Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KRITIS: ASIDOSIS


METABOLIK: LUKA BAKAR

Oleh :

Kelompok 1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG

T.A 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji serta rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkah dan rahmat-Nyalah serta ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tentang “Asidosis Metabolik Luka Bakar”. Dengan
harapan makalah ini dapat membantu mahasiswa/i dalam mempelajari mata kuliah
keperawatan gawat darurat.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami
dalam rangka pengembangan dasar ilmu keperawatan gawat daruratyang
berkaitan dengan luka bakar.Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga
untuk menambah wawasan tentang pengetahuan keperawatan gawat darurat
secara meluas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat
menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih perlu perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun
pembahasan. Oleh sebab itu dengan lapang dada penulis akan menerima kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini dimasa
mendatang.
Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
ikut memberikan sumbangan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kupang, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................iv
PENDAHULUAN..................................................................................................iv
1.1 Latar Belakang.........................................................................................iv
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................v
1.3 Tujuan Pembahasan........................................................................................v
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................vi
BAB II....................................................................................................................vii
TINJAUAN TEORI...............................................................................................vii
2.1 Konsep Dasar Medis....................................................................................vii
2.1.1 Pengertian..............................................................................................vii
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi...........................................................................vii
2.1.3 Patofisiologi Teori................................................................................xiii
2.1.4 Penatalaksanaan....................................................................................xvi
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan...................................................................xvii
2.2.1 Pengkajian...........................................................................................xvii
2.2.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................xxii
2.2.3 Intervensi Keperawatan.................................................................xxii
2.2.4 Implementasi Keperawatan............................................................xxv
2.2.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................xxv
BAB III..............................................................................................................xxvii
PENUTUP.........................................................................................................xxvii
3.1 Kesimpulan..............................................................................................xxvii
3.2 Saran.........................................................................................................xxvii
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................xxix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Combutio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling
sering terjadi di Indonesia dan negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat
disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini
dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum
yang lainnya (mal, terminal).Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup
tinggi, lebih dari 250 jiwa pertahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan
jumlah anak-anak dan lansia cukup tinggi di Indonesia serta ketidakberdayaan
anak-anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, selain itu laki-laki
cenderung lebih sering mengalami luka bakar dibanding wanita (Rohman Azzam,
2008).
Pasien cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple
karena efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ. Selain itu, pada
cedera luka bakar, pasien sering mengalami cedera traumatik. Terdapat
kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya
adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang
disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Biasanya terjadi pada pasien
dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang banyak.
Sehingga penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus ,
disebabkan luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air,
serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan
patogenitas tinggi atau dengan kata lain mudah terinfeksi (Pamela S. Kidd,
2010).
Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah
menghentikan proses luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi (ABC), mempertahankan jaringan yang ada, serta mencegah infeksi.
Oleh sebab itu, pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana
dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan 
permasalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan asidosis metabolik luka bakar?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan asidosis
metabolik luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dan patofisiologi diagram mengenai asidosis
metabolik luka bakar?
4. Bagaimana penanganan medis dan tindakan keperawatan terkait update
jurnal mengenai asidosis metabolik luka bakar?
5. Bagaimana pengkajian (primary survey dan secondary survey) mengenai
asidosis metabolik luka bakar?
6. Bagaimana pendokumentasian asuhan keperawatan tentang asidosis
metabolik luka bakar?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Mahasiswa/i mampu mengkolaborasikan berbagai aspek dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan klien.
2. Mahasiswa/i mampu menjamin kualitas asuhan holistik secara kontinu dan
konsisten.
3. Mahasiswa/i mampu menggunakan proses keperawatan dalam
penyelesaian masalah klien.
4. Mahasiswa/i mampu memberikan asuhan peka budaya dengan menghargai
sumber-sumber etnik, agama, atau faktor lain dari setiap klien yang unik.
5. Mahasiswa/i mampu menggunakan keterampilan interpersonal yang
efektif dalam kerja tim dan pemberian asuhan keperawatan dengan
mempertahankan hubungan kolaboratif.
6. Mahasiswa/i mampu mendapatkan, memahami dan menganalisis jurnal
gawat darurat terbaru.

1.4 Manfaat Penulisan


Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan yang
hendak dicapai, maka manfaat yang dapat diharapkan dari penulisan makalah ini
adalah :
1. Bagi Mahasiswa
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa memahami kegawatdaruratan asidosis
metabolik luka bakar.

