Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1. Permasalahan

a. Latar Belakang

Dimuka bumi ini keberadaan manusia dapat dikatakan sebagai mahkluk

yang terbatas. Mengingat manusia memerlukan beragam kebutuhan untuk

memenuhi kebutuhan yang berlangsung saat ini dan kebutuhuan dimasa depan

seperti kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi untuk bertahan hidup atau

lebih dikenal dengan kebutuhan insidentil. Kebutuhan manusia yang paling

mendasar untuk dapat bertahan hidup dengan layak adalah sandang, papan dan

pangan. Setidaknya jika ketiga unsur tersebut dapat terpenuhi, manusia dapat

dikatakan sejahtera. Ketiga unsur kebutuhan pokok yang harus manusia penuhi

tersebut memang berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan manusia. Selain

ketiga unsur pokok kebutuhan manusia tersebut, kebutuhan hidup manusia

sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknya adalah relatif tergantung pada

kemampuan atau daya beli seseorang. Daya beli seseorang tentulah sangat

dipengaruhi oleh penghasilan yang ia peroleh dalam kurun waktu tertentu setelah

ia bekerja.

Manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai segala kebutuhannya untuk

bertahan hidup, baik itu pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja

dengan orang lain. Maksud dari bekerja pada orang lain adalah bekerja dengan

1
2

bergantung pada orang lain yang memberi perintah kerja dan mengutusnya,

karena harus tunduk dan patuh pada pemberi kerja. 1 Bekerja merupakan kegiatan

untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat.

Selain itu juga mengandung arti sebagai hubungan antara sesama umat manusia,

yang juga berada dalam kaitan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Manusia yang bekerja disebut pekerja. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja atau buruh adalah setiap

orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Kemajuan sebuah negara diikuti dengan majunya masyarakat yang terdapat

dalam negara tersebut, dengan banyaknya perusahaan-perusahaan yang

berkembang. Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan

penting sebagai salah satu unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional.

Dengan menyadari peranan dari tenaga kerja, sangatlah wajar apabila diberikan

perlindungan hukum karena tenaga kerja merupakan aset yang terpenting dalam

upaya meningkatkan volume pembangunan. Selain itu sesuai dengan Pasal 102

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam

melaksanakan hubungan industrial, maka pekerja mempunyai fungsi menjalankan

pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan

produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan,

dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan. Upaya dari memberikan

perlindungan hukum bagi pekerja atau buruh dalam suatu hubugan kerja

merupakan tindak lanjut dari penegakkan hak asasi manusia. Pengakuan adanya
1
Zainal Asikin dkk., Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 1.
3

persamaan dimuka hukum antara pengusaha dengan pekerja atau buruh

merupakan konsekuensi yuridis dari makna yang terkandung dalam Pasal 27

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam mencapai tujuannya, dalam sebuah perusahaan sangat di pengaruhi

oleh pekerja. Tidak jarang terjadi perselisihan antara pekerja atau buruh dengan

pengusaha, terjadinya perselisihan di dalam perusahaan merupakan sesuatu yang

sangat mengganggu kegiatan operasional perusahaan, banyak hal yang selalu

menjadi pemicu permasalahan antara pekerja dan perusahaan. Dalam proses

tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Di negara Indonesia Pemutusan Hubungan

Kerja ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, dimana disini dijelaskan aturan-aturan mengenai pemutusan

hubungan kerja.

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran

hubungan kerja karena hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan

kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari

pihak pekerja atau buruh, karena dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

tersebut pekerja atau buruh yang bersangkutan akan kehilangan mata pencaharian

untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Pemutusan Hubungan Kerja pada

dasarnya merupakan masalah yang kompleks karena seacara tidak langsung


4

berkaitan dengan pengganguran, kriminalitas, dan kesempatan kerja. Seiring

dengan laju perkembangan industri usaha serta meningkatnya jumlah angkatan

kerja yang bekerja dalam hubungan kerja, maka permasalahan pemutusan

hubungan kerja merupakan topik permasalahan karena menyangkut masalah

kehidupan manusia. 

Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang

telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan

terhadap kedua belah pihak baik dari pengusaha dengan pekerja atau buruh karena

pihak-pihak yang bersangkutan telah menyadari saat berakhirnya hubungan kerja

tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam

menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena

adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah

pihak, terlebih lagi yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan

yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha2, karena pemutusan

hubungan kerja bagi pekerja pihak pekerja atau buruh akan memberikan dampak

pengaruh seperti psikologis, ekonomis, dan finansial. 3 Sehubungan dengan akibat

yang ditimbulkan dengan adanya pemutusan hubungan kerja itu khususnya bagi

buruh dan keluarganya, Prof. Imam Soepomo menulis,4 dikatakan bahwa:

2
Asyhadie Zaeni, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), hal. 177.
3
Zainal Asikin dkk., Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 173 – 174.
4
ibid, hlm. 174 – 175.
5

“Pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala

pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan

dari berakhirnya kemampuan membiayai keperluan hidup sehari-hari

baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuan

menyekolahkan anak-anak dan sebagainya.”

Bagi pekerja atau buruh, pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi momok bagi

pekerja atau buruh karena mereka dan keluarganya terancam kelangsungan

hidupnya dan merasakan derita akibat dari PHK itu. Mengingat fakta dilapangan

bahwa mencari pekerjaan bukan hal yang mudah. Semakin ketatnya persaingan,

angkatan kerja terus bertambah dan kondisi dunia usaha yang selalu fluktuatif,

sangatlah wajar jika pekerja atau buruh selalu khawatir dengan adanya pemutusan

hubungan kerja itu.

Pada dasarnya, hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan

pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha,

dimana pekerja menyatakan kesanggupannya bekerja dengan pengusaha dengan

menerima upah dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk

mempekerjakan pekerja dengan membayar upah (seperti tercantum dalam

perjanjian kerja). Perjanjian kerja memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan

dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban bagi pekerja serta hak dan

kewajiban bagi pengusaha. Dengan adanya perjanjian kerja maka timbul

kewajiban satu pihak untuk bekerja dan pihak lain mempekerjakan dengan

membayarkan upah. Didalam hubungan kerja akan terdapat tiga unsur, yaitu
6

pekerjaan tertentu sesuai dengan perjanjian, upah (unsur pokok yang menandai

adanya hubungan kerja), dan perintah dari satu pihak yang berhak memberikan

perintah pada pihak lain yang berkewajiban melaksanakan perintah. Hubungan

kerja yang diatur dalam perjanjian kerja dapat berlangsung untuk waktu tidak

tertentu dan juga diadakan untuk jangka waktu tertentu. Adapun bentuk perjanjian

kerja dalam praktik dikenal dua bentuk perjanjian, yaitu :

1. Perjanjian tertulis, yaitu perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya

kesepakatan para pihak bahwa perjanjian yang dibuat harus secara tertulis

agar lebih ada kepastian hukum.

2. Perjanjian tak tertulis, yaitu perjanjian yang oleh undang-undang tidak

disyaratkan dalam bentuk tertulis.

Diketahui bahwa setiap hubungan kerja dalam pembangunan industri selalu

menimbulkan sifat-sifat yang berbeda dalam hubungan antara pengusaha dan

pekerja sehingga menimbulkan pengaruh sosial dalam masyarakat. Satjipto

Raharjo mengungkapkan bahwa penguasaan atas usaha perindustrian tak dapat

disamakan begitu saja dengan konsepsi yang lama tentang penguasaan manusia

atas barang dan sejumlah perubahan lain dalam pengorganisasian dalam

masyarakat.

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja


7

atau buruh dengan alasan pekerja atau buruh telah melakukan kesalahan berat

sebagai berikut:

a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang

milik perusahaan

b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perusahaan

c) Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau

mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan

kerja

d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja

e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja

atau pengusaha di lingkungan kerja

f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

g) Ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya

barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan

h) Ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam

keadaan bahaya di tempat kerja


8

i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara

j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam

pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pasal 158 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyatakan, pembuktian bahwa pekerja atau buruh telah

melakukan kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Ayat

(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan harus

didukung dengan bukti sebagai berikut:

1. Pekerja/buruh tertangkap tangan

2. Ada pengakuan dari pekerja atau buruh yang bersangkutan

3. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang

di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2

(dua) orang saksi

Di era globalisasi ini, permasalahan tentang sumber daya manusia dalam

suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih apapun

teknologi yang dipergunakan dalam suatu perusahaan serta sebesar apapun modal

yang diputar perusahaan, pekerja dalam perusahaan yang pada akhirnya akan

menjalankannya. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas

yang baik dari pekerja dalam melaksanakan tugasnya, dengan adanya modal dan
9

teknologi yang canggih mustahil akan membuahkan hasil yang maksimal, sebab

termasuk tugas pokok dari pekerja adalah menjalankan proses produksi yang pada

akhirnya dapat mencapai keberhasilan perusahaan.

Konstribusi pekerja pada suatu perusahaan akan menentukan maju atau

mundurnya sebuah perusahaan. Saat menjalankan fungsinyanya sebagai salah satu

elemen utama dalam suatu sistem kerja, pekerja tidak bisa lepas dari berbagai

macam kesulitan dan masalah. Salah satu contoh permasalahan yang sedang

marak saat ini adalah karena krisis ekonomi yang terjadi sehingga banyak

perusahaan di Indonesia harus melakukan upaya restrukturisasi.

Disebuah perusahaan yang bergerak dibidang furniture di kota Surabaya

yaitu PT. Kurnia Asri Perkasa memiliki peraturan perusahaan. Peraturan

perusahaan tersebut telah menjadi kesepakatan kerja bersama antara pengusaha

dengan pekerja. Salah satu peraturan yang dibuat oleh PT. Kurnia Asri Perkasa

adalah pekerja dapat dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan

efisiensi dengan mempertimbangkan penilaian prestasi kerja. Seluruh pekerja

sepakat dengan adanya peraturan tersebut. Dengan berlandaskan kesepakatan

kedua belah pihak mengenai peraturan perusahaan yang menjadi perjanjian kerja

bersama antara pengusaha dan pekerja atau buruh, pelaksanaan penilaian prestasi

pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa berlangsung sejak terbitnya peraturan tersebut.

Sehingga salah satu penyebab putusnya hubungan kerja antara pengusaha dan

pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa adalah efisiensi perusahaan serta hasil

penilaian prestasi pekerja.


10

Bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja guna efisiensi

perusahaan yang dipilih berdasarkan hasil evaluasi penilaian prestasi, prosedur

penilaian kinerja yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan ada beberapa yang

tidak dapat diterima oleh pekerja serta perusahaan yang tidak memberikan hak-

hak penuh pada pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya, seperti pemberian

uang jasa dan uang pesangon yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ini salah satu faktor penulis tergugah

untuk meneliti perihal perlindungan hukum terhadap pekerja atau buruh yang

terkena pemutusan hubungan kerja akibat penilaian prestasi kerja. Berdasarkan

latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji dalam bentuk skripsi yang

berjudul “Perlindungan Hukum Pekerja Akibat Pemutusan Hubungan Kerja

di PT. Kurnia Asri Perkasa.”

b. Rumusan Masalah

Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka permasalahan

dari skripsi ini dapat dirumuskan:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja yang dikenai

Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa ?

2. Bagaimana Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa ?

3. Bagaimana akibat hukum terdadap pekerja yang dikenai Pemutusan

Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa ?

2. Penjelasan Judul
11

Skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Pekerja Akibat Pemutusan

Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa” dipilih karena mengingat

perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap

subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif

maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan

kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu

konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,

kemanfaatan dan kedamaian.5 Sementara yang terjadi di PT. Kurnia Asri Perkasa

yang membuat kesepakatan kerja bersama antara pengusaha dan pekerja, dimana

salah satu isinya memuat tentang pekerja dapat dikenai PHK guna efisiensi

perusahaan dengan mempertimbangkan penilaian prestasi kerja. Bagi pekerja

yang tidak memenuhi prestasi yang telah ditetapkan perusahaan akan dilakukan

pemutusan hubungan kerja serta baik uang jasa dan uang pesangon yang diberikan

kepada pekerja yang dikenakan pemutusan hubungan kerja akibat tidak memenuhi

prestasi yang ditetapkan oleh pengusaha ditentukan oleh direktur PT. Kurnia Asri

Perkasa dengan melihat kondisi keuangan dari perusahaan.

Melihat fakta-fakta yang ada penulis berpendapat bahwa seharusnya

penetapan uang jasa dan uang pesangon yang diberikan oleh pengusaha terhadap

pekerja tidak boleh ditentukan oleh direktur dari PT. Kurnia Asri Perkasa

melainkan harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan.

5
Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI,
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
12

3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja yang dikenai

Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa..

b. Untuk mengetahui bagaimana Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia

Asri Perkasa.

c. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum terhadap pekerja yang dikenai

Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa.

4. Metode Penelitian

a. Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian hukum

yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif menurut Peter Mahmud

Marzuki yaitu “Suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-

prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

sedang dihadapi”.6

b. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan secara perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep

(conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan secara

perundang-undangan (statute approach) adalah penelitian yang pendekatan

6
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), hlm. 35.
13

utamanya melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan

pendekatan konsep (conceptual approach) adalah pendekatan yang diperoleh

melalui literature-literatur dan bahan bacaan lainnya sebagai teori pendukung dari

pembahasan tersebut.7 Sedangkan pendekatan kasus (case approach) merupakan

pendekatan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu

hukum yang dihadapi.

c. Bahan Hukum

Penulisan ini menggunakan bahan hukum yang diperoleh melalui studi yang

berbentuk:

1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat

yang terdiri dari asas dan kaidah hukum yang berlaku, baik berupa

peraturan perundangundangan8, yaitu berupa bahan hukum yang berasal

dari peraturan perusahaan yang menjadi perjanjian kerja bersama pada

PT. Kurnia Asri Perkasa serta mengkaji peraturan perundang-undangan

yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang mempunyai sifat tidak

mengikat dan diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk mendukung

bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari:

a) Buku-buku tentang perjanjian

b) Buku-buku tentnag ketenagakerjaan

c) Skripsi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan

7
Ibid., hlm. 136
8
Amaruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 31.
14

d) Bahan-bahan acuan lain yang relevan dengan permasalahan

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan

hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, jurnal,

surat kabar dan sebagainya.9

d. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum / Data

Untuk mendapatkan data-data yang terkait digunakan beberapa metode

pengumpulan data, Sorjono Soekanto menyebutkan ada tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi, observasi, dan interview.10 Langkah

pengumpulan data-data dilakukan dengan dokumentasi dan observasi, yakni

mempelajari peraturan perundang-undangan dan menginventarisasi bahan-bahan

hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam skripsi, mengklasifikasi

(menggolongkan) bahan hukum yang sesuai dengan kebutuhan penulisan dan

mengurutkan (sistemasi) bahan hukum tersebut. Langkah menganalisis bahan

hukum untuk memperoleh jawaban atas permasalahan digunakan penalaran yang

bersifat deduksi (dari argumentasi umum ke khusus) yang berawal dari bahan

hukum dan dikaitkan dengan pokok permasalahan pada masalah yang dikaji.

e. Analisis Bahan Hukum

Dalam hal ini analisa data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif

kualitatif, yaitu analisa yang menggambarkan keadaan atau status fenomena

9
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 54.
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), Cetakan III,
hlm. 21.
15

dengan kata-kata atau kalimat, kemudian dipisahkan menurut kategorinya untuk

memperoleh kesimpulan.11

5. Pertanggung Jawaban Sistematika

Pertanggung jawaban sistematika ini dimaksudkan untuk memberikan

model kerangka penulisan yang tertata dan berurutan. Sistematika penelitian ini

terdiri dari lima bab, masing - masing bab terdiri beberapa sub bab. Langkah awal

dalam penulisan skripsi ini dimulai dari :

Bab I Pendahuluan, bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi dan

terdiri dari sub bab, yaitu meliputi: Latar Belakang Masalah yang berisi gambaran

umum tentang masalah yang akan diteliti; Rumusan Masalah yang di dalamnya

berisi hal yang dipertanyakan atau ingin diketahui dari kajian yang dilakukan;

Alasan Pemilihan Judul, hendak menguraikan alasan pemilihan judul dalam

penulisan skripsi ini; Tujuan Penulisan, di dalamnya memuat tujuan yang ingin

dicapai dari penulisan skripsi yang dilakukan; Metode Penelitian, berisi metode -

metode yang digunakan dalam penelitian dan Pertanggung jawaban Sistematika

yang berisi susunan atau sistematika dalam penulisan skripsi yang dibuat.

Bab II mengenai pembahasan tinjauan teori dan pembahasan perlindungan

hukum terhadap pekerja yang dikenai Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia

Asri Perkasa.

11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 248.
16

Bab III mengenai pembahasan proses Pemutusan Hubungan Kerja di PT.

Kurnia Asri Perkasa.

Bab IV mengenai pembahasan tentang akibat hukum bagi pekerja yang

dikenai Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa.

Bab V adalah penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan yang merupakan

jawaban ringkas atas permasalahan yang dikemukakan dan saran yang merupakan

penunjang dari kesimpulan beserta literatur dalam pembahasan kasus tersebut.


BAB II

TINJAUAN TEORI DAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA YANG

DI PUTUS HUBUNGAN KERJA DI PT. KURNIA ASRI PERKASA

1. Perlindungan Hukum

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Istilah perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal dengan legal

protection, sedangkan dalam bahasa belanda dikenal dengan rechts bescherming.

Secara etimologi perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yakni

perlindungan dan hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perlindungan

diartikan (1) tempat berlindung, (2) hal (perbuatan dan sebagainya), (3) proses,

cara, perbuatan melindungi.12 Hukum adalah Hukum berfungsi sebagai

pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum

harus dilaksanakan secara profesional. Artinya perlindungan adalah suatu

tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu menurut hukum

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan hukum

merupakan hak setiap warga negara, dan dilain sisi bahwa perlindungan hukum

merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh karenanya negara wajib

memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya. Pada prinsipnya

perlindungan hukum terhadap masyarakat bertumpu dan bersumber pada konsep

tentang pengakuan dan perlindungan terhadap harkat, dan martabat sebagai

manusia. Sehingga pengakuan dan perlindungan terhadap hak tersangka sebagai

bagian dari hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan.


12
Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan, diakses
pada tanggal 21 Juli 2020
18

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.13

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan

peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.14

Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal

ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh

hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang

dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama

manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan

kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.15

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

13
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.74.
14
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hlm. 25.
15
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1980), hlm. 102.
19

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.16

Sehingga berdasarkan uraian dan pendapat para pakar di atas dapat

simpulkan bahwa perlindungan hukum adalah perbuatan untuk melindungi setiap

orang atas perbuatan yang melanggar hukum, atau melanggar hak orang lain, yang

dilakukan oleh pemerintah melalui aparatur penegak hukumnya dengan

menggunakan cara-cara tertentu berdasarkan hukum atau peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebagai upaya pemenuhan hak bagi setiap warga negara,

termasuk atas perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa

(aparatur penegak hukum itu sendiri).

b. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum

untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat

preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),

baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan

peraturan hukum. Menurut Hadjon,17 perlindungan hukum bagi rakyat meliputi

dua hal, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum

dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan

atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk


16
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004), hlm. 3.
17
Philipus M.Hadjon, op.cit., hlm. 4.
20

yang definitif.18 Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan

tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat

dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah

suatu pelanggaran serta memberikan suatu batasan dalam melakukan

suatu kewajiban.19

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum

suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya

adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif

sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada

kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang

preventif pemerintah terdorong untuk lebih bersifat hati-hati dalam

mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum

ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.20

2) Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum

dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa. 21 Perlindungan

Hukum Represif Merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti

denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran hukum.22

Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan suatu

18
Ibid.
19
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 2003), hlm. 20.
20
Philipus M.Hadjon, Op.cit., hlm. 30.
21
Ibid, hlm. 4.
22
Muchsin, Loc cit.
21

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan

Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan

hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah

bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah

dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-

pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip

kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak

pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan

dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama

dan dapat dikaitkan dengan tujuan negara hukum.23

Perlindungan hukum bertujuan untuk mencari keadilan. Keadilan dibentuk oleh

pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab

atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan

berdasarkan hukum positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai

dengan realita di masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang

aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee)

di dalam negara hukum (Rechtsstaat), dan bukan negara kekuasaan (Machtsstaat).

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum

harus memperhatikan 4 unsur, yaitu:

1) Kepastian Hukum (Rechtssicherkeit)


23
Philipus M.Hadjon, Loc.cit.
22

2) Kemanfaatan Hukum (Zeweckmassigkeit)

3) Keadilan Hukum (Gerechtigkeit)

4) Jaminan Hukum (Doelmatigkeit).24

Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat

dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hukum, serta isi

hukum harus ditentukan oleh keyakinan etnis, adil tidaknya suatu perkara.

Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan

baik serta memenuhi dan menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak

terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara sistematis,

artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi terwujudnya kepastian

hukum dan keadilan hukum.25

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Dan agar

kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional.

Pelaksanaan hukum dapat berlangsung aman, damai dan tertib. Hukum yang telah

dilanggar harus ditegakkan melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum

menghendaki kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan

yustisiable terhadap tindakan kesewenang-wenangan. Masyarakat mengharapkan

adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan

tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan

penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum

harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat dan jangan sampai hukum

yang dilaksanakan dapat menimbulkan keresahan di dalam masyarakat itu sendiri.

24
Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). hlm. 43.
25
Ibid., hlm. 44.
23

Masyarakat yang mendapat perlakuan baik dan benar akan mewujudkan keadaan

yang tentram. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam

kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan

terwujud tujuan hukum secara umum yaitu ketertiban, keamanan, ketentraman,

kesejahteraan, kedamaian, kebenaran dan keadilan. Aturan hukum baik berupa

hukum tertulis (undang-undang) maupun hukum tidak tertulis, berisi aturan-aturan

yang bersifat umum yang menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam

hidup bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama maupun dalam

hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi

masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.

Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan

kepastian hukum. Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dan kedua,

berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian

hukum bukan hanya berupa pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya

konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan

hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.26

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti

26
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008). hlm. 157-
158.
24

tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam arti ia menjadi

suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian

aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.

Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia

merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap

harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara

hukum yang berdasarkan pancasila. Perlindungan hukum hakekatnya setiap orang

berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum

harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam

perlindungan hukum. Dari sekian banyak jenis dan macam perlindungan hukum,

terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kita,

seperti perlindungan hukum terhadap tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap

tenaga kerja ini telah diatur salah satunya dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang pengaturannya mencakup segala hal

yang menjadi hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja.

2. Tenaga Kerja

a. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab I Pasal 1

ayat (2) disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
25

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.27 Sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau

mengerjakan sesuatu, orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam

maupun di luar hubungan kerja. Secara garis besar penduduk suatu negara

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.

Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketengakerjaan sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep

ketenagakerjaan pada umumnya sebagaimana ditulis Payaman J Simanjuntak,

bahwa pengertian tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau

sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain

seperti sekolah dan mengurus rumah tangga.28

Adapun Pekerja dapat diartikan sebagai buruh yang mana arti buruh adalah

barang siapa bekerja pada majikan dengan menerima upah.29

Selain itu yang setara dengan pekerja atau buruh adalah ada istilah lain yang

dapat diartikan sebagai berikut:

1) Kuli adalah orang yang bekerja pada orang lain sebagai pesuruh dan

cenderung lebih besar porsi pekerjaan yang harus diselesaikan jika

dibandingkan upah yang diterimanya dari majikan.

2) Pembantu adalah orang bekerja pada orang lain dengan segala

kelemahannya dan kesederhanaannya dan cenderung sebagai pembantu

rumah tangga. Walaupun pada dasarnya sebutan pembantu itu dapat


27
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia , Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan (vol 17 no 6, 2011), hlm. 708.
28
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hlm.15.
29
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2006), hlm. 317.
26

mencakup pengertian yang luas, mulai dari pekerja yang mengerjakan

pekerjaan yang bernilai sederhana di mata masyarakat sampai dengan

pekerjaan yang cukup bergengsi misalnya Pembantu Rektor, Pembantu

Dekan dan sebagainya.

3) Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada

pengusaha dengan menerima upah.

4) Karyawan adalah orang bekerja pada perusahaan perkebunan dan sudah

dihitung sebagai tenaga tetap.

5) Kerani adalah orang bekerja dengan pekerjaan yang halus dan ringan

namun menuntut keseriusan. Misalnya tenaga kerani pada kantor

perusahaan perkebunan.

6) Pegawai adalah orang bekerja di kantor-kantor, baik di instansi

pemerintah maupun pada badan-badan usaha swasta.

7) Pramu bakti adalah orang yang bekerja mengerjakan pekerjaan yang

kasar dan berat, contohnya orang yang bekerja sebagai tukang sapu

kantor.

Jadi yang dimaksud dengan tenaga kerja yaitu individu yang sedang mencari

atau sudah melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah

memenuhi persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan oleh Undang-

Undang yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan hidup

sehari-hari.

Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup

semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan
27

hukum, atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

apapun.30

Imam Soepomo menyebutkan istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang

sangat luas, yaitu meliputi semua yang mampu dan diperbolehkan melakukan

pekerjaan baik yang sudah punya pekerjaan dalam hubungan kerja atau sebagai

pekerja maupun yang tidak atau belum punya pekerjaan.31

b. Klasifikasi Tenaga Kerja

Klasifikasi adalah penyusunan bersistem atau berkelompok menurut standar

yang di tentukan.32 Maka, klasifikasi tenaga kerja adalah pengelompokan akan

ketenaga kerjaan yang sudah tersusun berdasarkan kriteria yang sudah di tentukan,

yaitu:

1. Berdasarkan penduduknya

a) Tenaga kerja

Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat

bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut

Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai

tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan

64 tahun.

b) Bukan tenaga kerja

Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan

tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,


30
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1987), hlm. 36.
31
Ibid., hlm. 47.
32
Pius Partanto dkk, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 345.
28

mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di

bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun.

2. Berdasarkan kualitasnya

a) Tenaga kerja terdidik

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu

keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah

atau pendidikan formal dan nonformal.

b) Tenaga kerja terlatih

Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian

dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja

terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga

mampu menguasai pekerjaan tersebut.

c) Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih

Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar

yang hanya mengandalkan tenaga saja.33

3. Pemutusan Hubungan Kerja

a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan hubungan kerja antara pekerja/buruh

dengan pemberi kerja dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang

telah disepakati atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena

Dwiyanto, Agus, dkk. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah


33

Mada University Press, 2006), hlm. 45.


29

adanya perselisihan antara pekerja/buruh dan pemberi kerja, meninggalnya

pekerja/buruh atau karena sebab lainnya.

Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja merupakan

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Adapun yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja menurut F.X.

Djumialdji, adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan

pengusaha.34 Sementara Much Nurachmad mengartikan bahwa pemutusan

hubungan kerja merupakan pengakhiran hubungan kerja suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.35

Menurut D. Danny H. Simanjuntak pemutusan hubungan kerja adalah

pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha atau pengusaha dengan pekerja,

yang disebabkan oleh sejumlah faktor penting.36

Prof. Imam Soepomo mengatakan bahwa pemutusan hubungan kerja bagi

pekerja/buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari

berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuan

membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari

34
F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 45.
35
Much Nurachmad, Cara Menghitung Upah Pokok, Uang Lembur, Pesangon, dan Dana
Pensiun, Cet. I (Jakarta:Visimedia, 2009), hlm.63.
36
D. Danny H. Simanjuntak, PHK dan Pesangon Karyawan, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia,2007), hlm.18.
30

berakhirnya kemampuan menyekolahkan anak-anak dan sebagainya.37 Oleh

karena itu, PHK harus dihindari bahkan jika mungkin ditiadakan sama sekali.

b. Aturan Hukum Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks

karena mempunyai kaitan dengan pengangguran, kriminalitas, dan kesempatan

kerja. Seiring dengan laju perkembangan industri usaha serta meningkatnya

jumlah angkatan kerja yang bekerja dalam hubungan kerja, maka permasalahan

pemutusan hubungan kerja merupakan topik permasalahan karena menyangkut

kehidupan manusia. Pemutusan hubungan kerja bagi tenaga kerja merupakan awal

kesengsaraan karena sejak saat itu penderitaan akan menimpa tenaga kerja itu

sendiri maupun keluarganya dengan hilangnya penghasilan.

Namun dalam praktik, pemutusan hubungan kerja masih terjadi dimana-mana.

Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan

dengan pemutusan hubungan kerja dimana pengaturan pelaksanaannya selalu

disempurnakan secara terus-menerus. Maksud peraturan-peraturan yang berkaitan

dengan pemutusan hubungan kerja selain untuk melindungi tenaga kerja dari

kehilangan pekerjaan, juga memberikan perhatian kepada pengusaha atas

kesulitannya menghadapi perkembangan ekonomi yang tak menentu.38

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan tertuang dalam berbagai Keputusan Menteri dan Peraturan

Menteri, diantaranya adalah sebagai berikut:

37
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Cet. V,
(Jakarta: Djambatan, 1983), hlm. 115-116.
38
F.X Djumialdji, Op.cit, hlm. 44-45.
31

1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

NOMOR:Kep.48/Men/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan dan

Pengesahan Peraturan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja

Bersama.

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

NOMOR:Kep.49/Men/IV/2004 Tentang Struktur dan Skala Upah.

3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

NOMOR:Kep.101/Men/VI/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan

Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.

4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

NOMOR:Kep.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

PKWT.

5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

NOMOR:Kep.51/Men/IV/2004 Tentang Istirahat Panjang pada

Perusahaan Tertentu.

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.19 Tahun 2012

Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan

Kepada Perusahaan Lain.

7. MENAKERTRANS No.SE-13/Men/SJ-HK/I/2005 yang mempertegas

putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan bahwa pengusaha tidak

dapat se-enaknya mem-PHK pekerja/buruh yang sedang ditahan karena

diduga melakukan kesalahan berat.39

39
Rocky Marbun, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta: Visimedia, 2010), hlm. 89.
32

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur tata

cara pelaksanaan pemutusan hubungan kerja sehingga ada acuan yang dapat

digunakan oleh pekerja untuk mencermati keputusan pemutusan hubungan kerja

yang dilakukan oleh pihak pengusaha atau perusahaan. Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mewajibkan kepada pihak pengusaha atau

perusahaan untuk terlebih dahulu mengajukan permohonan izin untuk melakukan

pemutusan hubungan kerja kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial (LPPHI).40

Pasal 150 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

menyebutkan “ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-

undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang

berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan atau milik

badan hukum, baik milik swasta maupun negara, maupun usaha-usaha sosial dan

usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain

dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Melihat isi pasal tersebut, badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain, harus mengikuti ketentuan

pemutusan hubungan kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.41

Pemutusan hubungan kerja diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan hal yang sebisa mungkin tidak

dilakukan oleh pihak perusahaan. Hal ini diamanatkan dalam Pasal 151 yang

40
Ibid, hlm. 82.
41
Ibid, hlm. 76
33

menyebutkan, “pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah, dengan segala

upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”

c. Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam literatur Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan dikenal ada beberapa jenis pemutusan hubungan kerja yaitu:

1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha

Alasan-alasan yang diperbolehkan bagi pengusaha untuk melakukan

PHK terhadap pekerja/buruh antara lain:

a) Kesalahan berat

Menurut Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat

memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan

pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

i. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang

dan/atau uang milik perusahaan

ii. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga

merugikan perusahaan

iii. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai

dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya di lingkungan kerja

iv. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja

v. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja


34

vi. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan

perundangundangan

vii. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam

keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan

kerugian bagi perusahaan

viii. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau

pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja

ix. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang

seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara

x. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang

diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Kesalahan berat sebagaimana dimaksud pada Pasal 158 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan harus

didukung dengan bukti sebagai berikut:

i. Pekerja/buruh tertangkap tangan.

ii. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan.

iii. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang

berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Namun ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat, dianggap tidak pernah ada dan tidak dapat
35

digunakan lagi sebagai dasar atau acuan dalam penyelesaian hubungan

industrial sejak diterbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan telah dimuat dalam Berita

Negara Nomor 92 Tahun 2004 tanggal 17 November 2004. Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 Tentang Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004

Tentang Hak Uji Materiil Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan telah dimuat dalam Berita Negara Nomor 92

Tahun 2004 tanggal 17 November 2004.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penyelesaian kasus

PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat perlu

memperhatikan hal - hal sebagai berikut:

i. Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan

pekerja/buruhmelakukan kesalahan berat PHK dapat dilakukan

setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

ii. Dalam hal terdapat “alasan mendesak” yang mengakibatkan tidak

memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha

dapat menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

b) Pekerja ditahan
36

Menurut Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang

setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana

mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1). Lalu menurut ayat (4) dalam hal pengadilan

memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh

dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan

pekerja/buruh kembali.

Dan menurut ayat (5) dalam hal pengadilan memutuskan perkara

pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh

dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Pemutusan

hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5)

dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial.

c) Kesalahan ringan

Menurut Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa dalam hal

pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,

pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah


37

kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan

pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

d) Restrukturisasi

Menurut Pasal 163 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam

hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan

kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan

hubungan kerja.

Sedangkan menurut Pasal 163 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha

dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan,

dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di

perusahaannya.

Restrukturisasi perusahaan di atas mempunyai perbedaan.

Restukturisasi sebagaimana ayat (1) mengakibatkan pekerja/buruh

melakukan resign dan sebagaimana ayat (2) mengakibatkan

pekerja/buruh dipecat oleh pengusaha.

e) Perusahaan tutup

Menurut Pasal 164 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena


38

perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian

secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa

(force majeur). Menurut ayat (2) bahwa kerugian perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan

laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh

akuntan publik.

Menurut Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun

berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur)

tetapi perusahaan melakukan efisiensi. Perusahaan tutup di atas

mempunyai perbedaan. Pengertian perusahaan tutup sebagaimana ayat

(1) perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus

selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur).

Sedangkan perusahaan tutup sebagaimana ayat (3) perusahaan tutup

karena melakukan efisiensi.

f) Perusahaan pailit

Menurut Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan

pailit.

g) Pekerja/buruh pensiun
39

Menurut Pasal 167 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki

usia pensiun.

h) Mangkir

Menurut Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja/buruh yang mangkir

selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan

secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah

dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat

diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan

diri.

Menurut ayat (2), keterangan tertulis dengan bukti yang sah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat

pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.

2. Pemutusan hubungan kerja oleh buruh

Pekerja/buruh berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan

pihak pengusaha, karena pada prinsipnya pekerja/buruh tidak boleh

dipaksakan untuk terus-menerus bekerja bilamana ia sendiri tidak

menghendakinya. Dengan demikian pemutusan hubungan kerja oleh

pekerja/buruh atas dasar kemauan sendiri untuk meminta diputuskan

hubungan kerjanya.42

42
Lalu Husni, Op.Cit., hlm. 185.
40

Beberapa alasan yang dapat digunakan pekerja/buruh untuk

melakukan PHK terhadap pengusah antara lain:

a) Mengundurkan diri (resign)

Menurut Pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja/buruh dapat

mengundurkan diri atas kemauan sendiri dengan memperhatikan ayat

(3) yaitu pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat:

i. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai

pengunduran diri

ii. Tidak terikat dalam ikatan dinas

iii. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai

pengunduran diri

Menurut ayat (4) pemutusan hubungan kerja dengan alasan

pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

b) Kesalahan pengusaha

Menurut Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja/buruh dapat

mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha

melakukan perbuatan sebagai berikut:


41

i. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam

pekerja/buruh

ii. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan

iii. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih

iv. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada

pekerja/buruh

v. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di

luar yang diperjanjikan

vi. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,

kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan

tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja

c) Sakit panjang/cacat yang disebabkan hubungan kerja

Menurut Pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja/buruh yang mengalami

sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan

tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua

belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja.

3. Pemutusan hubungan kerja demi hukum

Selain pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha dan pekerja/buruh,

suatu hubungan kerja juga dapat putus/berakhir demi hukum, artinya


42

hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan kepada

pekerja/buruh, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan pemutusan

hubungan kerja dari lembaga yang berwenang.

Menurut Pasal 154 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa penetapan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:

a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya

b) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara

tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya

tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai

dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali

c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau

peraturan perundang-undangan

d) Pekerja/buruh meninggal dunia

4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan

Pengaturan penyelesaian pemutusan hubungan kerja dalam hukum

ketenagakerjaan kita sesuai dengan undang-undang penyelesaian

perselisihan hubungan industrial yang dilakukan oleh pengadilan

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

4. Perlindungan Hukum Pekerja Yang Di PHK Di PT. Kurnia Asri Perkasa


43

PT. Kurnia Asri Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

furniture serta perpaduan dari desain inovatif, premium cabinetry system dan

servis yang terjamin yang berlandaskan kepercayaan. PT. Kurnia Asri Perkasa

telah menjadi partner yang di percaya untuk mewujudkan Kitchen, Pantry,

Bedroom, Wardrobe dan TV Cabinet banyak orang lebih dari 25 tahun. PT.

Kurnia Asri Perkasa memiliki pekerja berjumlah 240 (dua ratus empat puluh)

orang yang dipimpin oleh seorang direktur utama yang dibantu oleh para jajaran

pekerja lainnya. Seluruh pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa baik yang berstatus

pekerja waktu tertentu maupun pekerja tetap, terikat oleh perjanjian kerja bersama

yang dibuat oleh PT. Kurnia Asri Perkasa dan disepakati oleh pemberi kerja dan

pekerja.

Berdasarkan pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyatakan “Pengertian hubungan kerja yakni jalinan pemilik

usaha bersama pekerja yang dimana didasarkan dengan perjanjian kerja

bersama yang memiliki unsur dalam hal hak/kewajiban, pekerjaan, perintah dan

gaji.

Jalinan dalam pekerjaan timbul karena adanya perjanjian kerja antara buruh

dan pengusaha, yakni dimana ada perjanjian dari pihak pertama, pekerja,

mengkaitkan dirinya untuk dalam hal yang bentuknya pekerjaan dengan

mendapatkan gaji dari pihak kedua atau pihak yang lain, pemilik usaha atau

pengusaha, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan pegawai tersebut dengan

memberikan gaji sesuai kesepakatan yang telah diperjanjikan. “Pada pihak


44

lainnya” mempunyai arti bahwa pegawai atau pekerja dibawah pemilik atau

pimpinan dalam melakukan pekerjaan.43

Hubungan kerja dilaksanakan oleh subyek hukum. Subyek hukumnya yaitu

antara PT. Kurnia Asri Perkasa dengan pekerja. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan arti pekerja yaitu setiap

orang yang bekerja dengan mendapatkan gaji, imbalan atau bisa bentuk lainnya

antara pemberi kerja dengan pekerja mempunyai hubungan di dalam menjalankan

relasi kerja diinginkan saling menghormati dan bisa melaksanakan hak serta

kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing agar bisa mendapatkan

kesejahteraan dan meningkatnya produktifitas pekerja. Maka dari itu pemberi

kerja saat menghadapi pekerja sebaiknya:

a. Menganggap pekerja itu rekan dimana membantu menyukseskan tujuan

pemilik usaha

b. Pekerja diberikan hadiah atau gaji yang setimpal atau layak disesuaikan

dengan kontribusi yang dia berikan seperti gaji yang sesuai dan jaminan

social sehingga pekerja bisa meningkatkan produktifitasnya

c. Mimiliki relasi yang hangat dengan pekerja44 sehingga diantara keduanya

bisa menjalankan tugas dan peran dengan benar, dan keduanya tidak boleh

melakukan perbuatan seenaknya sendiri

Dengan memiliki aturan yang mengatur dimana tujuannya untuk melakukan

kendali dan pengawasan. Benar yang memberikan pekerjaan atau yang diberi

pekerjaan, harus terkendali atau tiap-tiap pihak harus taat aturan yang ada dan
43
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1974), hlm. 1.
44
Sunindhia, YW, dan Widayanti, Ninik, Masalah PHK dan Pemogokan, (Jakarta: PT.
Bina Aksara, 1988), hlm. 129.
45

menjalnkan tugasnya dengan tanggung jawab yang diemban, sehingga

terwujudnya keseragaman dalam melaksanakan hubungan kerja, tidak tertutup

kemungkinan adanya suatu PHK atau pemutusan hubungan kerja. Entah itu

dilakukan atas keinginan pengusaha atau atas keinginan pekerja sendiri.

Dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan menyatakan pengertian pemutusan hubungan kerja

adalah berakhirnya hak kewajiban pemilik usaha dengan pekerja karna hal

tertentu yang disebabkan telah selesai hubungan pekerjaan. Menurut Pasal 150

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan

“Pemutusan hubungan kerja meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di

badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik

persekutuan atau badan hukum, baik punya swasta maupun punya negara, maupun

usaha-usaha sosial dan usaha lainnya yang memiliki pengurus, dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar gaji atau imbalan dalam bentuk

lain”. Pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan dampak psikologis, ekonomi

untuk pekerja beserta keluarganya pada hal yang menyangkut proses

kehidupannya. Pemecatan harus diusahakan untuk ditahan agar sampai tidak

terlaksana.

Pada pasal 153 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang

ketenagakerjaan pemberi kerja dilarang melakukan PHK apabila didasarkan pada

alasan-alasan berikut:

a. Pekerja berhalangan masuk atau sakit meiliki surat keterangan dokter dan

tidak melebihi waktu satu tahun dengan terus menerus


46

b. Pekerja berhalangan melaksanakan tugas dikarnakan memenuhi tugas

kewajiban Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku

c. Pekerja menjalankani ibadah sesuai perintah agama

d. Pekerja menikah

e. Pekerja wanita hamil, melahirkan, gugur kandungan atau sedang menyusui

bayi

f. Pekerja memiliki keterikatan darah atau ikatan perkawinan dengan sesama

pekerja dalam satu tempat terkecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

g. Pekerja membangun perserikatan atau anggota atau jadi pengurus

melakukan kegiatan diluar jam bekerja bisa juga pas jam bekerja dengan

sepegetahuan perusahaan sesuai dengan ketentuan yang mengatur

h. Pekerja mengadukan pemilik usaha kepada pihak yang berwenang

mengenai perbuatan tindak pidana yang dilakukan pemilik usaha

i. Mempunyai perbedaan pahama gama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan, jenis kelamin,kondisi fisik, atau status perkawinan

j. Pekerja mengalami cacat tetap yang disebabkan kecelakaan kerja atau

karena sakit yang memeilik hubungan kerja yang menurut surat dari dokter

tidak bisa diketahui jangka waktunya

Jika suatu pemecatan tak terelakkan, sehingga pekerja yang telah di putus oleh

pemberi kerja sesuai keterangan yang bisa mendasarkan terciptanya pemutusan

kendak diberikan biaya ganti rugi, uang bekal pesangon dan uang jasa selama

masa kerja. Semua itu itu dilakukan semata-mata yang berfungsi sebagai jaminan
47

pendapatan. Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja memiliki kaitan dengan

jaminan penghasilan bagi pegawai atau pekerja yang kehilangan pekerjaan.

Sekiranya harus dibuatkan aturan yang melegakan mengenai prosedur PHK

dengan memerhatikan kepentingan kedua belak pihak disertai dengan

memberikan langkah solusi dengan benar dan sesuai dengan nilai pancasila.45

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, pemilik usaha bisa mengambil tindakan pemecatan kepada

pekerja didasarkan dengan alasan-alasan, diantaranya:

a. Pekerja melakukan perbuatan salah kecil

b. Pekerja melakukan perbutan salah besar

c. Perusahaan tutup karna bangkrut

d. Keadaan memaksa (force majeur)

e. Adanya penyerdehanaan

f. Pekerja menolak perubahan status, lokasi dan milik

g. Pemberi kerja menolak perubahan status, lokasi dan milik

h. Pekerja sakit berkepanjangan dan mengalami cacat akibat kecelakaan kerja

Bisa dibenarkan alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja menurut Ridwan

Halim dan Sunindhia yaitu menurunnya produksi yang bisa pula di karnakan

beberapa faktor penyebab seperti:

a. Melorotnya kemampuan produksi perusahaan yang bersangkutan

b. Menurunnya permintaan masyarakat terhadap hasil produksi perusahaan

yang bersangkutan

45
Djumialdji, FX, dan Soejono, Wiwoho, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan
Perburuhan Pancasila, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm. 33.
48

c. Turunnya stok bahan pembuatan

d. Hasil produksi tak laku dimana telah dilakukan segala cara namun tidak

berhasil sehingga menimbulkan kerugian

e. Menurunnya pendapatan yang berakibat pada kerugian dan menurunnya

kekuatan untuk membayar gaji atau imbalan

f. Dilakukannya pengurangan pekerja dengan jumlah yang cukup besar di

perusahaan bersangkutan.46

Selain itu sebab yang berasal dari situasi kondisi yang luar biasa, bisa karna

adanya peperangan, bencana alam yang menghancurkan tempat bekerja,

perusahaan tak mampu lagi meneruskan usahanya karena pemilik usaha tidak

sanggup atau meninggal dunia.

Alasan PHK itu pada pelaksanaannya ditemukan terkandung cacat hukum,

dalam artian ada suatu yang tidak beres pada surat PHK dari pemilik usaha,

diantaranya:

a. Tidak disebutkan sebab pemecatan

b. Sebab pemecatan terkesan mencari kesalahan

c. Apabila pemecatan cenderung memberatkan daripada menungtungkan

pemecatan pemilik usaha atau berlawanan dengan aturan yang berlaku

dikarnakan tak mempunyai alasan yang kuat.

Jika sebab pemutusan hubungan kerja tidak bisa dibenarkan maka bisa

digagalkan. Hukumannya bagi pemberi kerja yang melakukan pemutusan

hubungan kerja yang tak mendasar diantaranya:

46
Ridwan Halim, A dan Gultom, Sri Subiandini, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1987), hlm. 15.
49

a. Pemecatan tersebut batal dan pekerja hendak dikembalikan lagi dengan

jabatan awalnya

b. Diberikan ganti rugi terhadap pekerja.47 Bisa berbentuk pengembalian posisi

kerja atau dapat biaya rugi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pemutusan hubungan kerja yang dilakukan

oleh pihak PT. Kurnia Asri Perkasa kurang tepat, disebutkan bahwa pemutusan

hubungan kerja dilakukan karena efisiensi keuangan perusahaan dengan

menyeleksi pekerja berdasarkan prestasi kerja. Operasional produktifitas PT.

Kurnia Asri Perkasa hingga bulan Februari 2020 masih efektif dan berjalan seperti

aktivitas sebelumnya, dan juga upah pesangon yang diberikan kepada pekerja

yang di putus hubungan kerjanya ditentukan oleh pimpinan PT. Kurnia Asri

Perkasa yaitu maksimal tiga kali gaji UMR Surabaya tahun 2020 atau jika

dihitung maksimal yang diterima oleh pekerja yang dikenai pemutusan hubungan

kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa adalah sebesar 3 x Rp. 4.200.500 = Rp.

12.601.500,- sehingga pekerja mengalami kerugian dan menyebabkan tidak

terjaminnya kehidupan pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja.

47
Kartasapoetra, G, dan Widianingsih, G, Rience, Pokok-pokok Hukum Perburuhan,
(Bandung: Armico, 1982), hlm. 287.
50
BAB III

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PT KURNIA ASRI PERKSASA

1. Sistem Kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa

PT. Kurnia Asri Perkasa perusahaan swasta yang berlokasi di kota Surabaya,

bergerak dibidang furniture dan telah berdiri sejak tahun 1994 terdiri dari

beberapa divisi yang dipimpin oleh beberapa kepala divisi yang mengontrol

jalannya divisi tersebut dan kemudian bertanggung jawab pada seorang pimpinan

PT. Kurnia Asri Perkasa. Dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari dan untuk

menertibkan seluruh pekerja yang ada, PT. Kurnia Asri Perkasa berpegang kepada

peraturan dan tata tertib PT. Kurnia Asri Perkasa yang dibuat oleh perusahaan dan

diikuti oleh seluruh pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa. PT. Kurnia Asri Perkasa

mengkondisikan dimana semua pekerja harus tunduk atau patuh atas peraturan

dan tata tertib PT. Kurnia Asri Perkasa sehingga PT. Kurnia Asri Perkasa

menempatkan bahwa peraturan dan tata tertibnya adalah sebagai perjanjian kerja

bersama yang disepakati oleh kedua belah pihak antara PT. Kurnia Asri Perkasa

dan pekerja.

PT. Kurnia Asri Perkasa memiliki prosedur yang sangat ketat dalam proses

perekruitan pekerja baru karena PT. Kurnia Asri Perkasa sangat menuntut untuk

memiliki pekerja yang cerdas, serta memiliki pengalaman kerja yang baik atau

dapat dikatakan memiliki prestasi kerja yang baik.

Dalam merekrut pekerja baik pekerja dengan waktu tidak tertentu maupun

pekerja dengan waktu tertentu dan kemudian pekerja yang lolos seleksi, maka

HRD perusahaan akan membacakan peraturan dan tata tertib PT. Kurnia Asri
52

Perkasa atau yang disebut sebagai perjanjian kerja bersama antara PT. Kurnia Asri

Perkasa dengan calon pekerja. Apabila calon pekerja telah memahami dan mampu

untuk menjalankan perjanjian kerja bersama tersebut maka dapat bekerja di PT.

Kurnia Asri Perkasa, namun begitu juga sebaliknya apabila calon pekerja telah

memahami dan merasa tidak mampu untuk menjalankan perjanjian kerja bersama

tersebut maka dapat mundur sebelum bergabung di PT. Kurnia Asri Perkasa.

Diketahui bahwa PT. Kurnia Asri Perkasa memberikan upah kerja disetiap

akhir bulannya adalah minimal sebesar Rp. 4.200.500,- yang sesuai dengan UMR

Surabaya tahun 2020. Mengingat semakin terus meningkatnya UMR di Kota

Surabaya khusunya ditahun 2020, tentunya PT. Kurnia Asri Perkasa tidak

menginginkan memiliki pekerja yang berkualitas tidak sesuai dengan yang

diharapkan oleh PT. Kurnia Asri Perkasa karena menurut PT. Kurnia Asri Perkasa

memiliki pekerja dengan kualitas dan prestasi yang tidak sesuai dengan ketentuan

perusahaan akan mengakibatkan kesalahan kerja yang mengakibatkan kerugian

terhadap PT. Kurnia Asri Perkasa. Sebab itulah PT. Kurnia Asri Perkasa membuat

sistem penilaian kinerja pekerja disetiap bulannya yang dilakukan oleh setiap

kepala divisi masing-masing kepada seluruh anggota pekerjanya. Sistem penilaian

pekerja tersebut memiliki beberapa aspek, yaitu:

a. Kejujuran

Nilai moral dianggap sangat penting bagi PT. Kurnia Asri Perkasa sebab

PT. Kurnia Asri Perkasa merasa dapat menentukan maju atau tidaknya

perusahaan dari kejujuran para pekerja.

b. Ketelitian kerja
53

PT. Kurnia Asri Perkasa menuntut tinggi ketelitian para pekerjanya sebab

ketelitian termasuk indikator prestasi bagi pekerja serta yang menentukan

untung atau rugi akibat ketelitian kerja.

c. Etika kerja

Dalam kesehariannya di PT. Kurnia Asri Perkasa menganggap bahwa

pekerja yang berprestasi selalu memiliki etika dalam bekerja atau dapat

menjalankan kewajiban dari pekerja sesuai dengan SOP yang berlaku.

d. Tanggung jawab kerja

Para pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa selalu ditarget akan tanggung jawab

kerja, sehingga pekerja yang bertanggung jawab

e. Inisiatif kerja

PT. Kurnia Asri Perkasa selalu mengamati seluruh pekerjanya dalam

inisiatifnya dalam bekerja sebab menganggap bahwa pekerja yang selalu

berinisiatif merupakan pekerja yang berprestasi dan memiliki kualitas yang

baik

f. Kerja sama

Dalam menjalankan seluruh kewajiban atau tugas nya, PT Kurnia Nata

Kencana menuntut pekerjanya agar dapat bekerja sama kepada seluruh

pihak dengan baik.

g. Kecepatan kerja

Penilaian kecepatan kerja juga termasuk dalam indikator penentuan dari

prestasi pekerja PT. Kurnia Asri Perkasa.

h. Absensi
54

Kedisiplinan absensi pekerja juga mempengaruhi penilaian terhadap prestasi

dari pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa mengingat apabila pekerja yang

tidak disiplin dalam absensi dapat mempengaruhi kualitas kerja dari pekerja

itu sendiri serta dianggap merugikan perusahaan.

Penilaian kinerja dan prestasi pekerja ini dilakukan disetiap akhir bulan

kemudian diberikan kepada HRD atau pimpinan PT. Kurnia Asri Perkasa hingga

akhir tahun. Penilaian kinerja dan prestasi ini akan dievaluasi disetiap awal tahun

yaitu dibulan Januari.

2. Proses Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Kurnia Asri

Perkasa

Adanya sistem penilaian kinerja dan prestasi yang terjadi di PT. Kurnia Asri

Perkasa memacu para pekerja untuk bersaing kualitas dan prestasi kerjanya. Sebab

penilaian kinerja dan prestasi ini akan dievaluasi disetiap awal tahun yaitu dibulan

dimana HRD dan pimpinan perusahaan akan melakukan pemutusan hubungan

kerja pada pekerja yang hasil penilaian kinerja dan prestasinya setelah dijumlah

kemudian dirata-rata berada pada urutan dua terbawah.

Yang membuat para pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa resah adalah sistem

penilaian kinerja dan prestasi adalah adanya beberapa kondisi dimana para kepala

divisi memberikan penilaian secara subjektif berdasarkan perasaan suka atau tidak

suka terhadap anggota pekerjanya. Dengan sistem penilaian yang seperti ini dapat

dikatakan penilaian sepihak oleh kepala divisi yang mempunyai wewenang akan

hal ini.
55

Setelah HRD atau pimpinan dari PT. Kurnia Asri Perkasa mengantongi nama-

nama dari pekerja yang hasil rata-rata penilaian kinerja dan prestasinya selama

satu tahun berada diposisi dua terbawah akan dipanggil dihadapan HRD dan

pimpinan PT. Kurnia Asri Perkasa dengan menjelaskan tujuan dan maksud dari

perusahaan bahwa pekerja tersebut dikenai pemutusan hubungan kerja karena

prestasi kerja tidak memenuhi standart ketentuan yang telah ditetapkan dari PT.

Kurnia Asri Perkasa. Pekerja tersebut diminta untuk mendanda tangani surat

pengunduran diri, dalam hal ini dibuat seolah-olah perusahaan tidak melakukan

pemutusan hubungan kerja namun pekerja tersebut yang memutuskan untuk

mengundurkan diri dari PT. Kurnia Asri Perkasa. Apabila pekerja tersebut tidak

berkenan untuk mendanda tangani surat pengunduran diri yang telah disiapkan

oleh PT. Kurnia Asri Perkasa, maka perusahan tidak akan memberikan surat

pengalaman kerja atau surat keterangan sudah tidak bekerja yang berfungsi

sebagai salah satu syarat untuk mengambil dana Jaminan Hari Tua yang di

program oleh BPJS Ketenagakerjaan. Karena tekanan itulah yang membuat

pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa

memilih untuk menanda tangani surat pengunduran diri yang telah disiapkan oleh

PT. Kurnia Asri Perkasa.

Pekerja yang telah bergabung dengan PT. Kurnia Asri Perkasa yaitu pekerja

dengan status jangka waktu tertentu maupun pekerja dengan status pekerja bukan

dengan jangka waktu tertentu akan menandatangani sebuah peraturan perusahaan

atau yang disebut sebagai perjanjian kerja bersama yang salah satu isinya adalah:
56

“Salah satu pelanggaran yang dilakukan pekerja dengan sanksi pemutusan

hubungan kerja yaitu pekerja memenuhi prestasi yang telah ditetapkan oleh

perusahaan”.48

Dari isi perjanjian diatas kemudian dipertegas pula dengan dengan salah satu

isi dari peraturan perusahaan atau yang disebut sebagai perjanjian kerja bersama

yaitu:

“…….Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perusahaan. Pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja, tidak berhak

menuntut dan atau meminta lebih uang pesangon atau imbalan jasa dari

yang telah ditetapkan oleh PT. Kurnia Asri Perkasa”.49

Perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh PT. Kurnia Asri Perkasa membuat

posisi pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja tidak dapat menuntut

apapun kepada PT. Kurnia Asri Perkasa serta tidak ada perlindungan hukum bagi

pekerja. Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

menyatakan bahwa perjanjian kerja bersama merupakan perjanjian yang

merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja

yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan

dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang

memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam kondisi

seperti ini akan menguatkan posisi perusahaan dimana perusahan dapat

menentukan sendiri berapa uang pesangon atau uang imbalan jasa yang

seharusnya menjadi hak-hak atas pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja

48
Peraturan Perusahaan PT. Kurnia Asri Perkasa, hlm. 6
49
Ibid, hlm. 3
57

tergantung dari pimpinan PT. Kurnia Asri Perkasa bukan dari ketentuan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan.

Proses pemutusan hubungan kerja akibat penilaian prestasi kerja oleh kepala

divisi di PT. Kurnia Asri Perkasa dapat dikatakan sebagai pemutusan hubungan

kerja sepihak sebab berdasarkan penilaian secara subjektif berdasarkan perasaan

suka atau tidak suka terhadap anggota pekerjanya serta tidak adanya proses

peringatan dalam bentuk peringatan lisan maupun peringatan tertulis yang

bertujuan untuk mengingatkan supaya pekerja dapat meningkatkan kualitas

prestasi kerja melalui berbagai macam pelatihan dari HRD maupun dari Dinas

Tenaga Kerja.

Tanpa adanya upaya-upaya dari PT. Kurnia Asri Perkasa untuk mengingatkan

pekerjanya akan kualitas prestasi kerjanya dan tidak mencegah terjadinya

pemutusan hubungan kerja dapat dikatakan tidak sesuai dengan peraturan

ketenagakerjaan. Disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja yang diamanatkan

oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan

hal yang sebisa mungkin tidak dilakukan oleh pihak perusahaan. Hal ini

diamanatkan dalam Pasal 151 yang menyebutkan, “pengusaha, pekerja atau

buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan

terjadi pemutusan hubungan kerja”.

Seperti yang dijelaskan pada Bab II mengenai PT. Kurnia Asri Perkasa hanya

memberikan upah pesangon yang diberikan kepada pekerja yang di putus

hubungan kerjanya ditentukan oleh pimpinan PT. Kurnia Asri Perkasa yaitu

maksimal tiga kali gaji UMR Surabaya tahun 2020 atau jika dihitung maksimal
58

yang diterima oleh pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja di PT. Kurnia

Asri Perkasa adalah sebesar 3 x Rp. 4.200.500 = Rp. 12.601.500,- sehingga

pekerja mengalami kerugian dan menyebabkan tidak terjaminnya kehidupan

pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja dikemudian hari, mengingat

segala waktu, jasa, dan pengorbanan dari pekerja yang telah diberikan kepada

perusahaan tidak dapat dinilai dengan uang.

Dengan perhitungan uang pesangon atau uang imbalan jasa yang diberikan

kepada pekerja yang dikenai pemutusan yang ditetapkan oleh PT. Kurnia Asri

Perkasa seperti penjabaran diatas juga bertentangan dengan Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam hal terjadinya pemutusan

hubungan kerja pengusaha wajib unuk membayarkan hak-hak atas pekerja yang

dikenai pemutusan hubungan kerja seperti yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, antara lain:

a. Uang pesangon (Pasal 156 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan)

1) Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah

2) Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua)

tahun, 2 (dua) bulan upah

3) Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga)

tahun, 3 (tiga) bulan upah

4) Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat)

tahun, 4 (empat) bulan upah


59

5) Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima)

tahun, 5 (lima) bulan upah

6) Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam)

tahun, 6 (enam) bulan upah

7) Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)

tahun, 7 (tujuh) bulan upah

8) Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)

tahun, 8 (delapan) bulan upah

9) Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah

b. Uang penghargaan masa kerja (Pasal 156 ayat 3 Undang-Undang Nomor

13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan)

1) Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam)

tahun, 2 (dua) bulan upah

2) Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9

(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah

3) Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua

belas) tahun, 4 (empat) bulan upah

4) Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15

(lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah

5) Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18

(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah

6) Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari

21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah


60

7) Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari

24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah

8) Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh )

bulan upah

c. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat 4

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan)

1) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

2) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya

ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja

3) Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan

15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang

penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat

4) Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Kemudian dalam hal pekerja mengundurkan diri maka hak-hak atas pekerja yang

sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan ada pada pasal 162 ayat (1) yang berbunyi:

“Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh

uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat dikatakan bahwa PT Kurnia Asri

Perkasa dalam melakukan proses pemutusan hubungan kerja kepada pekerja tidak

memperhatikan dan menjalankan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hal ini akan memicu berbagai macam
61

permasalahan yang timbul setelah dilakukan pemutusan hubungan kerja tersebut.

Oleh sebab itu, PT. Kurnia Asri Perkasa diharapkan dengan segala upaya agar

tidak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja.

Akan tetapi bila tidak dapat dihindari maka antara PT. Kurnia Asri Perkasa

dengan pekerja harus melakukan perundingan terlebih dahulu untuk mendapatkan

solusi dari masalah tersebut. Apabila perundingan tidak menghasilkan persetujuan

kedua belah pihak yaitu PT. Kurnia Asri Perkasa dengan pekerja maka PT. Kurnia

Asri Perkasa hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah

memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan

industrial disertai dengan bukti yang menjadi dasar untuk lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial menetapkan diperbolehkannya PT. Kurnia Asri

Perkasa melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena pemutusan hubunga kerja

yang tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

maka batal demi hukum dan pekerja dapat melakukan kewajibannya sebagai

pekerja.

Berbeda apabila pekerja masih dalam masa percobaan kerja, pekerja

mengajukan permintaan pengunduran diri tanpa tekanan dari pengusaha, pekerja

mencapai usia pensiun dan pekerja meninggal dunia, pemutusan hubungan kerja

yang dilakukan oleh pihak PT. Kurnia Asri Perkasa dapat dilakukan tanpa

meminta penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Akan tetapi selebihnya apabila akan melakukan pemutusan hubungan kerja harus

mendapat penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,


62

karena pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan 90 dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial maka batal demi hukum.


BAB IV

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG DIKENAI

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PT. KURNIA ASRI PERKASA

1. Pemutusan Hubungan Kerja Tanpa Sebab Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh PT. Kurnia Asri

Perkasa dengan sistem bagi pekerja yang prestasi kerjanya rendah alih-alih

sebagai salah satu usaha untuk menekan biaya pengeluaran merupakan keputusan

politik perusahaan tanpa melalui proses hukum seperti penjabaran sebelumnya

dan merupakan momok yg menakutkan bagi pekerja.

Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu hal yang ditakuti oleh setiap

pekerja apabila itu benar-benar terjadi terhadap mereka. Pemutusan hubungan

kerja tersebut berbeda bila itu merupakan akhir masa kerja sesuai dengan

perjanjian yang telah mereka sepakati. Pekerja dapat mempersiapkan diri

menghadapi hal tersebut, karena telah diperjanjikan sebelumnya. Dan pekerja

sudah ada pandangan untuk bekerja lagi di tempat yang lebih baik dari tempat

kerja sebelumnya.

Pemutusan hubungan kerja tanpa sebab merupakan sesuatu yang sangat

merugikan bagi pihak pekerja karena para pekerja selain kehilangan mata

pencahariannya, juga akan kehilangan hak-hak yang seharusnya pekerja terima.

Oleh sebab itu, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan tidak disebutkan secara jelas mengenai pemutusan hubungan


64

kerja tanpa sebab, akan tetapi secara ketentuan-ketentuan diperbolehkan

melakukan pemutusan hubungan kerja asalkan dilakukan pemutusan hubungan

kerja kepada pekerja dengan alasan yang jelas dan harus ada bukti bahwa pekerja

telah melakukan pelanggaran yang ditudingkan kepada pekerja yang

bersangkutan, tanpa sebab merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan karena

pemutusan hubungan kerja tersebut harus beralasan bahwa pekerja berhak untuk

dilakukan pemutusan hubungan kerja dan harus sepengetahuan pekerja serta

dilakukan perundingan dahulu sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja

antara kedua belah pihak yaitu pekerja.

Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan tersebut mengharuskan bahwa apabila PT. Kurnia Asri Perkasa

akan melakukan pemutusan hubungan kerja harus dibuktikan dengan keterangan

yang jelas dan melalui penetapan atau izin dari lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial yang berwenang menyelesaikan masalah antara PT. Kurnia

Asri Perkasa dengan pekerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam

menguraikan mengenai permasalah pemutusan hubungan kerja menjadi bab

tersendiri yaitu pada bab XII tentang pemutusan hubungan kerja. Pemutusan

hubungan kerja perlu diperhatikan dan diketahui oleh perusahaan dengan buruh

mengenai prosedur pemutusannya, agar dalam melakukan pemutusan hubungan

kerja tidak seenaknya sendiri atau tanpa sebab seperti kebanyakan kasus yang ada.
65

Suatu tindakan perusahaan telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang

ini, karena telah melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa alasan yang jelas

dan dengan dilakukan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab pihak PT. Kurnia

Asri Perkasa tidak bersedia memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa

kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya pekerja terima apabila telah

dilakukan pemutusan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja tanpa sebab yang akan menimbulkan banyak

kerugian bagi pihak pekerja karena melanggar perjanjian yang mereka buat

bersama, peraturan perusahaan dan peraturan yang dibuat bersama, selain itu jika

pemutusan hubungan kerja karena telah berakhir waktu yang ditentukan mereka

dapat menyiapkan diri menghadapi pemutusan hubungan kerja berbeda dengan

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab mereka akan kehilangan sumber mata

pencaharian yang mereka dapat setiap bulannya.

Dalam Pasal 150 dijelaskan bahwa ketentuan mengenai pemutusan hubungan

kerja dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan

hukum atau tidak, milik orang perseorang, milik persekutuan atau milik badan

hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan

usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.50 Luas sekali cakupannya

Undang-Undang ini karena mengatur pemutusan hubungan kerja yang mencakup

semua aspek yang mempekerjakan pekerja yang maka Undang-Undang ini

dijadikan dasar dalam hubungannya antara pengusaha dengan pekerja.


50
Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Index, 2011), hlm. 56.
66

Pasal 150 jelas bahwa dalam melakukan pemutusan hubungan kerjan harus

berpedoman dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

agar tidak terjadi perselisihan di antara para pekerja dengan pengusaha apabila

suatu waktu terjadi pemutusan hubungan kerja di antara keduanya. Karena

pemutusan hubungan kerja rawan sekali terjadinya perselisihan antara pengusaha

dengan pekerja. Adapun prosedur pemutusan hubungan kerja antara

pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh yang harus diperhatikan adalah dalam

Pasal 151 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-undang No. 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan:

a. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,

dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan

hubungan kerja.

b. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan

kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja

wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau

dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak

menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

c. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-

benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat

memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh

penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.51

Pengusaha apabila akan melakukan pemutusan hubungan kerja harus

berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, karena


51
Ibid., hlm. 57.
67

apabila tidak sesuai dengan Pasal 151 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan maka pemutusan hubungan kerja tersebut tidak sah, dan

pengusaha/majikan wajib mempekerjakan lagi. Oleh sebab itu, pemutusan

hubungan kerja tanpa sebab adalah suatu tindakan yang tidak dibenarkan dalam

Pasal 151 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan karena

perbuatan perusahaan tersebut tidak sah, dan pengusaha wajib mempekerjakan

lagi karena dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

tidak ada yang membolehkan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab-sebab yang

jelas atau tidak disertai alasan yang dibenarkan dalam Undang-Undang ini.

Apabila dari perusahaan tidak bersedia untuk mempekerjakan kembali maka

pengusaha berkewajiban untuk membayar hak-hak dari pekerja yang seharusnya

diterima. Yang dimaksud dengan hak-haknya yang diterima yaitu uang pesangon

dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang berhak

mereka terima setelah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja serta

upah yang belum dibayarkan. Kasus-kasus mengenai pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab di masyarakat jika dikaitkan dengan pasal-pasal tersebut di atas

bahwa pengusaha apabila melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja

maka berhak memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak yang seharusnya diterima pihak pekerja, selain itu harus ada

pemberitahuan terlebih dahulu sebelum melakukan pengakhiran hubungaan kerja.

Karena pemutusan hubungan kerja tanpa sebab tentu tidak boleh, pengusaha harus

mengedepankan asas praduga tak bersalah.


68

Di samping itu juga, pihak perusahaan harus benar-benar memiliki bukti

sebelum memberikan surat pemutusan hubungan kerja, karena hubungan antara

pekerja dan perusahaan seharusnya adalah hubungan kerjasama, tidak bisa ada

salah satu pihak melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak tanpa didasari

bukti yang kuat. Apalagi tanpa pemberian pesangon, uang penghargaan masa

kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima setelah dilakukan

pemutusan hubungan kerja, dengan memberikan penjelasan yang dibuat-buat oleh

pihak PT. Kurnia Asri Perkasa.

2. Dampak Kepada Pekerja Dari Pemutusan Hubungan Kerja Oleh PT.

Kurnia Asri Perkasa

Dengan adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. Kurnia

Asri Perkasa kepada pekerjanya yang menyebabkan kehilangan mata pencaharian

juga berdampak pada pendapatan yang diterima. Karena dengan selembar surat

keterangan pemutusan hubungan kerja dari perusahaan, hak-hak pekerja mulai

dari upah hingga jaminan sosial pun akan hilang.

Para eks pekerja PT Kurnia Asri Perkasa yang pada awalnya sudah terbiasa

dengan pemasukan yang pasti setiap bulannya menjadi tidak tetap dan serba tidak

menentu, terlebih lagi pada saat masih bekerja pekerja setiap tahun di beri bonus

atau tunjangan hari raya. Hal ini membuat kondisi keuangan tidak stabil pasca

dilakukan pemutusan hubungan kerja oleh PT. Kurnia Asri Perkasa dengan

mengingat uang pesangon yang diberikan oleh PT. Kurnia Asri Perkasa tidak

sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang


69

ketenagakerjaan sehingga tidak memberikan jaminan hidup untuk lebih baik

dikemudian hari.

Akibat hukum terhadap pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja

sepihak oleh PT. Kurnia Asri Perkasa adalah sebagai berikut:

a. Pekerja kehilangan upah, jaminan sosial maupun segala bentuk

tunjangan

b. BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan dinonaktifkan sepihak

c. Pekerja dipaksa berjuang mencari alternatif lain untuk menghidupi

keluarga

d. Keluarga pekerja turut menjadi korban dan menderita

e. Pekerja tidak menerima hak-hak akibat dari pemutusan hubungan kerja

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan

f. Rasa percaya diri berkurang karena pemutusan hubungan kerja sepihak

dapat mengganggu psikologis pekerja yang dikenai pemutusan

hubungan kerja

Adapun salah satu bekas pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa yang pernah dikenai

pemutusan hubungan kerja akibat penilaian prestasi kerja menyampaikan bahwa

meskipun telah ada aturan mengenai cara penyelesaian perselisihan pemutusan


70

hubungan kerja namun aturan tersebut sudah tak mampu lagi melindungi

kepentingan pekerja. Pada faktanya dengan semakin menjamurnya pola-pola

pemutusan hubungan kerja sepihak yang melanggar hukum dijadikan senjata oleh

perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja pada pekerja di PT

Kurnia Asri Perkasa. Telah banyak pekerja yang menjadi korban. Para pekerja

yang dikenai pemutusan hubungan kerja sepihak di PT. Kurnia Asri Perkasa tidak

menempuh penyelesaian tripartite dengan melibatkan dinas tenaga kerja ataupun

penyelesaian hubungan industry sebab tidak adanya serikat pekerja dan PT.

Kurnia Asri Perkasa tidak akan mengeluarkan surat referensi kerja atau surat

keterangan pernah bekerja yang dapat digunakan untuk mengambil dana jaminan

hari tua pada program pemerintah yaitu BPJS Ketenagakerjaan ataupun yang

dapat digunakan untuk melamar kerja dikemudian hari.


71
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap permasalahan sebagaimana

diuraikan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

a. Perlindungan hukum terhadap pekerja yang dikenai pemutusan hubungan

kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa

Pada pemutusan hubungan kerja yang terjadi PT. Kurnia Asri Perkasa

dikatakan bahwa tidak adanya upaya yang dilakukan perusahaan untuk

menghindari pemutusan hubungan kerja serta pemenuhan hak-hak pekerja

yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.

Serta tidak adanya perlindungan hukum dari pihak pemerintahan

dikarenakan para pekerja di PT. Kurnia Asri Perkasa yang bungkam akan

persoalaan ini mengingat operasional produktifitas PT. Kurnia Asri Perkasa

hingga bulan Februari 2020 masih efektif dan berjalan seperti aktivitas

sebelumnya, dan juga upah pesangon yang diberikan kepada pekerja yang di

putus hubungan kerjanya ditentukan oleh pimpinan PT. Kurnia Asri Perkasa

yaitu maksimal tiga kali gaji UMR Surabaya tahun 2020 atau jika dihitung

maksimal yang diterima oleh pekerja yang dikenai pemutusan hubungan

kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa adalah sebesar 3 x Rp. 4.200.500 = Rp.
73

12.601.500,- sehingga pekerja mengalami kerugian dan menyebabkan tidak

terjaminnya kehidupan pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja.

b. Pemutusan hubungan kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa

Sistem yang terjadi di PT. Kurnia Asri Perkasa yaitu adanya peraturan

perusahaan atau yang disebut dengan perjanjian kerja bersama yang salah

satu isinya disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja dapat ditentukan

dari hasil penilaian kinerja yang dilakukan oleh kepala divisi dan prestasi

kerja pekerja PT. Kurnia Asri Perkasa serta pekerja yang dikenai pemutusan

hubungan kerja tidak dapat menuntut lebih uang pesangon yang telah

ditetapkan oleh PT. Kurnia Asri Perkasa sehingga PT. Kurnia Asri Perkasa

melakukan pemutusan hubungan kerja kepada beberapa pekerja yang rata-

rata penilaian kinerja dan prestasinya berada pada urutan dua terbawah.

Dalam hal ini pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. Kurnia

Asri Perkasa menyimpang dengan isi Undang-Undang Nomor 13 tahun

2003 tentang ketenagakerjaan karena dilakukan secara sepihak sebab tidak

adanya upaya seperti pencegahan maupun perundingan terlebih dahulu.

Begitu juga mengenai hak-hak dari pekerja yang dikenai pemutusan

hubungan kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa tidak sesuai dengan isi Undang-

Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan karena PT. Kurnia

Asri Perkasa hanya memberikan maksimal tiga kali gaji UMR Surabaya

tahun 2020 atau jika dihitung maksimal yang diterima oleh pekerja yang

dikenai pemutusan hubungan kerja di PT. Kurnia Asri Perkasa adalah

sebesar 3 x Rp. 4.200.500 = Rp. 12.601.500,-


74

c. Akibat hukum terhadap pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja di

PT. Kurnia Asri Perkasa

Selembar surat keterangan pemutusan hubungan kerja sepihak dari PT.

Kurnia Asri Perkasa membuat hilangnya hak-hak pekerja mulai dari upah

yang biasanya diperoleh setiap bulan yang ada menjadi tidak ada hingga

pemutusan jaminan sosial. Hal ini akan berdampak langsung pada pekerja

terutama dari psikologis sebab pekerja yang dikenai pemuusan hubungan

kerja oleh PT. Kurnia Asri Perkasa tidak menerima hak-hak akibat dari

pemutusan hubungan kerja yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 156 seperti uang

pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.

2. Saran

Berdasarkan proses penelitian dan analisis dalam bab V ini, penulis

mengemukakan saran yang dapat dijadikan sebagai masukkan dan bahan bahan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Untuk pengusaha dan pemberi kerja khususnya PT. Kurnia Asri Perkasa

sebisa mungkin harus berupaya menghindari pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerjanya, PT. Kurnia Asri Perkasa harus menciptakan suasana

hubungan kerja yang harmonis dan berkeadilan, perlindungan terhadap hak-

hak tenaga kerja juga perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Perlunya penegakan tujuan hukum

ketenagakerjaan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam pasal 4
75

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang

berbunyi:

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal

dan manusiawi

2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan

daerah

3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan

4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

b. Untuk seluruh pengusaha atau pemberi kerja khususnya di PT. Kurnia Asri

Perkasa wajib melakukan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada bab

XII yang mengatur hak dan kewajiban yang seharusnya diterima dan

dilakukan oleh masing-masing pihak sehingga kedua belah pihak tidak ada

yang merasa dirugikan satu sama lain.

c. Didalam melakukan pemutusan hubungan kerja sebaiknya PT. Kurnia Asri

Perkasa dan seluruh pengusaha atau pemberi kerja memberikan sepenuhnya

apa yang menjadi hak-hak pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan pasal 156 serta pelatihan untuk menciptakan lapangan kerja

baru bagi pekerja sehingga memiliki bekal pegangan hidup setelah


76

dilakukannya pemutusan kerja oleh PT. Kurnia Asri Perkasa sehingga dapat

mengurangi angka pengangguran dan tindak kejahatan kriminal akibat

perasaan putus asanya seseorang atau mantan pekerja yang dikenai

pemutusan hubungan kerja.

Anda mungkin juga menyukai