Oleh :
Rischo Rasmara
NIM : 2019.C.11a.1025
Koordinator
Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny.NH Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesarea
Atas Indikasi Kala 2 Lama Di Ruang Cempaka RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti., S.Kep., Ners, selaku penanggung jawab mata kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan II.
4. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Penulis menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Rischo Rasmara
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................
1.4 Manfaat......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................
2.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea.................................................
2.1.1 Definisi............................................................................
2.1.2 Etiologi............................................................................
2.1.3 Klasifikasi.......................................................................
2.1.4 Patofisiologi....................................................................
2.1.5 Manifestasi Klinis..........................................................
2.1.6 Komplikasi.....................................................................
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.................................................
2.2 Konsep Kala 2 Lama.................................................................
2.2.1 Definisi............................................................................
2.2.2 Anatomi Fisiologi...........................................................
2.2.3 Etiologi............................................................................
2.2.4 Klasifikasi.......................................................................
2.2.5 Patofisiologi....................................................................
2.2.6 Manifestasi Klinis..........................................................
2.2.7 Komplikasi.....................................................................
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................
2.2.9 Penatalaksanaan Medis................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..........................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.............................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan...............................................
2.3.4 Implementasi Keperawatan.........................................
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................
3.1 Pengkajian Keperawatan..........................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................
3.4 Implementasi Keperawatan......................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................
BAB 4 PENUTUP..................................................................................
4.1 Kesimpulan................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
POST SC
B1 B2 B3 B4 B5 B6
BREATHING BLOOD BRAIN BLADDER BOWEL BONE
Kontraksi
Akumulasi Berlebihan Anoreksia MK : Gangguan
Pengeluaran Perawatan MK :
Sekret Mobilitas Fisik
Mediator Nyeri Kurang Konstipasi
Pendarahan
MK : Bersihan Intake
Berlebihan
Jalan Nafas Tidak Nyeri Saat MK : Resiko Menurun
Efektif Beraktivitas Infeksi
MK : Risiko
MK : Defisi
Syok
Nutrisi
MK : Nyeri
Akut
2.1.5 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis
Sectio Caesarea :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasi.
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu
infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor,
seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan
infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus,
gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV,
Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi
buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga,
alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam
minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit
saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka
akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman
tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu
harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan Darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
2.1.8.1 Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.1.8.2 Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
2.1.8.3 Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat
diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-
turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
2.1.8.4 Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi
dan keadaan penderita.
2.1.8.5 Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi.
2.1.8.6 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol
atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6
jam bila perlu.
2.1.8.7 Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
2.1.8.8 Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
2.1.8.9 Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
2.1.8.10 Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
2.2 Konsep Kala 2 Lama
2.2.1 Definisi
Kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primi, dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multi. Kala II Lama adalah
persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara dan
multipara.
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan 37-42 minggu, lahir spontan, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun janin, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh bayi.
Pengertian dari partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari
24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Persalinan
lama ialah persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam, baik pada primipara
maupun multipara. Persalinan lama dapat terjadi dengan pemanjangan kala I dan
atau kala II
2.2.2 Etiologi
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan tenaga/his tidak efisien (adekuat)
2. Kelainan janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
3. Kelainan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
4. Kelainan letak janin
5. Kelainan-kelainan panggul
6. Kelainan kekuatan his dan mengejan
7. Pimpinan persalinan yang salah
8. Janin besar atau ada kelainan kongenital
9. Primi tua primer dan sekunder
10. Perut gantung, grandemulti
11. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum
mendatar
12. Analgesi dan anestesi yang berlebihan dalam fase laten
13. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan orang tua yang
menemaninya ke rumah sakit merupakan calon partus lama.
2.2.3 Klasifikasi
1. Fase laten memanjang: fase laten yang melampaui 20 jam pada primi
gravida atau 14 jam pada multipara.
2. Fase aktif memanjang: fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada
primi gravida dan lebih dari 6 jam pada multigravida, serta laju dilatasi
serviks kurang dari 1,5 cm per jam.
3. Kala II lama: kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primigravida
dan 1 jam pada multipara.
2.2.4 Patofisiologi
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva
dengan diameter 5-6 cm. Kemajuan persalinan dalam kala II dikatakan kurang
baik apabila penurunan kepala janin tidak teratur di jalan lahir, gagalnya
pengeluaran pada fase pengeluaran.
Kesempitan panggul dapat menyebabkan persalinan yang lama atau
persalinan macet karena adanya gangguan pembukaan yang diakibatkan oleh
ketuban pecah sebelum waktunya yang disebabkan bagian terbawah kurang
menutupi pintu atas panggul sehingga ketuban sangat menonjol dalam vagina dan
setelah ketuban pecah kepala tetap tidak dapat menekan cerviks karena tertahan
pada pintu atas panggul. Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena
kelainan jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis). Kelainan tersebut terdapat
di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus.
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
hambatan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak
dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan persalinan. Baik atau tidaknya his
dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri (frekuensinya,
lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong, tehnik meneran yang salah,
bahkan ibu bersalin yang kelelahan dan kehabisan tenaga untuk meneran dalam
proses persalinan juga bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya kala II lama.
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Pembukaan servik tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in partu
2. Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan
kurang dari 40 detik
3. Pembukaan servik lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan
penanganan
4. Ibu merasa ingin meneran bersamaandengan terjadinya kontraksi
5. Ibu merakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan vagina
6. Perinium terlihat menonjol
7. Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka
8. Peningkatan pengeluaran lendir darah
2.2.5.1 Manifestasi klinik pada ibu
Ibu merasakan gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringan, nadi
cepat, sering dijumpai lingkaran bandle, edema vulva, edema servik, cairan
ktuban berbau, terdapat mekonium.
2.2.5.2 Manifestasi klinik pada janin
Denyut jantung cepat, tidak teratur atau bahkan hilang. Caput
succedaneum yang besar. Moulage kepala yang hebat. IUFD (Intra Uterin Fetal
Death)
2.2.6 Komplikasi
2.2.6 Komplikasi
Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin.
Diantaranya:
2.2.6.1 Infeksi Intrapartum
Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan
amnion menembus amnion dan desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia , sepsis dan pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi.
2.2.6.2 Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka
yang dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan
dan panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi
penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang
kemudian dapat menyebabkan ruptur.
2.2.6.3 Cincin retraksi patologis
Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipe yang
paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai peregangan
dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi
abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
2.2.6.4 Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi
tidak maju untuk jangka waktu lama , maka bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi
sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan munculnya fistula.
2.2.6.5 Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum
terutama apabila persalinannya sulit.
2.2.6.6 Efek pada janin
Berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila berlanjut dapat
menyebabkan terjadinya gawat janin.
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosa faktor pada jalan lahir, seperti karena
adanya kelainan panggul, dapat ditegakkan atas pemeriksaan radiologis
seperti pelvimetri radiologi, CT Scan, MRI (Magnetic resonance imaging).
Dengan melakukan pemeriksaan radiologis, akan didapatkan kriteria
diagnosis mengenai ukuran panggul.
Kriteria diagnosisnya sebagai berikut:
2.2.7.1 Kesempitan pintu atas panggul :
1. Panggul sempit relatif: jika konjugata vera > 8,5 – 10 cm
2. panggul sempit absolut: jika konjugata vera < 8,5 cm2
2.2.7.2 Kesempitan panggul tengah :
1. Kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior
pelvismencapai < 13,5 cm dan diameter interspinarum <10 cm, dinding
panggulkonvergen, dan sakrum lurus atau konveks.
2.2.7.3 Kesempitan pintu bawah panggul :
1. Bila arkus pubis <900, atau sudut lancip.Sedangkan pemeriksaan
penunjang untuk mendiagnosis faktor janin dapatmenggunakan
ultrasonografi
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Kala II lama merupakan salah satu kegwawatdaruratan obstetrik yang
memerlukan penanganan tepat dan cepat dimana penanganan tersebut dapat
mengurangi morbiditas maupun mortalitas ibu dan janin. Ketika Kala II lama
ditegakkan maka penilaian klinik perlu dilakukan, diantaranya :
2.2.8.1 Penilaian klinik terhadap ibu
1. Kondisi ibu
2. Kontraksi/his
3. Pemeriksaan klinik berupa: pemeriksaan kandung kemih, palpasi
abdomen, dan pemeriksaan dalam (evaluasi pelvik, imbangan feto
pelvik/penentuan CPD, maupun ada tidaknya tumor pada jalan lahir)
2.2.8.2 Penilaian Klinik terhadap janin
1. Janin berada di dalam atau di luar Rahim
2. Jumlah janin
3. Letak
4. Presentasi dan penurunan bagian terbawah janin
5. Posisi, moulage, dan kaput suksadenum
6. Bagian kecil janin (tangan, tali pusat dll)
7. Anomali kongenital yang dapat mengganggu ekspulsif bayi
8. Tafsiran berat janin
9. Gawat janin
10. Janin hidup atau tidak
2.2.8.3 Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka dapat ditentukan dengan segera
etiologi gangguan kemajuan proses persalinan saat kala II dapat segera diambil
keputusan yang tepat.
Setelah ditegakkan diagnosis, maka harus segera dilakukan intervensi
untuk menyelesaikan kala II, sebagai berikut:
1. Pada wanita dengan kondisi fisik yang lelah dan panik, klinisi dapat
memberikan dukungan dan semangat untuk melakukan persalinan. Selain
itu dapat diberikan analgesik ataupun anestesi dan dilakukan rehidrasi
maupun pemberian kalori.
2. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi adanya inersia uteri.
3. Pada distosia bahu dilakukan ALARM
4. Tindakan bedah baik per vaginam maupun Sectio Cesaria sesuai indikasi
5. Sectio Cesaria dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan
persalinan per vaginam dengan tindakan operatif misalnya: panggul
sempit, makrosomia, malpresentasi, letak lintang, CPD, dan asinklitimus.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2012).
Beriku pengkajian keperawatan meliputi yaitu :
2.3.1.1 Anamnesa, Indentitas pasien, riwayat penyakit,keluhan utama
2.3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri.
Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol,
misalnya pada daerah abdomen , daerah tangan , telapak kaki.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa,
immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati
3. Riwayat Kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang
timbul
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka
dapat dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM,
alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis
yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah
perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik.
5. Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia
berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
6. Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu
bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan
nifas yang lalu.
7. Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan anak.
8. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah
ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah
dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan
menggunakan alat kontrasepsi apa.
2.3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari
suatu penyakit. (Dermawan,2012).
1. Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada
lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma
gravidarum pada ibu post partum. Pada pemeriksaan mata meliputi
kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea,
ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio caesarea biasanya terdapat
konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau
dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan.
2. Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret,
sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip
dan purulent. Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran,
ketegangan lubang telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.
3. Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan
vena jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi pemebesaran
kelenjar tiroid yang disebabkan proses meneran yang salah. Pada
pemeriksaan mulut dan orofaring meliputi keadaan bibir, keadaan gigi,
lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil.
4. Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot
bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi
(melakukan perkusi pada semua lapang paru mulai dari atas klavikula
kebawah pada setiap spasiem intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara
nafas, suara tambahan).
5. Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan ASI
meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua
puting susu menonjol, areola hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI
belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit. Pada pemeriksaan jantung
meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada atau tidak pulsasi, amati
peningkatan kerja jantung atau pembesaran, amati ictus kordis), perkusi
(menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui ukuranjantung),
auskultasi (bunyi jantung).
6. Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi
apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae
dan linea), auskultasi (peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi
(kontraksi uterus baik atau tidak).
7. Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada
hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna,
jumlah, dan konsistensinya). Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa
apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk
berkemih, jika ibu tidak mampu lakukan kateterisasi.
8. Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak. Pada
pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan warna,
kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan
ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises, oedema, reflek patella,
reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis, pemeriksaan human
sign.
9. Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi klien,
proses berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan yang
merupakan bagian dari penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu,
keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual/potensial/proses
kehidupan, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien POST SC adalah :
2.3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik SDKI (D.0077. Hal
172)
2.3.2.2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri SDKI (D.0055.Hal 126)
2.3.2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak
adekuat SDKI (D.0142. Hal 304)
2.3.2.4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan SDKI
(D.0129. Hal 282)
2.3.2.5 Resiko Syok berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler SDKI (D.0039. Hal 92)
2.3.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot SDKI (D.0056.
Hal 128 )
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut SDKI Tingkat Nyeri SLKI Manajemen Nyeri SIKI
(D.0077 Hal. 172) (L.08066 Hal 145) (I.08238, hal 201)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
Agen pencedera fisik tindakan keperawatan 1. Identifikasi
selama 1x8 jam lokasi,karakteristik,dur
diharapkan rasa nyeri asi
pada pasien dapat frekuensi,kualitas,inten
menurun dengan kriteria sitas nyeri
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri pasien 3. Identifikasi respon
menurun.(5) nyeri secara non verbal
2. Meringis pasien 4. Identifikasi faktor yang
menurun.(5). memperberat dan
3. Skala nyeri menurun memperingan nyeri
(5) 5. Identifikasi
4. Kegelisahan pasien pengetahuan dan
menurun.(5) keyakinan tentang nyeri
5. Ketegangan otot 6. Identifikasi pengaruh
pasien.(5) budaya terhadap respon
6. Kesulitan tidur nyeri
pasien menurun 7. Monitor keberhasilan
7. Kemampuan terapi komplementer
menuntaskan yang sudah diberikan
aktivitas pasien 8. Monitor efek samping
meningkat. (5) penggunaan analgesic
8. TTV dalam batas Terapeutik :
normal 1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,periode,dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesic
2. Gangguan pola tidur Pola tidur SLKI (05045 Perawatan luka SIKI
SDKI (D.0055 Hal 126) Hal 96 ) Setelah (I.14564, Hal.328)
berhubungan dengan dilakukan tindakan Observasi :
nyeri keperawatan selama 1x8 1. Monitor karakteristik
jam diharapkan pola luka
tidur pasien kembali 2. Monitor tanda-tanda
membaik dengan kriteria infeksi
hasil : Terapeutik :
1. Keluhan sulit tidur 1. Lepaskan balutan dan
menurun.(5) plester secara perlahan
2. Keluhan sering 2. Cukur rambut disekitar
terjaga menurun.(5) daerah luka, jika perlu
3. Keluhan tidak puas 3. Bersihkan dengan
tidur pasien cairan NaCl atau
menurun.(5) pembersih nontoksik,
4. Keluhan pola tidur sesuai kebutuhan
pasien berubah 4. Besihkan jaringan
menurun. (5) nekrotik
5. Keluhan istirahat 5. Berikan salep yang
tidak cukup sesuai ke kulit/lesi, jika
menurun. (5) perlu
6. Kemampuan 6. Pasang balutan sesuai
beraktivitas pasien jenis luka
7. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25- 1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika
perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik
3. Resiko infeksi SDKI Kontrol risiko SLKI Pencegahan Infeksi SDKI
(D.0142 Hal 304) (L.14128 Hal 60) (I.14539 Hal.278)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
pertahanan primer tubuh tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
yang tidak adekuat selama 1x8 jam infeksi lokal dan sitemik
diharapkan resiko infeksi Terapeutik :
pada pasien menurun 1. Batasi jumlah
dengan kriteria hasil : pengunjung
1. Pasien mampu 2. Berikan perawatan kulit
mengidentifikasi pada area edema
resiko meningkat. (5) 3. Cuci tangan sebelum
2. Kemampuan dan sesudah kontak
melakukan strategi dengan pasien dan
kontrol resiko lingkungan pasien
meningkat. (5) 4. Pertahankan teknik
3. Kemampuan pasien aseptik pada pasien
mengubah prilaku berisiko tinggi
meningkat. (5) Edukasi :
4. Kemampuan pasien 1. Jelaskan tanda dan
menghindari faktor gejala infeksi
resiko meningkat. (5) 2. Ajarkan cara mencuci
5. Kemampuan tangan dengan benar
mengenali perubahan 3. Ajarkan etika batuk
status kesehatan 4. Ajarkan cara
meningkat.(5) memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. . Gangguan integritas Integritas kulit dan Perawatan luka SIKI
kulit SDKI (D.0129 Hal jaringan SLKI ( L.14125 (I.14564, Hal 328)
282) berhubungan Hal 33) Setelah Observasi :
dengan kerusakan dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik
jaringan keperawatan selama 1x8 luka
jam diharapkan keutuhan 2. Monitor tanda-tanda
kulit meningkat dengan infeksi
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Suhu kulit membaik. 1. Lepaskan balutan dan
(5) plester secara perlahan
2. Sensasi kulit 2. Cukur rambut disekitar
membaik.(5) daerah luka, jika perlu
3. Tekstur kulit 3. Bersihkan dengan
membaik.(5) cairan NaCl atau
4. Nyeri menurun.(5) pembersih nontoksik,
5. Kemerahan pada sesuai kebutuhan
kulit menurun.(5) 4. Besihkan jaringan
6. Elastisitas kulit nekrotik
meningkat.(5) 5. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
6. Pasang balutan sesuai
jenis luka
7. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25- 1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika
perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik
5. Resiko Syok SDKI Tingkat syok SLKI Manajemen syok
(D.0039) berhubungan (L.03032 Hal 148) hipovolemik SIKI
dengan perdarahan yang Setelah dilakukan (I.02050. hal. 222)
berlebihan, pindahnya tindakan Observasi :
cairan intravaskuler ke keperawatan selama 1x8 1. Monitor status
ekstravaskuler jam diharapkan Tingkat kardiopulmonal
syok menurun dengan 2. Monitor status
kriteria hasil : oksigenasi
1. Kekuatan nadi 3. Monitor status cairan
meningkat. (5) 4. Periksa tingkat
2. Output urine kesadaran dan respom
meningkat. (5) pupil
3. Tingkat kesadaran 5. Periksa seluruh
meningkat. (5) permukaan tubuh
4. Pucat pada wajah terhadap adanya DOTS
pasien menurun. (5) Terapeutik :
5. Tekanan nadi 1. Pertahankan jalan
membaik. (5) napas paten
6. Meanarterial 2. Berikan oksigen untuk
pressure membaik. mempertahankan
(5) saturnasi oksigen >94%
7. Frekuensi napas 3. Persiapkan intubasi dan
membaik.(5) ventilasi mekanis,jika
8. Frekuensi nadi perlu
membaik. (5) 4. Lakukan penekanan
langsung (direct
pressure) pada
pendarahan eksternal
5. Berikan posisi syok
6. Pasang jalur IV
berukuran besar
7. Pasang kateter urine
untuk dekompresi
lambung
8. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap dean
elektrolit
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
1-2 L pada orang
dewasa
2. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
3. Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika
perlu
6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas SLKI Dukungan Mobilisasi SIKI
(D.0056. Hal 128 ) ( L.05047 Hal 149) (I.05173, hal 30)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
kelemahan otot tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya
selama 1x8 jam nyeri atau keluhan fisik
diharapkan mobilisasi lainnya
fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi
kriteria hasil : fisik melakukan
1. Frekuensi nadi pergerakan
meningkat (5) 3. Monitor frekuensi
2. Kemudahan dalam jantung dan tekanan
melakukan kegiatan darah sebelum memulai
sehari-hari mobilisasi
meningkat (5) 4. Monitor kondisi umum
3. Kekuatan tubuh selama melakukan
bagian bawah mobilisasi
meningkat (5) Terapeutik :
4. Keluhan lelah 1. Fasilitasi aktivitas
menurun (5) mobilisasi dengan alat
5. Warna kulit bantu
membaik (5) 2. Fasilitasi melakukan
6. Tekanan darah pergerakan, jika perlu
membaik (5) 3. Libatkan keluarga
7. Frekuensi nafa untuk membantu pasien
membaik (5) dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
A. Pengumpulan data
a. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.Nh
Tempat/Tgl lahir : 21-11-1984
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak Indonesia
Pendidikan terkahir : SMP
Pekerjaan : IRT
Gol. Darah : B+
Alamat : Jalan G.Obos XIV
Diagnosa Medis : Post SC Atas Indikasi Kala 2 Lama
Penghasilan perbulan : Rp 3.000.000
Tanggal masuk RS : 18-10-2021
Tanggal Pengkajian : 18-10-2021
Nomor Medrek : 15.95.26
b. IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn.J
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Dayak Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Gol. Darah : B+
Alamat : Jalan G.Obos XIV
b. Status Kesehatan
a. Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri pada luka post SC
b. Riwayat Kesehatan sekarang :
Pada tanggal 16 oktober 2021 pukul 07.00 WIB Ny.Nh merasakan perutnya mules, Pada
pukul 08.00 WIB air ketuban pecah dan dibawa ke PKM Jekan raya, pada pukul 08.30
WIB dirujuk langsung ke RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, pada pukul 10.00
WIB baru akan dilakukan prosedur SC, setelah selesai prosedur SC pasien masuk ke
ruang Cempaka. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 oktober 2021 diruang
Cempaka klien mengeluh nyeri pada bagian luka post SC, skala nyeri 8 ( nyeri berat )
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan nyeri terus -menerus. Hasil pemeriksaan awal
kesadarn pasien compos mentis, dan wajah tampak meringis, pasien tampak terpasang
infus RL Drip oxy ditangan sebelah kanan. tanda-tanda vital : TD = 120/83 mmHg, N =
109x/menit, RR = 20x/menit, S = 37,5 ∘C
c. Riwayat Kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan pernah mengalami hipertensi
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Genogram 3 generasi :
KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Tinggal serumah
= Pasien
e. Riwayat obstetric dan ginekologi
1. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 Tahun
Lamanya haid : ± 7 hari
Siklus : 30 Hari
Banyaknya : 2 x ganti pembalu/hari
Sifat darah (warna, bau/gumpalan, dysmenorhoe) : Merah, Kental
HPHT : 08 Januari 2021
Taksiran persalinan : 18 Oktober 2021
b. Riwayat Perkawinan : (suami dan isteri)
Lamanya pernikahan : 18 Tahun
Pernikahan yang ke : Ke 1
c. Riwayat Keluarga Berencana :
Jenis kontrasepsi apa yang digunakan sebelum hamil : Pil
Waktu dan lamanya penggunaan : 7 Tahun
Apakah ada masalah dengan cara tersebut : Tidak ada masalah
Jenis, kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan sekarang : Belum
direncanakan
Berapa jumlah anak yang direncanakan oleh keluarga : 4
2. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : G4 P2 A1
Um Masalah
Tgl Jenis Tempat/ Jenis Keada
ur
No partu partu Penolon kelami BB Ha Lahi Nifa an
ham Bayi
s s g n mil r s Anak
il
1 15- Ater Persal Rumah/ Peremp 3.0 Mua - Tida Tida Hidup
10- m 37 inan Bidan uan 00 l k ada k
2005 Min Spont gr masa ada
ggu an lah masa
lah
2 10- 3 Abort - - - - - - - -
20- Bula us
2012 n
3 24- Ater SC RS/Dokt Laki- 2.0 Mua Part Tida Tida Hidup
05- m 37 er Laki 00 l us k ada k
2014 Min gr Tak masa ada
ggu Maj lah masa
u lah
4 Hamil Ater SC RS/Dokt Laki- 3.2 Mua Kala Tida Tida Hidup
ini 18- m 37 er Laki 00 l 2 k ada k
10- Min gr Lam masa ada
2021 ggu a lah masa
lah
k. Genetalia Eksterna
Harga diri : Pasien mengatakan sangat dihargai, dan disenangi oleh orang-
orang
d. Hubungan/Komunikasi
Bicara : Jelas dan mampu mengerti orang lain
Bahasa utama : Indonesia
Bahasa daerah : Dayak
Yang tinggal serumah : Suami dan anak-anak
Adat istiadat yang dianut : Adat dayak
Yang memegang peranan penting dalam keluarga : Suami dan istri
Motivasi dari suami : Suami selalu memberikan motivasi agar istrinya selalu
ceria, dan lekas sembuh
Apakah suami perokok : Tidak
Kesulitan dalam keluarga : Tidak ada
e. Kebiasaan Seksual
Gangguan hubungan seksual : Tidak ada
Pemahaman terhadap fungsi seksual post partum : Sudah mengerti karena
sudah dijelaskan oleh perawat
f. Sistem nilai - kepercayaan
Siapa dan apa sumber kekuatan : Pasien mengatakan Tuhan Yang Maha Esa
Apakah Tuhan, agama, Kepercayaan penting untuk anda : Pasien mengatakan
sangat penting
Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam frekuensi)
sebutkan : Sholat
Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan selama di Rumah Sakit,
sebutkan :
Membaca Al-Qur’an dan berdzikir
6. Pemerikasaan Penunjang
a. Darah
Golongan Darah : B+
Hematologi Hasil Nilai Rujukan
HGB 11,8 g/dl 10,5-18,0 g/dl
WBC 16.27 (10ˆ3/ uL) 4.50-11.00
b. Urine
Protein : Normal
Sedimen : Normal
Reduksi : Normal
c. Pemeriksaan tambahan
Rontgent : Tidak ada
I. PENGOBATAN
1. Cefotaxime 2x1 gr
2. 3x30 mg
3. Kalnex 3x500 mg
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
Senin, 18 Oktober 2021 (Post Pembedahan SC) Nyeri Akut
DS :
Pasien mengatakan nyeri Terputusnya kontinuitas
pada bagian luka bekas post jaringan
SC
Nyeri bertambah ketika Pengeluaran mediator nyeri
banyak bergerak
Nyeri seperti ditusuk-tusuk Nyeri saat beraktivitas
P : Melanjutkan Intervensi
Selasa, 19 Oktober 2021 1. Memonitor tanda –tanda infeksi S: Pasien mengatakan luka bekas SC membaik
Pukul 07.00 WIB 2. Membatasi Jumlah Pengunjung
2.Risiko Infeksi b/d efek 3. Memersihkan Luka dengan cairan NACL atau pembersih O:
prosedur invasi SDKI (D.0142. non toksik,sesuai kebutuhan 1. Masih tampak luka Post Sc ± 10 cm pada bagian perut Rischo Rasmara
Hal 304) 4. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka 2. Terdapat kemerahan/peradangan
5. Menjelaskan tandan dan gejala infeksi 3. Tanda tanda infeksi :
6. Berkolaborasi dalam pemberian obat Dolor : Nyeri Skala 8 (Nyeri Berat)
Kalor : Suhu 37,5 ∘C
Tumor : Terdapat pembengkakan pada luka post SC
Rubor : Terdapat kemerahan pada luka post
4. Pasien dan keluarga mulai paham tanda dan gejala
infeksi
5. Berkolaborasi pemberian obat Cefotaxime
2x1 gr
TTV :
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 37,5 ∘C
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
P : Lanjutkan intervensi
Rabu, 20 Oktober 2021 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik S : Pasien tampak sudah bisa melakukan aktivitas nya
3. Intoleransi Aktivitas lainnya secara bertahap
berhubungan dengan kelemahan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
otot SDKI (D.0056. Hal 128 ) pergerakan O: Rischo Rasmara
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi 1. Pasien tampak mulai berlatih jalan dan beraktivitas
4. Memonitor kondisi umum selama melakukan sendiri
mobilisasi 2. Pasien tampak mulai bersemangat untuk melakukan
5. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam aktivitas
meningkatkan pergerakan 3. Tekanan darah pasien tampak normal TD= 120/80
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 4. Kondisi pasien mulai membaik
5. ADL pasien tampak sesekali dibantu suami.
6. Pasien dan keluarga tampak memahami tujuan dari
P : Lanjutkan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sectio caesarea adalah suatu persalianan buatan di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim
dalam keadaan utuh serta berat badan di atas 500 gram. Seksio sesarea adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2017).
1. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata
vera (CV kurang 8 cm).
2. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran
biasa (partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus
percobaan gagal, baru dilakukan sectio.
3. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang
lalu mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
4. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah
suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
5. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan
janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung
dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2017). Post
Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post
Partum ini antara 6-8 minggu.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya Post Partum SC (Section
Caesarea).
4.2.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga
kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Post Partum
SC (Section Caesarea).
4.2.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.
4.2.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien
dengan Post Partum SC (Section Caesarea).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017).Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.
Armyati, Eky Oktaviana. 2018. Buku Ajar Psikologi Kebidanan.
Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press.
Ikhtiarini, Dewi Erti. 2017. Keperawatan Klinik VIII: Panduan Praktikum.
Jurnal Keperawatan Soedirman Vol. 7, No. 1. Tahun 2017.
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Oleh :
Rischo Rasmara
NIM : 2019.C.11a.1025
H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Rischo Rasmara
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau
pendiskusi masalah
Tugas:
1. Membuka acara penyuluhan.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji : Rischo Rasmara
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
3) Fasilitator: Rischo Rasmara
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya
kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan
akhir.
4) Simulator : Rischo Rasmara
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu
peralatan kepada audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Rischo Rasmara
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai
arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikan Somatitis.
6) Notulen : Rischo Rasmara
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara.
Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting. Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan
I. Setting Tempat
Keterangan :
: Leader
: : Moderator
: Dokumentator
: Keluarga Pasien
: Pasien
: Fasilitator
J. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Peserta dan keluarga hadir di tempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan di ruang RS
3) Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
1) Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang Menajemen
Nyeri pada Luka Post Sectio Caesarea
2) Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3) Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi
penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
1) Peserta sudah mengerti dan memahami tentang Menajemen Nyeri
pada Luka Post Sectio Caesarea
2) Peserta sudah mengerti dan memahami tentang Manfaat dan
Tujuan Menajemen Nyeri pada Luka Post Sectio Caesarea
3) Peserta sudah mengerti dan memahami tentang Waktu
Pelaksanaan, Hal-Hal yang Perlu di Perhatikan, Teknik, dan
Langkah-Langkah Menajemen Nyeri pada Luka Post Sectio
Caesarea
4) Peserta sudah mengerti dan memahami tentang Akibat Tidak
Melakukan Menajemen Nyeri pada Luka Post Sectio Caesarea
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau
perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan Nyeri adalah suatu keadaan yang
tidak menyenangkan akibat terjadinyarangsangan fisik maupun dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksifisik, fisiologis, dan emosional.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
2.1 Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
khususnya anak-anak dan lansia. Pada kognitif tidak mampu mengingat
penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang
dapat terjadi di berbagai situasi. Nyeri bukan merupakan bagian dari proses
penuaan yang tidak dapat dihindari, karena lansiatelah hidup lebih lama mereka
kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang menyertai
nyeri.
2.2 Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
beresponterhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjaadi subjek
penelitian yangmelibatkan pria dan wanita. Akan tetapi toleransi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap
individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
2.3 Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri.Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri dikaitkan
dengan nyeridiberbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari
segi makna budayaakan membantu perawat dalam merencang asuhan
keperawatan yang relavan untuk klien yang mengalami nyeri.
2.4 Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeridan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan
mempersepsikan nyeridengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
memberikan kesan ancaman, suatukehilangan dan tantangan. Misalnya seorang
wanita yang bersalin akan mempersepsikannyeri berbeda dengan seorang wanita
yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya.
2.5 Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkanupaya pengalihan atau distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Konsepini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di
berbagai terapi untukmenghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing dan massage.
2.6 Nyeri
Nyeri sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapatmenimbulkan perasaaan nyeri. Individu yang sehat secara emosional
biasanya lebihmampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu
yang memiliki statusemosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera
atau menderita penyakitkritis, sering kali mengalami kesulitan mengontrol
lingkungan dan perawatan diri dapatmenimbulkan tingkat nyeri yang tinggi. Nyeri
yang tidak kunjung hilang sering kalimenyebabkan psikosis dan gangguan
kepribadian.
2.7 Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyerisemakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila
keletihan disertai kesulitantidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebh
berat. Nyeri seringkali lebih berkurangsetelah individu mengalami suatu periode
tiddur yang lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan.
2.8 Pengalaman
Sebelumnya Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akanmenerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan
datang. Apabila seorang klientidak pernah mengalami nyeri maka persepsi
pertama nyeri dapat mengganggu kopingterhadap nyeri.
2.9 Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat
merasakesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan,
seperti dirumah sakit klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang
sering terjadi adalahklien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau
kehilangan kontrol terhadaphasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Nyeri
dapat menyebabkanketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan/total.
2.10 Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individuu
dari kelompoksosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang
orang tempat mereka menumpahkan keluhan tentang tentang nyeri.
3. Mengkaji persepsi nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri
seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus
memenuhi kriteria berikut :
1) Mudah dimengerti dan digunakan
2) Memerlukan sedikit upaya pada pihak Klien
3) Mudah dinilai
4) Sensitif terhadap perubahan kecil terhadap intensitas
4. Deskrpsi verbal tentang nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyerinya yang dialaminya dan
karenannyaharus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya.
Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam
beberapa cara antara lain:
1) Intensitas nyeriIndividu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri
pada skala verbal (misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau
sangat hebat ; atau 0-10: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat )
2) Karakteristik nyeri, termasuk letak (untuk area dimana nyeri pada
berbagaiorgan), durasi (menit,jam,hari,bulan), irama (terus menerus,
hilangtimbul,periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau
keberadaan darinyeri), dan kualitas (nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar,
sakit, nyeriseperti digencet)
3) 3.Faktor-faktor yang meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang
bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas) dan apa yang
dipercayaKlien dapat membantu mengatasi nyerinya.
4) Efek nyeri terhadap aktifitas kehidupan sehari- hari (misalnya tidur,
nafsumakan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik,
bekerja, danaktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan
nyeri dannyeri kronis dengan depresi.
5) Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai
masalahyang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap
peran dan perubahan citra diri.
6) Skala analogi visual (VAS). Skala analogi visual sangat berguna
dalammengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk garis
horizontalsepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang
berat. Kliendiminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukan
letak nyeriterjadi disepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya
menandakan‘tidak ada’ atau ‘tidak nyeri’ sedangkan ujung kanan biasa
menandakan‘berat’ atau ‘nyeri yang paling buruk’ untuk menilai
hasil,sebuah penggaris diletakkan disepanjang garisdan jarak yang dibuat
Klien pada garis dari‘tidak ada nyeri’ diukur dan ditulis dalam centimeter.
5. Cara-cara mengatasi Nyeri pada luka post operasai sectio caesarea
5.1 Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri
1) Ketidakpercayaan
Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang diderita Klien dapat
menguranginyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkandengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri Klien, dan
mengatakankepada Klien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri Klien agar
dapat lebihmemahami tentang nyeri.
2) Kesalahpahaman
Mengurangi kesalahpahaman Klien tentang nyerinya akan
menguranginyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu Klien bahwa
nyeri yangdialami bersifat individual dan hanya Klien yang tahu secara
pasti tentangnyerinya.
3) Ketakutan
4) Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan Klien
dengan menganjurkan Klien untuk mengekspresikan bagaimana
merekamenangani nyeri.
5) Kebosanan
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri
dapatdigunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat
secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan musik,
membayangkanhal-hal yang menyenangkan, dan sebagainya.
6) Kelelahan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan
pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
MANAJEMEN NYERI APA SIH ITU NYERI ? SEBERAPAKAH
SKALA RASA NYERI
ANDA ?
Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan 1-3 = Nyeri Ringan
emosional yang tidak 4-6 = Nyeri Sedang
menyenangkan yang
diakibatkan adanya
7-10 = Nyeri Berat
kerusakan jaringan, baik
DISUSUN OLEH : sedang ataupun yang akan
RISCHO RASMARA terjadi.
NIM : 2019.C.11a.1025