Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PAPER FILSAFAT MORAL

SUDAHKAH KALIAN DAN MEREKA BAHAGIA ?

Dosen Pengampu :
A. W. Dewantara, S.S., M.Hum.

Oleh :
IGNASIA NUNKI AURORANINGTYAS
NIM: 71416004

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN


MADIUN

2019
I. Pendahuluan
Bahagia, satu kata yang dapat diaplikasikan pada berbagai situasi, emosi, dan suatu
keadaan. Setiap orang didunia ini pasti ingin memiliki hidup yang bahagia sebagaimana
yang bisa dibayangkan. Banyak yang menjadikan bahagian sebagai tujuan dari hidup
mereka, dan salah satunya mungkin diri kita sendiri. Semua manusia yang hidup dan
menjadikan bahagia menjadi tujuan hidupnya, dalam sehari-harinya berjuang untuk
mendapatkan rasa bahagia yang diharapkan. Contohnya ketika orang bekerja, atau
aktivitas lainnya, sebenarnya apa yang dicari ? Seseorang bekerja bukan hanya untuk
sekedar mencari uang, namun rasa bahagia yang diwujudkan dengan jerih payah dan usaha
yang telah dilakukan.
Tiap individu mempunyai makna atau arti yang berbeda-beda tentang apa itu bahagia.
Ada yang mendefinisikan bahagia itu sama dengan rasa senang. Ada juga yang
mengatakan bahwa bahagia adalah bagian dari kegembiraan yang dirasakan seseorang.
Namun banyak yang mengartikan bahwa bahagian itu berhubungan dengan orang lain
dalam arti seseorang baru merasakan apa itu bahagia ketika orang tersebut bersama orang
lain. Seperti ungkapan bahagia saat kita bisa berkumpul bersama keluarga. Seseorang itu
akan merasa kebahagiaan ketika ia dapat berkumpul bersama keluarganya. Ada juga yang
mengartikan bahwa bahagia itu dicintai dan dihargai.
Seseorang akan merasa bahagian ketika merasa dicintai dan dihargai kehadirannya
disuatu tempat atau komunitas. Rasa bahagia itu akan menjadi berlipat ganda ketika dapat
memberikan kontribusi yang maksimal untuk orang-orang yang dicintai atau orang yang
mencintai diri kita. Namun perasaan bahagia seperti ini tidak didapatkan dengan serta
merta. Untuk mendapatkan kebahagiaan ini seseorang harus berjuang terlebih dahulu
sehingga orang lain dengan sepenih hati mencintai dan menghargai kehadiran diri kita
disana. Jika hal tersebut tidak didapatkan maka bahagia yang diharapkan tidak akan
pernah dirasakan.
Ada juga yang mendefinisikan bahwa bahagia itu berkarya. Kebahagiaan ini akan
didapatkan ketika seseorng berhasil menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati oleh
orang lain. Apalagi ketika karya yang dihasilkan tersebut dipuji, maka rasa bahagia itu
akan bertambah berlipat ganda. Dari pengartian bahagia tersebut, yang menjadi pertanyaan
adalah apakah kertika hal yang dianggap bahagia itu tidak terpenuhi maka orang tersebut
tidak bisa bahagia? Maka ada ungkapan bahwa bahagia itu ketika dapat menjadi diri
sendiri. Ini berari kebahagiaan itu berasal dari dalam dirinya sendiri. Ketika seseorang
berhasil menjadi diri sendiri maka ia akan merakan kebahagiaan itu. Arti bahagia yang
seperti ini tidak bergantung pada orang lain ataupun bergantung pada keadaan tertentu.
Dari definisi bahagai tersebut memang tidak ada yang salah maupun benar, karena orang
merasakan bahagia menutur dirinya sendiri. Mungkin ada orang bahagia ketia ia tidak
melakukan apa-apa, mungkin juga ada orang yang merasa bahagia ketika ia tidak
mempunyai orang yang dicintai dan mencintainya. Semua itu tentunya bergantung pada
pribadi tiap orang masing-masing.
Dijaman yang serba modern dengan segala macam hal kompleks yang ada, manusia
semakin susah untuk mencari kebahagiaan, semakin banyaknya pilihan, semakin
banyaknya tuntutan tak pelak membuat orang susah dalam merasakan kebahagiaan.
Kebahagiaan merupakan suatu hal yang menyenangkan, suka cita, membawa kenikmatan
serta tercapainya sebuah tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahagia
diartikan sebagai keadaan atau perasaan sangat tentram bebas dari segala yang
menyusahkan. Hal itu diperjelas dengan pernyataan dari Myers (dalam Ashari &
Dahriyanto, 2016) bahwa kebahagiaan adalah tercipta dari kesejahteraan yang didapatkan
serta banyaknya financial yang di miliki. Selain itu Myers juga menjelaskan bahwa
kebahagiaan seseorang bisa muncul dengan ketekunan untuk mengaktualisasikan pikiran
dengan bahagia, serta emosi positif pada seseorang.” Pernyataan dari Myers menguatkan
bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemiskinan belum merasakan adanya
kebahagian yang ada pada diri mereka sendiri.
Dari pernyataa tersebut timbulah pertanyaan. Apakah kaya membuat orang bahagia
atau bahagia ketika menjadi kaya? Lalu apakah kekayaan yang didapat dengan cara yang
salah, katakan saja seperti korupsi tetap membuat orang bahagia ? Dan Apakah kekayaan
yang didapat dengan mengorbankan orang lain tetap membuat orang bahagia ? Lalu
bagaimana sebernarnya bahagia yang etis ?

II. Pengertian Bahagia menurut Aristoteles


Menurut Aristoteles bahagia atau kebahagiaan itu bukan suatu keadaan
bahagia.Kebahagiaan bukanlah suatu tingkatan keadaan, jika bahagia adalah suatu
tingkatan keadaan maka orang yang mungkin telah memiliki kebahagiaan itu akan tertidur
sepanjang hidupnya. Aristoteles mengungkapkan bahwa kebahagiaan adalah sebuah
aktivitas, dimana bahagia itu dinamis. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang
didasarkan pada keutamaan dimana keutamaan dalam hal ini adalah berbuat baik atau
kebaikan. Kebahagiaan itu terjadi pada waktu kita menjabarkan kasih yang tulus kepada
sesama yang membutuhkan. Kebahagiaan itu menjadi. milik kita pada waktu menjalankan
seluruh aktivitas kehidupan kita dengan cinta yang berkobar-kobar. Kebahagiaan adalah
itu yang apabila orang mendapatkannya dia tidak kekurangan apa pun. Kebahagiaan
adalah tujuan tindakan.
Aristoteles sangat mengedepankan rasio dalam menggagas realitas kehidupan
manusia. Keutamaan akal budi sangatlah penting, dan mengandaikan akal budi yang baik.
Karena keutamaan yang berkenan dengan pengetahuan budi amat penting, aktivitas yang
mengungkapkan keurtamaan terealisasikan dalam aktivitas belajar. Mengapa aktivitas
belajar adlah sebuah kebahagiaan ?
Menurut Aristoteles kebahagiaan dalam hidup manusia yaitu tercukupinya kebutuhan,
keadilan dalam hidup bersama, terealisasikannya keadilan dalam hidup bersama, ada
waktu luang untuk mengerjakannya dan berkaitan dengan meraih keutamaan (perbuatan
baik). Aristoteles tidak sedang menggagas kebahagiaan rohani dalam hidup kekal. Dia
sedang mengelaborasi tema kebahagiaan dalam hidup sehari-hari. Studi–yang sangat
berurusan dengan pengertian/pengetahuan–jelas membahagiakan karena membawa orang
kepada kebijaksanaan. Aktivitas studi juga adalah self-sufficient (cukup dalam dirinya
sendiri). Maksudnya di sini bukan bahwa studi saja sudah cukup. Melainkan, pengetahuan
kebijaksanaan memang merupakan itu yang membuat manusia self-sufficient. Perhatikan,
studi yang dimaksudkan Aristoteles tidak sama dengan studi yang sekarang sedang
dijalankan untuk persiapan ujian! Studi dalam artian Aristotelian adalah itu yang langsung
menunjuk kepada keutamaan akal budi. Aktivitas studi merupakan kebahagiaan karena
mencakup di dalamnya “leisure time”(waktu luang). Waktu luang artinya bukan waktu
menganggur, melainkan semacam saat kontemplasi mengenai hidup kemanusiaannya
dalam arti sedalam-dalamnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia yang bahagia menurut
Aristoteles adalah manusia yang tercukupi kebutuhan hidupnya, keadilan terealisasi dalam
hidup bersama, adanya waktu luang untuk mengejarnya dan berkaitan dengan peraihan
keutamaan. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang Apakah kaya
membuat orang bahagia atau bahagia ketika menjadi kaya? Lalu apakah kekayaan yang
didapat dengan cara yang salah, katakan saja seperti korupsi tetap membuat orang
bahagia ? Dan Apakah kekayaan yang didapat dengan mengorbankan orang lain tetap
membuat orang bahagia ? Lalu bagaimana sebernarnya bahagia yang etis ? akan bisa
terjawab.
III. Pembahasan
Apakah kaya membuat orang bahagia atau bahagia ketika menjadi kaya ?
Bila ditinjau dari pengertian kebahagiaan menurut Aritoteles, maka status sosial
kaya tidak bisa dijadikan patokan apakah orang itu bahagia atau tidak. Memang segala
kebutuhan dalam hidup sudah tercukupi, namun apakah faktor lain seperti keadilan sudah
terealisasikan dalam kehidupan ? dan jawabannya adalah belum, karena menurut
penelitian Ashari dan Dahriyanto (2016) Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia
yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang masih tinggi. “Pada bulan September 2012,
jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen)”. Hal ini
ditandai dengan masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dan
rendahnya kemampuan untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan sehari-
hari. bahkan dari data tersebut sudah jelas bahwa poin dimana kebutuhan yang tercukupi
sebagai manusia bahagia menurut Aristoteles tidak terpenuhi.
Apakah sudah pantas dikatakan sebagai manusia yang bahagia ? tentu saja belum
menurut Aristoteles. Dari uraian berikut juga didapat bahwa keadilan belum terealisasikan.
Bila keadilan telah terealisasikan dalam hidup maka, tidka ada orang miskin di Indonesia,
dan kasus-kasus seperti korupsi, penyogokan, dan segala kecurangan dalam menangani
masalah tidak ada. Karena sejatinya semua itu belum merujuk pada perbuatan baik setiap
manusia dalam kehidupannya sekarang ini. Masih banyak orang yang egois dan
mementingkan kepentingan pribadi untuk memperkaya diri.

Lalu apakah kekayaan yang didapat dengan cara yang salah, katakan saja seperti
korupsi tetap membuat orang bahagia ?
Semua orang tau apa itu korupsi dan banyak orang tidak setuju dengan korupsi.
Dalam hokum pidana, korupsi adalah suatu tindakan memperkaya diri atau orang lain
tanpa hak. Namun seiring berjalannya waktu, pengertia korupsi yang menitik beratkan
pada penyalahgunaan hak telah bergeser menjadi bagaimana uang Negara dapat
bertambah. Sehingga banyak orang yang tidak bersalah terkena imbas dari korupsi itu, dan
yang melakukan korupsi tetap bebas berkeliaran (Sina, 2008).
Lalu dengan demikian apakah tetap membuat orang bahagia ? tentu jawabannya
tidak. Korupsi berarti menyalahgunakan hak untuk mendapatkan segala sesuatu yang
diinginkan untuk kepentingan pribadi dan tentunya itu bukanlah hal yang membahagiakan
bagi orang yang terkena dampak korupsi tersebut. kebahagiaan itu hanya milik orang yang
melakukan tindakan korupsi tersebut. Tentu saja itu bukanlah suatu tindakan yang adil nda
berkaitan dengan peraihan keutamaan yaitu berbuat baik. Bila Aristoteles mengatakan
bahwa bahagia atau sebuar aktivitas dimana aktivitas itu berhubungan dengan kegiatan
studi atau belajar, lalu apakah dalam korupsi ada aktvitas yang menuju kearah itu? Tentu
tidak ada aktivitas yang menuju kearah tersebut. Aktivitas yang dimaksud juga haru
menuntun manusia untuk meraih keutamaan yaitu perbuatan baik pada sesama. Tindakan
korupsi justru menuntun manusia pada kesesatan akibat ego manusia itu sendiri.

Apakah kekayaan yang didapat dengan mengorbankan orang lain tetap membuat orang
bahagia ?
sama halnya dengan korupsi tadi, tentu saja kebahagiaan yang didapat dengan
mengorbankan orang lain tidak akan membuat orang lain bahagia. Itu disebabkan tidak
adanya keadilan didalamnya. Dan tidak adanya aktivitas yang menuju pada peraihan
keutamaan yaitu berbuat baik. Mengorbankan orang lain agar merasa bahagia bukan
merupakan perbuatan baik, sehingga tidak bisa membuat orng lain bahagia.

Lalu bagaimana sebernarnya bahagia yang etis ?


Bila menurut Aristoteles bahagia adalah suatu aktivitas yang mendorong manusia
dalam peraihan keutamaa dan aktivitas studi, atau singkatnya kebahagiaan sebagai suatu
realitas komplit yang didalamnya tidak kekurangan suatu apapun, maka Thomas Hobbes,
mengkritik Aristoteles karena terlalu utopis. Realitas kehidupan natural manusia adalah
realitas yang tidak memungkinkan orang berpikir tentang kebahagiaan. Maka, etika
kebahagiaan bagi manusia tidak realistis. Etika apa yang berlaku? Etika kehidupan.
Artinya, tindakan manusia terarah dan praktis diarahkan untuk bagaimana orang dapat
membela dan mempertahankan kehidupannya, mula-mula berkaitan dengan keamanan.
Gagasan Aristoteles tentang kebahagiaan lalu dilanjutkan oleh Thomas Aquinas.
Thoman Aquinas Menegaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah Tuhan sendiri, sehingga
kebahagiaan adalah aktivitas manusia untuk mengusahakan dirinya agar sampai ke Tuhan.
Maka bahagian menurut Thomas Aquinas adalah kesatuan jiwa jita dengan Sang Sumber
Kebahagiaan.
Sejatinya manusi itu diciptakan dengan rasa keingin tahuan yang besar, dan makhluk
yang ingin berfikir secara benar Recta Rasio. Sehingga raiso manusia merupakan cetusan
karakter tanggungjawabnya. Tanggungjawab sendiri selalu berkaitan dengan soal benar
tidaknya apa yang dilakukan manusia itu sendiri. Dan karena rasionalitas itu maka
manusia adalah makhluk yang bertanggungjawab. Sehingga setiap manusia harus berfikir
seccara benar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hidupnya.
Jadi kebahagiaan yang etis adalah kebahagiaan yang didapat dari rasional setiap
manusia yang harus dikejar dan diperjuangkan.
Daftar Pustaka

Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).

Ashari, O.B dan Dahriyanto, L.F. (2016) Apakah Orang Miskin Tidak Bahagia? Studi
Fenomenologi Tentang Kebahagiaan Di Dusun Deliksari. Jurnal Psikologi Ilmiah 8(1)

Sina, L.(2008) Dampak dan Upaya Pemberantasan Serta Pengawasan Korupsi di Indonesia.
Jurnal Hukum Pro Justitia.26(1).

Anda mungkin juga menyukai