PENDAHULUAN
kontribusi bagi negara terutama devisa. Minyak atsiri merupakan salah satu
komoditas dari sektor pertanian yang mampu meningkatkan devisa Negara. Minyak
atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder tanaman.
Minyak atsiri dikenal dengan berbagai nama, diantaranya minyak eteris (etherial oil)
karena memiliki sifat eter, minyak terbang (volatile oil) karena sifatnya yang mudah
menguap, atau essential oil karena mengandung intisari dari tanaman bersangkutan
(Richards, 1944).
Saat ini setidaknya ada 150 jenis minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia.
Terdapat sekitar 40 jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di Indonesia, namun
hanya 12 jenis minyak atsiri yang baru digunakan secara komersial dan memenuhi
standar ekspor dunia, diantaranya yaitu minyak kayu manis, minyak nilam, minyak
cendana, minyak akar wangi, minyak kenanga, minyak serai wangi, minyak pala,
minyak cengkeh, dan minyak kayu putih. (Balai Besar Kimia dan Kemasan, 2018).
Dari berbagai jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam adalah salah
satu komoditas minyak atsiri yang memiliki prospek cukup besar untuk
dikembangkan. Saat ini minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam memiliki
pangsa pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia yaitu
Minyak atsiri umumnya dihasilkan dari bagian daun, bunga, biji, kulit buah
dan akar atau rhizoma tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak nilam merupakan
salah satu minyak atsiri yang diperoleh dari bagian daun tanaman nilam. Terdapat
tiga jenis tanaman nilam yang tumbuh di Indonesia yaitu nilam Aceh (Pogostemon
nilam yang paling luas daerah penyebarannya dan memiliki kandungan minyak
tertinggi dibandingkan kedua jenis tanaman nilam lainnya, yaitu 2,5-5%. Sedangkan
nilam Jawa dan nilam sabun memiliki kandungan minyak masing-masing hanya 0,5-
Sebagai komoditas ekspor minyak nilam memiliki prospek yang baik karena
dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik, parfum dan farmasi. Minyak
nilam digunakan sebagai fiksatif (zat pengikat) dalam industri parfum dan merupakan
salah satu campuran pembuatan produk kosmetika dimana belum ada produk alami
ataupun senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak nilam dalam
atsiri yang lain, nilam mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unsur pengikat
(fiksatif) yang terbaik dalam industri parfum maupun kosmetika. Hal ini disebabkan
minyak nilam memiliki daya lekat yang kuat sehingga aroma wangi tidak mudah
hilang, dapat larut dalam alkohol dan dapat dicampur dengan minyak eteris lainnya.
Dalam industri farmasi minyak nilam dimanfaatkan sebagai obat-obatan yang
berfungsi sebagai anti inflamantori, anti depresi, divertik, antifungal dan antibakteri
menguasai sekitar 95% pasar dunia. Dari beberapa jenis minyak atsiri, nilam
2.000 ton/tahun minyak nilam dan volume itu cenderung terus meningkat, sementara
produksi yang tersedia baru mencapai 1.200-1500 ton per tahun dan diekspor ke
Switzerland, Inggris, dan Negara lainnya. Daerah sentra penghasil minyak nilam di
Indonesia terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau dan
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalteng dan daerah lainnya (Ditjen Perkebunan,
2020). Lampung merupakan salah satu provinsi tempat perkebunan tanaman nilam di
pulau sumatera, dimana tanaman nilam menjadi salah satu tanaman unggulan petani
Lampung Barat, luas area tanaman nilam mencapai lebih dari 330,7 hektar dengan
dunia, namun kualitasnya masih fluktuasi bahkan cenderung rendah. Hal ini dapat
disebabkan karena kualitas bahan baku yang kurang bagus atau penggunaan alat
ekstraksi dan teknologi proses yang kurang optimal. Hasil ekstraksi minyak atsiri
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jenis tanaman, umur tanaman, waktu
panen, perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi dan juga teknik ekstraksi. Oleh
karena itu perlu adanya pengembangan lebih lanjut mengenai teknologi ekstraksi
minyak atsiri untuk mendapatkan proses yang effisien dan produk yang berkualitas
seperti waktu ekstraksi yang cukup lama, konsumsi energi yang tinggi dan yield
minyak nilam yang rendah (Guan dkk, 2007; Da porto dkk, 2013). Sebagian besar
metode konvensional dalam ekstraksi minyak atsiri dilakukan pada suhu tinggi,
sehingga dapat terjadi degradasi dalam minyak yang dapat menurunkan kualitas
kualitas ekstrak dan waktu ekstraksi yang lebih singkat. Beberapa metode non-
(UAE), dan Pressurized Solvent Extraction (Chemat dkk, 2017; Heri dkk, 2018;
mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman (Golmakani dan Rezaei, 2008). Pada
metode ini, gelombang mikro diubah menjadi energi panas, kemudian menghasilkan
pemanasan pelarut yang ada didalam microwave, sehingga terjadi proses ekstraksi
(MAHD) adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, penggunaan pelarut yang lebih
sedikit, aliran panas yang lebih efisien kualitas produk yang diekstrak lebih tinggi,
karakteristik senyawa bioaktif dari minyak nilam yang diekstrak dengan metode
nilam sebesar 4% dengan waktu ekstraksi 180 menit menggunakan dan rasio antara
bahan baku dan pelarut sebesar (1:12). Minyak nilam yang dihasilkan pada kondisi
parameter pada ekstraksi minyak atsiri dari daun nilam kering (Pogostemon cablin
digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah daya gelombang mikro, rasio antara
massa bahan baku dengan volume penyuling (F/D), ukuran bahan baku dan waktu
ekstraksi pada hasil minyak esensial. Dari penelitian ini diperoleh kondisi optimal
untuk mendapatkan yield terbaik pada minyak nilam adalah pada daya gelombang
450 W, rasio antara massa bahan baku dengan volume penyuling (F/D) 0,06 g/mL,
menggunakan ukuran bahan baku yang utuh, dan waktu ekstraksi 90 menit. Yield
Pandey dkk. (2020) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh yield dan
kualitas minyak atsiri nilam dengan berbagai metode pengeringan daun nilam. Pada
penelitian ini daun nilam dikeringkan pada 6 kondisi yang berbeda, yaitu dengan
oven pada suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan 60oC selama 7 jam/hari dengan total waktu
selama 3 hari. Ditemukan bahwa daun nilam yang dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 40oC, menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas tinggi dengan yield
dilakukan oleh Kusuma dan Mahfud (2015). Dari penelitian tersebut diperoleh yield
pendek, hasil yang lebih baik, mengonsumsi energi yang rendah, memiliki
kemungkinan reproduksi yang lebih baik dari aroma alami EO nilam dibandingkan
dengan HD.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode yang baik untuk
ekstraksi minyak atsiri dari daun nilam adalah metode Microwave Assisted
Hydrodistillation. Namun, pada penelitian diatas masih belum ada yang melakukan
penelitian mengenai pengaruh rasio air terhadap bahan baku dalam ekstraksi minyak
Hydrodistillation. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi minyak
atsiri dari daun nilam utuh dengan variasi rasio air terhadap bahan baku 1:5, 1:10, dan
1:5 serta waktu ekstraksi minyak atsiri selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit
Masalah yang akan diamati pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variasi
rasio air terhadap bahan baku dan waktu ekstraksi terhadap yield minyak atsiri daun
hydrodistillation (MAHD).
bahan baku dan waktu ekstraksi terhadap yield minyak atsiri daun nilam yang
(MAHD)
bahan baku yang digunakan adalah daun nilam yang diperoleh dari daerah Lampung
Assisted Hydrodistillation.
Parameter-parameter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah daya
microwave 400 Watt sebagai varibel tetap. Kemudian menggunakan varias rasio air
dengan bahan baku sebesar 1:5, 1:10, dan 1:5 dan variasi waktu ekstraksi minyak
atsiri selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Berat daun nilam yang digunakan adalah
50 gram. Parameter pengujiannya adalah banyaknya yield minyak daun nilam yang
diperoleh serta mutu minyak atsiri yang meliputi warna, bau, berat jenis, indeks bias,
kelarutan dalam etanol dan analisis GC-MS yang kemudian dibandingkan dengan