Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sering dialami oleh para lansia, dan dapat
memicu timbulnya penyakit degenerative seperti gagal ginjal dan gagal jantung kongestif.

Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun
1980 penduduk lanjut usia berjumlah 7.7 juta jiwa atau 5.2% dari seluruh jumlah penduduk.
Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11.3 juta orang atau 8.9%.
Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15.1 juta jiwa pada tahun 2000 atau
7.2% dari seluruh penduduk. Diperkirakan pada tahun 2020 akn menjadi 29 juta orang atau
19.4%. hal ini menunjukan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari
waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data biro pusat
statistic pada tahun 1968 adalah 45.7 tahun, pada tahun 1990 adalah 61.2 tahun, pada tahun
2000 jumlah harapan hidup adalah 69.05 tahun(BPS,2000).

Berdasarkan American Heart Association (AHA,2001) terjadi peningkatan rata-rata


kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai 1999. Secara keseluruhan
kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data riset kesehatan dasar
(Riskesdas) menyebutkan hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
stroke dan tuberkolosis, jumlahnya mencapain 6.8% dari populasi penyebab kematian pada
semua umur di Indonesia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proses keperawatan pada lanjut usia yang menderita hipertensi
2. Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi proses terjadinya hipetensi pada lanjut usia
- Mengidentifikasi defeni,patofisiologi,dan pembagian hipertensi
- Mengidentifikasi pengkajian, diagnosa, intervensi, dan penatalaksanaan pada lansia
dengan hipertensi
- Mengimplementasikan intervensi pada lanjut usia penderita hipertensi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hipertensi pada lansia


1. Pengertian

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi
pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi
meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager,2008).Hipertensi lanjut usia dibedakan
menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia
pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat
usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat
dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang,2008).Hipertensi menjadi
masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung
dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). Dari uraian diatas disimpulkan
bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.
2. Pembagian Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a. Hipertensi esensial (primer atau idiopatik) Penyebab pasti masih belum diketahui.
Riwayat keluarga obesitas tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan adalah faktor
pendukung.
b. Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainnya
3. Patofisiologi Hipertensi Lanjut Usia
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia
terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan
aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit
menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang tinggi
pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel kiri.
Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan
penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik output
jantung, volume intravaskuler, aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih
rendah dan resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin
menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik pada sehingga
berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008).
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang
membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh
darah dan tingginya tekanan darah.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lanjut usia adalah :
a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini
menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung
terus menerus.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif
terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan
resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan
resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Dengan perubahan fisiologis normal
penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor
gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager,
2008).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.
(Anggraini , 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi
adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani,
2007).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.
Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering
terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini
adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat
dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku,
arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus
hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang
akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi (Marliani, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan
energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit
seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).Indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat
badan lebih.
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah
(untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus
melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-
orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami
ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans
and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-
14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian
hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Hans Petter, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200
mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.
7) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal

B. Penatalaksanaan
a. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan
adanya :
1) Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2) Interaksi obat
3) Efek samping obat.
4) Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal.
Pengobatan hipertensi menurut : Kowalski (2010) tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi
penderita adalah :
1) Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko
kardiovaskuler
2) Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3) Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, hipertensi
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Mencatat obat-obatan
yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini untuk tindak lanjut (Stoskslager,
2008).Pengendalian tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat-obatan
sesuai, disertai perubahan pola hidup.
b. Non Farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1) Berhenti merokok
2) Penurunan berat badan yang berlebihan
3) Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4) Mengurangi asupan garam.
Upaya non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi esensial
terdiri atas:
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Diet rendah garam
3) Pengurangan stres
4) Latihan aerobik secara teratur

C.Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas( istirahat)

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea dan


sirkulasi

b. Riwayat Kesehatan

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit


cerebrovaskuler.

Tanda : kenaikan TD, nadi : denyutan jelas, frekuensi / irama : takikardia, berbagai
disritmia, bunyi jantung : murmur, distensi vena jugularis.

c. Ekstermitas

Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler


mungkin lambat
d. Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor


stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang ( khususnya sekitar mata ), peningkatan pola bicara

e. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )

f. Makanan / cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol, mual, muntah

g. Riwayat penggunaan diuretic

Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP ( jugularis
vena pressure), glikosuria

h. Neurosensori

Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada satu
sisi tubuh

i. Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )

j. Episode epistaksis

Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan ), respon motorik : penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic

k. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen

l. Pernapasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea


nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum

m. Riwayat merokok

Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas


tambahan ( krekles, mengi ), sianosis

n. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : Episode parestesia unilateral transien

o. Barthel Index

Barthel index adalah alat ukur yang menggambarkan kemampuan aktivitas sehari-hari
dan mobilisasi pada lanjut usia. Barthel index terdiri dari 10 pengkajian, yaitu makan,
bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali lagi ke kursi roda, berdandan,
mandiri ke toilet, mandi, berjalan, duduk dan berdiri, berpakaian, buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB).

2. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output

e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala

f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.


g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien

h. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit

3. Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular

- Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam.

- Kriteria hasil :

 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD

 Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima

 Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

- Intervensi :

 Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat

 Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

 Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

 Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

 Catat edema umum

 Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah


pengunjung.
 Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi

 Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

 Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur.

 Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

 Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

 Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasiDiuretik Tiazid


misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
bendroflumentiazid ( Naturetin ),

Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ),


Bumetanic ( Burmex ). Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton
( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ), amilioride ( midamor ).

Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ),


Atenolol ( tenormin ), nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine
( Serpasil ), klonidin ( catapres ).

Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker


saluran kalsium ( nivedipin, verapamil )

Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )

Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin


( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )

Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ),


guanabenz ( wytension ), metildopa ( aldomet )
Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil,
loniten

Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid


( hyperstat ), nitroprusid ( nipride, nitropess )

Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE


inhibitor ( captopril, captoten )

b. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

- Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam

- Kriteria hasil :

 Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala

 Pasien tampak nyaman

 TTV dalam batas normal

- Intervensi :

 Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

 Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan

 Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

 Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin

 Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti


kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
 Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk

 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas


(lorazepam, ativan, diazepam, valium )

c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan


adanya tahanan pembuluh darah

- Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung


setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

- Kriteria hasil :

 Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti


ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.

 Haluaran urin 30 ml/ menit

 Tanda-tanda vital stabil

- Intervensi :

 Pertahankan tirah baring

 Tinggikan kepala tempat tidur

 Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia

 Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan

 Amati adanya hipotensi mendadak

 Ukur masukan dan pengeluaran


 Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program

 Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output

- Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 2 x 24 jam

- Kriteria hasil :

 Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari

 Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas

- Intervensi :

 Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat


ditoleransi.

 Berikan bantuan sesuai kebutuhan

 Instruksikan pasien tentang penghematan energy/batasi aktivitas

 Kaji respon pasien terhadap aktifitas

 Monitor adanya diaforesis, pusing

 Observasi TTV tiap 4 jam

 Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu


istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau
sore

e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala


- Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam

- Kriteria hasil :

 Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari

 Tampak dapat istirahat dengan cukup

 TTV dalam batas normal

- Intervensi :

 Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman

 Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur

 Evaluasi tingkat stress

 Monitor keluhan nyeri kepala

 Lengkapi jadwal tidur secara teratur

 Berikan makanan kecil (kue bolu, crackers, pudding) sore hari dan / susu
hangat

 Lakukan masase punggung

 Putarkan musik yang lembut

 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.

- Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 1 x 24 jam

- Kriteria hasil :
 Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan

 Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

- Intervensi :

 Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri

 Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas

 Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien
atas keberhasilannya

g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang


diderita klien

- Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1 x 24 Jam

- Kriteria hasil :

 Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang

 Ekspresi wajah rileks

 TTV dalam batas normal

- Intervensi :

 Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya


kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan
 Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi,
peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk
menyelesaikan masalah

 Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi


untuk mengatasinya

 Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi


maksimum dalam rencana pengobatan

 Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidupKaji tingkat


kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal

 Observasi TTV tiap 4 jam

 Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya

 Berikan support mental pada klien

 Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

h. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit

- Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan


tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam

- Kriteria hasil:

 Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi

 Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program

- Intervensi :

 Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur


 Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress

 Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan


efek samping atau efek toksik

 Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan


dokter

 Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan


dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.

 Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil

 Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat

 Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program

 Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah


yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh
serta alcohol

 Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

 Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien

D.Pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan pada lansia dengan hipertensi
Pihak yang terlibat dalam pemenuhan proses keperawatan pada lansia dengan hipertensi
adalah
- Keluarga : keluarga merupakan salah satu kekuatan terpenting bagi lansia, oleh sebab itu
selain harus memenuhi kebutuhan material kepada lansia, keluarga juga harus
memenuhami kebutuhan dasar psikologis lansia seperti perhatian, kasih sayang, reward,
- Pskiater : membantu lansia dan keluarga untuk memecahkan masalah psikologis maupun
kognitif yang dialami lansia, dan kosultasi.
- Dokter : menangani penyakit fisik yang dialami lansia.
- Perawat : dapat memenuhi kebutuhan bio-psko-sosio-spiritual lansia dan keluarga.
- Pembimbing spiritual : memotivasi lansia untuk meningkatkan keimanan/keyakinan
terhadap Tuhan YME.
- Masyarakat lingungan sekitar : terangga, sahabat, dan pihak lainnya yang terlibat dalam
peningkatan intraksi social pada lansia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
- Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). Dari uraian diatas
disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.

- Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia


Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lanjut usia adalah :
a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-
sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia
semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi
sistolik.
d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel
yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang
kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses
sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan
tekanan darah. Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko
hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya
hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan
(Stockslager, 2008).
- Pihak yang terlibat dalam pemenuhan proses keperawatan pada lansia dengan
hipertensi adalah
Keluarga : keluarga merupakan salah satu kekuatan terpenting bagi lansia, oleh
sebab itu selain harus memenuhi kebutuhan material kepada lansia, keluarga juga
harus memenuhami kebutuhan dasar psikologis lansia seperti perhatian, kasih
sayang, reward,
Pskiater : membantu lansia dan keluarga untuk memecahkan masalah psikologis
maupun kognitif yang dialami lansia, dan kosultasi.
Dokter : menangani penyakit fisik yang dialami lansia.
Perawat : dapat memenuhi kebutuhan bio-psko-sosio-spiritual lansia dan
keluarga.
Pembimbing spiritual : memotivasi lansia untuk meningkatkan
keimanan/keyakinan terhadap Tuhan YME.

B. Saran
Semoga dengan memahami hipertensi pada lansia ini, kita bisa menerapkan dan
membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah dan gangguan tidak nyaman ini
dalam kehidupan.
REFERENSI

Mahoney Fl, Barthel DW:Functional evaluation: the Barthel Index. Md State Med J 14:2, 1965.

van der Putten JJMF, Hobart JC; Freeman JA, Thompson AJ. (1999) Measuring the change
indisability after inpatient rehabilitation; comparison of the responsiveness of the Barthel Index
and Functional Independence Measure. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry,
66(4), 480-484. PubMed Link to abstract

Anda mungkin juga menyukai