Anda di halaman 1dari 18

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Anatomi Appendix

Appendix adalah suatu tabung kecil yang buntu berasal dari caecum

pada pertemuan tiga taenia coli (bagian distal ileocaecal junction). Appendix

merupakan bagian dari usus besar yang bentuknya seperti cacing dan dalam

bahasa latin disebut appendix vermiformis. Pada umumnya appendix

vermiformis terletak diregio ossa iliaca dextra pada titik Mc Bourney atau

sepertiga dari garis yang ditarik dari spina iliaca anterior superior dextra ke

umbilicus.

1 Keterangan:
1. Letak appendix di
RUQ
2 2. Letak appendix di RLQ
3. Letak appendix di Mc.
3 Bourney
4. Letak appendix di RLQ
5 5. Letak appendix di RLQ
4

Gambar 2.1 Letak Mc. Bourney (Netter, 2017)

Appendix memiliki panjang yaitu sekitar 8-10 cm, yang berpangkal

pada sekum. Sekum adalah bagian usus besar yang terletak diperbatasan

6
7

ileum dan usus besar. Appendix ditutupi seluruhnya oleh peritoneum, yang

melekat pada lapisan bawah mesentrium intestinum tenue. Lebih tepatnya

appendix terletak pada Right Lower Quadran (RLQ).

Gambar 2.2 4 Kuadran pada Abdominal (Bontrager, 2014)

Pada daerah abdomen dibagi menjadi empat kuadran yaitu untuk yang

pertama Right Upper Quadran (RUQ) yang terdiri dari liver, gallbladder,

hepatic, duodenum, head pancreas, right kidney, right suprarenal, gland.

Yang kedua ialah Left Upper Quadrant (LUQ) yang didalamnya terdapat

spleen, stomach, splenic, tail of pancreas, left kidney, left suprarenal, gland.

Untuk yang ketiga Right Lower Quadrant (RLQ) didalamnya terdapat

ascending colon, appendix, ileocaecal valve. Untuk yang terakhir Left Lower

Quadrant (LLQ) yang terdiri dari dencending colon, sigmoid colon, 2/3

jejunum.

Appendix merupakan sisa organ vestigial atau struktur yang sebelumnya

mempunyai fungsi digestivus kemudian dalam perkembangannya mengalami


8

rudimenter. Kejadian appendicitis meningkat pada orang yang intake

makanannya rendah serat. Beberapa penyebab obstruksi termasuk

hyperplasia lymphoid atau infeksi sering terjadi pada anak-anak dan dewasa,

fecal stasis sering terjadi pada orang tua.

Kedudukan pangkal appendix tetap, sedang ujung appendix dapat

berada di paracolica yaitu terletak pada sulcus di sisi luar sekum (8,4%),

rectocaecal yaitu terletak di belakang sekum dan mungkin sebagian atau

seluruh appendix terletak retroperitoneal (63%), pelvical yaitu appendix

mengarah ke cavum pelvis (33%), preileal yaitu appendix mengarah ke

promontorium (1%), post ileal (1%), subcaecal (2%) (Ana Madjawati, 2007).

Keterangan:
3 1. Ileocaecal valve
1 2. Caecum
3. Terminal ileum
4. appendix

2
4

Gambar 2.3 Anatomi Appendix (Bontrager, 2014)

2. Fisiologi Appendix

Secara fisiologis appendix menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir

tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis

appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated


9

Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendix adalah IgA, Imunoblobulin tersebut sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendix tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe sangat kecil

jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Appendix diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sekretorik di saluran

pencernaan, namun pengangkatan appendix tidak menimbulkan defek fungsi

sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000).

3. Patologi Appendix

Beberapa patologi yang terjadi pada appendix vermiformis adalah sebagai

berikut:

a. Appendicitis

Appendicitis adalah peradangan pada appendix vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat

mengenai semua umur baik laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer,

2010).

Appendicitis jarang terjadi pada tahun pertama kehidupan, akan

tetapi akan menjadi lebih sering dijumpai pada tahun kedua dan

seterusnya. Saat masa kanak-kanak, bentuk apendix mayoritas tidak lurus,

tetapi memperlihatkan lipatan serta balitan anguler. Apabila appendix

mengalami inflamasi, maka akan terdapat akumulasi eksudat purulen

dalam lumen dan terjadi obstruksi. Suplai darah akan mengalami

kerusakan yang akan berakibat terjadinya gangren pada awal penyakit.


10

Darah akan memasuki cavum peritoneum, aktivitas bakteri meningkat

pada appendix yang mengalami inflamasi pada appendix utuh atau

mengalami perforasi.

Secara klinis, obstruksi lumen merupakan penyebab utama

appendicitis. Obstruksi ini disebabkan karena pengerasan bahan feses

(fekolit). Bahan keras ini biasanya mengapur, terlihat dalam foto rontgen

sebagai appendikolit (15-20%) (Sodikin, 2011). Klasifikasi appendicitis

terbagi menjadi dua yaitu appendicitis akut dan appendicitis kronik

(Sjamsuhidayat, 2011).

1) Appendicitis Akut

Appendicitis akut adalah peradangan pada usus buntu atau

umbai cacing dan rasa sakit pada perut kanan bawah secara tiba-tiba.

Appendicitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendix merupakan

faktor penyebab hyperplasia jaringan lymphoid, fecalit, tumor

appendix dan cacing askaris juga sebagai penyebabnya. Penyebab lain

yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah erosi mukosa

appendix karena parasit E.histolytica. Kebiasaan terhadap akan

makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap tibulnya

appendicitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendix dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora colon biasa. Ini semua akan mempermudah

timbulnya appendicitis akut (Sjamsuhidajat, 2011)


11

2) Appendicitis Kronik

Appendicitis kronik adalah suatu peradangan pada usus buntu

yang sudah dirasakan selama lebih dari dua minggu. Diagnosis

appendicitis kronik baru dapat ditegakkan bila dipenuhi semua syarat,

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang

kronik, appendix secara makroskopik dan mikroskopik dan keluhan

menghilang setelah apedektomi. Kriteria mikroskopik appendicitis

kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendix, sumbatan partial

atau total lumen appendix, adanya jaringan parut dan ulkus lama di

mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

b. Mukokel appendix

Mukokel appendix merupakan dilatasi kistik dari appendix yang

berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal appendix, biasanya

berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa

infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kistadenoma

yang dicurigai dapat berubah menjadi ganas.

c. Tumor appendix

1) Adenokarsinoma appendix

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan

sewaktu apendektomi atas indikasi appendicitis akut. Karena bisa

bermetastasis ke limfoid regional, dianjurkan hemikolektomi kanan


12

agar yang akan memberikan harapan hidup yang jauh lebih baik

dibandingkan dengan hanya apendektomi.

2) Karsinoid appendix

Karsinoid appendix merupakan tumor sel argentafin appendix.

Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara

kebetulan pada pemeriksaan patologi terhadap spesimen appendix

dengan diagnosis prabedah appendicitis akut. Sindrom karsinoid

berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas

karena spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar

6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin

yang menyebabkan gejala tersebut diatas (Sjamsuhidajad, 2011).

d. Gambaran radiologis

Pada foto appendix / appendikogram tampak pelebaran (penebalan)

dinding mukosa appendix, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan

usus oleh fekalit. Kontras dapat mengisi lumen (filling), mengisi sebagian

(partial filling), dan tidak dapat mengisi (non filling) (Malueka,2007).

4. Prosedur Pemeriksaan Appendikografi

Appendikografi adalah suatu pemeriksaan radiografi untuk melihat lumen dan

mukosa appendix dengan menggunakan sinar-X dan bantuan media kontras

positif untuk menegakkan diagnose

a. Tujuan pemeriksaan
13

1) Untuk melihat anatomis dan fisiologis dari appendix

2) Untuk melihat ada tidaknya kelainan pada appendix

b. Indikasi pemeriksaan appendikografi

1) Appendicitis

2) Infeksi atau adanya udim (benjolan) pada appendix

c. Kontraindikasi pemeriksaan appendikografi

Menurut Malueka (2007) kontra indikasi pemeriksaan appendikografi

yaitu:

1) Perforasi

2) Kolitis berat, pada dinding colon menjadi sangat tipis dan ditakutkan

dapat terjadi perforasi.

3) Keadaan umum pasien jelek

4) Ileus paralitik

d. Persiapan pemeriksaan

1) Persiapan pasien

Menurut Malueka (2007) persiapan pasien untuk pemeriksaan

appendikografi adalah sebagai berikut:

a) Malam hari sebelum pemeriksaan jam 20.00 pasien minum obat

(Barium Sulfat) yang sudah diencerkan dengan air putih sebanyak

200-500 ml. Sebelum minum obat pasien diminta untuk buang air

besar terlebih dahulu


14

b) Setelah minum obat dilanjutkan puasa sampai pemeriksaan

dilakukan. Selama ini pasien tidak boleh buang air besar supaya

media kontras yang telah diminum tidak terbuang.

c) Pagi hari berikutnya pasien datang ke bagian radiologi jam 08.00

untuk dilakukan pemeriksaan.

2) Persiapan alat dan bahan

Alat-alat dan bahan yang dipersiapkan pada pemeriksaan

appendikografi antara lain:

a) Pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan fluoroskopi

b) Kaset dan film ukuran 35 cm x 43 cm

c) Marker

d) Grid atau bucky table

e) Baju pasien

f) Media kontras Barium Sulfat

e. Proyeksi pemeriksaan

1) Foto Polos Abdomen

a) Posisi pasien : Pasien dalam posisi terlentang (supine) di

atas meja pemeriksaan.

b) Posisi objek : Mengatur Midsagitalplane (MSP) tubuh

tepat pada pertengahan meja pemeriksaan,

kedua tangan diletakkan diatas dada,

mengatur pelvis supaya tidak terjadi

rotasi.
15

c) Titik sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Titik bidik : pada MSP tubuh setinggi kedua crista

iliaca

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : exposure pada saat pasien ekspirasi dan

tahan nafas.

Gambar 2.4 Posisi Foto Polos Abdomen (Frank, 2016)

Gambar 2.5 Radiograf Abdomen Polos (Frank, 2016)


16

2) Proyeksi Antero Posterior (AP)

a) Posisi pasien : pasien diposisikan tidur terlentang

(supine) di atas meja pemeriksaan dengan

kedua tangan berada di atas dada dan kaki

lurus.

b) Posisi objek : Mengatur Midsagitalplane (MSP) tubuh

tepat pada pertengahan meja pemeriksaan,

mengatur pelvis agas tidak rotasi.

c) Titik sumbu sinar : arah sumbu sinar vertikal tegak lurus

terhadap kaset.

d) Titik bidik : pada MSP tubuh setinggi kedua crista

iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : exposure pada saat pasien ekspirasi dan

tahan nafas.

Gambar 2.6 Proyeksi AP (Frank, 2016)


17

Gambar 2.7 Radiograf Proyeksi AP (Frank, 2016)

g) Krteria gambar : usus halus tampak terisi oleh kontras,tidak

ada rotasi pada pelvis, semua anatomi

pada abdomen dapat terlihat, barium

sudah sampai hingga sekum.

h) Tujuan : untuk menampakkan keseluruhan usus

halus

3) Proyeksi Postero Anterior (PA)

a) Posisi pasien : pasien diposisikan tidur tengkurap (prone)

di atas meja pemeriksaan dengan kedua

tangan fleksi disamping kepala.

b) Posisi objek : Mengatur Midsagitalplane (MSP) tubuh

tepat pada pertengahan meja pemeriksaan,

mengatur pelvis supaya tidak rotasi.

c) Titik sumbu sinar : arah sumbu sinar tegak lurus kaset.


18

d) Titik bidik : pada MSP tubuh setinggi kedua crista

iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : exposure pada saat pasien ekspirasi dan

tahan nafas.

Gambar 2.8 Proyeksi PA (Frank, 2016)

Gambar 2.9 Radiograf Proyeksi PA (Frank, 2016)

g) Kriteria radiograf : tampak keseluruhan usus halus, columna

vertebrae tampak tepat dipertengahan


19

radiograf, barium sudah sampai hingga

sekum.

h) Tujuan : untuk menampakkan keseluruhan colon

4) Proyeksi Right Posterior Oblique (RPO)

a) Posisi pasien : Pasien semi supine diatas meja

pemeriksaan.

b) Posisi objek : Pasien berada dipertengahan meja

pemeriksaan dan dimiringkan sehingga

membentuk sudut 350-450 terhadap meja

pemeriksaan. Tangan kiri difleksikan ke

depan kepala dan tangan kanan lurus di

belakang tubuh.

c) Titik sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Titik bidik : 1-2 inchi dari lateral menuju medial

setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : exposure pada saat pasien ekspirasi dan

tahan nafas.
20

Gambar 2.10 Proyeksi RPO (Frank, 2016)

Gambar 2.11 Radiograf Proyeksi RPO (Frank, 2016)


g) Kriteria gambar : flexura hepatica, colon asenden, caecum

dan sigmoid jelas, keseluruhan colon

tampak, flexura hepatica tampak lebih

membuka dibandingkan proyeksi AP.

h) Tujuan : untuk menampakkan flexura hepatica,

colon desenden.
21

5) Proyeksi Right Anterior Oblique (RAO)

a) Posisi pasien : pasien semi prone di atas meja

pemeriksaan.

b) Posisi objek : Pasien berada dipertengahan meja

pemeriksaan dan tubuh pasien

dimiringkan ke kanan sehingga

membentuk sudut 350- 450 terhadap meja

pemeriksaan, tangan kanan lurus di

samping tubuh, tangan kiri difleksikan ke

depan kepala, kaki kanan difleksikan dan

kaki kiri lurus.

c) Titik sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset.

d) Titik bidik : 1-2 inchi dari lateral menuju medial

setinggi crista iliaca.

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : exposure pada saat pasien ekspirasi dan

tahan nafas.

Gambar 2.12 Proyeksi RAO (Frank, 2016)


22

Gambar 2.13 Radiograf Proyeksi RAO (American Journal, 1982)

g) Kriteria gambar : flexura hepatica, colon asenden, caecum,

keseluruhan kolon tampak, flexura

hepatika tampak lebih membuka.

h) Tujuan : untuk menampakkan flexura hepatica,

colon asenden, dan sigmoid.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan appendikografi pada kasus appendicitis di

Instalasi Radiologi R.A Kartini Jepara?

2. Bagaimana persiapan pasien, alat dan bahan pada pemeriksaan

appendikografi dengan kasus appendicitis di Instalasi Radiologi R.A Kartini

Jepara?

3. Bagaimana prosedur pemasukan media kontras barium sulfat dalam

pemeriksaan appendikografi dengan indikasi appendicitis di Instalasi

Radiologi R.A Kartini Jepara?

4. Mengapa dilakukan puasa 6 jam setelah pemasukan media kontras?


23

5. Proyeksi apa saja yang digunakan pada pemeriksaan appendikografi dengan

kasus appendicitis di Instalasi Radiologi R.A Kartini Jepara?

6. Mengapa menggunakan tambahan proyeksi LLD pada pemeriksaan

appendikografi dengan kasus appendicitis di Instalasi Radiologi R.A Kartini

Jepara?

Anda mungkin juga menyukai