DI SUSUN
OLEH
( 1507.14201.383 )
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan proses tumbuh kembang tahap akhir dari
setiap manusia. Semua orang akan menjadi tua dan akan melewati proses
menua. Proses menua adalah suatu proses yang terjadi dalam tubuh, yang
berjalan perlahan tapi pasti, pada proses tersebut terjadi penurunan fungsi
tubuh baik secara anatomis, fisiologis, maupun kimiawi ( Bangun Abednego,
2014). Lanjut usia yaitu seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke
atas (WHO,2009).
Populasi lanjut usia di kawasan Asia Tenggagara sebesar 8% atau sekitar
142.000.000 jiwa (WHO, 2012), pada tahun 2014 jumlah lanjut usia
meningkat mencapai 185.000.000 jiwa (9,77%) dari total populasi. Jumlah
lanjut usia diperkirakan meningkat mencapai 280.000.000 jiwa pada tahun
2020 ( WHO, 2015). Jumlah lanjut usia di Indonesia bertambah di setiap
tahunnya, data KEMENKES RI pada tahun 2015 menunjukan prevalensi
lanjut usia sebanyak 7,49% pada tahun 2011, 7,69% pada tahun 2012, dan
8,11% pada tahun 2013. Jumlah lanjut usia di Propinsi Jawa Timur sebanyak
4.4000.000 jiwa atau 11,4% dari total penduduk Jawa Timur (DINSOS JAWA
TIMUR, 2014)
Aktivitas merupakan salah satu penilaian dalam kehidupan sehari-hari
orangtua dalam melakukan tindakan yang perlu dilakukan secara benar.
Aktivitas sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh lanjut
usia setiap harinya. Aktivitas ini dilakukan tidak melalui upaya atau usaha
keras. lansia mengalami penuaan yang optimal akan tetap aktif dan tidak
mengalami penyusutan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun macam
aktivitas sehari-hari adalah aktivitas fisik, aktivitas fisik merupakan
pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga dimana
sangat penting bagi kesehatan mental. (Martika, 2012). Melakukan aktivitas
fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang
dikategorikan dalam kebugaran lansia. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik
ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung
yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya
sedikit usaha. Aktivitas fisik ini terdiri dari aktivitas sehari-hari yang
dikerjakan dan kegiatan olahraga. Perilaku santai yang ditandai dengan lebih
tingginya asupan kalori dan kurang aktifitas fisik merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit jantung, yang biasanya didahului dengan meningkatnya
tekanan darah. Perilaku santai yang digambarkan adanya kemudahan
akses, kurang aktifitas fisik, ditambah dengan semakin semaraknya
makanan siap saji, kurang mengkonsumsi makanan berserat seperti buah
dan sayur, kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol. Juga dapat
mengganggu kesehatan lansia (Pradono, 2010).
Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung
yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya
sedikit usaha. Semakin ringan kerja jantung, maka semakin sedikit tekanan
darah pada pembuluh darah arteri sehingga tekanan darah akan menurun.
Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi lansia adalah aktivitas sedang yang
dilakukan selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang terbakar sedikitnya
150 kalori per hari. Salah satu yang bisa dilirik adalah aerobic. Suatu
aktivitas baik itu kegiatan sehari-hari ataupun olahraga, dapat meningkatkan
kemampuan kerja jantung, paru-paru dan otot-otot (Mayasari, 2015).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Untuk menambah wawasan tentang pengaruh Senam Bugar Lanjut Usia
terhadap Kualitas Hidup pada lanjut usia 60-74 Tahun di Yayasan
Pelayanan Kasih Bethesdha Malang.
2. Praktis
3. Bagi Pembaca
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Defenisi Lansia
a. Sel
b. Sistem Persarafan
c. Sistem Penglihatan
e. Sistem Kardiovaskuler
f. Sistem Respirasi
g. Sistem Muskulusskeletal
h. Sistem Gastrointestinal
i. Sistem Reproduksi
j. Sistem Perkemihan
k. Sistem Endokrin
l. Sistem Kulit
B. Landasan Teori
C. Landasan Teori
lansia
Aktifitas fisik
1. Aerobik
2. Pengutan otot
3. Flkeksibilitas dan
keseimbangan
Perubahan fisik dan 4. Duduk
mental 5. Menyapu
6. Mengepel
7. Jalan - jalan
Kualiatas hidup
terganggu/menurun
Kualitas hidup
meningkat
BAB III
A. Kerangka Konsep
Aktivitas fisik
Metabolisme tubuh
meningkat
Sirkulasi darah/lancar
Relaksasi
Kualitas Hidup
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Status pernikahan
6. Financial
7. Standar referensi
: Yang Diteliti
: Tidak Diteliti
Berdasarkan skema di atas, peneliti akan meneliti terkait dengan
aktifitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia. Aktifikas fisik sangat
penting bagi lansia, yakni : Untuk memetabolisme tubuh agar tetap bugar
dan melancarkan sirkulasi darah tetap lancar. dan melakukan teknik
relaksasikan seperti teknik relaksasi pernapasan dan otot. untuk
mendapat kualitas hidup yang baik. Selain itu ada juga faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pada lansia misalnya : Usia, Jenis kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, Status pernikahan, Standar referensi, inancial.
B. Hipotesis Penelitian
A. Desain Penelitian
1. Populasi
1. Variabel
antara satu orang dengan orang lainnya dalam suatu penelitian (Dharma,
2011).
a. Jenis Data
1. Data primer didapatkan dengan tehnik pengisian langsung oleh
responden pada alat pengumpul data berupa kuisioner yang diberikan.
2. Data sekunder diperoleh dengan tehnik studi dokumen berupa KMS/
laporan data Geografi dan Demografi di Yayasan Pelayanan Kasih
Bethesdha Malang dengan alat pengumpul data berupa catatan
lapangan.
b. Teknik pengumpulan data
Teknik pengambilan data pada penelitian ini yaitu membagikan
kuesioner pada lansia yang tinggal Di Yayasan Pelayanan Kasih
Bethesdha Malang. Penelitian ini dibantu oleh 5 orang asisten yang
sudah deberi penjelasan tentang isi dan prosedur dari penelitian yang
dilakukan. Penentuan sampel pada penelitian ini tidak dilakukan
pengundian tetapi peneliti memilih responden yang memiliki informasi
yang diperlukan dan bisa mewakili populasi, kemudian responden
diberikan surat persetujuan atau informed consen tuntuk ditandatangani
sebagai bukti bahwa lansia tersebut bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Setelah lansia bersedia menjadi responden, peneliti
memberikan penjelasan kepada responden bagaimana cara mengisi
kuesioner serta menjelaskan apabila ada kalimat yang kurang
dimengerti oleh lansia. Setelah itu mengambil dan mengumpulkan
kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden, memeriksa kembali
kelengkapan kuesioner yang telah diisi oleh responden.
G. Instrumen Penelitian
2. Analisis Data
a. Analisa Univariat
Analisis univariat ini hanya menganalisa untuk
menghasilkan distribusi persentase dan frekuensi dari setiap
variable. Misalnya dalam distribusi frekuensi responden
berdasarkan: umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
(Notoatmodjo, 2010). Variabel yang diteliti antara lain:
karakteristik lansia, pengetahuan keluarga, aktifitas fisik, kualitas
hidup pada lansia penderita Hipertensi.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat diduga berhubungan atau berkorelasi pada
dilakukan terhadap dua variabel (Notoatmodjo, 2010). Untuk
analisis bivariat peneliti menggunakan program software SPSS
versi 16.0. Untuk mengetahui apakah ada hubungan aktifitas fisik
dengan kuakitas hidup pada lansia penderita Hipertensi diuji
dengan menggunakan uji chi-square.
Uji Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukurapa yang diukur. Untuk mengetahui apakah
kuisioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak
kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-
tiap item (pertanyaan) denganskor total kuisioner tersebut. Bila semua
pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity).
Apa bila kuisioner tersebut telah memiliki validity konstruk, berarti
semua item (pertanyaan) yang ada didalam kuisioner itu mengukur
konsep yang kita ukur (Notoatmodjo, 2014).
Uji reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menunjukan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2014).