langsung. Namun, dalam berinteraksi di media sosial kita harus lebih berhati-hati, karena
arus informasi dimedia sosial adalah arus yang sangat cepat dan apabila sudah tersebar
kemana-mana maka akan sangat sulit kita cegah.
Atas dasar tersebut maka kami mencoba merangkum beberapa hal penting terkait adab
dan etika yang perlu kita implementasikan dalam bermedia sosial. Berikut rangkumannya
:
Apabila kita perhatikan ayat tersebut maka kita akan mengetahui kalimat “katakanlah
perkataan yang benar” memiliki pengertian yang tegas dan menyeluruh. Dalam
penjelasan kitab-kitab tafsir dapat kita ambil bahwa inti yang dimaksud mencakup dua hal,
diantaranya :
Akan tetapi, ada yang lebih ringan dari pada itu namun sungguh kebanyakan dari kita sulit
sekali mengamalkannya, yaitu sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
ارَّ َولَ َّْوَّبِ ِشق َِّةََّتََْرةََّّفَ َم َّْنَّ ََّلَّْ ََِي َّْدَّ ِشق ََّةََّتََْرةََّّفَبِ َكلِ َم َّةَّطَيِبََّة
ََّ ات ُقواَّالن
Jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan sedekah setengah biji kurma. Jika tidak
memilikinya maka dengan perkataan yang baik. (HR. Bukhari : 3595)
Namun, sayanganya betapa banyaknya saat ini dijumpai kalimat-kalimat yang buruk
bertebaran di media sosial. Padahal semua bentuk kalimat tersebut telah dilarang oleh
Allah ta’ala dalam firmannya :
Jika ternyata ada orang yang berubah menjadi lebih baik karena sebab postingan kita maka
Allah akan memberikan kita pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakan kebaikan
yang kita sampaikan.
Kebalikan dari pada itu, apabila kita memosting hal-hal yang berkaitan dengan
kemaksiatan kepada Allah seperti, mengajak pada kemungkaran, ujaran kebencian,
mengolok-olok pihak lain, gambar atau video yang terbuka aurat, dan lain sebagainya
maka Allah akan memberikan dosa atas postingan tersebut selama postingan itu ada.
Lebih dari itu, apabila ada orang yang berbuat kemaksiatan disebabkan postingan kita
maka Allah akan menambahkan dosa itu pada kita sebagaimana dosa orang yang
bermaksiat sebab apa yang kita postingan.
Lalu seberapa banyak dosa kita apabila ternyata postingan kita ditonton, dan
dicontoh oleh ribuan bahkan jutaan orang?
Dan barang siapa yang mencontohkan perbuatan yang buruk lalu diikutilah perbuatan itu
maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosanya orang yang mengikutinya tanpa dikurangi
dosanya sedikitpun. (HR. Tirmidzi : 2675)
Maka janganlah sekali-kali memosting hal-hal yang berbau maksiat di media sosial!
Siapa yang memosting kebaikan, maka pahala berlipat baginya. Siapa yang
memosting keburukan, maka dosa berlipat baginya.
c. Perbanyak Postingan yang Bermanfaat
Betapa mirisnya saat ini mulai banyak timbul postingan-postingan yang tidak bermanfaat;
seperti candaan yang berlebihan, gambar meme yang tidak bermanfaat, video tik tok yang
menampilkan kemaksiatan, dan lain sebagainya.
Padahal banyaknya postingan yang berlebihan dalam bercanda dan yang tidak bermanfaat
itu membuat hati menjadi keras dan menunjukkan buruknya keislaman seseorang.
َّإِنََّّ ِم َّْنَّ ُح ْس َِّنَّإِ ْس ََلَِّمَّامل ْرَِّءَّتَ ْرَك َّهَُّ َماَََّّلَّيَ ْعنِ ِيه
َ
Sesungguhnya termasuk baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat baginya. (HR. Tirmidzi : 2318)
Maka dari itu, perbanyaklah postingan yang bermanfaat untuk diri kita dan seluruh
masyarakat penghuni internet (netizen).
Muslim sejati adalah muslim yang meninggalkan hal yang tidak bermanfaat
d. Berpikir Sebelum Memosting
Apabila kita memosting sebuah postingan di media sosial maka postingan yang kita buat
dapat dilihat, direkam, disebarkan dan dimanipulasi oleh siapapun, dimanapun dan
kapanpun. Sehingga, jika postingan kita mengandung hal-hal yang negatif kemudian
dilaporkan disertai bukti jejak digital yang valid maka mau tidak mau kita akan
menanggung resikonya.
Selain itu, apa yang kita posting juga akan sangat susah untuk ditarik kembali apabila sudah
tersebar luas. Belum lagi penyebaran informasi di media sosial saat ini begitu sulit
dikendalikan.
Apalagi jika postingan kita adalah postingan yang berbau maksiat, tentu postingan itu akan
menjerumuskan kita ke dalam neraka. Maka dari itu berfikirlah terlebih dahulu terhadap
dampak postingan tersebut sebelum memostingnya di media sosial.
َ ُتَََّيِين
َّك ََّ ِكَّإِلََّّ ِم َّْنَّ َزْو َجت
َّْ كَّأ ََّْوَّ َماَّ َملَ َك ََّ َظَّ َع ْوَرت
َّْ اح َف
ْ
Jagalah auratmu kecuali dari istri atau budakmu. (HR. Abu Dawud : 4017)
ِ َّإِلََّّاَّلْمج،تَّمعافَاة
ََّ اه ِر
ين َُ َ ُ َّ ِ ُك َُّّلَّأُم
Setiap umatku diampuni kecuali al-Mujaahirun [yaitu orang yang menampakan dan dan
menceritakan perbuatan maksiatnya] (HR. Muslim : 2990)
Terkadang ketika kita diberikan cobaan oleh Allah, justru kita malah melalaikan-Nya dan
mendahulukan media sosial sebagai tempat curhat. Padahal, di dalam agama Islam
seorang muslim diperintahkan untuk curhat kepada Allah walaupun itu masalah yang
sangat sepele.
Di dalam hadits telah dijelaskan, bahwa masalah sekecil apapun yang dihadapi oleh
seorang muslim hendaknya diadukan langsung kepada Allah ta’ala.
Rasulullah shallallaahu ‘alaih wasallam bersabda :
Namun, beliau melarang ummatnya untuk bercanda dengan candaan yang mengandung
unsur dusta, penipuan, membohongi, dan lain sebagainya. Bahkan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam mengancam dalam sabdanya :
ْ ُبَّلِي
ِ ََّ ض ِح
َُّ َويْلََّّلََّهَُّ َويْ َّلَّلََّه،كَّبَِّهَّالْ َق ْوَم َُّ ثَّفَيَ ْك ِذ
َُّ يَّ ُُيَ ِد
َّ َويْلََّّلِل ِذ
Celakalah bagi orang yang bercerita lantas berdusta untuk membuat suatu kaum
tertawa! Celakalah dia! Celakalah dia! (HR. Abu Dawud : 4990)
Selayaknya kita lihat terlebih dahulu konten postingan secara menyeluruh sebelum
memberikan komentar.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa orang yang memberikan informasi
hampir sama dengan orang yang berbicara. Ketika kita memotong apa yang dibicarakan
dengan mengomentarinya secara langsung maka ini adalah hal kurang pantas.
Dari sisi syari’at memang tidak ada dalil yang secara eksplisit menyebutkan tentang hal ini,
tetapi ada kesamaan yang bisa kita ambil dibalik sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam berikut ini :
Akan tetapi kolom komentar bukanlah tempat untuk berdebat walaupun bersifat ilmiah.
Ada beberapa sikap yang perlu kita perhatikan terkait perdebatan di kolom komentar :
Ingatlah, bahwa media sosial adalah media yang sangat terbuka sehingga arus komentar
akan susah di kontrol. Ketika satu orang menyengaja berkomentar dengan komentar yang
memicu perdebatan maka siapapun yang mau berdebat bisa membuat suasana menjadi
semakin panas.
Meskipun kita tampaknya kalah dalam perdebatan tersebut, namun sejatinya kitalah yang
menang. Karena kita telah mempraktekkan adab sedangkan mereka tidak.
Selayaknya kita diam sebagaimana salah satu sifat hamba-hambanya Allah yang
difirmankan oleh Allah ta’ala :
ِ اْل
اهلُو ََّنَّقَالُواَّ َس ََل ًمَّا ِ
َْ ََّوإ َذاَّ َخاطَبَ ُه َُّم
dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, maka mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan. (Q.S Al-Furqon : 63)
ِ ِ ِِ ِ
َّ َّ َوََّل َّيَ ُقولُو ََّن،ص َف ُحو َن ْ َ َّبَ َّْل َّيَ ْع ُفو ََّن َّ َوي،وه َّْم َّ َعلَْيَّه َِّبثْله ُ ُ َّ ََّلَّْيُ َقابِل،ال َّ ِِبلسيِ ِئ
َُّ اْلُهْ َّ إِذَا َّ َسفه َّ َعلَْي ِه َُّم
اْلَ ْه َِّلَّ َعلَْي َِّهَّإِلََّّ ِح ْل ًمَّا
ْ َُّيدَّهَُّ ِشدَّة ُ اّللَُّ َعلَْي َِّهَّ َو َسل ََّمَََّّلَّتَ ِز
َّ َّصلى َِّ َّول
َ َّاّلل َُّ ََّّ َك َماََّّ َكا ََّنَّ َر ُس،إِلََّّ َخْي ًرا
Ketika orang-orang jahil menilai bodoh pada mereka dengan ungkapan yang buruk, maka
mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal.
Bahkan mereka memaafkan dan hanya berkata pada perkataan yang baik. Sebagaimana
sikap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang apabila orang bodoh semakin bersikap
keras pada beliau maka beliau malah menjadi semakin penyantun. (Tafsir Ibnu Katsir 6/122)
Maka sikap yang paling layak kita ambil adalah menghapus komentar tersebut sebelum
menimbulkan kerusakan yang lebih besar.
Ya, termasuk seorang muslim yang baik adalah seorang muslim yang tidak mengganggu
saudara muslim yang lain dengan lisan dan tangannya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh seseorang tentang siapakah
seorang muslim yang baik maka beliau menjawab :
َم َّْنَّ َسلِ ََّمَّالْ ُم ْسلِ ُمو ََّنَّ ِم َّْنَّلِ َسانَِِّهَّ َويَ ِدَِّه
(Seorang muslim yang baik) adalah yang mana muslim yang lain selamat dari (gangguan) lisan
dan perbuatannya. (HR. Muslim : 40)
Muslim sejati adalah yang menjaga lisan dan perbuatannya agar tidak
mengganggu muslim lainnya
3. Etika Media Sosial saat Menyebarkan Informasi (Sharing)
Sebetulnya sharing ini juga bisa dikatakan menyebarkan informasi kepada orang lain yang
sumber informasinya berasal dari kita sendiri. Namun pada umumnya sharing yang kita
fahami adalah membagikan informasi kepada orang lain yang informasi tersebut berasal
dari pihak lain.
Berikut ini beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam menyebarkan informasi yang ada
di internet maupun media sosial :
a. Asal Sharing
Gegabah dalam menyebarkan informasi adalah perbuatan yang buruk. Bahkan ia cukup
untuk dicap sebagai pendusta karena menyebarkan apa saja yang ia dengar tanpa
klarifikasi.
Bahkan banyak diantara kita yang terpengaruh pada berita yang cukup menghebohkan
sehingga terpancing untuk menyebarkannya keseluruh akun media sosialnya.
Inilah kurangnya etika yang sangat disayangkan karena hampir sebagian besar penghuni
internet pernah melakukannya.
Akibatnya, banyak kehormatan seseorang jatuh dan buruk nama baiknya karena
tersebarnya informasi-informasi miring yang sudah menyebar luas ke mana-mana. Bahkan
perbuatan ini juga dapat memecah belah persaudaraan kita.
Di dalam Islam, kita diperintahkan untuk menjaga kehormatan seseorang. Kita tidak
diperkenankan untuk menyebarkan informasi yang menjatuhkan kehormatan seseorang
tanpa mengetahui kebenarannya terlebih dahulu.
Bahkan seandainya berita itu benar maka kita tetap dilarang untuk menyebarkan berita
saudara kita yang bersifat merendahkan kehormatannya. Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda :
ِ ِ ِ
ُ َّ َوع ْر،َُّ َوَمالُه،َُّ َد ُمه،َُّك َُّّلَّالْ ُم ْسل َِّمَّ َعلَ َّىَّالْ ُم ْسل َِّمَّ َحَرام
َُّضه
Setiap muslim kepada muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya,
dan kehormatannya. (HR. Ibnu Majah : 3933)
Apabila iya maka betapa kesalnya kita ketika memosting sebuah karya baik itu tulisan,
gambar maupun video yang bagus dan menarik tiba-tiba orang lain menyebarkan atas
nama karya orang tersebut.
Ya, budaya plagiat ini memang tidak selayaknya kita contoh karena ia akan menumpulkan
kreatifitas seseorang. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengancam
perbuatan ini, beliau bersabda :
ََّّ َولْيَ تَ بَ وَّأَّْ َم ْق َع َدَّهَُِّم ََّنَّالنا ِر،سَّ ِمنا ََّ َوَم َِّنَّاد َعىَّ َماَّ ْلي
ََّ سَّلََّهَُّفَلَْي
Barang siapa yang mengaku-ngaku pada apa yang tidak ia miliki maka ia bukan golongan
kami, dan hendaklah ia bertempat pada tempat duduknya di neraka. (HR. Muslim : 61)
Tak jarang kita jumpai video-video para tokoh seperti politikus, pendakwah, ustadz,
pembicara, pejabat, dan lain sebagainya yang dicari-cari kesalahannya dan dipotong-
potong kemudian disebarkan keseluruh media.
Padahal dengan tegas Allah ta’ala telah melarang perbuatan tersebut dengan berfirman :
َّبَّ َض َّالظ َِّن َّإِ َّْثََّّۖ َوََّل َّ ََتَس ُسوا َّ َوََّل َّيَ ْغت ََّ اجتَنِبُواََّّ َكثِ ًيَّا َّ ِم ََّن َّالظ َِّن َّإِ َّن َّبَ ْع ََّ ََّي َّأَيُّ َهَّا َّال ِذ
ْ َّ ين َّ َآمنُوَّا
َّ ََّّاّللَََّّۖإِن
ََّاّلل َّ َّوهََُّّۖ َوات ُقوا َّ َح ُد ُك َّْمَّأَنَّ ََيْ ُك ََّلَّ ََلْ ََّمَّأ َِخ َِّيهَّ َمْي تًاَّفَ َك ِرْهتُ ُم
َ بَّأ
ُِ ب عض ُكمَّب عضاََّّۖأ
َُّّ َُي ً َْ ُ ْ
َّ تَوابََّّرِح
يم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (Q.S Al-Hujurat : 12)
Demikianlah sedikit dari banyaknya adab bermedia sosial yang bisa kami rangkum. Semoga
artikel ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang mau membaca, mengamalkan, dan
menyebarkannya. Amiin.