2. Bagi Perawat
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
tenaga kesehatan khususnya perawat agar mengetahui asidosis metabolik luka
bakardan mampu menerapkan asuhan keperawatannya dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga dapat diaplikasikan pada pelayanan kesehatan.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penulisan makalah ini  diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan
dan sebagai bahan masukan bagi sekolah atau instansi kesehatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat
lain berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Clevo & Margareth, 2012).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Andra & Yessie, 2013).
Kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah
satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa
yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan
produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi
produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya
menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga
dibawah 7,35. Biasanya terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas,
karena kehilangan cairan yang banyak. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan koma (Pamela S. Kidd,
2010).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri,
kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu,
perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum
mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah
kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban
dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui
kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi
yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Kulit tersusun atas 3 lapisan utama
yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.

Gambar 1. Anatomi Kulit


1. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat bagian :
a. Lapisan basal/stratum germinativum
 Terdiri atas sel-sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
 Sebagai lapisan terbawah dari epidermis
 Terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang membentuk melanin
(mulindungi kulit dari sinar matahari)
b. Lapisan Malpighi/stratum spinosum
 Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal
 Terdiri atas sel polygonal
 Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti
duri

c. Lapisan granular/stratum granulosum


 Terdiri atas butir-butir granul keratohialin yang basofili

d. Lapisan tanduk/ korneum


 Terdiri atas 20-25 lapisan sel tanduk tanpa inti

2. Dermis (Korium)
Dermis merupakan lapisan dibawah epidermis, terdiri atas jaringan ikat yang
memiliki dua lapisan:
a. Pars papilaris yang terdiri atas sel fibroblast yang memproduksi kolagen
b. Retikularis yang memiliki banyak pembuluh darah, tempat akar rambut
kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus

3. Jaringan Subkutan (Hypodermis/Subcutis)


Jaringan subkutan adalah:
a. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
lemak
b. Merupakan jaringan adipose, yaitu sebagai bantalan antara kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang
c. Sebagai jaringan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas
d. Sebagai bantalan terhadap trauma
e. Tempat penumpukan energi (Budiyono, 2011).
4. Kelenjar-kelenjar pada kulit
a. Kelenjar sabasae, berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang
antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut
sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
b. Kelenjar keringat
Diklasifikasikan menjadi 2 katagori :
 Kelenjer Ekrin terdapat disemua kulit
Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan
suhu tubuh.Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh saraf
simpatik.Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai
reaksi tubuh terhadap stress, nyeri dll.
 Kelenjer Apokrin
Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan bermuara pada
folikel rambut. Kelenjer inaktif pada masa pubertas, pada wanita akan
membesar dan berkurang pada sklus haid. K.Apokrin memproduksi
keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bakteri
menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat
kelenjer apokrin khusus yang disebut K. Seruminosa yang
menghasilkan serumen (Andra & Yessie, 2013).

Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan–
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh–pengaruh
luar seperti luka atau serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari
diselubungi dengan lapisan tipis lemak yang menjadikan kulit tahan air. Kulit
dapat menahan suhu tubuh, menahan luka–luka kecil, mencegah zat kimia dan
bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang – rangsang fisik seperti
sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsangan sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaa, dan getaran.
Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung – ujung saraf sensasi.
3. Pengontrol/pengatur suhu
Bertahan pada suhu dingin dan kondisi panas yang membuat peredaran
darah meningkat sehingga terjadi penguapan keringat.
4. Sebagai penjaga keseimbangan air
a. Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air
serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
b. Air mengalami evaporasi (repirasi tidak kasat mata) kurang lebih 600
ml/hari untuk orang dewasa.
5. Tempat produksi vitamin D
a. Kulit yang terpapar sinar UV akan mengubah substansi untuk mensintesis
vitamin D.
(Budiyono, 2011).

Proses Penyembuhan Luka


Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam 3 fase:
1. Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah
luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul
epitelisasi.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase
proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi
permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi
terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan
mulailah proses pematangan.
3. Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase
ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau
gatal.

2.2 Etiologi
a. Luka Bakar Termal
Termal Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau
kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab
paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan
suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena permukaan
logam yang panas (Moenadjat, 2009).
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat– zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer (Rahayuningsih, 2012).
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar
listrik ini biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di
permukaan tubuh (Moenadjat, 2009).
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industry atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2012).

