunteer sebagaimana diperlihatkan oleh

pembentukkan postur (secara volunteer menempatkan diri dalam postur

yang tidak sesuai atau bizar), gerakan stereotipi, menerisme prominen,

atau menyeringai secara prominen

(5) Ekolalia atau ekopraksia

Tipe tak Terdiferensiasi

Tipe skizofrenia yang gejalanya memenuhi Kriteria A, namun tidak ,memenuhi

criteria tipe paranois,hebefrenik, atau katatatonik.


Tipe Residual

Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria sebagai berikut

13
A. Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku

sangat kacau atau katatonik

B. Terdapat bukti kontinu adanya gangguan sebagaimana diindikasikan oleh

adanya gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada

Kriteria A untuk skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah

(cth keyakinan yang aneh, pengalaman perceptual tak lazim)

2) Gangguan Skizotipal

Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan serta perjalanannya

biasanya menyerupai gangguan kepribadian.

3) Gangguan Waham Menetap

Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang

berlangsung lama (paling sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya

gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat

digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau

gangguan efektif.

4) Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang

sempurna biasanya terjadi dala 2-3 bulan, sering dalam beberapa

minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya sebagian kecil dari pasien

dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan

berhendaya.6

5) Gangguan Waham Induksi

14
Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang

sama, dan sling mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang

menderita waham orisinil (gangguan psikotik) hanya satu orang, waham

tersebut terinduksi (mempengaruhi) lainnya, dan biasanya menghilang

apabila orang-oarang tersebut dipisahkan. Hampir selalu orang-orang

yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat. Jika ada alas an

untuk percaya bahwa duaorang yang tinggal bersama mempunyai

gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak astupun diantaranya boleh

dimasukkan dalam kode diagnosis ini.

6) Gangguan Skizoafektif

Merupakan gangguan yang bersifa episodic dengan gejala afektif dan

skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara bersamaan ada dalam

episode yang sama.

7) Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya

Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia atau

untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan

yang psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan

waham menetap.

B. Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif})

1. Episode Manik

Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai

peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,

dalam berbagai derajat keparahan.

15
2. Gangguan Afektif Bipolar

Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode)

dimana afek pasien dan yingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada

wktu tertentu terdiri dari peningkatan afekdisertai penembahan energy

dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa

penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktivitas (depresi).

3. Episode Depresi

Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan,

dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah dan menurunnya aktivitas. Pada episode depresi, dari ketiga

tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu

untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

4. Gangguan Depresif Berulang

Terbagi atas episode depresi ringan, episode depresi sedang dan episode

depresi berat. Masing-masing episode tersebut rata-rata lamanya sekitar

6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan

gangguan bipolar.

5. Gangguan Suasana Perasaan Menetap

Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan

menetap dari afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi

ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah

atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan afektif bipolar.

16
(ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif yang berlangsung

sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk

memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang.

6. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya

Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang tidak

cukup parah atau tidak berlangsung lama untuk memenuhi criteria

skilotimia dan distimia.

2.6. Manifestasi Klinis

A. Perilaku kacau

Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan

kehidupan serta rumah tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah,

atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun bukan untuk mendapatkan uang

atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga, kehidupan sosial dalam

masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu senggang.

Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan

dengan seksama, tak mau bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab

dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan.

Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja dan malas.

Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan

sosial atau penurunan kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit

stres berat menarik diri dari organisasi sosial kemasyarakatan, atau sering

terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan fungsi sosial dan

pekerjaannya.4

17
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa

bercengkrama dengan anggota keluarga atau masyarakat, atau membuat

program kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada penderita

gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak

melamun, malas, bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari

dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan ibadah.

B. Waham

Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari

seseorang. Meskipun salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi

oleh orang lain, isi pikir bertentangan dengan kenyataan, dan isi pikir

terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan waham

curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap

perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi

kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau membunuh dia.

Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat emosional

agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia

akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang

dibunuhnya.

C. Halusinasi

Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan.

Pasien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap

meskipun tak ada sesuatu rangsang pada kelima indera tersebut.

18
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99

%). Pasien psikotik yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi

tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi

dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun akan

melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien

psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang

memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh diri.

D. Illusi

Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien

melihat tali bisa ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi

pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan kadang-kadang

perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-kasus

epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan

kerusakan otak permanen.

Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia

menderita epilepsi. Ia membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di

kasur dengan parang, karena menganggap anaknya adalah seekor kucing

yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak balitanya

dengan air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si

anak meninggal dunia. Ia melihat dan merasa menyiram hewan.

E. Tilikan Yang Buruk

Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada

bukti adanya perubahan perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau

19
minum obat atau tak mau diajak berobat, atau bila ada waham dianggap

mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang mempersulit

pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena merasa tak sakit ia

tak mau mencari pengobatan.

Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini

peran keluarga penting, kalau memang menemukan gejala tersebut seperti

waham, halusinasi dan illusi, segera berkonsultasi kepada tenaga

kesehatan jiwa.

1) Gangguan/ gejala Psikotik Akut

Gambaran Utama Perilaku

 Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :

 Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya

 Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal

 Kebingungan atau disorientasi

 Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti

menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang

lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau

memukul tanpa alasan

Pedoman Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut

adalah sebagai berikut :

20
 Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan :

misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat

sesuatu yang tidak ada bendanya)

 Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat

diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya

bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari

televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)

 Agitasi atau perilaku aneh (bizar)

 Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)

 Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

2) Gangguan Psikotik kronik

Gambaran Perilaku

Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik kronik data berikut

merupakan perilaku utama yang secara umum ada.

 Penarikan diri secara sosial

 Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri

 Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak

nyambung atau aneh)

 Perilaku aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan

kebersihan yang dilaporkan keluarga

Perilaku lain yang dapat menyertai adalah :

 Kesulitan berpikir dan berkonsentrasi

 Melaporkan bahwa individu mendengar suara-suara

21
 Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki

kekuatan supranatural, merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang

hebat/terkenal

 Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan

atau objek yang tak lazim di dalam tubuhnya

 Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran

Untuk lebih jelasnya mengenai psikotik kronik, disini dapat dijelaskan

melalui skizofrenia Dimana Skizofrenia adalah gangguan psikotik

yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai

realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari

skizofrenia dapat dilihat di bawah ini:

 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam

atau kurang jelas):

a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran

ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ;

atau

“thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya

diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

“thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya; 

22
b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan

oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

“delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya

dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang

”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan, atau  penginderaan khusus);

“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya

bersifatmistik atau mukjizat; 

c. Halusinasi auditorik:

 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau

 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka

sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau

 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu

bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,

misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau

kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

mahluk asing dan dunia lain)

23
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas:

a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,

ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan

yang tidak relevan, atau neologisme;

c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor;

d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara

yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak

wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari

pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi

oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik (prodromal)

24
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-

absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.2

2.7 Terapi

a. Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik adalah untuk mengendalikan

gejala akrif pada awalnya dan kemudian mencegah kekambuhan. Strategi

pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau kronis. Fase

akut biasanya ditandaioleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang

kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan di sini adalah

mengurangi gejala psikotik yang parah.8

Saat ini, obat antipsikotik dikelompokkan dalam dua kelompok

besar, yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik

generasi kedua (APG II). Kerja dari APG I ialah menurunkan

hiperaktivitas dopamine di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan

simptom positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya memblok

reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain

seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal dan tuberoinfundibular. Contoh

obat APG I yang masih sering digunakan seperti haloperidol,

chlorpromazine, fluphenazine, trifluoperazine. 1

25
APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara

serotonin dan dopamine pada keempat jalur dopamine di otak. Hal ini

menyebabkan efek samping EPS (Extrapyramidal Syndrome) lebih rendah

dan sangat efektif untuk mengatasi simptom negative. Obat APG II yang

dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine,

zotepine, dan aripriprazole.1

Perbedaan antara APG I dan APG II adalah, APG I hanya

memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan

reseptor serotonin dan reseptor dopamine.

Pengobatan dengan antipsikotik genereasi pertama dapat tetap

berguna, terutama pada pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan

terbaru atau tidak efekif.1

b. Psikoterapi

Psikoterapi adalah suati cara pengobatan terhadap masalah

emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang telah terlatih

dalam hubungan professional secara sukarela, dengan maksud hendak

menghilangkan, megubah atau menghambat gejala- gejala yang ada,

mengoreksi perilaku yang terganggu, dan mengembangkan pertumbuhan

kepribadian secara positif. Psikoterapi dilaksanankan agar pasien

memahami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih

konstruktif melalui pemahaman- pemahaman yang selama ini kurang baik

dan cenderung merugikan baik diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

26
sekitar. Pembagian psikoterapi berupa psikoterapi individu dan psikoterapi

kelompok.9

27
BAB III

PENUTUP

Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya hendaya

berat dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku individu dlm

suatu saat maupun perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya

berat kemampuan daya nilai realitas ( perlu dipertimbangkan faktor budaya ).

Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ;

a. waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;

b. adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized )

misalnya bicara yg inkoheren, perilaku agitasi tanpa tujuan,

disorientasi pd delirium dst;

c. adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri

dari pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-

hari.

Banyak faktor yang menyebabkan gangguan psikotik yaitu: Faktor

psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini

adalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal, pemeriksaan pasien psikotik

harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah disebabkan

oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti zat

(sebagai contohnya, phencyclidine), Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum

dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol, halusinogen

indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid (LSD) – amfetamin, kokain.

28
Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid

dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.

Prognosis gangguan psikotik yaitu berdasarkan: onset akut dengan factor

pencetus yang jelas, riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik

(Premorbid), adanya gejala afekstif (depresi), sudah menikah, banyak simptom

positif, kebingungan, tension, cemas hostilitas

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 13

2. Nurmah, Islamiyah N, dkk. Psikotik dan Skizofrenia. [Online]. 2017 [cited

2020 Juni 12]. Available from: http://id.scribd.com/doc/74666207/

PSIKOTIK-lengkap

3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.

Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.

Hal 147-16

4. Tirtakusuma A, Nugraha A, dkk. Bisikan Gaib. [Online]. 2017 [cited 2020

Juni 12]. Available from: http://id.scribd.com/doc/83142602/4/

Menjelaskan-definisi-gangguan-psikotik

5. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. [Online]. 2018 [cited 2020 Juni

12]. Available from: http://www.news-medical.net/health/What-Causes-

Psychosis-(Indonesian).aspx

6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.

Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.

Hal 169-187

7. News Medical. Psikosis Patofisiologi. [Online]. 2018 [cited 2020 Juni

12]. Available from: http://www.news-medical.net/health/Psychosis-

Pathophysiology-(Indonesian).aspx

30
8. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38

9. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-

2. Cetakan 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2006

10. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga

University Press, 1994

31

Anda mungkin juga menyukai