Makalah Hipertensi Gerontik 031
Makalah Hipertensi Gerontik 031
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sering dialami oleh para lansia, dan dapat
memicu timbulnya penyakit degenerative seperti gagal ginjal dan gagal jantung kongestif.
Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun
1980 penduduk lanjut usia berjumlah 7.7 juta jiwa atau 5.2% dari seluruh jumlah penduduk.
Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11.3 juta orang atau 8.9%.
Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15.1 juta jiwa pada tahun 2000 atau
7.2% dari seluruh penduduk. Diperkirakan pada tahun 2020 akn menjadi 29 juta orang atau
19.4%. hal ini menunjukan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari
waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data biro pusat
statistic pada tahun 1968 adalah 45.7 tahun, pada tahun 1990 adalah 61.2 tahun, pada tahun
2000 jumlah harapan hidup adalah 69.05 tahun(BPS,2000).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proses keperawatan pada lanjut usia yang menderita hipertensi
2. Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi proses terjadinya hipetensi pada lanjut usia
- Mengidentifikasi defeni,patofisiologi,dan pembagian hipertensi
- Mengidentifikasi pengkajian, diagnosa, intervensi, dan penatalaksanaan pada lansia
dengan hipertensi
- Mengimplementasikan intervensi pada lanjut usia penderita hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi
pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi
meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager,2008).Hipertensi lanjut usia dibedakan
menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia
pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat
usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat
dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang,2008).Hipertensi menjadi
masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung
dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). Dari uraian diatas disimpulkan
bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.
2. Pembagian Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a. Hipertensi esensial (primer atau idiopatik) Penyebab pasti masih belum diketahui.
Riwayat keluarga obesitas tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan adalah faktor
pendukung.
b. Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainnya
3. Patofisiologi Hipertensi Lanjut Usia
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia
terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan
aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit
menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang tinggi
pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel kiri.
Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan
penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik output
jantung, volume intravaskuler, aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih
rendah dan resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin
menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik pada sehingga
berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008).
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang
membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh
darah dan tingginya tekanan darah.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lanjut usia adalah :
a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini
menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung
terus menerus.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif
terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan
resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan
resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Dengan perubahan fisiologis normal
penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor
gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager,
2008).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.
(Anggraini , 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi
adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani,
2007).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.
Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering
terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini
adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat
dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku,
arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus
hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang
akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi (Marliani, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan
energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit
seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).Indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat
badan lebih.
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah
(untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus
melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-
orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami
ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans
and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-
14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian
hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Hans Petter, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200
mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.
7) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal
B. Penatalaksanaan
a. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan
adanya :
1) Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2) Interaksi obat
3) Efek samping obat.
4) Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal.
Pengobatan hipertensi menurut : Kowalski (2010) tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi
penderita adalah :
1) Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko
kardiovaskuler
2) Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3) Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, hipertensi
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Mencatat obat-obatan
yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini untuk tindak lanjut (Stoskslager,
2008).Pengendalian tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat-obatan
sesuai, disertai perubahan pola hidup.
b. Non Farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1) Berhenti merokok
2) Penurunan berat badan yang berlebihan
3) Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4) Mengurangi asupan garam.
Upaya non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi esensial
terdiri atas:
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Diet rendah garam
3) Pengurangan stres
4) Latihan aerobik secara teratur
C.Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas( istirahat)
b. Riwayat Kesehatan
Tanda : kenaikan TD, nadi : denyutan jelas, frekuensi / irama : takikardia, berbagai
disritmia, bunyi jantung : murmur, distensi vena jugularis.
c. Ekstermitas
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang ( khususnya sekitar mata ), peningkatan pola bicara
e. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )
f. Makanan / cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol, mual, muntah
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP ( jugularis
vena pressure), glikosuria
h. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada satu
sisi tubuh
j. Episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan ), respon motorik : penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen
l. Pernapasan
m. Riwayat merokok
n. Keamanan
o. Barthel Index
Barthel index adalah alat ukur yang menggambarkan kemampuan aktivitas sehari-hari
dan mobilisasi pada lanjut usia. Barthel index terdiri dari 10 pengkajian, yaitu makan,
bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali lagi ke kursi roda, berdandan,
mandiri ke toilet, mandi, berjalan, duduk dan berdiri, berpakaian, buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB).
2. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
3. Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur.
- Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
Berikan makanan kecil (kue bolu, crackers, pudding) sore hari dan / susu
hangat
- Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
- Intervensi :
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien
atas keberhasilannya
- Kriteria hasil :
- Intervensi :
- Kriteria hasil:
- Intervensi :
D.Pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan pada lansia dengan hipertensi
Pihak yang terlibat dalam pemenuhan proses keperawatan pada lansia dengan hipertensi
adalah
- Keluarga : keluarga merupakan salah satu kekuatan terpenting bagi lansia, oleh sebab itu
selain harus memenuhi kebutuhan material kepada lansia, keluarga juga harus
memenuhami kebutuhan dasar psikologis lansia seperti perhatian, kasih sayang, reward,
- Pskiater : membantu lansia dan keluarga untuk memecahkan masalah psikologis maupun
kognitif yang dialami lansia, dan kosultasi.
- Dokter : menangani penyakit fisik yang dialami lansia.
- Perawat : dapat memenuhi kebutuhan bio-psko-sosio-spiritual lansia dan keluarga.
- Pembimbing spiritual : memotivasi lansia untuk meningkatkan keimanan/keyakinan
terhadap Tuhan YME.
- Masyarakat lingungan sekitar : terangga, sahabat, dan pihak lainnya yang terlibat dalam
peningkatan intraksi social pada lansia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). Dari uraian diatas
disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.
B. Saran
Semoga dengan memahami hipertensi pada lansia ini, kita bisa menerapkan dan
membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah dan gangguan tidak nyaman ini
dalam kehidupan.
REFERENSI
Mahoney Fl, Barthel DW:Functional evaluation: the Barthel Index. Md State Med J 14:2, 1965.
van der Putten JJMF, Hobart JC; Freeman JA, Thompson AJ. (1999) Measuring the change
indisability after inpatient rehabilitation; comparison of the responsiveness of the Barthel Index
and Functional Independence Measure. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry,
66(4), 480-484. PubMed Link to abstract