Disusun Oleh :
DOMISISLI SELAYAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya
kami dapaat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada TORCH.
Dalam penyusunan makalah ini , kami sebagai penulis tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk ini penuli mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam menulis makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari makalah inimasih jauh dari kata sempurna.untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membngun dari berbagai pihak demi
sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis mupun bagi
pembaca.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
KONSEP DASAR......................................................................................................................2
A. Pengertian........................................................................................................................2
B. Etiologi............................................................................................................................3
C. Patofisiologi....................................................................................................................4
E. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................................7
G. Pathway...........................................................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................13
KONSEP KEPERAWATAN...................................................................................................13
A. Pengkajian.....................................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................14
BAB IV....................................................................................................................................26
PENUTUP................................................................................................................................26
A. Kesimpulan...................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu
parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes
Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya
lebih terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan
Coxsackie-B).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai
keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik
pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Infeksi
TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisma tubuh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud torch?
2. Apa yang menyebabkan torch?
3. Bagaimana patofisiologi torch?
4. Apa saja klasifikasi toch?
5. Bagaimana penatalaksanaan torch?
C. Tujuan
1. Untuk mengtahui dimaksud torch?
2. Dapat memahami menyebabkan torch?
3. Utuk meng etahu patofisiologi torch?
4. Dapat memahami klasifikasi toch?
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan torch?
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gahungan dari 4 jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes. Keempat jenis penyakit
infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini
diagnosis untuk penyakit infeksi telah berembang antara lain kearah pemeriksaan
secara imonologis. Prinsip dari pemeriksan ini adalah deteksi adanya zat anti (Anti
Body) yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh
terhdap adanya benda asing (kuman, antibody yang terburuk dapat berupa
imonoglobin M (lgM) dan imonoglobin G (lgG).
a. Toxoplasma
Disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma Gondi. Pada umumnya
infers ini terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Toxoplasma yang disertai
gejala ringan mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah demam, dan umumnya
tidak menimbulkan masalah. Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu
sedang hamil atau pada orang dengan sisitem kekebalan tubuh terganggu. Jika
wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran 4% atau lahir mati 3% atau bayi menderita toxoplasma
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita
hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi
pada bulan pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi 25%
(menurut America College of Obstatrician and Gvnecologists,1981).
c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk
golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus
CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu
penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang
hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai resiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak,
ketulian retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui
serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada
kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi
HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).
B. Etiologi
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada pada hampir
semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi kucing adalah inang
primernya. Kotoran kucing pada makanan yang berasal dari hewan yang kurang
masak, yang mengandung oocysts dari toxoplasma gondi dapat menjadi jalan
penyebarannya. Contoh lainnya adalah pada saat berkebun atau saat membenahi
tanaman dipekarangan, kemudian tangan yang masih belum dibersihkan
melakukan kontak dengan mulut.
b. Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah
menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet.
Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.
c. Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh
penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan aiSr susu ibu. Bisa juga
terjadi karena transplatasi organ.Kebanyakan penularan terjadi karena cairan
tubuh penderita menyentuh tangan individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi
melalui hidung dan tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana
manggunakan sabun cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.Golongan
sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena infeksi.Rumah sakit juga marupakan
tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis, perawatan neonatal dan ruang
anak.Penularan melalui hubungan seksual juga dapat terjadi melalui cariran semen
ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui sekresi
vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun infeksi ini biasanya tidak
menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi kongenital CMV paling besar
terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi dan mereka yang
terinfeksi pertama kali ketika hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital
tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat terjadi pada
setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat
gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering terjadi di negara berkembang dan
di masyarakat denga status sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus
paling signifikan cacat lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya memiliki
dampak besar pada parameter pada kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan kematian.
d. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi)
C. Patofisiologi
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab
lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing
ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat
menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi
manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang
terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan
tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan
membesar. Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang
di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak, retina,
hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ tersebut,
seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma
ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang
pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging
dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah
warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit
yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii
biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih
kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang
dapat muncul hampir bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah
serviks posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada
infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan
menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya
viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada
80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi
pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20
minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten
pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di
negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi
primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus
dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan
retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena
terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV
aktif dapat mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva,
semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular
melalui tranfusi.
d. Herpes
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan
2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2
dapat menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan
seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran
mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi
4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis
serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan
menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang
diikuti penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan.
Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1
dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak
langsung dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--
40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan system kekebalan tubuh tergantung (misalnya penderita AIDS,
pasien transpalasi organ yang mendapat obat penekan respon imun).
- Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi pada
janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir mati, atau bayi
menderita Toxoplasmosis bawaan.Pada awal kehamilan infeksi toksoplasma
dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara berulang.Namun jika
kandungan dapat dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi yang
lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah :
Lahir mati (still birth)
Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
Anemia
Perdarahan
Radang paru
Penglihatan dan pendengaran kurang
Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga
dapat merusak otak janin.
