Anda di halaman 1dari 58

Laporan kasus

HEMIPLEGI DEXTRA TIPE SPASTIK + PARESE N.VII dan N.XII DEXTRA


TIPE SENTRAL + GERAK RANGSANG MENINGEAL POSITIF ET CAUSA
SUBARACHNOID HEMMORAGIC

oleh:
M. Avif Ababil, S.Ked
NIM : 712019024

Pembimbing Klinik:
dr. Isma Yulianti, SP.S

DEPARTEMEN ILMU SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

judul:

Hemiplegi Dextra Tipe Spastik + Parese N.VII dan N.XII Dextra Tipe Sentral +
Gerak Rangsang Meningeal Positif et causa Subarachnoid Hemmorhagic

Oleh

M. Avif Ababil, S.Ked

NIM: 712019024

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.

Palembang, Januari 2021

Pembimbing,

dr. Isma Yulianti, SP.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Hemiplegi
Dextra Tipe Spastik + Parese N.VII dan N.XII Dextra Tipe Sentral + Gerak
Rangsang Meningeal Positif et causa Subarachnoid“sebagai syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad Shallallahu alaihi wassalam beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.

Dalam penyelesaian Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada :

1. Allah subhanahu wata ‘ala, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya
keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr.Isma Yulanti,SP.S selaku pembimbing referat.
Semoga Allah subhanahu wata ‘ala memberikan balasan pahala atas segala amal
yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis. Aamiin.

Palembang,Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv

BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1 Identitas.......................................................................................1
1.2 Anamnesa....................................................................................1
1.3 Pemeriksaan ...............................................................................2
1.4 Rencana Pemeriksaan Penunjang................................................14
1.5 Diagnosa......................................................................................15
1.6 Tatalaksana..................................................................................15
1.7 Prognosa......................................................................................15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Otak dan Vaskularisasi Otak........................................16
2.2 Nervus Kranialis……………………………………………..…22
2.3 Definisi Stroke............................................................................25
2.4 Epidemiologi ..............................................................................25
2.5 Faktor Risiko...............................................................................26
2.6 Klasifikasi....................................................................................27
2.6.1Perdarahan Subarachnoid....................................................29
2.6.2Etiologi................................................................................29
2.6.3Epidemiologi.......................................................................31
2.7 Patofisiologi................................................................................31
2.8 Gambaran Klinis Stroke Perdarahan……………………….……38
2.9 Diagnosis…………………………………….……………...…..37
2.10 Tatalaksana................................................................................41
2.11.Kewenangan Tingakt Pelayanan Primer……………………...43
2.12 Komplikasi................................................................................43
2.13 Prognosis...................................................................................45

BAB III ANALISA KASUS...........................................................................47

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................53

iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 Identifikasi
Nama : Ny. Y
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Agama : Islam

1.2 Anamnesa
Ny.Y, 50 tahun datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD Palembang Bari
tidak bisa berjalan karena mengalami kelumpuhan sesisi tubuh bagian kanan seca
ra tiba-tiba.

Sejak 1 jam SMRS Penderita mengalami kelemahan sesisi tubuh kanan saat
sedang beraktifitas, keluhan terjadi secara tiba tiba tanpa disertai kehilangan kesa
daran. Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat.
Saat sebelum serangan penderita mengalami sakit kepala hebat, ada mual dan mu
ntah, tanpa disertai kejang dan demam, tanpa disertai gangguan rasa pada sisi
yang lemah.Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara tulisan dapat
mengungkapkan secara lisan. Penderita juga masih mengerti isi pikiran orang
lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara mulut
penderita mengot dan terdapat pelo saat berbicara.

Saat serangan penderita tidak disertai dada berdebar-debar, sesak tidak ada.
Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, riwayat diabetes
melitus tidak ada, riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat kolesterol tidak ada,
riwayat penyakit jantung tidak ada. Penderita tidak merokok dan juga tidak
meminum alcohol. Penderita memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu.

1
Keluhan ini diderita untuk pertama kalinya.

1.3 Pemeriksaan
Status Praesens
Kesadaran : GCS (E4V5M6)
Gizi : Belum Diperiksa
Suhu Badan : 36.5° C
Nadi : 90 x/m reguler
Pernapasan : 24 x/m
Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada

2
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kuduk kaku : Tidak Ada (-) Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. Saraf – Saraf Otak

1. N. Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman Tidak ada Tidak ada


Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri

Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak ada Tidak ada
- Papil atrofi Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens

Diplopia Tidak ada Tidak ada


Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation Tidak ada Tidak ada

3
conjugae
- Gerakan bola Baik ke segala arah Baik ke segala arah
mata
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Negatif Negatif

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Positif Positif
Sensorik
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
- Dagu Normal Normal

5. N.Facialis Kanan Kiri

Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Simetris
- Menunjukkan gigi Sudut mulut kanan tertinggal
- Lipatan nasolabialis Bagian kanan datar
- Bentuk muka Asimetris Simetris
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Asimetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Normal
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

4
6. N. Cochlearis Kanan Kiri

Suara bisikan Normal Normal


Detik arloji Normal Normal
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak Ada Tidak Ada
Denyut jantung BJ I/II normal,reguler
Reflek
- Muntah Normal
- Batuk Normal
- Okulokardiak Normal
- Sinus karotikus Normal
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Normal

8. N. Accessorius Kanan Kiri

Mengangkat bahu Normal


Memutar kepala Normal

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri

Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan


Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Ada

D. Columna Vertebralis

5
Kyphosis : Tidak ada

Scoliosis : Tidak ada

Lordosis : Tidak ada

Gibbus : Tidak ada

Deformitas : Tidak ada

Tumor : Tidak ada

Meningocele : Tidak ada

Hematoma : Tidak ada

Nyeri ketok : Tidak ada

E. Badan Dan Anggota Gerak


FUNGSI MOTORIK

Lengan Kanan Kiri


Gerakan Tidak ada Cukup
Kekuatan 0 5
Tonus Hipertoni Eutoni
Reflek fisiologis
- Biceps Hiperefleks Normal
- Triceps Hiperefleks Normal
- Periost radius Hiperefleks Normal
- Periost ulna Hiperefleks Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Positif Negatif
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada Normal
Kekuatan 0 5
Tonus Hipertoni Eutoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiperefleks Normal
- APR Hiperefleks Normal

6
Reflek patologis
- Babinsky Positif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Positif
- Tengah Positif
- Bawah Positif
Trofik Negatif

Pengkuran VAS

Pada pasien di dapatkan nilai VAS 9: Interpretasi Nyeri sangat berat.

7
F. GAMBAR

Sudut mulut kanan tertinggal,


lidah deviasi ke kanan, pend Gerakan : Tidak ada
erita tidak dapat mengungka
pkan isi pikirannya secara lis Kekuatan : 0
an
Refleks fisiologis:

Hiperrefleks
Keterangan: Hemiparase Dextra Tipe Spastik + Parese Nervus VII &Nervus XII Dextra Tipe
UMN

Gerakan : Tidak ada

Kekuatan : 0

Refleks fisiologis:

Hiperrefleks

Hipertonus

8
G. Gejala Rangsang Meningeal

Gejala Pada penderita ditemukan gejala


 Kaku kuduk Ada
 Kernig Tidak Ada

 Lasseque Tidak ada

 Brudzinsky Tidak ada


Tidak ada
 Neck
Tidak ada
 Cheeck
Tidak ada
 Symphisis
Tidak ada
 Leg I
Tidak ada
 Leg II
Jadi, gejala rangsang meningeal (+)

H. Gait Dan Keseimbangan

Gait

Ataxia : Belum dapat dinilai

Hemiplegic : Ada

Scissor : Belum dapat dinilai

Propulsion : Belum dapat dinilai

Histeric : Belum dapat dinilai

Limping : Belum dapat dinilai

Steppage : Belum dapat dinilai

Astasia-abasia : Belum dapat dinilai

9
Keseimbangan

Romberg : Tidak ada

Dysmetri : Tidak ada

- Jari-jari : Tidak ada

- Jari hidung : Tidak ada

- Tumit-tumit : Tidak ada

- Dysdiadochokinesia : Tidak ada

- Trunk Ataxia :Tidak ada

- Limb Ataxia : Tidak ada

I. Gerakan Abnormal

Tremor : Tidak ada

Chorea : Tidak ada

Athetosis : Tidak ada

Ballismus : Tidak ada

Dystoni : Tidak ada

Myoclonic : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

Ereksi : Tidak diperiksa

10
K. Fungsi Luhur

Afasia motorik : Tidak ada

Afasia sensorik : Tidak ada

Afasia nominal : Tidak ada

Apraksia : Tidak ada

Agrafia : Tidak ada

Alexia : Tidak ada

L. Skor Siriraj

(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) – (3 X TA) – 12

Tabel 1.1. Siriraj Score

1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0


Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio intermitten

Konstanta - 12

(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90) - (3 x 1) – 12 = -2


Interpretasi : Stroke Non Hemoragik

11
M. Gajah Mada Skor

Rumus:

Nyeri kepala (+), Penurunan kesadaran (-), Refleks Babinski (+).


Interpretasi: Stroke Hemoragik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi (Hb, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, Hitung Jenis, LED 1 jam )
2. Kimia darah (BSS, Trigliserida, Kolesterol total, Kolesterol LDL, Kolesterol
HDL, Ureum, Creatinin, Urine acid, Natrium, Kalium)
 CT Scan / MRI
 Rontgen foto thorak
 Fungsi Lumbal

12
1.5 Diagnosa
Diagnosa Klinik : Hemiparese Dextra Tipe Spastik + Parese Nervus
VII dan Nervus XII Dextra Tipe Sentral + Gerak
Rangsang Meningeal Positif Et Causa Subarachnoid
Hemorage
Diagnosa Topik : Lesi Hemisferium Serebri Sinistra

Diagnosa Etiologi : Subarachnoid Hemorage

Diagnosa Tambahan : Hipertensi derajat I

1.6 Tatalaksana
 Non Farmakologi
Tirah baring, edukasi diet rendah garam,dan fisioterapi.

 Farmakologi
-IVFD NaCl gtt 20 x/menit

-Nimodipine 60mg/4 jam

-Inj. Citicoline 2x500 mg IV

-Inj. Ketorolac 2x30 Mg/hari

-Neurodex 1x1 tab/po

-Injeksi Asam Traneksamat 3x1 gr (IV) Selama 3 Hari.

1.7 Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanationam : dubia ad malam

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak dan Pembuluh Darah Otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.7
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus.3Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:8,9,10.
a. Lobusfrontalis
Lobusfrontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyruspresentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobusini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif.
b. Lobustemporalis
Lobustemporalistemporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisuralaterali dan sebelah posterior dari

14
fisuraparieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c. Lobusparietalis
LobusParietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyruspostsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran.
d. Lobusoksipitalis
Lobusoksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervusoptikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori.
e. LobusLimbik
Lobuslimbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom.

Gambar 2.1. Cerebrum

15
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobusmedialis dan
lobusfluccolonodularis.10

Gambar 2.2. Cerebellum


3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan

16
medullaspinalisdibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medullaspinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medullaoblongata.11

Gambar 2.3. Brainstem

Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis yang berakhir pada arten serebri anterior dan arteri serebri medial. Di
dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri
communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri
posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri
communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari

17
arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arten basilaris.12
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus - sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus
- sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk
triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama
adalah vena anastomoticamagna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomoticaparva yang mengalir ke dalam sinus transversus.
Vena -vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia. 12

Gambar 2.4. Aliran darah arteri yang menuju otak

18
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu
membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam
kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu
pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.11

Gambar 2.5. Sirkulasi Willisi

2.2 Nervus Cranialis6


A. Nervus Facialis
Mempunyai dua radix yaitu radix motorik disebelah medial dan radix sensoris
disebelah lateral yang disebut N.intermedius.
1. Radiks motoris mempersarafi otot-otot wajah, kulit kepala, dan telinga
(m.bucinator, m.platysma, m.styloideus dan venter posterior m.
digastricus)
2. Radiks sensoris mengandung serabut pengecap dari 2/3 bagian anterior
lidah dasar mulut dan palatum juga membawa serabut saraf

19
parasimpatis sekretomotorik untuk glandula submandibularis,
lacrimalis, sublingualis, dan kelenjar dihidung.
Kedua radiks muncul dari permukaan anterior otak diantara pinggir bawah
pons dan medula oblongata berjalan kelateral dan depan fossa cranii posterior
bersama N.vestibulochoclearis lalu ke meatus acusticus internus masuk
kanalis fasialis berjalan kelateral diatas vestibulum labbyrinthus sampai
dinding medial cavum timpani masuk ke foramen stylomastoideus, fungsi :
1. Motoris : Motoris mempersarafi otot-otot wajah, kulit kepala, dan
telinga (m.bucinator, m.platysma, m.styloideus dan venter posterior m.
Digastricus.
2. Sensoris : pengecap

B. Nervus Hypoglosus
saraf motoris : yang menyuplai semua otot interinsik lidah ditambah m.
Styloglossus, m.hipoglosus, dan m. Genioglosus. Berfungsi ; mempersarafi
otot-otot palatum molle, pharinx, larynx, m. Sternocleidomastoideus,
m.trapezius, otot-otot lidah.

20
Gambar 2.6 Nervus Cranialis

LMN dan UMN

Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis


terbagi menjadi dua, yakni Upper Motorneuron (UMN) dan Lower
Motorneuron (LMN). Upper motorneuron adalah semua neuron yang
menyalurkan impuls motorik ke lower motorneuron dan terbagi menjadi
susunan piramidalis dan extrapiramidalis.Upper motorneuron berjalan dari
korteks serebri sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper
motorneuron akan mempengaruhi aktifitas dari lower motorneuron.

Lower motorneuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls


motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini, yang
membedakan dengan upper motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi
serabut otot dengan berjalan melalui radix anterior, nervus spinalis dan saraf tepi.

Lower motorneuron memiliki dua jenis yaitu alfa-motorneuron memiliki


akson yang besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal (aliran impuls
saraf yang berasal dari otak/medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan
gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke
serabut otot intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak/medulla
spinalis). Begitu halnya dengan nervi cranialis merupakan dari LMN karena
nervus-nervus cranialis ini sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu di pons
dan medulla oblongata.

TRAKTUS PIRAMIDALIS DAN EKSTRAPIRAMIDALIS 6

1.Traktus Piramidal

a. Tractus Corticospinal

Tractus pyramidals terdiri dari tractus corticospinal dan tractus


corticobulbar. Tractus extrapyramidals dibagi menjadi lateral pathway dan
medial pathway Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di

21
cortex cerebri. Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan
sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu mengumpul
di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna.
Pada medulla oblongata tractus corticospinal nampak pada permukaan ventral
yang disebut pyramid.

Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut 85% tractus


corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio pyramidalis
sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap
bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla
spinalis. Tractus corticospinalis yang menyilang pada ducassatio akan
membentuk tractus corticospinal lateral dan yang tidak menyilang akan
membentuk tractus corticospinal anterior.

Traktus kortikospinallateralis nantinya akan terus menurun untuk


masuk kedalam subtantia grisea kornu anterior segmen vertebral yang
bersangkutan dan berakhir di sel-sel kornu anterior (primary motoneuron) dan
selanjutnya akan mempersarafi otot-otot rangka melalui
medullaspinalis.Traktus kortikospinalis ventralis akan terus menurun dan baru
menyilang melalui komisura ventralis di masing-masing segmen yang
bersangkutan untuk berakhir di kornu anterior untuk kemudian mempersarafi
otot-otot rangka.

b. Tractus Corticobulbar

Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama


dengan tractus corticospinal, namun tractus corticobulbar bersinaps pada
motor neuron nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus
kortikobulbar berpengaruh terhadap LMN saraf-saraf cranial otak. Serabut
traktus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna menuju otak tengah
(mesensefalone).

22
Tractuscoricobulbar menjalankan fungsi kontrol volunter otot skelet
yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot pada faring dan leher.
Seperti halnya dengan tractuscorticospinal, tractuscorticobulbar pun
mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya
motor neuron tersebut.

2. Traktus Ekstrapiramidal

System ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motorik yang tidak


melalui piramis medulla oblongata dan berkepentingan untuk mengatur sirkuit
umpan balik motorik pada medulla spinalis, batang otak, serebelum, dan
kortek serebri. Selain itu, system ini juga mencakup serabut-serabut yang
menghubungkan kortek serebri dengan masa kelabu ( seperti striata, nucleus
ruber, dan subtantia nigra), dengan formation rerikuaris dan dengan nucleus
tegmental batang otak lainnya.

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus,


inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansianigra, formatioretikularis
batang otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4,
area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan
yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat
lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus
striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap
neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri
dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).

23
Gambar 2.7 Traktus Piramidalis

2.3 Definisi Stroke


Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejalaatau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri(stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.6
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebrovascular
Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO).13

2.4 Epidemiologi
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang
tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan
permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun. 70% kasus

24
stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, 87%
kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan
pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi stroke telah berkurang
sebanyak 42% dalam beberapa dekade terakhir.14
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar795.000 orang mengalami stroke
yang baruatau berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar610.000 merupakan
serangan awal, dan185.000 merupakan stroke berulang. Studiepidemiologi
menunjukkan bahwa sekitar 87%dari stroke di Amerika Serikat ialah
iskemik,10% sekunder untuk perdarahan intraserebral,dan lainnya 3% mungkin
menjadi sekunderuntuk perdarahan subaraknoid.4,5.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat
ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke
adalah 200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara 100.000
penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke.2Sebanyak 28,5% penderita
meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan sebagian atau total.
Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dankecacatan.3
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, kelompok umur terlihat bahwa
kejadian penyakit stroke lebih banyak pada usia 55-64 tahun (33,3%) dan paling
sedikit umur 15-24 tahun (1,2%). Kejadian stroke antara laki laki dan perempuan
mempunyai proporsi yang sama. Sebagian besar penduduk yang nengalami
stroke berpendidikan SD (29,5%). Sebagian besar penderita stroke tinggal di
daerah perkotaan (63,9), sedangkan di pedesaan sebesar (36.1%).15

2.5 Faktor Risiko


Secara garis besar faktor risiko strokedibagi atas faktor risiko yang
dapatdimodifikasi (modifable) dan yang tidak dapatdi modifikasi (nonmodifable).
Faktor risikostroke yang dapat dimodifikasi diantaranyaadalah hipertensi,
penyakit jantung (fibrilasiatrium), diabetes mellitus, merokok, mengkonsumsi
alkohol, hiperlipidemia, kurangaktifitas, dan stenosis arteri karotis.Sedangkan

25
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis
kelamin,ras/suku, dan faktor genetic.6

2.6 Klasifikasi
Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu:
1. Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat
sumbatan arteri pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat.
Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam
24 jam pertama atau lebih.
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul sangat
berat, biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita embolisme
biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari
penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian–bagian
yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi
adalah arteriacerebri media, terutama bagian atas.

Berdasarkan manifestasi klinis:


a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah
ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-
30 menit.

26
b. ReversibleIschemicNeurologicalDeficit(RIND) Gejala deficit
neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 7 hari.
c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologiyang berlangsung secara bertahap
dari yang ringan sampai yang kelamaan bertambah berat.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf.
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah
dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakitkepala parah,
sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakitkepala mungkin
ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otakmenggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagaiperdarahan. Beberapa
gejala,seperti kelemahan, kelumpuhan,hilangnya sensasi, dan mati
rasa, sering hanya mempengaruhi satusisi tubuh.Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadibingung.Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh.
Mual,muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapatterjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid
keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma
(50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari
PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

27
2.6.1 Perdarahan Subarachnoid
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan
subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga
subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak
(meninges). Adanya keadaan kegawatdaruratan yang ditandai oleh nyeri
kepala yang sangat hebat, “worst headache ever” (VAS 9-10) yang muncul
akut/tiba-tiba akibat perdarahan di ruang subarahnoid 3,16.

2.6.2 Etiologi SAH 3

Hipertensi adalah penyebab tersering dari stroke hemoragik. Hipertensi yang


berlangsung lama menghasilkan degenerasi media, kerusakan lamina elastis,
dan fragmentasi otot polos arteri. Etiologi yang paling sering menyebabkan
perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar
otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis
aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti :
1. Aneurisma sakuler (berry)

Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)

28
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna
(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
dipopia).
2. Aneurisma fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut


aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen
intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan
arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis
dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris
dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal
terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani
secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah
normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.

29
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa
disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami
regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari
jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu
atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa
melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak
dapat menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya
vena akan merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah
tambahan yangberasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan
mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi pada
aneurisma.21 MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau
kraniotomi.20

2.6.3 Epidemiologi SAH


Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO
(Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62%
timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya adalah
MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-
laki daripada wanita.17

2.7 Patofisiologi SAH


Dua mekanisme utama yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada
penyakit stroke adalah sumbatan (iskemik) dan pendarahan (hemoragik). Pada
stroke iskemik, yang mewakili 80% semua kejadian stroke, adanya penurunan
atau tidak adanya aliran darah untuk memenuhi kebutuhan neuron. Efek yang

30
ditimbulkan keadaan sistemik ini sangat cepat, karena otak tidak mendapatkan
glukosa dan oksigen yang merupakan substansi utama untuk metabolismenya.2
Hipertensi adalah penyebab tersering dari stroke hemoragik. Hipertensi
yang berlangsung lama menghasilkan degenerasi media, kerusakan lamina
elastis, dan fragmentasi otot polos arteri. Etiologi yang paling sering
menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu
arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). 3 Aneurisma
intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama. Hampir
85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam
sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri
communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri
bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar
adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.18
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang
dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial
dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial
terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami
perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis
dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk
vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan
kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali
kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan
aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk
resiko rupture menjadi rendah.18
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan
kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur.
Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada
aneurisma yang tidak rupture.18
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam
kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia

31
antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan
dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas
berat.18

Gambar 4. Lokasi aneurisma

Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti
memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu
sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal
sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi
pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat
mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture dan mengalami
perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi
terkait perdarahan kedua hampir 70%.18
Aliran darah di sistem intrakranial dan ekstrakranial berkurang karena
perdarahan hingga terjadi proses kompensasi. Jika keadaan ini terus
berlangsung, mekanisme kompensasi dapat mengalami kegagalan. Jika hal ini
terjadi dapat menyebabkan penurunan perfusi ke otak yang berujung pada
kematian sel-sel otak.14 Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut

32
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.14

2.8 Gambaran Klinis SAH

2.8.1 Gambaran klinis Pecahnya Aneurisma


Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang
besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan
mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada
umumnya tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita
maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum
terjadinya perdarahan yang hebat.19
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan
kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai
mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita
mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu,
aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda
dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak
bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang
terlokalisasi.19
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan
defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di
daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat

33
menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada
arteri karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak
menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan
sindrom sinus kavernosus.19
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio
basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius.19
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan
lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja
atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau
intraventrikular. Dengan demikian tanda klinis dapat bervariasi mulai
dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat
dan koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral.19
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma,
biasa terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada
beberapa hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa
komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom
intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan
labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena
sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior.19
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi
langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang
keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus
optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri
kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka
hal itu bersifat patognomik untuk PSA.19
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup
luas atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat

34
dari munculnya vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah
parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan secara ekstra-
aksial. 19
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada
penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh
cabang-cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan
mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih
lama lagi. 19

2.8.1 Gambaran klinis stroke menurut pembuluh darah yang terkena


Topografi lesi pada stroke bergantung pada daerah
vaskularisasi yang terpengaruh. Letak perdarahan pada stroke
perdarahan diklasifikasikan oleh beberapa bagian, yaitu:

a. Hemisfer serebri
Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri
sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri
kiri mengendalikan kemampuan memahami dan mengendalikan
bahasa serta berkaitan dengan berpikir ”matematis” atau ”logis”,
sedangkan hemisfer serebri dextra berkaitan dengan ketrampilan,
perasaan dan kemampuan seni.
b. Ganglion Basalis
Fungsional peranan umum ganglion basal adalah untuk bekerja
sebagai stasiun-stasiun pemprosesan yang menghubungkan korteks
serebrum dengan nucleus thalamus tertentu dan akhirnya berproyeksi
ke korteks serebrum. Kerusakan pada ganglion basalis akan
mengakibatkan penderita mengalami kesukaran untuk memulai gerak
yang diinginkan.
c. Batang Otak

35
Batang otak adalah bagian otak yang masih tersisa setelah hemisfer
serebri dan serebelum diangkat. Medula oblongota, pons dan otak
tengah merupakan bagian bawah atau bagian infratentorium batang
otak. Kerusakan pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
berupa nyeri, suhu, rasa kecap, pendengaran, rasa raba, raba
diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat dan tekstur.
d. Serebelum
Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi
untuk mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan.
Kerusakan pada daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung.
Paleoserebelum, mengendalikan otototot antigravitas dari tubuh,
apabila mengalami kerusakan akan menyebabkan peningkatan reflex
regangan pada otot-otot penyokong. Neoserebelum, berfungsi sebagai
pengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama yang
memerlukan pengawasan dan penghentian, serta gerakan halus dari
tangan. Kerusakan pada neoserebelum akan mengakibatkan dysmetria,
intention tremor dan ketidakmampuan untuk melakukan gerakan
mengubah-ubah yang cepat.

2.9 Diagnosis
Diagnosis stroke perdarahan didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari
hasil pemeriksaan.23 Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi
(USG) dan Angiografi cerebral.24

Tabel 2. Perbedaan Manifestasi Klinis Antara Stroke Hemoragik dan Iskemik

Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada usia  Penyebab  Sering  Gejala

36
dekade 5-8 terbanyak didahului mendadak
 Tidak ada gejala pecahnya aneurisma dengan TIA  Sering
prodormal yang jelas.  Sering terjadi pada  Sering terjadi terjadi pada
Kadang hanya berupa dekade 3-5 dan 7 pada waktu waktu
nyeri kepala hebat,  Gejala prodormal istirahat dan bergiat
mual, muntah. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Umumnya
 Sering terjadi waktu hebat  Biasanya kesadaran
siang, waktu bergiat,  Kesadaran sering kesadaran bagus
waktu emosi terganggu bagus  Sering
 Sering disertai  Rangsang  Sering terjadi terjadi pada
penurunan kesadaran meningeal positif pada dekade 6- dekade 2-3
8 dan 7.
 Harus ada
sumber
emboli
Hasil CT Scan: hiperdens Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT
hiperdens hipodens Scan:
hipodens

Selain dari sisi gejala klinik dalam mendiagnosis kasus stroke juga bisa
menggunakan skor siriraj dan algoritma gajah mada.12

37
Gambar 4. Siriraj Score

 Concious: 0: kompos mentis, 1: samnolen, 2: stupor/koma


 Muntah: 0: tidak ada, 1: ada
 Nyeri kepala: 0: tidak ada, 1: ada
 Ateroma: 0: tidak ada, 1: salah satu (DM, angina, penyakit pembuluh
darah).

Kesimpulan:
<-1: stroke iskemik
-1 – 1: meragukan
>1: stroke hemoragik.11
Adapun untuk algoritma Gadjah Mada

38
Gambar 5. Skor Gajah Mada

Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan


neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold
standard adalah CT-Scan atau MRI.12

Gambar A.CT-Scan Hipodens Gambar B.CT-Scan Hiperdens

39
Tabel 3. Perbedaan Stroke
Gejala Klinis PIS PSA Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah pada Tidak, kecuali lesi
Sering Sering
awalnya di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan
Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering di awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
NIII

2.10 Tatalaksana16
a. Tatalaksana Umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
 Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
 Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
 Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
 Analgetik dan antipiterik
 Gastroprotektor, jika diperlukan
 Manajemen nutrisi
 Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
b. Tatalaksana Spesifik
 Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
 Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
 Manajemen gula darah (insulin, anti diabetic oral)
 Pencegahan perdarahan ulang (Vit. K, antifibrinolitik)
 Pencegahan vasospasme (Nimodipin)
 Neuroproektor

40
 Perawatan di Unit Stroke
 Neurorestorasi
c. Tindakan Intervensi/Operatif
 Clipping Aneurisma
Standar terapi aneurisma adalah klipping neurosurgical.Aliran
darah ke aneurisma dihentikan dengan memasang klip sementara
pada bagian proksimal arteri feeding dan atau cabang-cabangnya,
sebuah teknik yang dinamakan jebakan aneurisma. Cara ini
membuat aneurisma tidak terlalu pulsatil untuk persiapan klip
permanen dan mengendalikan perdarahan yang mungkin bisa
terjadi akibat rupture aneurisma prematur intraoperasi.
 Coiling aneurisma
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) tahun 2002
membandingkan pasien dengan aneurisma yang diterapi dengan
klipping dan yang diterapi dengan coiling endovaskular. Hasilnya,
dalam 1 tahun paska terapi, rerata kematian dan angka
ketergantungan secara signifikan menurun pada kelompok pasien
dengan coiling. Prosedur coiling dengan kateter yang kurang
invasive dibandingkan klipping neurosurgical, menurunkan angka
morbiditas terutama pada pasien tua. Coiling endovaskular telah
menjadi standar terapi pada lesi vertebrobasilar yang sulit di
operasi, terutama pada apeks arteri basilaris.
 VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi
d.Edukasi
 Penjelasan mengenai rencana perawatan, biaya, pengobatan, prosedur,
 masa dan tindakan pemulihan dan latihan
 Penjelasan mengenai prosedur/tindakan yang akan dilakukan serta risiko
dan komplikasi
 Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi
 program pemulangan pasien (Discharge Planning)

41
2.11 Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan16
 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
Semua pasien dicurigai TIA dan stroke akut setelah diberikan penanganan
awal ABC, segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis saraf.

 PPK 2 (RS tipe B dan C) :


- Pemeriksaan lab, EKG, Ro Thorax, CT Scan, Doppler Carotis dan
- TCD/TCCD
- Talaksana emergensi dan medis sesuai dengan ketersediaan fasilitas
- Rujuk untuk tindakan neurointervensi/bedah ke PPK 3

 PPK 3 (RS tipe A) :


- Pemeriksaan penunjang seperti di PPK 2 ditambah MRI, Angiografi
(CTA/MRA/DSA), Doppler Carotis dan TCD/TCCD
- Talaksana emergensi dan medis komprehensif
- Tatalaksana neurointervensi
- Tatalaksana bedah saraf

2.12 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke
yaitu:2
a. Dekubitus
Dapat terjadi akibat tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/ lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, bokong dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Trombosis
Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.

42
c. Kekuatan otot melemah
Terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada otot atau sendi.
Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis
Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada tulang.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
e. Depresi dan efek psikologis
Dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah tua. 25%
menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3
bulan pasca stroke.
f. Inkontinensia dan konstipasi
Pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan cairan dan intake
makanan serta pemberian obat.
g. Spastisitas dan kontraktur
Umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang
lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulderhandsyndrome) terjadi pada
27% pasien stroke.

Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius


lainnya, seperti:
a. Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.

43
b. Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat berkontraksi, membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan
stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
c. Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

2.13 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.11

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan


sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan
sebagai berikut: 12
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak
bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.

44
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau “disability”
tersebut.

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

45
Ny.Y, 50 tahun datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD Palembang Bari
tidak bias berjalan karena mengalami kelemahan sesisi tubuh bagian kanan secara tib
a-tiba sejak 1 jam SMRS. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secaramendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri(stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Kelemahan pada
sisi kanan sendiri menunjukkan bahwa area otak yang mengalami masalah adalah sisi
yang berlawanan atau kontralateral yang mana pada kasus ini yang mengalami
gangguan adalah pada hemisfer kiri serebri.6
Penderita mengalami kelemahan sesisi tubuh kanan saat sedang beraktifitas
keluhan terjadi secara tiba tiba tanpa disertai kehilangan kesadaran. Hal ini dapat
terjadi karena pada stroke hemoragik (subarcahnooid) terjadi rupture aneurima yang
di pacu oleh peningkatan tekanan darah karena melakukan aktifitas. Berdasarkan
gejala klinis dari stroke hemoragik (subarachnoid) yaitu ditemukannya hemiparese
secara tiba tiba dengan sering terjadi penurunan kesadaran. Namun pada kasus ini
tidak terjadi penurunan kesadaran dikarenakan perdarahan subarachnoid masih
sedikit.6 Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat. Saat
sebelum serangan penderita mengalami sakit kepala hebat, ada mual dan muntah,
tanpa disertai kejang dan demam, tanpa disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah.
Adanya sakit kepala yang hebat dikarenakan adanya pembuluh darah yang pecah
mual dan muntah menunjukan adanya peningkatan tekanan intrakanial.19 Keluhan ini
dapat digunakan sebagai gejala klinis untuk menyingkirkan dari diagnosis stroke non
hemoragik.6 Tidak adanya kejang mengarahkan pada letak lesi kemungkinan bukan
terdapat di korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di korteks serebri biasanya
terjadi kejang akibat aktivitas neuronal motorik berlebihan.6
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara tulisan dan isyarat
dapat mengungkapkan secara lisan. Penderita juga masih mengerti isi pikiran orang
lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Hal ini menunjukan bahwa
tidak ada afasia motorik kortikal. Saat bicara mulut penderita mengot dan terdapat

46
pelo saat berbicara. Mulut mengot dan bicara pelo menunjukkan terdapat lesi pada
nervus fasialis (N. VII) dan lesi pada nervus hypoglossus (N. XII).6
Saat serangan penderita tidak disertai dada berdebar-debar, sesak tidak ada.
Hal ini membuktikan menunjukan bahwa etiologi dari penyakit ini bukan dari emboli
serebri dan trombolitik serta tidak ada penyakit jantung. Karena trombus mural
jantung merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit
katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik yang dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan mendadak pembuluh darah besar otak. 12 Penderita
sering mengeluh sakit kepala pada bagian belakang yang timbul pada pagi hari dan
berkurang pada malam hari. Hal ini disebabkan karena adanya riwayat hipertensi
pada penderita. Tekanan darah yang tinggi, seringkali menyebabkan rupturnya
pembuluh darah utama di otak, yang diikuti oleh kematian pada sebagian besar otak.
Karena terjadinya vasokontrikisi pembuluh darah suplai ke jaringan otak menurun
sehingga menyebabkan rasa sakit pada kepala.22
Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, riwayat diabetes
melitus tidak ada, riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat kolesterol tidak ada,
riwayat penyakit jantung tidak ada. Penderita tidak merokok dan juga tidak meminum
alcohol. Penderita memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Hal ini
menunjukan bahwa etiologi dari penyakit yang di derita pasien karena adanya
hipertensi yang kronis.16,22.
Pada pemeriksaan fisik pasien juga terdapat refleks Babinsky yang positif dan
adanya gerak rangsang meningeal kakuk kuduk positif yang menunjukan adanya di
Refleks Babinsky menunjukkan adanya lesi upper motor neuron (UMN) yang berarti
kerusakan berada pada saraf pusat. Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi
menimbulkan kelumpuhan UMN pada belahan tubuh sisi kontralateral. Keadaan
tersebut dikenal sebagai hemiparalisis atau hemiplegia. Kerusakan yang menyeluruh,
tetapi belum membutuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan
kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang. Dalam hal
ini digunakan istilah hemiparesis.6

47
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium: hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polistemia, selain itu juga pemeriksaan laju endap
darah untuk mendeteksi terjadi giant cell arteritis atau vaskulitis lainnya, selanjutnya
gula darah untuk melihat DM, hipoglikemia atau hiperglikemia, kemudian lipid
serum untuk melihat faktor risiko stroke.13
Selain itu pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT Scan Kepala Non
Kontras untuk melihat apakah ada lesi hipoden pada daerah capsula
interna.Pemeriksaan CT scan non kontras adalah pilihan utama/gold standart karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat;
sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah seranga
n.23 CT‐scan dan MRI merupakan pemeriksaan yang penting untuk membedakan
stroke non hemoragik, perdarahan intraserebral, perdarahan, subarakhnoid,
malformasi arteriovenosus dan trombosis sinus/vena. Untuk mendeteksi perdarahan
CT‐scan lebih banyak dipilih, sedangkan MRI dapat mendeteksi lesi iskemik.

Diagnosis Banding Klinis

LMN (Perifer)/ Flaksid UMN (Sentral)/ Spastik Pada Penderita


Hipotonus Hipertonus Hipertonus
Hiporeflexi Hiperrefleks Hiperrefleks
Refleks patologis (-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (+)
Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)
Jadi kelemahan yang dialami pada pasien yaitu tipe spastik

Diagnosa Banding Topik


Lesi di subkorteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:

Defisit motoric Hemiparese dextra tipe spastik

Afasia motorik subcortical Tidak ada afasia motorik subcortical

48
Kelemahan lengan dan tungkai Terdapat kelemahan sama berat pada lengan
sama berat dan tungkai.

Jadi kemungkinan lesi di subcortex cerebri dapat disingkirkan

Lesi di korteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:

- Defisit motoric - Hemiparese dextra tipe spastik

- Gejala iritatif - Tidak terdapat gejala iritatif berupa kejang

- Gejala fokal (kelemahan lengan - Tidak terdapat gejala fokal berupa


dan tungkai tidak sama berat) kelumpuhan lengan dan tungkai yang tidak
sama berat

- Gejala defisit sensorik pada sisi - Tidak terdapat gejala sensorik pada sisi kan
yang lemah an

- Afasia motorik kortikal - Tidak ada afasia motoric kortikal

Jadi kemungkinan lesi di korteks serebri tidak dapat ditegakkan.

Lesi di kapsula interna hemisfer: - Pada penderita ditemukan gejala:

- Gejala defisit motoric - Hemiparese dextra tipe spastik

- Parese N. VII - Terdapat parese N. VII tipe sentral

- Parese N. XII - Terdapat parese N. XII tipe sentral

- Kelemahan di lengan dan tungkai - Terdapat kelemahan di lengan dan


sama berat tungkai yang sama berat

Jadi kemungkinan lesi di kapsula interna dapat ditegakkan karena memenuhi 4


dari 4 penilaian.

Kesimpulan: diagnosa topik pada penderita lesi di kapsula interna hemispherium


cerebri sinistra

49
Diagnosis Banding Etiologi

1) Hemorrhagic
Pada penderitaditemukangejala :
- Kehilangankesadaran> 30 menit
- Tidak ada penurunan kesadaran
- Terjadisaataktivitas
- Terjadisaataktivitas
- Didahuluisakitkepala, mual dan
- Nyeri kepala, mual dan muntah
atautanpamuntah
- Memiliki riwayat hipertensi
- Riwayat Hipertensi
Jadi, kemungkinan etiologi hemoragik dapat ditegakkan

2) Trombosisserebri Pada penderitaditemukangejala

- Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran


- Terjadi saat istirahat Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi trombosis dapat disingkirkan.

3) Emboli Cerebri Pada penderitaditemukangejala :

- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak terjadi penurunan kesadaran


- Didahului jantung berdebar - Tidak terdapat jantung berdebar
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan

Kesimpulan: diagnosa etiologi pada pasien adalah CVD Hemoragik

Pada kasus diberikan tatalaksana non farmakologi dan farmakologi. Untuk


non farmakologi dapat di lakukan tirah baring, diet rendah garam, dan fisioterapi. Hal
ini bertujuan untuk menunjang perbaikan klinis pasien. untuk member kemampuan
kepada penderita yang telah mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis,
agar dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya.27
Tatalaksana farmakologi di lakukan pemberian cairan perawatan NaCl atau
cairan RL untuk keseimbangan cairan karena adanhya perdarahan. Cairan yang dapat
diberikan berupa kristaloid maupun koloid secara intravena. Pada umumnya,
kebutuhan cairan 30 ml/KgBB per hari. Pemasangan kateter diperlukan untuk
mengukur banyaknya urine yang diproduksi dalam 24 jam.27

50
Pada pasien ini diberikan obat antihipertensi amlodipin 1x10mg. Amlodipine
merupakan golongan dihidropiridin yang bersifat vaskuloselektif yaitu menurunkan
resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung. Karena efek inotropik negative
rendah pada amlodipine. Selain itu, perlu pmeberian antibiotik sebagai pencegahan
terhadap infeksi sekunder. Pada pasien ini diberikan ceftazidime 2x1gr. Dan juga
neuroprotektor Neurodex 1x1 untuk melindungi sel-sel saraf. Keuntungan-
keuntungan dari pemakaian neurodex, yaitu mengatur metabolisme saraf terutama
pada saraf tepi, membantu proses pembentukan energy.27
Pemberian Asam traneksamat,antifibrinolitik yang menghambat pemutusan
benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
Dosis oral 1-1.5 gr (15-25 mg/Kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan
0.5-1 gr (10 mg/KgBB) 3 kali sehari. Dosis infus kontinyu 25-50 mg per Kg setiap
hari. Sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.27
Pemberian Calcium Channel Blocker nimodipine 60mg/4 jam untuk
pencegahan vasospasme . Nimodipin diindikasikan untuk perbaikan hasil neurologis
dengan mengurangi insiden dan keparahan defisit iskemik pada pasien dengan
perdarahan subarakhnoid dari aneurisma pecah yang di baik kondisi neurologis
pasca-tekanan ritmik.30. Dan pemberian ketorolac 2x30mg/hari digunakan untuk
keluhan nyeri kepala yang hebat.29. Sitikoline merupakan bentuk vitamin B kolin yang
dapat ditemukan pada semua sel. obat ini berfungsi mencegah kerusakan otak dan
membantu pembentukan membrane sel pada otak dengan cara meningkatkan sintesis
fosfatidhilkolin dan sfingomielin yang dapat menjamin keseimbangan aktivitas
neurontranmisi Na+K+ATPase antar sel di system saraf pusat.28

51
Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and research


classification. Geneva: World Health Organization; 1978
2. Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam.
http://www.yastroki.or.id/ read.php? id=317. Diakses 26 Januari 2021
3. Khairunnisa N. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke
Nonhemorrhagic. JUKE Unila. 2014; 2(3):53.
4. Roger VL, Go AS, Lloyd‐Jones DM,Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB,
dkk.Heart Disease And Stroke Statistics‐2012 update: a report from the
American Heart Association. Circulation.2012;125(1): e2‐e220.
5. Shiber JR, Fontane E, Adewale A. Stroke registry: Hemorrhagic vs Ischemic
Strokes. Am J Emerg Med. 2010; 28(3):331‐3.
6. Mardjono M. Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Jakarta; 2009.
7. Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan
DanPemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
8. Price, S & Wilson, L, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit. Edisi
6. EGC, Jakarta. 2005.
9. Ganong, W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. EGC, Jakarta. 2009.
10. Purves, dkk. Neuroscience. ThirdEdition. Massachusetts, SinauerAssociates,
Inc. 2004.
11. Wijaya, A.K. 2011. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. SMF
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
12. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.
13. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke. Jakarta:
PERDOSSI. Hal. 32-41

52
14. Johnson W, Onuma O, Owolabi M, Sachdev S. Stroke: a global
responseisneeded. Bulletinofthe World HealthOrganization. 2016 Sep
1;94(9):634.
15. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). Kementrian Kesehatan Reprublik Indonesia.
16. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke. Jakarta:
PERDOSSI. Hal. 157-159
17. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
18. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage.
Netter's Neurology2014. p. 526-37.
19. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Pres; 2011.
20. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39.
21. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield
Clinic. 2013
22. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/
23. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovasculardiseases. Dalam: Kasper
DL, Braunwald E, Hauser S,Longo D, Jameson JL, Fauci AS, editor. Edisi ke-
16.Harrison's principles of internal medicine. New York:McGraw-Hill; 2005.
hlm. 2372-92.
24. Sutrinso A. Stroke? You must know before you get it!.Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama; 2007. hlm. 52-68.
25. Chipko, N. A. V. 2019. Gangguan Berbahasa pada Penderita Afasia Motorik K
ortikal. Prosiding Senasbasa Volume 3 Nomor 2; 795-802.
26. Magistris F, Bazak S, Martin J.Intracerebral hemorrhage: pathophysiology,
diagnosis and management. MUMJ. 2013;10(1): 15‐22.

53
27. Julianti,Norma. “ Hemorrhagic stroke on erdelry man With Uncontrolled
Hypertension”. (Laporan Kasus).Faculty Of Medicine Lampung University.
JAgromed Unila Vol 2 No 1 Februari 2015 33-38.
28. Doijad RC,Pathan AB,Pawar NB,Baraskar SS,Maske VD,Gaikwad SL.
Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as
Fixed Dose Combination. Asian J Biomedical and Pharm Sci.
2012; 2(12):15-20
29. Gilroy J.Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd
edition.2000 New York: McGraw Hill. Hal. 225-8.
30. Harsono. “The Characteristics of Subarachnoid Hemorrhage” Majades
Kedokteran Indonesia.2009. Vol. 59, No. 1, p. 20-26.

54

Anda mungkin juga menyukai