Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

MINGGU 1

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK MASA PERSALINAN

DAN BBL

“IBU BERSALIN DENGAN PENANGANAN ATONIA UTERI”

Oleh:

NENY KARTINI
P05140521022

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

202
1

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

MINGGU 1

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK MASA PERSALINAN DAN


BBL PADA IBU BERSALIN DENGAN PENANGANAN ATONIA UTERI

OLEH:

NENY KARTINI
P05140521022

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dwie Yunita Baska, SST, M.Keb Wardah Sartika


NIP. 198806232009032001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.

Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Praktik Kebidanan

Fisiologi Holistik Persalinan dan BBL. Laporan ini terwujud atas bimbingan,

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Bunda Yuniarti, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Bengkulu.

2. Bunda Diah Eka Nugraheni, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

3. Bunda Dwie Yunita Baska, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bidan Wardah Sartika selaku pembimbing lahan.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa

penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis

berharap semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bengkulu, September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB I TINJAUAN TEORI............................................................................1

BAB II TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN.............................................33

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................40
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Persalinan Normal

1. Pengertian

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi

pada kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) dengan ditandai

adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi

serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase

belakang kepala tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada

komplikasi pada ibu dan janin (Indah, Firdayanti 2019).

Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi

pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu atau

lebih tanpa penyulit.

Menurut Mayles dalam (Kemenkes 2016) Persalinan adalah suatu

proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang diawali dengan

kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi

sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses

persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam.


Persalinan normal ialah suatu proses pengeluaran bayi dengan

usia cukup bulan, letak memanjang atau sejajar dengan sumbu badan ibu,

presentasi belakang kepala,diameter kepala bayi dan panggul ibu seimbng,

serta dengan tenaga ibu sendiri (Yulizawati 2019)

2. Tanda dan gejala persalinan

a. Tanda dan gejala permulaan persalinan

1) Kepala turun memasuki pintu atas panggul. Pada primigravida

terjadi menjelang minggu ke-36.

2) Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun.

3) Perasaan sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan

oleh bagian terbawah janin.

4) Sakit pinggan dan di perut.

5) Servik mulai lembek dan melebar.

b. Tanda-tanda persalinan inpartu

1) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.

2) Pengeluaran lendir bercampur darah.

3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4) Hasil pemeriksaan dalam (PD) menunjukan terjadinya perlukaan,

pendataran, dan pembukaan serviks.

3. Tahapan Proses Persalinan

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala I

persalinan dimulai dari ketika telah mencapai kontraksi uterus dengan

frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan


pendataran dan dilatasi serviks yang progesif. Kala I persalinan selesai

ketika serviks sudah lengkap mencapai (10 cm) sehingga memungkinkan

kepala janin msuk dan lewat. Oleh karena itu, kala I persalinan disebut

dengan stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala II persalinan di

mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin telah

lahir. Kalah II persatinan disebut juga dengan stadium eksplusi janin. Kala

III persalinan di mulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III persalinan di sebut

juga dengan stadium pemisah dan eksplusi plasenta (Kostania 2020). Kala

IV juga di anggap penting karna di kala IV ini dapat diamati jika terjadi

pendarahan post partum. Berikut merupakan uraian masing-masing dari

kala persalinan tersebut :

a. Kala I (Kala Pembukaan)

Kala I di mulai dari saat persalinan dimulai (pembukaan nol) sampai

pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu:

1) Fase laten: berlangsung selama 7-8 jam, serviks membuka hingga 3

cm.

2) Fase aktif: berlangsung selama 6 jam, serviks membuka dari 4 cm

sampi 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, di bagi atas 3 fase:

a) Fase akselarasi: berlangsung dalam waktu 2 jam pembukaan 3

cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal: berlangsung dalam waktu 2 jam

pembukaan dan berslangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9

cm.

b. Fase deselerasi: pembukaan menjadi lebih lambat sekali berlangsung

dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap .

c. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala ini disebut juga dengan stadium eksplusi janin atau kala

pengeluaran janin, dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan

berakhir ketika janin sudah dilahirkan. Pada kala ini janin di dorong

keluar dengan kekuatan his dan kekuatan ibu saat mengedan. Pada

primigravida, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas

agak lambat tapi mantap. Namun pada multigravida penurunan

berlangsung cepat.

d. Kala III (Pelepasan Plasenta)

Stadium pemisah dan eksplusi plasenta, kala III ini dimuali segera

setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya plasenta dapat

di perkirakan dengan tanda-tanda, yaitu uterus membundar, uterus

terdorong ke atas karena plsenta dileps se segman bawah rahim, tali

pusat memanjang dan terjadi semburan darah tiba-tiba.

e. Kala IV (Kala Pengawasan)

Kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan

plasenta lahir dan untuk mengamati keadaan ibu terutama terhada


bahaya pendarahan post partum. Masa post partum merupaka saat

paling keritis untuk mmencegah kematian ibu, terutama kematian yang

disebabkan karena pendrahan. Selama kala IV petugas harus memantai

ibu setiap setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta

dan 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu

kurang atau tidak setabil, maka ibu harus lebih sering di pantau

(Yulizawati 2019).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

a. Faktor power (Kekuatan mengejan)

Power adalah kekuatan dari ibu untuk mendorong janin keluar dari

jalan lahir. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan

ialah : his, kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari

ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna. Kesulitan dalam

jalannya persalinan (distosia) karna kelainan his adalah his yang tidak

normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga dapat menghambat

kelancaran persalinan. Kelainan his sering di jumpai pada multigravida

dan grandemulti. Faktor yang memegang peran penting pada kekuatan

his antara lain faktor herediter, emosi, kekuatan, salah pimpinan

persalinan.

b. Faktor Passage (Jalan Lahir)

Faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya

persalinan tindakan anata lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada

vulva, kelainan pada vagina, kelainan pada serviks uteri, uterus dan
ovarium. Faktor jalan lahir di bagi atas: bagian keras: tulang-tulang

panggul, bagian lunak: otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligament-

ligament.

c. Faktor Passanger (Janin)

Faktor bayi atau janin yang sangat berpengaruh pada proses

persalinan. Pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan bayi, posisi

dan letak dalam perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan

siap untuk di lahirkan, bayi mempunyai kekuatan mendorong ddirinya

keluar sehingga persalinan berjalan dengan spontan.

d. Pisikis ibu

Psikis ibu merupakan hubungan saling mempengaruhi yang rumut

antara dorongan psikologi dan fisiologis dalam diri wanita dengan

pengaruh doringan tersebut pada proses kelahiran bayi. Salah satu

kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi atau menghambat proses

persalinan adalah rasa cemas. Beberapa determinan terjadinya

kecemasan pada ibu bersalin :

1) Cemas sebagai akibat dari nyeri persalinan

2) Keadaan fisik ibu

3) Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan

4) Dukungan dari lingkungan sosial (suami/keluarga)

5) Latar belakang psikososial (pendidikan dan sosial ekonomi)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lamanya Persalinan


Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan sehingan persalinan

berlangsung lama yaitu:

a. Faktor ibu

1) Usia ibu

Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan

dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan kesiapan ibu

dalam reproduks. Usia reproduksi yang optimal bagi seseorang ibu

untuk hamil dan melahikan ialah 20-35 tahun karena pada usia ini

secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam

menghadapi kehamilan dan persalinan.jika umur ibu kurang dari

20 tahun maka semakin muda umur ibu maka fungsi reproduksi

belum berkembang dengan sempurna sehinga kemungkinn terjadi

komplikasi dalam persalinan akan lebih besar. JIka usia ibu lebih

dari 35 tahun juga akan beresiko, maka semakin tua umur ibu maka

akan terjadi kemunduran yag progesif dari endrometrium sehingga

untuk mencukupi nutrisi di butuhkan pertumbuha plasenta yang

lebih luas sehingga menyebabkan proses kehamilan dan persalinan

beresiko

2) His

His merupakan suatu kontraksi dari otot-otot rahmim yang

fisiologis pada persalinan. His dikatakan baik apabila memiliki

frekuensi kurang dari 2x10 menit dengan durasi lebih dari 40 detik,
dan his di katakan kurang baik jika memiliki frekuensi kurang dari

2x10 menit dursi kurang dari 40 detik (Surtiningsih 2017).

3) Paritas

Paritas adalah wanita yang sudah melahirkanbayi hidup. Paritas

primipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup sebanyak

satu kali, multipara yaitu wanita yang telah melahrkan bayi hidup

beberapa kali di mana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali,

dan grande multipara yaitu wanita yang melahirkan bayi hidup

lebih dari 5 kali. Paritas dikatakan beresiko bila paritas lebih dari 4

kali sedangkan paritas yang tidak beresiko jika melahirkan 2-3 kali.

Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi

pula kematian maternal (Rohani and Nusantara 2017).

b. Faktor janin

1) Sikap janin

Sikap janin adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu

dengan yang lain dengan bagian yang lain. Janin mempunyai

postur yang khas (sikap) saat berada di dalam rahim. Hal ini

merupakan suatu akibat dari pola pertumbuhan janin dan sebagian

akibat penyesuaian janin terhadap bentuk organ janin. Paa kondisi

normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada,

paha fleksi ke arah sendi lutut, tangan di silangkan di depan toraks

dan tali pusat terletak di antara lengan dan tungkai sikap janin ini
di sebut sebagai fleksi umum. Penyimpangan sikap normal dapat

menyebabkan kesulitan saat anak akan di lahirkan. Misalnya, pada

saat presentasi kepala dengan kepala janin ekstensi atau fleksi yang

kurang dapat menyebabkan diameter kepala janin berada di posisi

yang tidak menguntugkan terhadap ukuran pangul ibu.

2) Letak janin

Menurut Mochtar dalam (Made Ayu 2017), letak janin adalah

hubungan panjang sumbu (punggung) tubuh janin terhadap

panjang sumbu (punggung) tubuh ibu. Letak janin di bedakan

menjadi 3 yaitu :

a) Letak memanjang

Sumbu bayi sejajar dengan panjang sumbu (punggung) ibu.

Posisi ini masih di bedakan menjadi 2 bagian meliputi :

(1) Letak kepala berada di bagian bawah rongga rahim (janin

letak memanjang presentasi kepala). Letak janin inilah

yang di harapkan, karena dengan posisi ini daoat

memudahkan proses persalinan alami melalui jalan lahir.

Karena ketika persalinan berlangsung, kepala janin akan

terdorong ke arah pintu jalan lahir. Jika kepala sudah

berhasil keluar, maka seluruh bagian tubuh akan mudah

utuk dikeluaran.

(2) Kepala berada di bagian atas rongga rahim (janin letak

memanjang presentasi sumsang). Letak biasanya


bervariasi, ada yang bokong saja di bagian bawah rahim

dan ada pula yang kaki terlebih dahulu.

b) Letak lintang

Sumbu panjang janin melintang dan membentuk sudut tegak

lurus terhadap sumbu panjang tubuh ibu.

c) Letak miring

Letak janin tidak memanjang dan tidak lintang.

3) Malposisi

Malposisi merupakan posisi abnormal dari puncak kepala janin

(dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) dipanggul ibu.

Malposisi juga merupakan sebagai petunjuk tidak berada di

anterior.

4) Malpresentasi

Presentasi janin tersering adalah presentasi belakang kepala.

Pada posisi tersebut, kepala janin fleksi dan waja janin menghadap

kearah punggung ibu. Hal inimemungkinkan diameter anterior-

posterior yang terpendek dari kepala janin bergerak melewati

panggul dan mengakibatkan kemajuan dalam penurunan kepala

janin secara efisien. Namun bila janin mengalami malpresentasi

maka hal ini bisa terjadi pada posisi dahi, bahu, muka dengan dagu

posterior atau kepala sulit lahir pada presentasi bokong. Jadi dapat

di simpulkan bahwa malpresentasi merupakan semua presentasi

janin selain presentasi belakang kepala.


5) Janin besar

Janin yang besar kemungkinan dapat di lahirkan dengan mudah

melalui panggung yang lebih luas, sedangkan janin kecil mungkin

dapat di lahirkan mudah dengan melalui panggul yang kecil. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkiraan berat dan

ukuran janin, faktor yang pertama yaitu besr dan beratnya ibu. Ibu

yang gemuk cenderung memiliki janin yang besar juga. Faktor

yang kedua ialah paritas. Secara umum bayi-bayi cenderung

mnjadi lebih besar dengan meningkatnya paritas. Faktor ketiga

adalah keadaan ibu, dimana ibu yang diabetes atau keadaannya

tidak terkendali denga baik cenderung mendapat bayi yang lebih

besar. Batasan berat normal bayi yang umum untuk bayi aterem

sebaiknya kisaran 2500-4000 gram.

6) Kelainan kongenital

Hal ini sering terjadi apabila ada kelainan pada janin, misalnya

hidrosefalus, pertumbuhan janin lebih dari 4000 gram, bhu yang

lebar dan (gameli) kembar.

c. Faktor Jalan Lahir

1) Disporposisi Kepala Panggul (DKP)

DKP adalah ketidakseimbangan antara luasnya panggul dengan

besarnya janin kemungkinan penyebab DKP yaitu :

a) Bayi besar (diproporsi absolut) yaitu faktor hereditas,

postmaturitas, diabetes, dan multiparitas.


b) Presentasi abnormal (disproposi relatif)

Janin lahir normal dalam posisi occipito anterior. Jika

kepala fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi

diameter suboccipito bregmatika dima na diameternya (9,5 cm)

dan akan mudah melewati panggul. Pada presentasi yang lain

akan menghasilkan presentasi dengan diameter yang lebih

besar ( 11,5 cm- 13,5 cm).

c) Panggul sempit

Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan

dengan malnutrisi dan terjadinya kelainan panggul merupakan

resiko tinggi dalam persalian, tinggi badan < 150 berkaitan

dengan panggul sempit. Tinggi bada ibu <145 cm terjadi

ketidakseimbangan antara luas panggul dan besarnya kepala

janin.

d) Abnormalitas pada sustem reproduksi

Misalnya seperti tumor pada pelvis, stenosis vagina kongenital,

perineum kaku, dan tumor vagina.

e) Kelainan velpis dan vagina

Pada awal persalinan mungkin serviks masih tebal dan

belum menipis. Dengan bertambah majunya pembukaan

persalinan dan semakin meningkatnya aktivitas otot uterus,

serviks menjadi lunak dan mendatar serta segmen bawah rahim

menjadi terbentu. Bila ketebalannya sudah tidak ada atau


terjadiya penipisan, makadi katakan bahwa serviks sudah 100%

menipis. Pada primigravida akan mengalami penipisan serviks

dalam 3 minggu terakhir kehamilan dan suatu penipisan serviks

yang sempurna akan terjadi pada ssat memasuki proses

perslinan. Sedangkan pada mulitpara sering terjadi perlukaan

serviks tanpa didahului dengan penipisan dari serviks. Pada ibu

multipara akan memasuki persalinan dengan serviks yang

lunak dimana penipisan serviks belum terjadi dengan baik,

namum pembukaan dan penipisan yang cepat akan terjadi

dalam waktu yang bersamaan.

6. 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

a. Melihat tanda dan gejala kala dua :

1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua :

a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum atau

vaginanya.

c) Perineum menonjol.

d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap

digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan

menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3) Mengenakan baju penutup atau celemk plastik yang bersih.


4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci

kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan

mengeringkan tangan dengan handuk yang bersih.

5) Memakai satu sarung tangan steril untuk semua pemeriksaan

dalam.

6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan

memakai sarung tangan steril) dan meletakkan kembali di partus

set tanpa terkontamianasi tabung suntik).

c. Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang

sudah dibasahi air DTT. Jika mulut vaginan, perineum atau anus

terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan

sekesama dengan cara menyeka dari depan ke belakang.

Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah

yang benar. Menggati sarung tangan jika terkontaminasi

(meletekkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam

larutan dekontaminasi).

8) Dengan menggunakan teknik akseptik, melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah

lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah sedangkan pembukaan

sudah lengkap, lakukan amniotomi.


9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta

merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Mencuci kedua tangan.

10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir

untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-

180x/menit).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan

semua hasil pemeriksaan serta asuhan lainnya pada partograf.

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan

meneran

11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik. Membasmi ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai

dengan keinginannya.

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta

janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan

mendokumentasikan hasil pemeriksaan.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat

mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai

meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk

meneran (pada saat his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan

pastikan ibu merasa nyaman).

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang

kuat untuk meneran:

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai

keinginan untuk meneran.

b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk

meneran.

c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan

pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang)

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi

semangat pada ibu.

f) Menganjurkan asupan cairan per oral.

g) Menilai DJJ setiap lima menit.

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi

segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu

primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk

segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.

i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil

posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 69


menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak

kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat diantara kontraksi.

e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

15) Meletakkan kain yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

16) Membuka partus set.

17) Memakai sarung tangan steril pada kedua tangan.

f. Menolong kelahiran bayi

18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm lindungi

perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan

tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut

dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala

keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk menrean perlahan-

lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir.

19) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bai dengan kain

atau kasa yang bersih.

20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi dan kemudian meneruskan segera proses

kelahiran bayi.:

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi.


b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di

dua tempat dan memotongnya.

21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara

spontan.

g. Lahir bahu

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua

tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk

meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke

arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah

arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan

ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala

bayi yang ebrada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan

bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan

kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan

lengan bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan

menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan

siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di

atas (Anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk

menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata

kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran bayi.

h. Penanganan bayi baru lahir


25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakan

bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih

rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan

bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami

asfiksia, lakukan resusitasi.

26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan

biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin

secara IM.

27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu

dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.

29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,

menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi

mengalami kesulitan bernafas ambil tindakan yang sesuai.

30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk

memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya.

i. Oksitosin

31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi

abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.


32) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33) Dalam waktu 2 menit setelah kelaihran bayi, berikan suntikan

oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas ibu bagian luar, setelah

mengaspirasinya terlbeih dahulu.

j. Peregangan tali pusat terkendali

34) Memindahkan klem pada tali pusat.

35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang berada di atas perut ibu,

tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk

melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang

tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan

tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan

cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial)

dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio

uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detil, hentikan

penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi beriku

mulai.

a) Jika uterus telah berkontraksi, meminta ibu atau seseorang

anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.

k. Mengeluarkan plasenta

37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil

menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,


mengikuti jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah

pada uterus.

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali

pusat selama 15 menit : mengulangi pemberian oksitosin 10

unit IM, menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi

kandung kemih dengan menggunakan teknik akseptik jika

perlu, meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan,

mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit berikutnya,

dan merujuk ibu jikaplasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit

sejak kelahiran bayi,

38) Jika plasenta terlihat di introitus baginam melanjutkan kelahiran

plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta

dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar hingga selaput

ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput

ketuban tersebut.

a) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan steril dan

memeriksa bagina dan serviks ibu dengan seksama.

Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps steril

untuk melepaskan bagian selaput ketuban yang tertinggal.

l. Pemijatan uterus
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massase

uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan

massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi (fundus menjadi keras).

m. Menilai perdarahan

40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun

janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan

selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam

kantung plastik atau tempat khusus.

a) Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan massase

selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.

41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan

segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

n. Melakukan prosedur pasca persalinan

42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan

baik.

43) Mencelupkan kedua tangan memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5% membilas kedua tangan yang masih bersarung

tangan tersebut dengan air DTT dan mengeringkannya dengan kain

yang bersih dan kering.

44) Menempatkan klem tali pusat steril atau mengikatkan tali DTT

dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.


45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang bersebarangan

dengan simpul mati yang pertama.

46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan

klorin 0,5%.

47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.

Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam:

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.

d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan

perawatan yang sesuai untuk menatalaksanakan atonia uteri.

e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan

penjahitan dengan anestesi lokal dan menggunakan teknik yang

sesuai.

50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan massase

uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51) Mengevaluasi kehilangan darah.

52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap

15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30

menit selama jam kedua pascapersalinan.


a) Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama dua

jam pertama pascapersalinan.

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak

normal.

o. Kebersihan dan keamanan

53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk

dekontaminasi (10 menit). Memcuci dan membilas peralatan

setelah dekontaminasi.

54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai.

55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan

cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakain

yang bersih dan kering.

56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.

Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan

makanan yang diinginkan.

57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan

dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan menggunakan air

bersih.

58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.


p. Dokumentasi

60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

(Prawirohardjo 2016).

B. Atonia Uteri

1. Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteri yaitu ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi

sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum

secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium

terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah

pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika

myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2009).

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15

detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri.

Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak

dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin

meningkat (Manuaba, 2009).

Atonia uteria adalah gagalnya uterus berkontraksi yang

baik setelah persalinan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan

≥ 500 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir, termasuk adalah

perdarahan karena retensio plasenta. Frekuensi kejadian menurut

waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:

1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum


hemorrhage)
yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum

hemorrhage) (Saadong, 2013)

Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan

postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdarahan

postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan

perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus

dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang

berisiko terjadinya atonia uteri. (Sihotang, C 2008)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

defenisi atonia uteri merupakan perdarahan pasca persalinan

dimana akibat dari kegagalan serabut–serabut otot uterus terjadi

perdarahan post partum dimana terjadi setelah plasenta lahir atau

4 jam setelah plasenta lahir (Yulianigsih, 2009).

2. Etiologi Retensio Plasenta

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan

karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar,

terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi

sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-

obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat- obat

antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta simpatomimetik

dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin

bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia


akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta

dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan

bahwa grandemultiparitas merupakan faktor resiko independen

untuk terjadinya perdarahan post partum (Subagyo, 2009).

Faktor–faktor predisposisi Atonia uteri meliputi :

1) Regangan rahim yang berlebihan dikarenakan

Polihidramnion, kehamilan kembar, makrosemia atau janin

besar

2) Persalinan
yang lama

Persalinan yang lama dimaksud merupakan persalinan

yang memanjang pada kala satu dan kala dua yang terlalu

lama (Prawirahardjo, 2010).

3) Persalinan yang terlalu cepat atau persalinan


spontan

4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan


oksitosin

5) Multiparitas yang
sangat tinggi

6) Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta

keadaan umum ibu yang jelek, anemis, atau menderita

penyakit menahun. Terjadinya peningkatan kejadian atonia

uteri sejalan dengan meningkatnya umur ibu yang diatas 35

tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk dibuahi.

Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin
tinggi frekuensi perdarahan yang terjadi (Prawirihardjo,

2010).

7) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).

8) Bekas operasi Caesar.

9) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila

terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu sebaiknya

melahirkan dirumah sakit, dan jangan di rumah sendiri.

10)Dapat terjadi akibat melahirkan plasenta dengan memijat dan

mendorong uterus kebawah sementara uterus belum

terlepas dari tempat implannya atau uterus.

Perdarahan yang banyak dalam waktu singkat

dapat diketahui. Tetapi, bila perdarahan sedikit dalam waktu

banyak tanpa disadari, pasien (ibu) telah kehilangan banyak darah

sebelum ibu tanpak pucat dan gejala lainnya. Perdarahan karena

atonia uteri, uterus tanpak lembek membesar (Yulianingsih,

2009).

3. Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta

1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia uteri

dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang

lainnya.

2) Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).


Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak

dan tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai

gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai

anti beku darah.

3) Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri

dan menggumpal.

4) Terdapat tanda-tanda syok

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas

dingin, gelisah, mual, apatis, dll.

4. Pencegahan

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi

risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi

kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manejemen aktif kala III

dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia dan

kebutuhan transfusi darah (Hidayat, 2009)

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu

onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah

atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling

bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III

harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol

yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter

IV drip 100-150 cc/jam (Hidayat, 2009).


Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti

sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan

pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset

kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan

oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara

pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang

dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding

oksitosin (Subagyo, 2009).

5. Penatalaksanaan

Menurut Depkes RI (2010), langkah-langkah rinci penatalaksanaan

atonia uteri pasca persalinan yaitu:

Tabel 1. Langkah-Langkah Rinci Penatalaksanaan Atonia Uteri


Pasca Persalinan

No Langkah Keteranga
1 Lakukan masase fundus Masase merangsang kontraksi uterus.
uteri segera n
seetelah Sambil melakukan masase segaligus dapat
plasenta dilahirkan dilakukan penilaian kontraksi uterus.

2 Bersihkan kavum uteri Selaput ketuban atau gumpalan darah


dari selaput ketuban dalam kavum uteri akan dapat menghalangi
dan gumpalan darah kontraksi uterus secara baik.

3 Mulai KBI. Jika uterus Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
berkontraksi keluarkan dengan tindakan ini. Jika kompresi
tangan setelah 1-2 menit. bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
Jika tidak diperlukan tindakan
teruskan KBI hingga 5 lain.
4 menit
Minta keluarga untuk Bila penolong hanya seorang diri,
melakukan KBE (kompresi keluarga dapat meneruskan proses
bimanual eksternal) kompresi bimanual secara eksternal selama
anda melakukan langkah- langkah
selanjutnya
5 Berikan Metil ergometrin Metil ergometrin yang diberikan secara
0,2 mg intramuscular/ intramuscular akan mulai bekerja dalam
intravena 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi
uterus. Pemberikan intravena bila sudah
terpasang infus sebelumnya.
6 Berikan infus cairan Anda telah memberikan oksitosin pada
larutan Ringer Laktat waktu penatalaksanaan aktif kala tiga
dan Oksitosin 20 IU/500 dan Metil ergometrin intramuscular.
cc Oksitosin intravena akan bekerja segera
untuk menyebabkan uterus
7 Mulai lagi kompresi berkontraksi. Ringer
Jika atoni tidak laktat
teratasi akan membantu
setelah 7 langkah
bimanual interna atau pertama mungkin ibu mengalami masalah
pasang tampon uterovagina serius lainnya. Tampon uterovagian
dapat ilakukan
apabila penolong telah terlatih. Rujuk
8 Buat persiapan untuk segera
Atoni ke Rumahmerupakan
bukan Sakit hal yang
merujuk segera sederhana dan memerlukan perawatan
gawat darurat di fasilitas dimana dapat
dilaksanakan bedah dan pemberian
tranfusi darah
9 Terukan cairan intracena Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam
hingga ibu mencapai waktu 10 menit. Kemudian 500 cc/jam
tempat pada jam pertama, dan 500
rujukan cc/4jam pada jam-jam berikutnya. Jika tidak
mempunyai cukup persediaan cairan
Laparatomi
101 intravena berikan
Pertimbangan 500 cc
antara lainyang ketigakondisi
paritas, secara
Pertahankanuterus (ligase ibu, dan jumlah persalinan
Lapa
a urine/ hipogastrika)/
histerektomi
m

Menurut Widianti (2014), penatalaksanaan atonia uteri yaitu:

1) Berikan 10 unit oksitosin IM,- Lakukan massage

uterus untuk

mengeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi dengan teknik


aseptik apakah plasenta utuh. Pemeriksaan

menggunakan sarung tangan DTT atau steril, usap vagina dan

ostium serviks untuk menghilangkan jaringan plasenta atau

selaput ketuban yang tertinggal.

2) Periksa kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu bisa

dipalpasi atau gunakan teknik aseptik untuk memasang

kateter ke dalam kandung kemih (menggunakan kateter karet

steril/DTT.

3) Gunakan sarung tangan DTT/steril, lakukan KBI

selama maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa

dihentikan dan uterus berkontraksi dengan baik.

4) Anjurkan keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan

5) Jika perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi

baik, teruskan KBI selama 1-2 menit

6) Keluarkan tangan dengan hati-hati dari vagina

7) Pantau kala IV dengan seksama, termasuk sering

melakukan masase, mengamati perdarahan, tekanan darah dan

nadi

8) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak

berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya KBI,

ajari salah satu keluarga melakukan KBE

9) Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati

10)Jika tidak ada tanda-tanda hipertensi pada ibu,


berikan methergin 0,2 mg IM

11)Mulai infus RL 500cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum

berlubang besar (16/18 G) dengan teknik aaseptik.

Berikan 500cc pertama secepat mungkin dan teruskan

dengan IV RL + 20 unit oksitosin kedua

12)Jika uterus tetap tidak kontraksi maka ulangi KBI

13)Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan

pantau kala IV dengan seksama

14)Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera

15)Dampingi ibu ke tempat rujukan, teruskan infus

dengan kecepatan 500cc/jam hingga ibu mendapatkan total

1,5 liter dan kemudian turunkan hingga 125cc/jam.

BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengertian Manajemen Kebidanan SOAP

Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan kebidanan

sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian harus akurat,

lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa kebidanan dan memberikan pelayanan kebidanan

sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan sesuai

standar dalam praktek kebidanan dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor

900/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Penyusuanan data

sebagai indikator dari data yang mendukung diagnosa kebidanan adalah suatu

kegiatan kognitif yang komplek dan bahkan pengelompokkan data fokus

adalah suatu yang sulit.

1. Langkah-Langkah Manajemen SOAP

Adapun Langkah-langkah manajemen kebidanan SOAP adalah sebagai

berikut :

a. Data Subjektif

Data subjektif merupakan pendokumentasikan hanya pengumpulan data

klien melalui anamnesa yaitu tentang apa yang dikatakan klien, seperti

identitas pasien, kemudiaan keluhan yang diungkapakan pasien pada

saat melakukan anamnesa kepada pasien (Rukiyah, 2014). Biodata yang

antara lain :

1) Nama

Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya

kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien

lainnya.

2) Umur

Untuk mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap

proses reproduksi seseorang.

3) Agama

Untuk memeberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama

yang sedang di anut oleh pasien.


4) Suku bangsa

Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan

merugikan.

5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan informasi

hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yng

lebih tinggi mudah mendapatkan informasi.

6) Pekerjaan

Untuk mengetahui status ekonomi keluarga pasien.

7) Alamat

Untuk mengetahui tempat tinggal pasien.

8) Keluhan Utama

Untuk mengetahui keluhan yang sedang dirasakan pasien saat

pemeriksaan.

9) Riwayat Kesehatan

Untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien pada saat ini, dahulu

maupun riwayat kesehatan keluargany apakah terdapat penyakit

menurun, menahun, ataupun menular.

10) Pola Kebutuhan sehari-hari

Makanan

Frekuensi : Berapa kali makan dalam sehari

Jenis : Jenis makanan yang dikonsumsi

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan


Minuman

Frekuensi : Berapa kali minum dalam sehari

Jenis : Jenis minum yang dikonsumsi

11) Eliminasi

Frekuensi : Berapa kali BAK dan BAB dalam sehari

Konsistensi : Untuk mengetahui apakah BAK dan BAB pasien

normal atau tidak

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan

12) Personal Hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihanya

sehari-hari.

13) Pola Aktifitas

Dikaji untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan pasien sehari-

hari.

14) Pola Istirahat

Untuk mengetahui pola istirahat pasien sehari-hari, seperti berapa

lama tidur malam dan tidur siang pasien.

b. Data Objektif

Data Objektif yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa

dan fisik klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assasment yaitu apa

yang dilihat dan diraskan oleh bidan setelah melakukan pemeriksaan

terhadap pasien ( Rukiyah, 2014).


1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik, lemah

atau keadaan umummnya pasien pucat dan lemas.

b) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmetis, apatis,

ataupun samnolen.

c) Tekanan Darah

untuk mengetahui berapa tekanan darah pasien.

d) Suhu

Untuk mengetahui berapa suhu badan pasien.

e) Denyut Nadi

Untuk mengetahui berapa nadi pasien dihitung per menit.

f) Respirasi

Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung

per menit.

g) Berat Badan

Untuk mengetahui berapa berat badan pasien.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Untuk menilai bentuk kepala, dan kelainan.

b) Rambut

Untuk menilai warna, distribusi, kerontokan dan kebersihan.


c) Muka

Untuk menilai terdapat oedem atau chloasma pada muka.

d) Mata

Untuk menilai apakah kunjungtiva pucat atau merah, dan sklera

berwarna putih atau tidak.

e) Hidung

Untuk mengetahui kebersihan dan pembesaran polip.

f) Telinga

Mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak, dan kebersihan

telinga.

g) Mulut

Untuk mengetahui kebersihan, dan melihat adakah caries dan

mukosa bibir terlihat lembab atau tidak.

h) Leher

Untuk mengetahui adakah pembekaan vena jugularis, kelenjar

tiroid, dan kelenjar limfe.

i) Abdomen

Untuk menegtahui adakah bekas operasi, maupun nyeri tekan.

j) Genetalia

Untuk mengetahui adakah oedem dan varises vagina, dan

kelainan yang mengganggu.

k) Anus
Melihat adakah hemoroid dan keluhan lain.

l) Ektermitas

Melihat apakah bentuk simetris, melihat adakah edema, dan

mengecek bagian kaki adakah varisens dan respon terhadap cek

patella.

3) Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan jika memerlukan penegakan diagnosa.


c.

d. Assesment

Assesment merupakan masalah atau diagnosa yang ditegakkan

berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang

dikumpulkan atau disimpulkan yang dibuat dari data subjektif dan

objektif.

Pendokumentasiaan hasil analisis dan interprestasi (kesimpulan)

dari dat subjektif dan objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti

perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya

perubahan pasien, dapat terus diikuti dan dia,nil keputusan/tindakan

yang tepat.

Ny.”…..” umur… tahun P A dengan penanganan rasa nyeri kala I.

e. Planning

Perencanaan atau planning adalah suatu pencatatan

menggambarkan pendokumentasiaan dari perencanaan dan evaluasi

berdasrkan assesment yaitu rencana apa yang akan dialkukan

berdasarkan hasil evaluai tersebut.

Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan

disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data yang

bertujuaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal

mungkin danmempertahankan kesejahteraannya.


DAFTAR PUSTAKA

Hadianti, Dian Nur and Rika Resmana. 2018. “Kemajuan Persalinan Berhubungan
Dengan Asupan Nutrisi.” Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan 6(3):231
.
Herinawati, Herinawati, Titik Hindriati, and Astrid Novilda. 2019. “Pengaruh
Effleurage Massase Terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Praktik
Mandiri Bidan Nuriman Rafida Dan Praktik Mandiri Bidan Latifah Kota
Jambi Tahun 2019.” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 19(3):590.

Indah, Firdayanti, Nadyah. 2019. “Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Pada


Ny. N Dengan Usia Kehamilan Preterm Di RSUD Syekh Yusuf Gowa
Tanggal 01 Juli 2018.” Jurnal Widwifery 1(1):1–14.

JNPK-KR. 2014. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. keenam. Jakarta:


Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.

Kemenkes, RI. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal Dan Bayi Baru
Lahir. Pertama. edited by A. Suryana. Jakarta: Kemenkes RI.

Kostania, Gita. 2020. “Model Pelaksanaan Dan Evaluasi Asuhan Kebidanan


Berkesinambungan Dalam Praktik Kebidanan.” Jurnal Kebidanan Dan
Kesehatan Tradisional 05:1–13.

Made Ayu, Elin Supliyani. 2017. “Karakteristik Ibu Bersalin Kaitannya Dengan
Intensitas Nyeri Persalinan Kala 1 Di Kota Bogor.” Jurnal Kebidanan
3(4):204–10.

MDG’S. 2015. “Pencapaian Tujuan MDGs Bidang Kesehatan.” 1–4.

Nita, Venita, Andryani Rika, and Lidya Aryanti. 2014. “Pengaruh Massage
Effleurage Terhadap Nyeri Persalinan Pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif Di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sinta Bandar Lampung.” Jurnal Kesehatan
Holistik 8(4):192–97.

Nurhidayanti, Sitti, Ani Margawati, and Martha Irene Kartasurya. 2018.


“Kepercayaan Masyarakat Terhadap Penolong Persalinan Di Wilayah
Halmahera Utara.” Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 13(1):46.
Mustaqimah, S. 2013. Hubuan Paritas dengan Kejadian Atonia Uteri i RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Jurnal Involusi Kebidanan Vol 1.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. keempat. edited by dr. T.


Rachimhadhi. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Oxorn, W. R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patofosiologi dan Fisiologi Persalinan


Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.

Respati, Supriyadi Hari, Sri Sulistyowati, and Ronald Nababan. 2019. “Analisis
Faktor Determinan Kematian Ibu Di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah
Indonesia.” Jurnal Kesehatan Reproduksi 6(2):52.

RISKESDAS. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018.

Rohani, Siti and Medica Bakti Nusantara. 2017. “Faktor-Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Persalinan.” Jurnall Ilmu Kesehatan 2(1):61–68.

Surtiningsih. 2017. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lama Waktu Persalinan


Di Puskesmas Klampok Kabupaten Banjarnegra.” Jurnal Ilmiah Kebidanan
8:101–15.

Susiana, Sali. 2019. “Faktor Penyebab Dan Upaya Penanganan Angka Kematian
Ibu.” Midwifery.

Yulizawati, DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Pertama.
Sidoarjo: Indomedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai