Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

PERCOBAAN II
SAPONIFIKASI

Oleh :

Nama : Lina Widya P


NIM : M0320043
Hari/Tgl. Praktikum : Kamis, 28 Maret 2021
Asisten Praktikum : A. Hafizh Arif Arafi

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
I. Tujuan
Membuat dan menentukan karakter sabun

II. Dasar Teori


Sabun adalah salah satu macam surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air,
membuat larutan sabun dapat memasuki serat, menghilangkan kotoran dan minyak (Sari dkk., 2010).
Sabun dapat diartikan sebagai campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang berfungsi
sebagai bahan pembersih tubuh, yang berbentuk padat, berbusa, dengan atau tanpa tambahan zat lain,
dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun terdiri dari dua komponen penyusun yaitu asam
lemak dan alkali. Pemilihan jenis asam lemak dapat menentukan karakterisitik sabun yang akan
dihasilkan karena setiap jenis asam lemak dapat memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Faktor
yang mempengaruhi transparansi sabun adalah adanya kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam
sabun (Widyasanti dkk., 2016). Semua jenis sabun menggunakan bahan dasar yang sama yaitu
minyak atau trigliserida. Jenis minyak yang digunakan dapat mempengaruhi sifat sabun baik di
tingkat jumlah busa dan pengaruh pada kulit. Komponen yang terdapat dalam minyak kelapa murni
yaitu 90% asam lemak jenuh. Yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan lotion, pelembab
bibir, conditioner rambut, dan sabun mandi. Struktur molekul minyak kelapa murni yang kecil dapat
memudahkan proses penyerapan pada kulit dan rambut. Jika digunakan secara rutin akan membantu
menjaga kulit menjadi awet muda dan menggangkat sel kulit mati (Widyasanti dkk., 2017).
Sabun merupakan hasil dari hidrolisis asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan
proses sapofikasi. Saponifikasi adalah proses penguraian lemak menjadi asam lemak dan gliserol
dengan cara mengolah lemak dengan alkali. Bilangan saponifikasi dinyatakan dalam milligram.
Semakin kecil nilai saonifikasi semakin panjang rantai asam lemak rata – ratanya. Jika asam lemak
dalam gliserida memiliki berat molekul yang tinggi (ratai asam pendek) maka akan ada lebih banyak
molekul gliserida per gram dalam lemak dibandingkan jika asam memiliki berat molekul yang rendah
(rantai asam panjang). Jadi, lemak yang mengandung gliserida dengan berat molekul redah memiliki
nilai saponifikasi yang tinggi, nilai saponifikasi berbanding terbalik dengan berat molekul rata – rata
asam lemak dalam fraksi minyak (Odoom dan Edusei, 2015).
Reaksi saponifikasi dikenal juga sebagai hidrolyn alkali dan trigliserida yaitu proses dingin
untuk pembuatan sabun. Trigliserida merupakan penyusun utama lemak hewani dan minyak nabati
yang dapat dimakan, molekul – molekul ini bereaksi dengan zat kuat seperti NaOH yang dalam fase
air akan menghasilkan natrium garam natrium dari asam lemak terhidrolisis (molekul sabun) dan
molekul gliserin (Maotsela dkk., 2019). Hidrolisis minyak dalam kondisi anatsida juga disebut
sebagai saponifikasi, saponifikasi orde dua dapat dipelajari menggunakan teknik pengukuran pada
temperature yang berbeda ( Danish dan Al, 2015). Saponifikasi dapat meningkatkan residu lemak dan
aksestabilitas ke biomassa. Selama reaksi kimia terjadi gliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan
garam asam lemak yang dikarakterisasi oleh sifat aktif permukaan (Moineimne dkk., 2003).
Tingkat saponifikasi bergantung pada interaksi sterik dan elektronik dari alkil dengan
pelarutnya. Interaksi tersebut menentukan laju saponifikasi diberbagai lingkungan pelarut. Misalnya,
anion hidroksida sagat terlarut karena muatan elektronik di lingkungan pelarut yang didominasi air
dan protik. Pelarutan anion OH mengurangi laju tumbukan langsung antara anion dan molekul alkil
dalam larutan (Eze dkk., 2015).
III. Metodologi
A. Alat
1. Batang pengaduk
2. Bunsen
3. Cawan penguapan
4. Corong kaca
5. Erlemeyer
6. Gelas beaker
7. Gelas ukur
8. Indikator pH universal
9. Kaki tiga
10. Kawat kasa
11. Kertas saring
12. Penjepit kayu
13. Pipet tetes
14. Pipet volumetric
15. Rak tabung reaksi
16. Tabung reaksi
B. Bahan
1. Aquades
2. CaCl2 0,1M
3. Etanol
4. FeCl3 jenuh
5. Indikator pH universal
6. MgCl2 0,1M
7. Minyak kelapa
8. NaCl jenuh
9. NaOH 40%
C. Gambar Alat

Gambar 3.1 Gambar 3.2


(Batang Pengaduk) (Bunsen)

Gambar 3.3 Gambar 3.4


(Cawan Pengguapan) (Corong Kaca)
Gambar 3.5 Gambar 3.6
(Erlenmeyer) (Gelas Beaker)

Gambar 3.7 Gambar 3.8


(Gelas Ukur) (Kaki Tiga)

Gambar 3.9 Gambar 3.10


(Kawat Kasa) (Kertas Saring)
Gambar 3.11 Gambar 3.12
(Penjepit Kayu) (Pipet Tetes)

Gambar 3.13 Gambar 3.14


(Pipet Volumetrik) (Rak Tabung Reaksi)

Gambar 3.15
(Tabung Reaksi)
D. Cara Kerja
1. Pembuatan Sabun
NaOH diambil sebanyak 5 mL menggunakan pipet volumetrik lalu dituangkan ke dalam
cawan penguapan. Kemudian, minyak kelapa diambil sebanyak 5 mL dituangkan ke dalam
cawan penguapan. Berikutnya, etanol diambil sebanyak 5 mL. Selanjutnya, dipanaskan
menggunakan bunsen dan diaduk selama kurang lebih 15 menit hingga terbentuk gumpalan
daripada sabun. Kemudian, ditambahkan aquades sebanyak 10 tetes. Campuran didinginkan
sembari dilakukan proses pengadukan. Setelah dingin ditambahkan larutan NaCl jenuh
sebanyak 20 mL. Kemudian, campuran disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya,
setengah dari sabun yang diperoleh dilarutkan dalam 100 mL aquades hal ini dilakukan untuk
membuat larutan sabun. Kemudian sebanyak 10 mL larutan sabun ditambahkan dengan 2 mL
CaCl2 diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada larutan campuran tersebut.
2. Karakterisasi Sabun
a. Zat Pengelmusi
Pada tabung reaksi 1 ditambahkan minyak kelapa sebanyak 5 tetes dan aquades sebanyak
5 mL lalu kedua larutan dikocok. Pada tabung reaksi 2 ditambahkan minyak kelapa
sebanyak 5 tetes, aquades sebanyak 5 mL, dan larutan sabun lalu larutan campuran
dikocok. Kemudian, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada larutan campuran
tersebut.
b. Reaksi untuk Air Sadah
Pada tabung reaksi 1 ditambahkan larutan sabun sebanyak 5 mL dan CaCl3 sebanyak 2
tetes. Pada tabung reaksi 2 ditambahkan larutan sabun sebanyak 5 mL dan FeCl3 sebanyak
2 tetes. Pada tabung reaksi 3 ditambahkan larutan sabun sebanyak 5 mL dan MgCl2
sebanyak 2 tetes. Pada tabung reaksi 4 ditambahkan larutan sabun sebanyak 5 mL dan air
keran sebanyak 2 tetes. Setelah itu, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada larutan
campuran tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengujian pH menggunakan indikator pH
universal dan dicatat pH untuk setiap larutan campuran.

IV. Data Pengamatan dan Pembahasan


A. Data Pengamatan
1. Pembuatan Sabun
NaOH + Minyak kelapa + Etanol Terbentuk padatan berwarna
putih
Sabun + aquades + NaCl jenuh Terbentuk endapan berwarna
putih keruh
Larutan sabun + CaCl2 Terbentuk endapan berwarna
bening keunguan

2. Karakteristik Sabun
a. Zat pengelmusi
Minyak kelapa + aquades Terbentuk selaput tipis antara
minyak dengan aquades
Minyak kelapa + aquades + larutan Minyak larut dalam aquades dan
sabun berwarna putih

b. Reaksi untuk Air Sadah


Larutan sabun + CaCl2 Terbentuk endapan, pH : 11
berwarna biru, dan tidak
ada busa
Larutan sabun + FeCl3 Terbentuk endapan, pH : 9
berwarna orange, dan
tidak ada busa
Larutan sabun + MgCl2 Terbentuk endapan, pH : 12
berwarna putih, dan tidak
ada busa
Larutan sabun + air keran Terbentuk endapan, pH : 12
berwarna putih ke bening,
dan terdapat busa

B. Pembahasan
Tujuan dari percobaan membuat dan menentukan karakter sabun. Saponifikasi adalah
reaksi hidrolisis asam lemak atau minyak oleh adanya basa kuat (NaOH atau KOH) atau dikenal
dengan larutan alkali sehingga menghasilkan sabun berupa garam natrium dari asam lemak atau
minyak dan reaksi samping berupa gliserol. Prinsip yang digunakan pada percobaan ini adalah
hidrolisis asam lemak atau minyak oleh larutan alkali (basa kuat) yang menghasilkan sabun dan
gliserol. Pada percobaan ini dilakukan 2 percobaan yaitu cara pembuatan sabun dan penentuan
karakteristik sabun sebagai zat pengelmusi serta reaksi pada air sadah.
Percobaan pertama yaitu cara pembuatan sabun. Minyak kelapa digunakan sebagai zat
yang dihidrolisis juga merupakan senyawa non polar yang tidak larut dalam air. Minyak kelapa
ditambahkan NaOH 40% berfungsi sebagai penghidrolisis daripada lemak sehingga
menyebabkan pemutusan ikatan ester dan terjadi pelepasan garam asam lemak juga gliserol,
penambahan NaOH mengakibatkan bentuk sabun semakin padat. Tingkat persen pada NaOH juga
dapat mempengaruhi hasil reaksi yaitu semakin besar persentase NaOH yang digunakan maka
produk yang dihasilkan akan meningkat. Penambahan etanol digunakan sebagai pelarut minyak
karena minyak memiliki sifat nonpolar hal ini berdasarkan prinsip ekstraksi cair – cair yaitu “like
dissolves like” jadi senyawa nonpolar akan larut hanya dengan senyawa nonpolar juga. Pada saat
proses pemanasan terjadi reaksi eksoterm yaitu perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan
sehingga menghasilkan panas. Proses pemanasan dan pengadukan berfungsi untuk
menghomogenkan larutan dan terjadi peningkatan energi sehingga mempercepat laju reaksi.
Produk yang terbentuk adalah sabun dan hasil sampingan berupa glikogen. Penambahan aquades
bertujuan untuk membilas sabun yang baru terbentuk. Hasil dari campuran ditambahkan larutan
NaCl jenuh yang berfungsi sebagai pengendap sabun dan memisahkan antara sabun dengan
gliserol. Penambahan CaCl₂ menghasilkan endapan sabun berwarna bening keunguan, hal ini
dikarenakan sabun memiliki sifat lifofilik (larut dalam minyak dan lemak) dan hidrofilik (larut
dalam air). Berikut reaksi hidrolisis minyak kelapa dan NaOH :

Gambar 1.1 Reaksi Saponifikasi


Percobaan kedua yaitu karakteristik sabun. Prinsip yang digunakan yang digunakan
adalah gugus pada sabun bersifat polar dan nonpolar sehingga dapat mengemulsi minyak atau
lemak yang bersifat nonpolar dan air yang bersifat polar, sehingga minyak dan air dapat
bersatu. Gugus pada sabun yang bersifat hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air).
Berikut reaksinya :
Gambar 1.2 Reaksi Gugus Sabun
Percobaan karakterstik sabun untuk zat pengelmusi. Pada tabung reaksi 1 minyak kelapa
ditambahkan aquades mengakibatkan terbentuknya selaput tipis antara minyak dengan aquades.
Minyak dan aquades tidak dapat menyatu karena adanya prinsip “like dissolves like” senyawa
polar / nonpolar akan larut hanya dengan senyawa polar / nonpolar juga, minyak bersifat nonpolar
dan aquades bersifat polar sehingga tidak dapat menyatu. Pada tabung reaksi 2 minyak kelapa
ditambahkan aquades dan larutan sabun mengakibatkan minyak larut dalam aquades, terdapat
busa, dan larutan berwarna putih. Hal ini membuktikan bahwa sabun memiliki sifat pengelmusi
karena sifatnya yang hidrofilik dan hidrofobik. Bagian kepala bersifat hidrofilik yang dapat
menyatu dengan air dan ekor bersifat hidrofobik yang dapat menyatu dengan minyak.
Percobaan karakteristik sabun untuk reaksi air sadah. Pada tabung reaksi 1 ditambahkan
larutan sabun dan CaCl2 menghasilkan terbentuk endapan, berwarna biru, tidak ada busa, dan pH
11 menunjukkan larutan bersifat basa. Berikut reaksinya :
2RCOONa(aq) + CaCl2(aq) → (RCOO)2Ca(s) + 2NaCl(aq)
Pada tabung reaksi 2 ditambahkan larutan sabun dan FeCl3 menghasilkan terbentuk endapan,
berwarna orange, tidak ada busa, dan pH 9 menunjukkan larutan bersifat basa. Berikut reaksinya :
3RCOONa(aq) + FeCl3(aq) → (RCOO)3Fe(s) + 3NaCl(aq)
Pada tabung reaksi 3 ditambahkan larutan sabun dan MgCl2 menghasilkan terbentuk endapan,
berwarna putih, tidak ada busa, dan pH 12 menunjukkan larutan bersifat basa. Berikut reaksinya :
2RCOONa(aq) + MgCl2(aq) → (RCOO)2Mg(s) + 2NaCl(aq)
Pada tabung reaksi 4 ditambahkan larutan sabun dan air keran menghasilkan terbentuk endapan,
berwarna putih ke bening, terdapat busa, dan pH 12 menunjukkan larutan bersifat basa. Berikut
reaksinya :
RCOONa(aq) + H2O(l) → RCOOH(aq) + NaOH(aq)
Pada tabung reaksi 1 sampai 4 dapat disimpulkan bahwa gugus anion karboksilat ini akan bereaksi
dengan gugus kation penyebab kesadahan yaitu Ca2+, Fe3+, dan Mg2+. Reaksi ini akan membentuk
endapan sehingga kinerja sabun secara tidak maksimal juga menunjukkan sabun memiliki sifat
lifofilik dan hidrofilik. Sementara untuk pH, dapat disimpulkan bahwa air sadah bersifat basa
dengan rentang pH 9 - 12. Kesadahan air dapat mempengaruhi pH. Apabila air memiliki kesadahan
tinggi maka pH larutan akan tinggi juga.
V. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa sabun dapat dihasilkan dari reaksi
saponifikasi yaitu hidrolisis minyak atau asam lemak dengan alkali (basa kuat). Reaksi saponifikasi
menghasilkan produk utama sabun dan produk sampingan gliserol. Sabun memiliki sifat pengemulsi
dan dapat menyatukan campuran yang memiliki perbedaan kepolaran. Sabun sebagai pengemulsi
karena memiliki sifat hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air), sehingga dapat meyatukan
air dan minyak jika ditambahkan air sabun. Selain itu, sabun mempunyai karakter dapat larut dalam
air, bersifat basa, dan menghasilkan busa. Jika sabun direaksikan dengan ion Ca2+, Fe3+, dan Mg2+
akan mneyebabkan kesadahan pada air dan terbentuk endapan.
VI. Daftar Pustaka
Danish, M., dan Al Mesfer. M. K. 2015. A Comparative Study of Saponification Reaction in a PFR
and CSTR. Research Journal of Chemical Sciences, 5(11) : 13 -17.
Eze, V. C., Harvey, A. P., dan Phan, A. N. 2015. Determination Of The Kinetics Of Biodiesel
Saponification In Alcoholic Hydroxide Solution. Fuel, 140 (2015) : 724 – 730.
Maotsela, T., Danha, G., dan Muzeda, E. 2019. Utilization of Waste Cooking Oil and Tallow for
Production of Toilet “Bath” Soap. Procedia Manufacturing, 35 (2019) 541–545.
Mouneimne, A.H., Carrere, H., Bernet, N., dan Delgenes, J. P. 2003. Effect Of Saponification On
The Anaerobic Digestion Os Solid Fatty Residues. Bioresource Technology, 90 (2003) :
89 – 94.
Odoom, W., dan Edusei, V. O. 2015. Evaluation of Saponification value, Iodine value and Insoluble
impurities in Coconut Oils from Jomoro District in the Western Region of Ghana. Asian
Journal of Agriculture and Food Sciences, 3(5) : 494 – 499.
Sari, T. I., Kasih, J. P., dan Sari, T. J. N. 2010. Pembuatan Sabun Padat dan Sabun Cair dari Minyak
Jarak. Jurnal Teknik Kimia, 17(1) : 28 – 33.
Widyasanti, A., Farddani, C. L., dan Rohdiana, D. 2016. Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak
Teh Putih (Camellia Sinensis). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 5(3) : 125 – 136.
Widyasanti, A., Junita, S., dan Nurjanah, S. 2017. Pengaruh Konsentrasi Minyak Kelapa Murni
(Virgin Coconut Oil) dan Minyak Jarak (Castor Oil) Terhadap Sifat Fisikokimia dan
Organoleptik Sabun Mandi Cair. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 9(1) :
1 – 7.

VII. Lampiran
A. Jurnal

Surakarta, 08 April 2021


Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan

A. Hafizh Arif Arafi Lina Widya P


M0318001 M0320043

Anda mungkin juga menyukai