Ahmad Zaini Syukri (0202191003) - Al Khunsa
Ahmad Zaini Syukri (0202191003) - Al Khunsa
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Segala bentuk pujian hanya milik Allah yang telah memberikan saya kesehatan dan
kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Fiqh Mawaris Tentang “Kewarisan Al
Khunsa (Banci) dalam Hukum Waris Islam” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Sholawat Serta Salam Semoga tercurah kepada Intannya Kota Makkah dan
Berliannya Kota Madinah Nabi Muhammad SAW. Dan juga saya berterima kasih pada bapak
selaku dosen Fiqh Mawaris yang telah memberikan tugas kepada saya. Saya sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang akan
datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah di
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan) mengingat dari alat
kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air kecil.”(HR Ibnu Abbas)
Dari Hadits diatas dapat ditafsirkan bahwa Seorang yang banci (Khuntsa) mendapatkan bagian
warisan, dalam makalah ini akan kami paparkan tentang Warisan khuntsa yang mencatup dalam
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Maksud dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu
tugas mata kuliah mawaris II. Sedangkan tujuan dari penulisan Makalah ini adalah:
PEMBAHASAN
A. Definisi Khuntsa
Pengertian al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil dari kata khanatsa berarti
‘lunak‘ atau ‘melunak‘. Misalnya, khanatsa wa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau
cara jalan seorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok. Karenanya
“Allah SWT melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai
laki-laki.”Adapun makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang yang mempunyai alat
kelamin laki-laki dan kelamin wanita (hermaphrodit), atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin
sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya
tidak ada kejelasan. Sebab, setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila
tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin perempuan. Kejelasan jenis kelamin seseorang
akan mempertegas status hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai bagiannya.
Seorang khuntsa ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya.
Khuntsa seperti ini disebut khuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak mungkin lagi
untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu disebut khuntsa musykil.1
1
Rieffie An-nisa, http://www.hidayatullah.com, (Online 10 Mei 2011).
Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekali tidak ada
disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendatipun
dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari
mana ia membuang “air kecil”. Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki
dan mendapatkan hak waris sebagaimana kaum laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine
dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita. Namun,
bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan,
maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa munsykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang
Orang yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian
warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsa karena dalam
sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian warisan yang
maka ada tujuh macam orang yang ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh
1. anak
2. cucu
2
Achmad Yani, http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/05/tanya-jawab-2-warisan-bagi-banci.html, (Online
10 Mei 2011).
6. anak paman atau sepupu (kandung atau sebapak)
Selain ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa. Sebagai contoh, suami
atau isteri tidak mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga
dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek; keempat macam orang ini tidak mungkin khuntsa karena
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama mengenai pemberian hak waris kepada banci
musykil ini:
Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan
ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
3
ibid.,
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua
perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau
sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.
Imam Hambali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan
menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan
Untuk Khuntsa menurut pendapat yang paling rajih hak waris yang diberikan
kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya, keadaan bila ia
sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang
menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan
tertentu di antara ahli waris, atau sampai Khuntsa itu meninggal hingga bagiannya
Makna pemberian hak Khuntsa dengan bagian paling sedikit menurut kalangan
fuqaha mawaris mu’amalah bil adhar yaitu jika Khuntsa dinilai sebagai wanita bagiannya
lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita, dan
bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai
laki-laki. Bahkan, bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status harus ditiadakan
ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya Khuntsa dalam salah satu dari dua status
Contoh :
1. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang
Khuntsa.
Penyelesaiannya :
Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada dua orang anak laki-laki. Keduanya dalam
hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-
Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan
bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki
4
Saif, http://saif1924.wordpress.com/2008/10/19/hak-waris-bagi-banci/ (Online 10 Mei 2011).
3. Menurut Mazhab Syafi’i
2. Seorang perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli
warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara
Penyelesaiannya:
Khuntsa (Sdr lk sebapak) = Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
Suami = Rp 18 juta
Ibu = Rp 6 juta
Dua sdr lk seibu = Rp 12 juta
Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
Suami = Rp 12 juta
Ibu = Rp 4 juta
3. Seseorang wafat dengan meninggalkan ahli waris seorang ibu, seorang saudara
perempuan kandung, 2 orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara seibu yang
khuntsa.
Penyelesaiannya:
Dalam kasus ini, ahli waris yang khuntsa adalah saudara seibu. Karena bagian
warisan saudara seibu, menurut Al-Qur’an, baik laki-laki maupun perempuan adalah
sama saja, yaitu 1/6 jika seorang diri, atau 1/3 dibagi sama rata jika lebih dari
seorang, maka kasus khuntsa di sini tidak mempengaruhi bagian warisan untuk semua
(1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
5
Zakkhi Zuhruff, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/09/perhitungan-warisan-.html, (online 10 Mei 2011).
khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan),
Menurut Imam Hanafi Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan
laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari
Menurut Imam Syafi’iSemua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang
terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai
persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan
Menurut Imam Maliki Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari
dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).
Demikianlah cara pembagian warisan bagi khuntsa menurut tiga madzhab. Semoga ada
manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA