Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIQH MAWARIS

Kewarisan Al Khunsa (Banci) dalam Hukum Waris Islam

Disusun Oleh :

Nama : Ahmad Zaini Syukri (0202191003)

Prodi : Perbandingan Madzhab II A

Ruang Kelas : 207

Dosen Pembimbing :

Abd Rahim, DR. M Hum

PRODI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala bentuk pujian hanya milik Allah yang telah memberikan saya kesehatan dan

kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Fiqh Mawaris Tentang “Kewarisan Al

Khunsa (Banci) dalam Hukum Waris Islam” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Sholawat Serta Salam Semoga tercurah kepada Intannya Kota Makkah dan

Berliannya Kota Madinah Nabi Muhammad SAW. Dan juga saya berterima kasih pada bapak

Abd Rahim, DR. M Hum

selaku dosen Fiqh Mawaris yang telah memberikan tugas kepada saya. Saya sangat

berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh karena

itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang akan

datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang berkenan dan

kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah di

masa yang akan datang

Serdang Bedagai, 7 Juni


2020
Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits Nabi SAW:

“Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan) mengingat dari alat

kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air kecil.”(HR Ibnu Abbas)

Dari Hadits diatas dapat ditafsirkan bahwa Seorang yang banci (Khuntsa) mendapatkan bagian

warisan, dalam makalah ini akan kami paparkan tentang Warisan khuntsa yang mencatup dalam

rumusan masalah di bawah ini

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Khuntsa?

2. Bagaimana perbedaan ulama mengenai warisan khuntsa?

3. Apa hukum kewarisan Khuntsa?

4. Bagaimana cara Pembagian Warisnya?

C. Tujuan Penulisan
Maksud dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu

tugas mata kuliah mawaris II. Sedangkan tujuan dari penulisan Makalah ini adalah:

1. Mengembangkan kreativitas dan wawasan penulis.

2. Memberikan uraian tentang Kewarisan khuntsa.

3. Menelaah lebih lanjut mengenai hukum kewaris khuntsa.

4. Mengetahui bagaimana cara perhitungan didalam kewarisan khuntsa.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Khuntsa

Pengertian al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil dari kata khanatsa berarti

‘lunak‘ atau ‘melunak‘. Misalnya, khanatsa wa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau

cara jalan seorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok. Karenanya

dalam hadits sahih dikisahkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Allah SWT melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai

laki-laki.”Adapun makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang yang mempunyai alat

kelamin laki-laki dan kelamin wanita (hermaphrodit), atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin

sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya

tidak ada kejelasan. Sebab, setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila

tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin perempuan. Kejelasan jenis kelamin seseorang

akan mempertegas status hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai bagiannya.

Seorang khuntsa ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya.

Khuntsa seperti ini disebut khuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak mungkin lagi

untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu disebut khuntsa musykil.1

1
Rieffie An-nisa, http://www.hidayatullah.com, (Online 10 Mei 2011).
Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekali tidak ada

disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendatipun

dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari

mana ia membuang “air kecil”. Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki

dan mendapatkan hak waris sebagaimana kaum laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine

dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita. Namun,

bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan,

maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa munsykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang

masa akil baligh.

Orang yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian

warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsa karena dalam

sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian warisan yang

diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli waris, 2

maka ada tujuh macam orang yang ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh

orang itu adalah:

1. anak

2. cucu

3. Saudara (kandung, sebapak, atau seibu)

4. anak saudara atau keponakan (kandung atau sebapak)

5. paman (kandung atau sebapak)

2
Achmad Yani, http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/05/tanya-jawab-2-warisan-bagi-banci.html, (Online
10 Mei 2011).
6. anak paman atau sepupu (kandung atau sebapak)

7. mu’tiq (orang yang pernah membebaskan si mayit)

Selain ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa. Sebagai contoh, suami

atau isteri tidak mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga

dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek; keempat macam orang ini tidak mungkin khuntsa karena

mereka sudah jelas memiliki anak dan atau cucu.3

B. Perbedaan Ulama Mengenai Hak Waris Khuntsa

Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama mengenai pemberian hak waris kepada banci

musykil ini:

 Menurut Imam Hanafi

Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan

ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.

 Menurut Imam Maliki

Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan

perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).

 Menurut Imam Syafi’i

3
ibid.,
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua

perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau

sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.

Imam Hambali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan

menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan

menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat Imam Maliki.

C. Hukum Khuntsa dan Cara Pembagian Warisnya

Untuk Khuntsa menurut pendapat yang paling rajih hak waris yang diberikan

kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya, keadaan bila ia

sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang

menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan

tertentu di antara ahli waris, atau sampai Khuntsa itu meninggal hingga bagiannya

berpindah kepada ahli warisnya.

Makna pemberian hak Khuntsa dengan bagian paling sedikit menurut kalangan

fuqaha mawaris mu’amalah bil adhar yaitu jika Khuntsa dinilai sebagai wanita bagiannya

lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita, dan

bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai

laki-laki. Bahkan, bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status harus ditiadakan

haknya, maka diputuskan bahwa Khuntsa tidak mendapatkan hak waris.


Bahkan dalam mazhab Imam Syafi’i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari

ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya Khuntsa dalam salah satu dari dua status

(yakni sebagai laki-laki atau wanita), maka gugurlah hak warisnya.4

D. Beberapa Contoh Amaliah Hak Waris Banci

Contoh :

1. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang

Khuntsa.

Penyelesaiannya :

 Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada dua orang anak laki-laki. Keduanya dalam

hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-

masing memperoleh 1/2 bagian.

 Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak

perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan

bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki

memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3.

Dari kedua macam anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Menurut Mazhab Hanafi

 Bagian anak laki-laki = 2/3

 Bagian anak banci = 1/3

2. Menurut Mazhab Maliki

 Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3) = 7/12

 Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) = 5/12

4
Saif, http://saif1924.wordpress.com/2008/10/19/hak-waris-bagi-banci/ (Online 10 Mei 2011).
3. Menurut Mazhab Syafi’i

 Bagian anak laki-laki =½

 Bagian anak banci = 1/3

 Sisa = 1/6 (ditahan sampai jelas statusnya)

2. Seorang perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli

warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara

sebapak yang khuntsa

Penyelesaiannya:

 Jika diperkirakan laki-laki:

 Suami = 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta

 Ibu = 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta

 Dua sdr lk seibu = 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta

 Khuntsa (Sdr lk sebapak) = Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)

 Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):

 Suami = 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta

 Ibu =1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta

 Dua sdr lk seibu =2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta

 Khuntsa (Sdr pr sebapak) = 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta

Dari kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Menurut Mazhab Hanafi

 Suami = Rp 18 juta

 Ibu = Rp 6 juta
 Dua sdr lk seibu = Rp 12 juta

 Khuntsa (Sdr sebapak) = tidak mendapat apa-apa

2. Menurut Mazhab Maliki

 Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta

 Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta

 Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta

 Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta

3. Menurut Mazhab Syafii

 Suami = Rp 12 juta

 Ibu = Rp 4 juta

 Dua sdr lk seibu = Rp 12 juta

 Khuntsa (Sdr sebapak) = tidak mendapat apa-apa

 Sisa = Rp 8 juta (ditahan sampai

status khuntsa jelas)

3. Seseorang wafat dengan meninggalkan ahli waris seorang ibu, seorang saudara

perempuan kandung, 2 orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara seibu yang

khuntsa.

Penyelesaiannya:

Dalam kasus ini, ahli waris yang khuntsa adalah saudara seibu. Karena bagian

warisan saudara seibu, menurut Al-Qur’an, baik laki-laki maupun perempuan adalah

sama saja, yaitu 1/6 jika seorang diri, atau 1/3 dibagi sama rata jika lebih dari

seorang, maka kasus khuntsa di sini tidak mempengaruhi bagian warisan untuk semua

ahli waris. Jadi pembagiannya adalah sebagai berikut:


 Bagian ibu = 1/6

 Bagian saudara perempuan kandung =½

 Bagian 2 saudara pr seibu + 1 saudara seibu khuntsa = 1/3

 (1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk

yang khuntsa, yaitu masing-masing mendapat 1/9 bagian).5

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

5
Zakkhi Zuhruff, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/09/perhitungan-warisan-.html, (online 10 Mei 2011).
khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan),

atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali

Menurut Imam Hanafi Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan

laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari

dua perkiraan laki-laki dan perempuan.

Menurut Imam Syafi’iSemua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang

terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai

persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan

(tawahub) di antara para ahli waris.

Menurut Imam Maliki Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari

dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).

Demikianlah cara pembagian warisan bagi khuntsa menurut tiga madzhab. Semoga ada

manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Rieffie An-nisa, http://www.hidayatullah.com, (Online 10 Mei 2011).

Achmad Yani, http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/05/tanya-jawab-2-warisan-bagi-banci.html, (Online 10


Mei 2011).
Ibid

Saif, http://saif1924.wordpress.com/2008/10/19/hak-waris-bagi-banci/ (Online 10 Mei 2011).

Zakkhi Zuhruff, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/09/perhitungan-warisan-.html, (online 10 Mei 2011).

Anda mungkin juga menyukai