Resiko terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat
infeksi maternal akut terjadi di trimester ketiga
b. Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang dewasa,
ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran pernafasan atas.
Sebagian besar Negara saat ini memiliki program vaksin rubella untuk bayi dan
wanita usia subur dan hal ini merupakan bagian dari screening prakonsepsi. Ibu
hamil secara rutin diperiksa untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki
kekebalan akan segera diberikan vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-
fakta terkini menganjurkan bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian
vaksin rubella tidak seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat terjadi pada
trimester pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami
vireamia, yang menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan
perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama kehamilan.Oleh
karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami multiple defek
yang mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telinga, dan system
saraf.Arbosi spontan mungkin saja terjadi. Ketulian neurosensory seringkali
dsebabkan oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin
sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir, restriksi pertumbuhan intrauterine
biasanya disertai hepatitis, trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti
mikrosefali atau hidrosefali.
c. Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya mereka
tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini merupakan infeksi
primer, maka janin biasanya juga beresiko terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di
kenali setelah bayi lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi
lahir. Diantara bayi tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim
dan kurang dari 15% akan menampakan gejala pada saat lahir. Hanya pada
individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin
sitomegalovirus menampakan virulensinya pada manusia. Pada wanita normal
sebagian besar adalah asimptomatik atau subkliik, tetapi bila menimbulkan gejala
akan tampak gejala antara lain :
- Mononucleosis-like syndrome yaitu demam selama 3 minggu. Secara klinis
timbul gejala lethargi, malaise dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan
dengan infeksi mononucleosis (tanpa tonsillitis atau faringitis dan
limfadenopati servikal). Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis
dan limfositosis atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip
dengan infeksi virus Epstein – bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil yang
negative. Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat pula
terjadi seperti hepatitis, peneumonitis, ensefalitis, miokarditis, dan lain-lain.
Penting juga dibedakan dengan tokso plasmosis dan hepatitis B yang juga
mempunyai gejala serupa.
- Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu setelah transfusi. Tanpak
gambaran panas kriptogenik, splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi.
Sindroma ini juga dapat terjadi pada tranplantasi ginjal.
- Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang mengancam jiwa yang
dapat pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien dengan
kelainan sekunder dari proses imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)
d. Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi
setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis
(trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester
II) dapat terjadi kelainan yang serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi
antara lamanya infeksi intrauterine dengan embriopati. Pada trimester I infeksi
kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR,
klasifikasi intracranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar
terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus,
purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada trimester III berhubungan dengan
kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatic atau
pembentukan psikomotor.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Hubungan sex
artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan
untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda
sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu
1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu
IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya
rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi
Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan
lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan
saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi
kehamilan bersama dokter kandungan anda. Pengobatan TORCH secara medis
diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine,
valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan
lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal dan
waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif yang
mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai
90 %. Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
(spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk menurunkan
dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya obat-obatan
tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut. Sehingga perlu
disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan TORCH untuk
menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja yang positif sementara
IgM negative, maka tidak perlu diobati. Sebaliknya apabila IgM nya positif (IgG bisa
positif atau negative), maka pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.
G. Pathway
Toxoplasma
Fase sexsual
Seks oral, ciuman
Manusia makan
Dimakan hewan Daging yg tdk Kista
Ex: kambing, sapi, matang
kuda
Lesi pd wajah, bibir, Seks oral, ciuman
HSV 1 mulut, mata,&
kulit.
Herpes
Hubungan sex
Lesi pd genetalia
HSV 2
Pembengkakan kelenjer
Virus akan menyebar Nyeri
getah bening
Komplikasi Potensial TORCH atau IMS Maternal : Infeksi Janin atau Neonatal
(Transplasenta atau Selama Kelahiran) Dan Malformasi serta Anomali Janin
FOKUS PENGKAJIAN RASIONAL
Tentukan organisme infeksius spesifik Usia gestasi ketika ibu terkena infeksi
dan tentukan usia gestasi sebagia menentukan efek pada janin.
Sebagai contoh jika terinfeksi rubella
pada trimester pertama janin pasti
akan terkena efek teragonetik. Akan
tetapi jika terinfeksi pada trimester
kedua janin mempunyai kesempatan
terkena hanya 50%.
B. Diagnosa Keperawatan
b. Resiko pola nafas tidak afektif berhubungan dengan penurunan energi dalam
bernafas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pola nafas kembali normal dan stabil
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten
Intervensi Utama : Manajemen jalan nafas
Tindakan
Observasi
Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, mwheezing, rinkhi
kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tiit dan chin-lif (jaw-
thruts jiia trauma servikal)
Posisikan semi fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Kelaurkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika pelu
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC
Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon, E.P.2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC