Anda di halaman 1dari 4

STRUKTUR

1. Orientasi
Sinar matahari masih terasa terik mmeskipun hari sudah mendekat waktu Asar.
Setelah berpisah dengan Pak Penewu, Raden Mangkudilaga segera memintas jalan. Dia
menikung komplek kuburan dusun, kemudian tiba di tanggul saluran irigasi.

Lelaki setengah tua itu bertubuh ramping. Wajahnya licin dengan kumis kecil dan
jenggot di dagu yang selalu dipiara dengan rapi. Kulitnya kuning dengan bulu-bulu halus,
sementara sepasang matanya mulai layu. Namun dari mata yang layu itu masih memancar
sorot kewibawaan dan kekerasan hati.

Dengan pakaian yang dikenakannya, jas tutup sarskin putih, celana putih, topi prop
putih yang kesemuanya rapid an bersih, membuat Raden Mangkudilaga cenderung sebagai
lelaki pesolek walaupun usianya sudah mendekati 60 tahun. Ditangannya menggantung
sebuah tongkat berkepala gadng berukir, yang tak pernah lepas kemanapun ia pergi. Seolah
tongkat itu sahabat yang paling setia.

2. Pengungkapan Peristiwa
Mata Raden Mangkudilaga takm berkedip menatap jalan raya dusun itu. Bersamaan
dengan napasnya yang turun naik, maka matanya menjadi suram. Sebuah bayangan buruk
mendadak mendatanginya. Bumi dusunnya semakin tak subur ini akan segera akan menjadi
kancah perjuangan hidup beribu orang. Setelah itu penduduk dusun dan juga dirinya tentu
segera akan ikut menderita. Pangan semakin berkurang dan tanah semakin mandul. Akhirnya
kemiskinan akan melanda setiap rumah.

“Peluru dan Bom memang tak jatuh di dusun ini. Tapi dengan ribuan pengungsi yang
datang kemari sama saja artinya kami harus mengalami perang. Mungkin justru lebih bengis
dan kejinya!” batin Raden Mangkudilaga menggeletar berkepanjangan (hal 10-11)
KEBAHASAAN
1. Majas/gaya bahasa
a. Hiperbola
 “kemudian angannya membumbung tinggi menyundul langit yang terbentang
memayungi diatas” (hal 8)

b. Perumpamaan
 “kemudian sepasang mata tuanya, rakus menatap petak-petak sawah yang
terbentang di lembah bawah. Peta-petak sawah itu seperti jajaran korek api
saja” (hal 8)
c. Persinifikasi
 “Raden Mangku menelan napas panjangnya” (hal 25)
 “tapi peluru nyasar sempat merobek-robek perpohonan disekitar dan
memporak-porandakan sebagian atap los dipasar itu” (hal 40)
 “malam semakin merangkak jauh” (hal 55)
 “nyalanya meliuk-liuk hendak menjilat dinding rumah” (hal 55)
 “setelah bom-bom berjatuhan maka segera disusul dengan suara serentetan
peluru yang dmuntahkan dari atas” (hal 40)

2. Kalimat bermakna lampau


 “tahun-tahun yang lalu mugkin kami pun tak akan bisa mendarati dusun ini” (hal 52)

3. Penggunaan konjungsi
a) Konjunsi temporal
 “Kemudian sisanya merupakan ruangan tamu” (hal 47)
 “Lalu cita-citaku akan hancur, panji-panji yang harus dibawa dan diamalkan oleh
anak-anakku hilang sebelum berkibar” (hal 53)
 “Dan tentu Bu Atmaja sendiri akan melihat perubahan sikap ayahnya tersebut.
Kemudian angan Sri Ambsr mengembang lebih lebar” (hal 59)
 “Lalu diam-diam diantara banyak pengungsi yang merasa iri kenapa justru si Waardsn
sendiri yang bias akrab dengan Raden Mangku yang terkensl sombong,tapi cukup
berada itu.” (hal 61-62)
 :Kemudian diajak pergi dan setelah itu dipukuli disebuah tempat tersembunyi” (hal
63)
 “Dalam jarak berapa lama. Kemudian saudara didatangi orang-orang itu” (hal 65)

B) Konjungsi kausal
NILAI-NILAI
1.Nilai Sosial
 “his! Jangan begitu, kita kan harus saling menolong orang. Kita masih unrng ganjar,
bisa tetap tinggal dirumah sendiri. Tak sampai harus mengungsi, seperti mereka.” (hal
17)
 “kita menolong orang, tapi jangan sampai pertolongan itu membuat diri kita sendiri
justru menjadi kocar-kacir.” (hal 20)

2. Nilai Moral
 “dirumah nanti dia akan terang-terangan bilang sama ayahnya. Bahwa perbuatan yang
baru dilakukan itu dosa.” (hal 157)
 “Dan matinya pun menurut berita dibunuh.” (hal 102)
 “bahwa hidup itu harus berwibawa, bekerja keras, serta ulet menentang segala jaman.
Tangguh serta kokoh menghadapi prahara segala musim” (hal 8)

Anda mungkin juga menyukai