Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan salah satu panca indera manusia yang terletak di permukaan tubuh.
Berkaitan dengan letaknya yang ada di permukaan tubuh maka kulit merupakan organ pertama
yang terkena pengaruh tidak menguntungkan dari lingkungan (Santoso, 2001). Kulit mempunyai
bermacam-macam fungsi dan kegunaan, diantaranya kulit berfungsi sebagai termostat dalam
mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme, sinar
ultraviolet dan berperan pula dalam mengatur tekanan darah (Lachman, 1994). Secara alamiah
kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari serangan mikroorganisme dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit
serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit (Wasitaatmadja, 2007).
Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan
seringkali akibat bakteri yang melekat pada kulit menyebabkan terjadinya jerawat. Jerawat
(acne) adalah salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan
dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Kulit yang berminyak menyebabkan pori-pori tersumbat,
sehingga bakteri anaerobic seperti Staphyloccocus aureus akan berkembang biak dengan cepat
dan menyebabkan timbulnya jerawat (Mumpuni dan Wulandari, 2010). Oleh karena itu
dibutuhkan kosmetika untuk mengobati jerawat agar bakteri penyebab jerawat tersebut dapat
dihilangkan.

Sediaan anti jerawat telah banyak beredar di pasaran, baik dalam bentuk gel, salep, krim
dan losio tetapi dari jenis sediaan tersebut salep lebih cocok digunakan untuk jerawat. Sediaan
salep merupakan bentuk sediaan yang memiliki konsistensi yang cocok digunakan untuk terapi
penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. Sediaan salep dengan basis PEG dapat melepaskan
zat aktif dengan baik dibandingkan dengan basis yang larut minyak, selain itu basis ini juga
cocok untuk kulit yang berjerawat karena tidak mengandung minyak (Pasroni dkk, 2004).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mempunyai banyak khasiat, salah satu khasiat
temulawak adalah dapat mengobati jerawat. Temulawak mengandung fraksi pati, kurkuminoid
dan minyak atsiri, kurkuminoid pada temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin,
kandungan kurkumin pada rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, meningkatkan
sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, sebagai antibakteri serta
mencegah terjadinya perlemakan dalam sel-sel hati dan sebagai antioksidan penangkal
senyawa-senyawa radikal bebas yang berbahaya (Yasni, 1993). Minyak atsiri pada temulawak
juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada beberapa
mikroba (Dalimartha, 2002).

Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang temulawak yang memberikan hasil bahwa
ekstrak rimpang temulawak bersifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermis, bakteri yang diisolasi dari permukaan kulit yang berjerawat. Ekstrak
rimpang temulawak dengan konsentrasi 1,9%, 3,8% dan 7,6% b/v dalam sediaan krim dengan
basis minyak dalam air dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba penyebab
jerawat tersebut. Dari ketiga konsentrasi tersebut yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi
tanpa menimbulkan iritasi adalah konsentrasi 7,6 % b/v (Soebagiodkk, 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan salep anti jerawat dari ekstrak rimpang
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang memenuhi syarat pengujian sediaan salep. PEG
400 55,33 % Nipagin 0,18 % Oleum citri qs Ekstrak rimpang temulawak dibuat dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 95% (Tobo, 2001). Salep dibuat dengan cara larutkan
nipagin dengan PEG-400 kemudian lebur PEG-4000 dan campuran PEG400 dengan nipagin di
atas tangas air, aduk sampai dingin. Tambahkan ekstrak rimpang temulawak ke dalam
campuran basis tersebut, lalu diaduk sampai homogen. Setelah homogen, ditambahkan oleum
citri sedikit demi sedikit dalam campuran tersebut. Kemudian dilakukan pengujian salep.
Pengujian salep meliputi Uji organoleptis (Anonim, 2012a), Uji homogenitas (Ditjen POM, 1979),
Pengukuran pH (Ditjen POM, 1979), Uji daya sebar (Maulidaniar dkk, 2011), Uji kemampuan
proteksi (Anonim, 2012b), Uji daya serap air (Lachman, 1994), Uji daya lekat (Anonim, 2012a)
dan Uji ukuran partikel yang dilakukan dengan mengambil sejumlah salep kemudian diletakkan
pada bagian atas kaca obyek kemudian diratakan dengan bantuan kaca obyek yang lainnya dan
dimati di bawah mikroskop menggunakan salep pembanding Slimming Gel Mustika Ratu.

I.II Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak rimpang temulawak dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel?
2. Apakah sediaan gel dari ekstrak rimpang temulawak efektif terhadap bakteri penyebab
jewrawat?
3. Bagaimana formulasi sediaan gel anti acne dari ekstrak temulawak?
4. Bagaimana efektivitas sediaan gel ekstrak rimpang temulawak terhadap bakteri
penyebab jerawat?
5. Berapa konsentrasi basis yang digunakan untuk menghasilkan sediaan gel dengan
stabilitas fisik dan kimia yang baik?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Temu Lawak

Temu lawak merupakan tumbuhan rumpun berbatang semu. Bagian yang dimanfaatkan adalah
rimpangnya. Rimpang ini mengandung 48–59.64% zat tepung, 1.6–2.2% kurkumin, dan 1.48–1.63%
minyak atsiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal. Manfaat lainnya adalah sebagai obat
jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol, antiradang, antianemia, antioksidan, pencegah
kanker, dan antibakteri.

Gambar 1. Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)

Minyak atsiri temu lawak berwarna kuning kehijauan dan berbau aromatik tajam. Komponen
utamanya antara lain α-kurkumena, xantorizol, farnesol, germakrena, germakron, kamfor, zingiberena,
kamfena, dan α-turmeron. Xantorizol atau 1,3,5,10-bisabolatetraen-3-ol merupakan salah satu
komponen aktif dalam temu lawak yang berfungsi sebagai antibakteri S. Aureus, Candida albicans,dan
Streptococcus mutans serta antitumor . Kurkumin dan turunannya dan kurkumenol juga terbukti sebagai
antibakteri efektif untuk S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Kurkumin juga aktif sebagai
antiradang.

II.2 Jerawat (Acne vulgaris)

Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar polisebasea pada kulit yang ditandai
dengan komedo, papul, pustul, dan nodul. Penyebaran jerawat terjadi di muka, dada, punggung yang
mengandung kelenjar sebasea. Bakteri anaerob P. acnes dan bakteri aerob S. aureus dan S. Epidermidis
berperan dalam proliferasi jerawat. Beberapa kondisi penyebab jerawat antara lain produksi sebum
berlebih, hiperkeratinisasi folikel rambut, stres oksidatif, dan munculnya mediator yang menyebabkan
peradangan. Produksi minyak berlebih pada kulit dapat menyumbat pori-pori. Kondisi ini diperparah
oleh adanya bakteri yang dapat menyebabkan peradangan karena asam lemak dan minyak kulit yang
tersumbat akan mengeras. Bahan antibiotik lazim digunakan untuk mengobati jerawat. Namun, bahan
alam perlu dikembangkan sebagai alternatif antijerawat karena antibiotik dapat menimbulkan resistensi
jika digunakan terus menerus.

II.3 P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis

Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif dengan bentuk batang takberspora.
Beberapa sifat P. acnes antara lain dapat menghemolisis darah dan tumbuh baik dalam kondisi anaerob
dengan media agar darah pada suhu optimum 37 ºC selama 3–7 hari. P. acnesmemiliki beberapa enzim
antara lain lipase, hialuronidase, gelatinase, fosfatase,dan lesitinase. P. acnes merupakan salah satu
bakteri pemicu terjadinya jerawat karena lipasenya mampu menghidrolisis sebum triasilgliserol menjadi
asam lemak bebas. Asam lemak yang berlebihan dalam kulit dapat mengakibatkan peradangan karena
asam lemak tersumbat dalam pori-pori kulit dan mengeras.

Staphylococcus merupakan bakteri gram positif dengan diameter 0.5–1.5 µm dengan bentuk bulat
dan bergerombol seperti anggur. Spesies S. aureusdan S. epidermidis adalah flora normal kulit penyebab
jerawat.Bakteri S. aureus patogen dan memiliki resistensi tinggi terhadap antibiotik. Perbedaan
mencolok S. Aureus dan S. epidermidis adalah terbentuknya pigmen kuning pada koloni S. aureus,
sementara S. epidermidis tidak. S. aureus dapat menghemolisis darah dan menggumpalkan plasma
kelinci. Enzim katalase berperan penting dalam pertahanan bakteri S. aureus dan S. epidermidis.Kedua
bakteri initumbuh baik dalam kondisi anaerob,anaerob fakultatif, maupun aerobpada suhu 35–37 ºC
dengan waktu optimum pembelahan bakteri 12–18 jam.

Antibakteri Metode Dilusi dan Difusi

Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat proliferasi bakteri. Antibakteridapat bersifat
bakteriostatik maupun bakterisidal. Antibakteri yang baik memiliki kekuatan menghambat pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi yang rendah. Terdapat 2 macam pengujian antibakteri, yaitu metode dilusi dan
difusi. Metode difusi memanfaatkan kertas cakram. Pengujian antibakteri dilakukan dengan melihat
zona bening yang terbentuk di sekitar cakram yang ditetesi formula uji. Sementara uji dilusi
memanfaatkan metode pengenceran serial, dengan formula terendah yang tidak menunjukkan
kekeruhan setelah inkubasi pada hari pertama merupakan KHM danyang tidak menunjukkan kekeruhan
setelah diinkubasi pada hari kedua disebut KBM. Kedua metode ini digunakan untuk memperkuat hasil
daya antibakteri yang dimiliki suatu formula.

(Susanti, Listiani Nurul:2013)

II.4 Gel

a. Defenisi Gel

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari
partikel anorganik yang kecil atau organic yang besar dan saling diserap cairan. Idealnya pemilihan
gelling agent dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, tidak bereaksi dengan komponen
lain. Penambahan gelling agent dalam formula perlu dipertimbangkan yaitu tahan selama penyimpanan
dan tekanan tube selama pemakaian topical. Beberapa gel terutama polisakarida alami peka terhadap
derajat microbial. Penambahan bahan pengawet perlu untuk mencegah kontaminasi dan hilangnya
karakter gel dalam kaitannya microbial.

b. Basis Gel

Berdasakan komposisinya, basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel hidrofobik dan gel
hidrofilik.

1. Basis gel hidrofobik

Basis hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila ditambahkan ke dalam fase
pendispersi, bilamna ada hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan
hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur
yang khusus. Disebabkan oleh tingginya kandungan air, sediaan ini dapat mengalami kontaminasi
mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya
stabilisasi dari segi mikrobial disamping penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam,
khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan
dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan,
untuk menghindari mengeringnya. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube.
Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang
memuaskan.Keuntungan gel hidrofilik antara lain : daya sebarnya pada kulit baik, efek dingin yang
ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit
khususnya respirasio sensibilis oleh karena tidak melapisi permukaaan kulit secara kedap dan tidak
menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh
yang berambut dan pelepasan obatnya baik (Ansel, 1989).

c. Uji stablitas fisik gel

Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang akan diluluskan dan beredar
spasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh factor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban terhadap parameter-parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenisdan
net volume, sehingga dapat diteta[kan tanggal kadaluarsa yang sebenarnya berdasarkan durasinya. Uji
stabilitas dibagi 2 yaitu:

A. Uji stabilitas jangka pendek (dipercepat)

Uji stabilitas jangka pendek dilakukan selama 6 bulan dengan kondisi ekstrim 400

± 200C dan Rh 75% ± 5%. Interval pengujian dilakukan pada bulan ke tiga dan keenam .

B. Uji stabilitas jangka panjang

Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai pada waktu kadaluarsa produk seperti yang tertera pada
kemasan. Pengujian dilakukan setiap 3 bulan sekali, pada tahun keduan, pada tahun ketiga dan
seterusnya, pengujian dilakukan setahun sekali. Untuk uji stabilitas jangka penjang, sampel disimpan
pada kondisi: ruangan dengan suhu 300C ± 200 C dan Rh 75% ± 5% untuk menyimpan produk-prroduk
dan iklim penyimpanan pada suhu sejuk ruangan untuk uji stabilitas dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

1) Suhu ruangan 400 ± 200C dan Rh 75% ± 5%

2) Suhu ruangan 300 ± 200C dan Rh 75% ± 5%

3) Suhu ruangan 200 ± 200C dan Rh 40% ± 5%

4) Suhu ruangan 400 ± 200C dan Rh ≤ 35%

Kondisi penyimpanan yang dipercepat Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah
dengan penyimpanan sealama beberapa periode wwaktu pada suhu syang lebih tinggi dari normal. Di
dalam laboratorium siklus suhu 50C dan 400C dalam 24 jam digunakan selama 24 siklus, sedangkan
siklus lainnya 50C dan 350C dalam 12 jam digunakan selama 20 siklus.Pengujian satbilitas fisik gel
meliputi:

a. Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan,
dimana viskositas tersebut menyatakan besar tahanan suatu viskositas untuk mengalir, semakin tinggi
viskositas maka semakin besar pula tahanannya.

b. Pengukuran pH

Pengukran pH digunakan pH untuk mengetahui pH gel apakah sesuai dengan pH kulit yaitu
antara 5- 6,5.

c. Uji sineresis

Sineresis adalah keluarnya air atau merembesnya cairan dari dalam sediaan dimana air tidak
terikan kuat oleh komponen, bahan yang ada. Semakin tinggi tinggi sineresi maka semakin cepat lunak
tekstur sediaan tersebut. Pada fenomena ini, jika suatu gel didiamkan selama

Anda mungkin juga menyukai