2.1.3 Patofisiologi

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak
baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Luka bakar disebabkan oleh
perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh, dapat dikelompokkan menjadi
luka bakar termal, radiasi atau kimia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau
bila luka terjadi diwajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga.Dapat juga terjadi keracunan gas CO (karbon monoksida) sangat kuat yang
terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan muntah
(Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit
kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Kedalaman luka bakar diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III sesuai dengan
tabel dibawah.

Kedalaman Lokasi Penyebab Penampilan Warna Perasaa


n
Ketebalan Epidermi  Jilatan api  Kering tidak ada Bertamb Nyeri
partial s  Sinar UV gelembung. ah merah
superfisial (terbakar  Oedem minimal
(derajat I) matahari) atau tidak ada.
 Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kembali bila
tekanan dilepas.
Lebih dalam Melewati  Kontak  Blister besar dan  Berbint Sangat
dari ketebalan epidermi bahan lembab yang ik- nyeri
partial(derajat s dan air /padat ukurannya bintik
II) sampai  Jilatan api bertambah besar. kurang
a. Superfisial ke kepada  Pucat bila ditekan jelas
b. Dalam dermis pakaian dengan ujung jari,  Berwar
 Kimiawi bila tekanan na
 Sinar UV. dilepas berisi putih,
kembali. coklat,
pink,
daerah
merah
coklat.
Ketebalan Semua  Kontak  Kering disertai kulit  Putih,  Tidak
sepenuhnya lapisan dengan mengelupas. kering sakit,
(derajat III) melewati bahan  Pembuluh darah  Hitam, sedikit
dermis cair/ padat seperti arang terlihat coklat sakit.
 Nyala api dibawah kulityang tua.  Rambu
mengelupas.
 Kimia  Hitam, t
 Gelembung jarang, mudah
 Kontak merah.
dindingnya sangat lepas
dengan
tipis, tidak bila
arus listrik
membesar. dicabut
 Tidak pucat bila .
ditekan.
(Kahan & Raves, 2011)

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah


sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
mengakibatkan kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi
oedema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Selain itu terjadi pertukaran
elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus
natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel, dengan demikian
mengakibatkan berkurangnya cairan intravaskuler. Diikuti penurunan curah
jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah
keginjal menurun yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah
gastrointestinal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak
lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.
Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan
dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari
20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang
terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang (Corwin, 2000).
Respon sistemik lainnya adalah anemia yang disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah
merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular
sel-sel yang rusak. Penurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka panjang
dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya
terdapat peningkatan aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan
aliran darah ke saluran gastrointestinal. Terdapat peningkatan metabolisme untuk
mempertahankan panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi tubuh.
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi
kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena
hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang
dari compartment intravaskuler ke dalam jaringan interstisial. Eritrosit dan
leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan
leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi
kekurangan cairan.Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan
cairan melalui sistem pernapasan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh
mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang
mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan
kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan
oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan
perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi
filtrasi glomerulus dan oliguri.
            Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan
menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik
pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan
sejumlah energi, peningkatan katekolamin, dimana terjadi peningkatan temperatur
dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk
kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa,
ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury
jaringan. Sehingga testdiagnostic yang dapat dilakukan pada pasien luka bakar
yaitu pemeriksaan darah lengkap yang menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan, dan AGD sebagai dasar
penting untuk kecurigaan cedera inhalasi, penurunan PaO2 atau PaCO2.

2.1.4 Penatalaksanaan

a. Perawatan di Tempat Kejadian


Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut
mengalami luka bakar.
Langkah kerja:
1) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen bagi api yang menyala.
2) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah
yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam
pertama.
3) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat
dibiarkan, pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera
dilepaskan untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya
kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.
4) Menutup luka bakar Luka bakar harus ditutup secepat mungkin
untuk memperkevil kemungkinan kontaminasi bakteri dan
mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar tidak
mengenai permukaan kulit yang terbakar.
b. Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan
air mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih
yang sejuk.
c. Penatalaksanaan Medis Darurat
Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway,
breathing dan circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara
pernapasan dilembabkan dari pasien didorong supaya batuk sehingga
sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk situasi
yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan pengisapan
bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika terjadi
edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal mungkin merupakan
indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis
mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat.
d. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok
Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling
mendasar adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan
menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Selang infus dan kateter
urin harus sudah terpasang pada tempatnya sebelum resusitasi cairan
dimulai.

2.1.5 Komplikasi luka bakar


Menurut Rahayuningsih (2017), secara umum luka bakar jika tidak
ditangani dengan benar, akan menimbulkan komplikasi yaitu :
a. Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler.
b. MOF (multi organ failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan
gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan
perubahan metabolisme. Adanya gangguan sirkulasi dan perfusi
mengakibatkan sulitnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel,
iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghentikan proses


luka bakar. Bila tujuan tersebut telah tercapai, pasien luka bakar ditangani sebagai
pasien trauma dan pengkajian keperawatan mengikuti pengkajian primer dan
sekunder.

1. Primary Survey

a. Airway
 Periksa mulut dan hidung apakah ada jelaga, luka bakar, lepuh, dan
edema. Perhatikan rambut wajah dan hidung yang hangus. Bila tanda
iniada, pertahankan indeks kecurigaan tinggi adanya cedera inhalasi
 Pantau bunyi inspirasi abnormal pada pasien (mis.,bunyi seperti gagak,
stridor, dan kasar) yang mungkin berkaitan dengan sumbatan parsial
faring dan laring karen edema luka bakar
 Luka bakar yang mengelilingi leher dapat mengganggu jalan napas
sebagai akibat efek edema tipe torniket

b. Breathing
 Evaluasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas
dinding dada, dan ekskursi
 Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada dapat merusak ekspansi
dada karena pembentukan krusta tebal. Pembuangan krusta mungkin
perlu dilakukan untuk memungkinkan ekspansi dada saat inspirasi
 Auskultasi paru, apakah ada gerakan dada bilateral dan bunyi tambahan
 Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran
 Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan
napas, suara serak, stridor, mengi, batuk sputum mengandung karbon,
takipnea, dispnea, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian
pernapasan
c. Circulation
 Pasien luka bakar akan mengalami penurunan curah jantung dalam
beberapa menit pertama cedera
 Takikardi
 Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak
dapat diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat ketiga
yang mengelilingi ekstremitas mungkin memerlukanpembuangan krusta.
 Kaji pengisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstremitas serta
warna kulit
 Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien.
Afinitas karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat
dibandingkan oksigen. Tanda dan gejala perfusi jaringan yang tidak
adekuat dapat menunjukkan keracunan karbon monoksida

d. Disability
Mengkaji ulang AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unrespons)pasien,
melakukan pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran dari pasien : sadar/ somnolen/
sopor/ koma, serta kedaan pupil dengan menggunakan penlight.

2.Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.
Beberapa pengkajian sekunder yang harus di lakukan pada pasien luka bakar
antara lain :
a. Tentukan luas luka bakar
Berbagai jenis formula yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan
yang harus diberikan kepada pasien luka bakar harus berdasarkan  total
permukaan tubuh (TBSA: total body surface area) yang cedera. Luas luka bakar
pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang
diprovokasi oleh Wallace, yaitu:
Dewasa Anak
 Kepala dan leher : 9% 18%
 Lengan masing-masing 9% : 18% 18%
 Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 36%
 Tungkai masing-masing 18%  ; 13,5 % : 36% 27%
 Genitatalia/perinium                                 : 1% 1%
Total : 100%

Gambar 2. Skema Pembagian Luas Luka Bakar

Pada anak-anak menggunakan tabel dari Lund atau Browder yang


mengacu pada ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi atau anak (yaitu
kepala).
Usia (tahun) 0 1 5 10 15 Dewasa
A-kepala (muka-belakang) 9 ½ 8½ 6½ 5½ 4½ 3½
A-kepala (muka-belakang) 2 ¾ 3¼ 4 4¼ 4½ 4¾
C-1 kaki (muka-belakang) 2 ½ 2½ 2¾ 3 3¼ 3½
(Moenadjat, 2009)
b. Tentukan derajat luka bakar
 Derajat I : superficial → nyeri, erythema, tanpa bullae
 Derajat II : partial thickness → nyeri, cairan merembes, bullae (+)
 Derajat III : full thickness → tidak nyeri, putih/ gelap
c. Tentukan berat badan penderita
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007)
 A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
 M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
 P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
 L :Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
 E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yangmenyebabkan adanya keluhan utama)

3. TersierSurvey
a. Pemeriksaan darah
 Darah lengkap
 Kadar HbCO
 Gula darah
 Elektrolit
 Analisa gas darah
 Golongan darah beserta pemeriksaan lainnya
 Tes kehamilan pada penderita wanita usia subur
b. Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan foto toraks
 Foto toraks dilakukan setelah pemasangan ET
c. Pemasangan pipa lambung
Bila penderita muntah-muntah, kembung, luka bakar melebihi 20% harus
dipasang pipa lambung yang dihubungkan dengan alat penghisap. Pada penderita
yang memerluka transfer ke pusat luka bakar harus dipasang NGT.
d. Obat-obatan narkotik, analgesik, dan sedatif
Penderita luka bakar berat sering gelisah yang disebabkan hipoksemia dan
hipovolemia daripada disebabkan rasa nyeri. Oleh karena itu penderita akan
membaik setelah pemberian oksigen atau cairan infus daripada narkotik,
analgesik, atau sedatif. Bila obat-obatan tersebut memang diperlukan berikanlah
dalm dosis kecil, bisa diberikan berulang-ulang dan diberi secara IV.
e. Antibiotika
Pemberian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan pada saat-saat pertama
luka bakar baru terjadi, antibiotik hanya diberikan bila terjadi inflamasi.

Rumus Baxter
Berikut ini rumus Baxter untuk menghitung total kebutuhan cairan pasien
luka bakar:

RL : 4 cc x kg BB x Luas luka bakar (%)

8 jam pertama diberikan yaitu setengah dari kebutuhan cairan, sedangkan


16 jam berikutnya sisa dari kebutuhan cairan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan


2. Gangguan pertukaran gas
3. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer
4. Nyeri
5. Kerusakan integritas kulit
6. Risiko infeksi
NO DIAGNOSA KEP. NOC NIC

1 Defisit volume cairan Tujuan: volume cairan adekuat NIC : manajemen cairan 4120:
berhubungan dengan
peningkatan perneabilitas NOC L1: Keseimbangan cairan 1. Jaga intake atau asupan
0601: yang yang akurat dan catat
kapiler dan kehilangan
output pasien
volume plasma dari ruangan 1. Tekanan darah (2)
vascular (pergeseran cairan) 2. Monitor tanda-tanda vital
2. Keseimbangan intake dan pasien
output selama 24 jam (2)
3. Kaji lokasi dan luasnya
NOC L2: pemulihan luka bakar edema jika ada
1107:
4. Berikan cairan dengan
1. Granulasi jaringan (2) tepat
2. Perfusi area luka bakar (2) 5. Distribusikan cairan
selama 24 jam
3. Keseimbangan cairan (2)
4. Pergeran sendi dan
ekstremitas (2)
5. Nyeri (2)
6. Infeksi (2)
7. Edema pada luka bakar (2)
2 Gangguan pertukaran gas Tujuan : pertukaran gas Kembali NIC: monitor pernapasan 3350:
berhubungan dengan cedera normal 1. Monitor kecepatan, irama,
alveolar dan penurunan NOC : status pernapasan: kedalaman dan kesulitan
pertukaran gas 0402: bernapas
hemoglobin.
1. Saturasi oksigen (2) 2. Monitor suara napas
tambahan seperti ngorok
2. Keseimbangan ventilasi dan atau mengi
perfusi (2)
3. Monitor saturasi oksigen
pada pasien yang tersedasi
4. Auskultasi suara napas
setelah Tindakan
5. Berikan bantuan terapi
napas jika diperlukan
3 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : Perfusi jaringan perifer NOC : pengecekan kulit 3590:
perifer yang berhubungan kembali normal 1. Amati warna, kehangatan,
dengan edema seluruh NOC L1: perfusi jaringan perifer bengkak, pulsasi tekstur,
edema dan ulserasi pada
tubuh, jaringan avaskular, 0407: ekstremitas
penurunan haluar jantung, 1. Nilai rata-rata tekanan darah 2. Monitor warna dan suhu
dan hipovolemia. (2) kulit
2. Edema perifer (2) 3. Moitor infeksi, terutama
3. Kerusakan kulit (2) dari daerah edema

NOC L2: Keparahan cedera fisik 4. Lakukan Langkah-


1913: langkah untuk mencegah
lebih lanjut
1. Luka bakar (1)
4 Nyeri yang berhubungan Tujuan : Nyeri teratasi atau NOC: manajemen nyeri 1400:
dengan stimulasi terhadap teradaptasi
sensor nyeri yang terpajan. 1. Lakukan pengkajian nyeri
NOC L1: control nyeri 1605 : yang meliputi lokasi,
karakteristik,
1. Mengenali kapan nyeri onsert/durasi, frekuensi,
terjadi (2) kualitas, intesitas atau
2. Menggunakan Tindakan beratnya nyeri dan factor
pengurangan nyeri tanpa pencetus
analgesic (2) 2. Pastikan pemberian
NOC L2: status kenyamanan fisik analgesic bagi pasien
2010: dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
1. Control terhadap gejala (2)
3. Gunakan metode penilaian
2. Posisi yang nyaman (2) yang sesuai dengan
tahapan perkembangan
3. Kepatenan jalan napas (2) yang memungkinkan
untuk memonitor
perubahan nyeri dan akan
dapat membantu
mengidentifikasi factor
pencetus actual dan
pontesial
4. Berikan nformasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
5. Anjarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
6. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyeri dengan
tepat
7. Gunakan Tindakan
pengontrol nyeri sebelm
nyeri bertambah berat

5 Kerusakan integritas kulit Tujuan : penyembuhan integritas NIC : Perawatan luka 3660:
yang berhubungan dengan kulit 1. Berikan rawatan insisi
luka bakar, edema, dan NOC: integritas jaringan kulit pada luka dengan tepat
kerusakan mobilitas fisik dan mebran mukosa 1101: 2. Oleskan salep yang sesuai
seperti yang ditunjukkan 1. Perfusi jaringan (2) dengan kulit

dengan destruksi dermis, 2. Integritas kulit (2) 3. Berikan balutan sesuai


dengan jenis luka
epidermis, dan struktur 3. Lesi pada kulit (2)
dibawahnya, lepuh berisi 4. Pertahan Teknik balutan
steril Ketika melakukan
cairan, dan bercak-bercak, peratawan luka dengan
berlilin, putih, merah cairan, tepat
atau warna kulit kehitaman. 5. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka
6. Posiskan untuk
menghindari
menempatkan ketegangan
pada luka dengan tepat
7. Dorong cairan yang sesuai
8. Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran, dan tampilan
6 Risiko infeksi yang Tujuan: mengurangi resiko infeksi NIC L1: control infeksi 6540:
berhubungan dengan
perubahan sistem integumen NOC: keparahan infeksi 0703: 1. Beriskan lingkungan
yang ditunjukkan oleh dengn baik setelah
1. Kemerahan (2) digunakan untuk setaip
destrubsi dermis dan pasien
2. Nyeri (2)
epidermis. 2. Ganti peralatan per pasien
3. Kolonisasi kultur area luka
(2) sesuai protocol institusi
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Anjurkan pasien mengenai
Teknik mencuci tangan
dengan tepat
5. Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan dengan
pasienlakukan Tindakan
pencegahan yang bersifat
universal
7. Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
NIC L2: perlindunagn infeksi
6550:

1. Monitor adanya tanda dan


gejala infeksi sistemik dan
local
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Berikan perawatan kulit
yang tepat untuk area
yang mengalami edema
4. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
5. Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana
caranya menghondari
infeksi
2.2.3 Intervensi Keperawatan

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Dilakukan sesuai intervensi dan kondisi pasien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawatan pada pasien dengan kegawatdaruratan
asidosis metabolik pada pasien luka bakar berdasarkan tujuan pemulangan adalah
sebagai berikut :
1. Volume cairan adekuat
2. Pertukaran gas kembali normal
3. Perfusi jaringan perifer normal
4. Nyeri teratasi atau dapat teradaptasi
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
6. Tidak ada tanda-tanda infeksi
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Andra & Yessie, 2013).
Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan
dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari
20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang
terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang (Corwin, 2000).
Kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah
satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa
yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan
produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi
produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya
menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga
dibawah 7,35.
3.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka penulis berharap
dengan makalah ini semoga mahasiswa/i dapat mengerti bagaimana asuhan
keperawatan gawat daruratpada pasien luka bakar yang mengalami asidosis
metabolik, dan paham bagaimana patofisiologi yang terjadi pada pasien yang
mengalami penyakit tersebut, sehingga bisa berpikir kritis dalam melakukan
tindakan keperawatan dan dapat meningkatkan wawasan tentang asuhan
keperawatan asidosis metabolik pada luka bakar.
Bagi perawat semoga akan terus meningkatkan kualitas dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien asidosis metabolik dengan ikut
melibatkan keluarga dalam perawatan pasien dengan cara dapat melakukannya
bersamaan ketika melakukan tindakan lain sehingga dapat meminimalkan masalah
keperawatan, serta bagi penulis karyatulis ilmiah lainnya untuk lebih menggali
dan meningkatkan teori-teoriserta penemuan yang mendukung kasus asidosis
metabolik pada luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai