Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Daun Salam

1. Taksonomi Tanaman daun salam

Gambar 1 Daun Salam(Syzygium polyanthum


Wigth.)

Klasifikasi Tanaman Daun Salam (Ikhwan , 2015) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotiledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Species : Syzygium polyanthum (Wight.)

2. Morfologi Tanaman
Pohon Syzygium polyanthum memiliki tinggi sekitar 25 meter, memiliki akar
lurus besar, batang bundar dan permukaan halus. Memiliki bunga-bunga kecil, putih dan
harum. Sedangkan daunnya memiliki panjang 2,5-8 cmdengan tepi yang rata, ujungnya
tumpul dan bagian bawahnya melebar dengan panjang dan rapat (Sumono, et al., 2008).

3. Kandungan kimia
Daun salam mengandung tanin, minyak atsiri (salamol dan eugenol), flavonoid
(kuersetin, kuersitrin, mirsetin dan mirsitrin), seskuiterpen, triterpenoid, fenol, steroid,
sitral, lakton, saponin dan karbohidrat (Fitri, 2007). Kandungan daun salam lainnya
adalah saponin, polifenol dan alkaloid (Adrianto, 2012). Uji fitokimia dari daun salam
menunjukkan adanya beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu fenolik, dan kumarin
(Hermansyah, 2008).

4. Manfaat Tanaman
Daun salam efektif menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar asam urat, mengobati sakit maag
(gastritis), gatal-gatal (pruritis), kudis (scabies), dan eksim (Enda, 2009).
Minyak atsiri yang terkandung dalam daun salam yaitu sitral dan eugenol
berfungsi sebagai anestetik dan antiseptik (Adrianto, 2012). Flavonoid dalam daun salam
memiliki efek antimikroba, antiinflamasi, merangsang pembentukkan kolagen,
melindungi pembuluh darah, antioksidan dan antikarsinogenik (Sabir, 2003).

B. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis
yang bercirikan hiperglikemia (glukosa darah terlampau meningkat) dan khususnya
menyangkut metabolisme hidratarang (glukosa) di dalam tubuh. Penyebab nya adalah
kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel
untuk dimetabolisir dan demikian dimanfaatkan sebagai sumber energi.Akibat nya adalah
glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya di eksresikan lewat
kemih tanpa digunakan (glycosuria) (Tjay dan Rahardja, 2007).

2. Metabolisme Glukosa
Dalam proses penyediaan energi, gula merupakan bahan utama yang
diperlukan dalam proses kimiawi untuk menghasilkan bahan energi tinggi ATP (Adenosin
Triphospat). Sewaktu otot berkontraksi diperlukan energi.Pada saat itu, ATP dipecah
dipergunakan untuk bekerja atau berolahraga (Irianto, 2014).
Setelah karbohidrat dari makanan didegradasi dalam usus, glukosa lalu diserap ke dalam
darah dan diangkut ke sel-sel tubuh.Untuk penyerapan kedalam sel-sel ini dibutuhkan
insulin, yang dapat diibaratkan sebagai kunci untuk pintu sel. Sesudah masuk ke dalam sel,
glukosa lantas diubah di mitokondria menjadi energi atau ditimbun sebagai
glikogen.Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan energi karena misalnya berpuasa
beberapa waktu (Tjay dan Rahardja, 2007).

3. Gejala Diabetes
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darahyang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke
air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih
yang dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang
banyak (poliuri).Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga
banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat
badan.Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar
biasa sehingga banyak makan (polifagi).Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing,
mual dan berkurangnya ketahanan selama olahraga.Penderita diabetes yang kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi (Irianto, 2015).

4. Kriteria Diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam. Atau pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.Atau pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
hbA1c(%) Glukosa darah Glukosa puasa
puasa (mg/dl) plasma 2 jam
setelah TTGO
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal <5,7 <100 <140

5.Jenis Diabetes

a.Diabetes Mellitus Tipe-1

Tipe-1 menghinggapi orang-orang di bawah usia 30 tahun dan paling sering


dimulai pada usia 10-13 tahun. Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel β pankreas,
sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap
glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa meningkat di atas 10 mmol/l, yakni nilai
ambang ginjal, sehingga glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urin bersama banyak
air (glycosuria). Dibawah kadar tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli ginjal (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadi nya suatu respons autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel β
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel β meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak
dan antibodi yangn dirilis dari imunosit yang disensitisasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan replikasi atau fungsi sel β
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel β seteah infeksi
virus (Katzung, 2002).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Lazimnya mulai diatas usia 40 tahun dengan insidensi lebih besar padaorang
gemuk, dengan BMI > 27 dan pada usia lebih lanjut. Pada mereka yang hidup nya
makmur, makan terlampau banyak, dan kurang gerak badan memiliki risiko yang
lebih besar lagi.
Penyebabnya adalah proses menua, banyak penderita jenis ini mengalami
penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amiloid disekitarnya. Sel-sel
β yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin
berkurang.Selain itu, kepekaan reseptornya juga menurun.Hipofungsi selbeta ini
bersama resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan gula-darah meningkat
(hiperglikemia) (Tjay dan Rahardja, 2007).
c. Diabetes kehamilan (GDM)

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa


didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.
DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal Penderita
DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam
jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan (Ndraha, 2014).
d. Diabetes Insipidus (DI)

Diabetes ini berlainan sekali etiologinya daripada diabetes mellitus (DM),


karena ditimbulkan oleh kekurangan sekresi vasopressin (ADH), yakni Antidiuretic
Hormone oleh kelenjar hipofisis.Penyebab defisiensi hormon itu agak sering timbul
akibat suatu tumor di hipofisis atau hipotalamus, bisa juga akibat defek pada reseptor-
reseptor ADH.Pada 45% dari kasus penyebabnya tidak diketahui.Gejalanya berupa
poliuri (banyak sekali berkemih) dengan akibat dehidrasi dan polidipsi, yaitu sangat
haus.Terapi suplesi dapat dilakukan dengan hormon sintesis desmopresin (Minrin)
(Tjay dan Rahardja, 2007).

6.Komplikasi lambat

Diabetes sangat meningkatkan risiko akan PJK (Penyakit Jantung

Koroner),antara lain hipertensi dan infark jantung. Bila tidak atau kurang tepat

diobati, lambat laun dapat terjadi gangguan kardiovaskular dan neurovaskuler.Risiko

akan komplikasi hebat ini dapat diturunkan dengan mempertahankan kadar gula

darah. Komplikasi terpenting dapat berupa:

a. Infark Jantung
Di dinding arteri timbul benjolan-benjolan yang mengganggu sirkulasi

darah dan akhirnya terjadi atherosclerosis yang dapat menyebabkan infark jantung.

b. Retinopati

Sering kali pada retina timbul ciri-ciri perdarahan, udema, mengelupas dan menjadi

buta.

c. Polineuropati

Begitu pula kerusakan pada pembuluh kecil dan saraf dapat timbul pada

pelbagai tempat, yag akhirnya menyebabkan defek pada semua organ dan jaringan

perifer. Gangguan ini sering terjadi terjadi dengan perasaan seperti ditusuk-tusuk dan

hilang rasa di kaki-tangan atau benjolan sangat nyeri di kakitangan atau benjolan

sangat nyeri di kaki. Luka borok sukar sembuh dan tak jarang mengakibatkan

gangren (mati jaringan) dan amputasi.

d. Nefropati

Kerusakan ginjal dengan hiperfiltrasi dan keluarnya albumin dalam kemih,

yang sering kali besifat fatal.

e. Lainnya

Impotensi, infeksi stafilokok pada kulit dan keluhan claudicatio (penyakit

etalase) di tungkai yang berciri kejang-kejang sangat nyeri di betis setelah jalan

sejumlah meter (Tjay dan Rahardja, 2007).

7. Penanganan Diabetes

Tindakan umum dalam penanganan diabetes, yaitu:

a. Diet
Penderita DM dapat diperbaiki atau dipertahankan pada kondisi yang baik
atau mengurangi kemungkinan timbul nya komplikasi, dengan pola diet DM yang
sesuai.Pada prinsipnya, penderita DM harus menghindari makanan yang cepat diserap
menjadi gula darah yang disebut karbohidrat sederhana (Irianto, 2014). Semua pasien
selalu harus mengawali diet dengan pembatasan kalori, dengan memperhatikan
pembatasan lemak total, lemak trans dan lemak jenuh untuk mencapai normalisasi
kadar glukosa darah dan lipida darah. Pada pasien gemuk (BMI > 27) perlu dimulai
dengan menurunkan asupan kalori menjadi 1000-1600 kcal/hari.

Susunan diet yang dianjurkan hendaknya terdiri dari 4 komponen, yakni:


hidratarang 50-55%, protein 10-15%, lemak minyak 25-30%, serat gizi 40-46 gram
sehari. Penting pula membagi secara merata pemasukan kalori sepanjang hari.
Pembagian kalori merata dapat dicapai dengan makan lebih sering dari 3 kali sehari,
yakni 5-6 kali sehari tetapi dengan porsi yang lebih kecil dan pada waktu yang tetap
(Tjay dan Rahardja, 2007).
b. Gerak badan

Bila terdapat resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan kaki atau
bersepeda, olahraga) dapat menguranginya.Hasil insulin dapat digunakan secara lebih
baik oleh sel tubuh dan dosisnya pada umumnya dapat diturunkan (Tjay dan
Rahardja, 2007).
c. Berhenti merokok

Nikotin dapat memengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Rokok
juga menghasilkan banyak radikal bebas. Banyaknya radikal bebas ini akan memicu
stress oksidatif, hal ini dapat menimbulkan kerugian secara kronis pada mata, ginjal,
pembuluh, dan sistem saraf (Tjay dan Rahardja, 2007).

C. Antidiabetika
1. Hormon Insulin

Insulin diproduksi oleh sel β Langerhans pankreas. Insulin merupakan


hormon utama yang berperan dalam metabolisme energi, dan efeknya adalah
penurunan konsentrasi glukosa darah (Nugroho, 2014). Insulin mengandung 51 asam
amino (amino acid) yang tersusun dalam dua rantai ( A dan B) yang dihubungkan
dengan jembatan disulfide (Katzung, 2002).
a. Pankreas

Pankreas adalah suatu organ lonjong dari kira-kira 15 cm, yang terletak di
belakang lambung dan sebagian dibelakang hati.Organ ini terdiri 98% sel-sel dengan
sekresi ekstern, yang memproduksi enzim-enzim cerna yang disalurkan ke
duodenum.Sisanya terdiri dari kelompok sel (pulau langerhans) dengan sekresi intern,
yakni hormon yang disalurkan langsung ke aliran darah. Dalam pankreasterdapat
empat jenis sel endokrin, yakni:
1) Sel-alfa, yang memproduksi hormon glukagon

2) Sel-beta, dengan banyak granula berdekatan membran selnya, yang berisi


insulin. Setiap hari disekresikan ± 2 mg (50 UI) insulin, oleh aliran darah
diangkut ke hati. Kira-kira 50 % dari hormon ini dirombak disini, sisanya
diuraikan dalam ginjal.
3) Sel-D, memprosuksi somatostatin.

4) Sel-PP memproduksi PP (pancreatic polypeptide), yang mungkin berperan


pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu (Tjay dan Rahardja, 2007).
b. Sekresi Insulin

Insulin dirilis dari sel β pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan
rendah dan pada keadaan stimulasi sebagai respons terhadap berbagai stimulus,
khususnya glukosa, dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Hiperglikemia
menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium
melalui yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium melalui kanal
tersebut menyebabkan depolarisasi sel β dan terbukanya kanal kalsium yang
tergantung voltase (voltage-gated).Hasil peningkatan kalsium intraseluler memicu
sekresi hormon tersebut (Katzung, 2002).
a Mekanisme Kerja Insulin
Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel-sel
sasaran yang khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme
berbagai macam jaringan.
b Kerja Insulin pada Pengangkut Glukosa

Insulin mempunyai efek penting pada beberapa molekul transpor yang


memudahkan gerak glukosa menembus membran sel. Pengangkut tersebut diduga
memainkan peran dalam etiologi dan manifestasi diabetes. Secara kuantitatif, GLUT
4 merupakan agen yang paling penting berkenaan dengan penurunan glukosa darah,
disisipkan ke dalam membran otot dan sel adipose dari vesikel penyimpanan
intraseluler oleh insulin (Katzung, 2002).
c Kerja Insulin pada Hati

Hati berfungsi untuk meningkatkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen


dan menata kembali hati pada keadaan kenyang dengan mengubah kembali sejumlah
mekanisme katabolisme yang berhubungan dengan keadaan pasca absorpsi:
glikogenolisis, ketogenesis, dan glukoneogenesis (Katzung, 2002).
d Kerja Insulin pada Otot

Insulin meningkatkan sintesi protein dengan meningkatkan transport asam


amino dengan menstimulasi aktivitas ribosom. Insulin juga meningkatkan sintesis
glikogen untuk mengganti simpanan glikogen yang digunakan untuk aktivitas otot
(Katzung, 2002).

e Kerja Insulin pada Jaringan Adipose

Insulin bekerja untuk menurunkan asam lemak bebas dalam sirkulasi dan
memacu penyimpanan triglyceride dalam adiposit dengan tiga mekanisme utama:
induksi lipoprotein lipase, yang secara aktif menghidrolisis triglyceride dari
lipoprotein dalam sirkulasi; transport glukosa ke dalam sel untuk memproduksi
glycerophosphate sebagai suatu hasil metabolisme, yang memungkinkan esterifikasi
asam lemak yang dipasok dari hidrolisis lipoprotein; penurunan lipolisis intraseluler
dari simpanan tryglyceride dengan suatu hambatan langsung pada lipase intraseluler
(Katzung, 2002).
2. Antidiabetika Oral

Menurut Tjay dan Rahardja (2007). antidiabetika oral dibagi menjadi


enamkelompok besar, sebagai berikut:
a. Sulfonilurea

Sulfonilurea terbagi menjadi dua generasi.Generasi pertama terdiri dari


tolbutamida dan klorpropamida.Sedangkan generasi kedua terdiri dari glibenklamida,
glikazida, glipizida, glikidon dan glimepirida dengan daya kerja nya atas dasar berat
badan 10-100x lebih kuat.
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga
seksresi insulin ditingkatkan. Di samping itu, kepekaan sel-sel beta bagi kadar
glukosa darah diperbesar melalui pengaruhnya atas protein-transpor glukosa. Obat ini
hanya efektif pada penderita tipe-2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya
masih bekerja cukup baik.Efek samping nya yang terpenting adalah
hipoglikemia.Agak jarang terjadi gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), sakit
kepala, pusing, rasa tidak nyaman di mulut, juga gangguan kulit alergis (exanthema,
fotosensitasi).
b. Kalium-channel blockers

Obat yang termasuk golongan ini adalah repaglinida dan nateglinida Memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, hanya pengikatan terjadi di tempat
lain dan kerjanya lebih singkat.
c. Biguanida

Golongan ini tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurun kan
gula-darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan)
hingga berat badan tidak meningkat, maka layak diberikan kepada penderita yang
kegemukan.
Efek sampingnya yang serius adalah acidosis asam laktat dan angiopati luas,
terutama pada lansia. Contohnya metformin yang pada dosis normal hanya sedikit
meningkatkan kadar asam laktat dalam darah.
d. Glukosidase-inhibitors

Golongan ini terdiri dari akarbose dan miglitol.Zat-zat ini bekerja atas dasar
persaingan merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi
penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa
dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih
rendah dan merata, sehingga puncak kadar gula darah dihindarkan. Kerja ini mirip
dengan efek dari makanan yang kaya akan serat gizi.
e. Thiazolidindion

Obat yang termasuk golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon. Obat
dari kelas ini dengan kerja farmakologi istimewa disebut insulin sensitizers. Berdaya
mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer
insulin.Oleh karena ini penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot
meningkat, juga kapasitas penimbunan nya di jaringan ini. Efeknya ialah kadar
insulin, glukosa dan asam lemak bebas dalam darah menurun, begitupula
gluconegenesis dalam hati. Obat-obat ini, misalnya pioglitazon, sering kali
ditambahkan pada metformin bila efek antidiabetikum ini kurang memuaskan.
f. Penghambat DPP-4 (DPP-4 blockers)

Obat yang tergolong kelompok baru ini adalah sitagliptin (Januvia) dan
vildagliptin (Galvus). Obat golongan ini bekerja berdasarkan penurunan efek hormon
incretin. Incretin memiliki peran utama terhadap produksi insulin di pankreas dan yag
terpenting adalah GLPI dan GIP, yaitu glukagon-like peptide dan glucose-dependent
insulinotropic polypeptide. Incretin ini diuraikan oleh suatu enzim khas DPP4
(dipeptidylpeptidase). Dengan penghambatan enzim ini,senyawa gliptin mengurangi
penguraian dan inaktivasi incretin, sehingga kadar insulin akan meningkat.
Gambar 2. Struktur Kimia Aloksan (Lenzen, 2008)

D. Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin
sederhana.Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer.Aloksan
murni diperoleh dari oksidasi asam dan asam sitrat.Aloksan juga merupakan bahan
kimia yang digunakan untuk menginduksi binatang percobaan. Pemberian aloksan
adalah cara cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik).
Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksi 120-150 mg/kgBB.Aloksan
dapat diberikan secara intravena, intraperitonial, dan subkutan hewan
percobaan.Aloksan bereaksi dengan merusak substansi essensial di dalam sel beta
pankreas sehingga berkurangnya granulagranula pembawa insulin sel beta pankreas
sehingga meningkatkan pelepasan insulin dan protein (Szkudelski, 2001).
E. Glibenklamid

Gambar 3. Struktur Kimia Glibenklamid (Moffat, Oselton, dan Widdop, 2011)

Sinonim :Glybenclamide,glyburide,glibenklamid
Rumus Molekul :C23H28CIN3O5S
Berat Molekul :494,01
Deskripsi : Berwarna putih atau hampir putih berbentuk serbuk kristal.Tidak larut
air.Praktis larut dalam alkohol dan metalalkohol
Dosis : Permulaan 1 dd 2,5-5 mg, bila perlu dinaikkan setiap minggu sampai dd 10 mg

Derivat–klormetoksi ini adalah obat pertama dari antidiabetika generasi kedua


dengan khasiat hipoglikemis nya yang kira–kira 100 kali lebih kuat dari pada
tolbutamid.Sering kali ampuh di mana obat–obat lain tidak efektif.Resiko ‘hipo’ juga
lebih besar dan lebih sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain,
yaitu dengan single–dose pagi hari mampu menstimulir sekresi insulin pada setiap
pemasukan glukosa (sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai
regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal (Tjay dan Rahardja, 2007).

F. Ekstrak
1. Definisi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat


aktifdari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yangtersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(DEPKES RI, 1995)

2. Pembagian Ekstrak

Menurut Voigh (1995), ekstrak dapat dikelompokkan berdasarkan sifatnya


menjadi:

a.Ekstrak encer (Extractum tenue), sedian ini memiliki konsistensi semacam madu dan
dapat dituang. Akan tetapi pada saat ini sudahtidak terpakai lagi.

b.Ekstrak kental (Extractum spissum), sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak
dapat dituang. Kemungkinan airnya berjumlah sampai 30%.

c.Ekstrak kering (Extractum siccum), sediaan ini memiliki konsistensi kering dan
mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan
pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk, yang sebaiknya
memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

d.Ekstrak cair (Extractum fluidum), dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang
dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-
kadang juga satu bagian) ekstrak cair.

3. Jenis Ekstraksi
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Sebelum diekstraksi
simplisia yang akan digunakan dihaluskan umumnya dipotong atau diserbuk kasarkan
sesuai syarat derajat kehalusan dari farmakope. Kemudian disimpan ditempat yang
terlindung dari cahaya langsung dan dikocok kembali.Waktu maserasi berbeda-beda,
menurut Farmakope 4-10 hari namun biasanya 5 hari. Setelah selesai waktu maserasi
artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang
masuk ke dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Persyaratannya
adalah rendaman tadi harus dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari).
Setelah maserasi, rendaman diperas dan sisanya juga diperas lagi.Untuk ini dapat
digunakan pemeras tinktur atau pemeras hidrolik. Cairan maserasi dan cairan yang
diperoleh dari perasan disatukan, selanjutnya diatur sampai mencapai kadar dan jumlah
yang diinginkan dengan cairan hasil pencucian sisa perasan menggunakan bahan
pengekstraksi.
Proses pencucian tersebut dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan
ekstraktif dan juga untuk menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang
terjadi pada saat penyaringan dan pengepresan. Hasil ekstraksi disimpan dalam kondisi
dingin selama beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring. Maserasi memiliki tiga
jenis modifikasi yaitu: maserasi ganda, maserasi digestion atau pada suhu tinggi, dan
maserasi kocokan (Voight, 1995).

b. Digesti
Digesti : yang dilakukan pada suhu di atas suhu kamar, biasanya pada suhu 40-
50°C. Caranya : Sejumlah bahan di tempatkan pada wadah tertutup, ditambah dengan
pelarut dengan perbandingan kira-kira 1:10. Diamkan selama 5 hari pada suhu 40-50°C.
dan terlindung dari cahaya dengan sesekali diaduk.Setelah itu, cairan dipisahkan, buang
bagian yang mengendap kemudian di destilasi vakum dengan alat evapolator dengan
suhu 50-600°C (Voight, 1995).
c. Perkolasi
Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dalam wadah silindris atau
kerucut (perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan ekstraksi
yang dimasukkan secara kontinu dari atas mengalir lambat melintasi simplisia yang
umunya berupa serbuk kasar.Melalui pembaharuan terus-menerus bahan pelarut
berlangsung suatu maserasi banyak tingkat.Sebelum pengisian perkolator terlebih dahulu
simplisia dilembabkan dengan menstruum dan dibiarkan mengembang.Hal ini dilakukan
untuk memudahkan masuknya bahan ekstraksi kedalam kumpulan sel selama perkolasi.
Setelah memasukkan bahan ekstraksi sesuai farmakope, ditunggu cairan ekstak
mulai menetes kemudian jalan keluar ditutup dan baru dibuka jika bahan ekstraksi
berada 1-2 cm diatas lapisan simplisia.Selama waktu ini berlangsung suatu
mengembangan lanjutan dan suatu maserasi. Barulah perkolasi sebenarnya berlangsung,
dimana kecepatan penetesan diatur sehingga setiap satuan waktu tetesan yang masuk dan
keluar sama banyak. Setelah selesai proses perkolasi simplisia dipres dan dilakukan
proses selanjutnya (Voight, 1995).
d. Sokletasi
Bahan yang akan diekstraksi berada dalam sebuah kantung ekstraksididalam
sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas mengandung
kantung (soklet) diletakkan di antara labu suling dan suatu pendingin aliran balik
(kondensor) dan dihubungkan melalui pipa pipet (sippon).Labu tersebut terisi bahan
pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet
dan berkondensasi didalamnya menetes ke atas bahan yang diekstraksi.Larutan
berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai titik maksimal secara otomatis ke
dalam labu, dengan zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinu dari
bahan pelarut murni (Voight, 1995).
G. Mencit (Mus Musculus)
1. Taksonomi Mencit (Mus Musculus)

Gambar 4 Mencit (Mus Musculus)

Klasifikasi Mencit (Musser, 2016) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Spesies : Mus musculus Linnaeus

2. Nilai -nilai Fisiologi


Mencit merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan karena
kemampuan reproduksi tinggi (sekitar 10-12 anak/kelahiran), harga dan biaya
pemeliharaan relatif murah, serta efisien dalam waktu karena sifat genetik dapat dibuat
seragam dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan ternak besar menurut
(Arrington 1972) dalam (Kartika, 2013).
Berikut adalah nilai-nilai fisiologi normal pada mencit (Arrington, 1972).
1. Suhu tubuh :95–102,5oF
2. Denyut jantung :320–840 bpm
3. Respirasi :84–280
4. Berat lahir :2–4 gram
5. Berat dewasa :20–40 gram (jantan)
25–45 gram (betina)
6. Masa hidup :1–2 tahun
7. Maturitas seksual :28–49 hari
8. Target suhu lingkungan :68–79°F (17,78–26,11°C)
9. Target kelembapan lingkungan :30–70%
10. Gestasi :19–21 hari
11. Minum :6–7 ml/hari

3. Penanganan Hewan Coba


Penggunaan hewan coba sebagai alasan penelitian farmakologi adalah untuk
menguji keamanan atau kasiat sebuah zat sebelum diberikan. Beberapa kajian tentang
penyakit yang menyerang manusia misal diabetes, obesitas, kanker, diare, gastritis,
penyakit jantung maupun beberapa penyakit lainnya dalam penelitian menggunakan
hewan coba mencit. Hal ini dikarenakan karakter biologis dan tingkah laku mencit yang
mirip dengan manusia. Bahkan tubuh mencit dapat dimasukan penyakit manusia sebagai
bahan uji coba. Struktur gen mencit yang mirip dengan manusia membantu hasil
penelitian pada hewan coba lebih akurat (Putri, 2018).
Cara mengambil dan memegang mencit dalam penelitian : Buka kandang dengan
hati-hati, kira-kira sebesar pergelangan tangan saja untuk masuk, angkat mencit dengan
cara memegang ekor ( tiga sampai empat sentimeter dari ujung). Letakan pada lembaran
kawat atau alas kasar lainnya. Jepit tengkuk diantara telunjuk dan ibu jari dengan tangan
kiri. Ekor dipindahkan dari tangan kanan keantara jari manis dan jari kelingking tangan
kiri. Mencit siap dapat perlakuan (Radji, 2008).
4. Pemberian obat pada hewan percobaan
Menurut Laurence dan Bacharach cara pemberian dan volume maksimum yang
biasa diberikan pada hewan uji serta nilain konvensi perhitungan konversi perhitungan
dosis adalah:

No Binatang Volume maksimal (ml) cara pemberian


IV IM IP SC PO
1 Mencit (20-30gr) 0,5 0,05 2,0 - -
2 Tikus (100 gr) 0,1 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
3 Hamster (250 gr) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
4 Marmout (250 gr) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
5 Merpati (300 gr) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
6 Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 2,0
7 Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
8 Anjing (10-20kg) 10,0-20,0 0,5 20,0-50,0 5,0-10,0 100

5. Konversi
Dosis yang diberikan pada hewan percobaan dalam uji farmkakologi harus
mempertimbangkan dosis efektif pada manusia (Laurence dan Bacharach 1964)
Merumuskan suatu tabel konversi perhitungan antar subjek bedasarkan (ratio) luas
permukaan badan masing-masing subyek.
Mencit Tikus Marmot Kelinci Kera Anjing Manusia
20gr 200gr 400gr 1,5g 4kg 12kg 70kg
Mencit 20gr 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 378,9

Tikus 200gr 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0


Marmot 400 gr 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
Kelinci 1,5kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
Kera 4kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
Anjing 12 kg 0,08 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
Manusia 70kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

H. Hipotesis

Ho :Tidak ada efek pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum Wigth. )
terhadap penurunan kadar gula darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan
Hi :Ada efek pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum Wigth.) terhadap
penurunan kadar gula darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan

Anda mungkin juga menyukai