Fraktur Kel 6-1
Fraktur Kel 6-1
DOSEN MK:
Ns. Julia Rottie, S.Kep,. M.Kep
Kelas :A3/5
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III dengan materi Asuhan keperawatan pada Ps dengan Fraktur.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha
kita.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan tulang yang disebabkan
oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat
jumlah kejadian fraktur pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur.
Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur,
fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur
yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur,
sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami
fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah satu cara
adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara invasif dengan cara
membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani. Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan
tindakan untuk menangani rasa nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri
(Sjamsuhidajat, R. & Jong, 2005). Menurut The International Association for the Study of Pain,
nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh
kerusakan jaringan ataupun yang berpotensi merusak jaringan. Nyeri itu 1 2 merupakan suatu
hak yang kompleks meliputi aspek fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan keadaan
umum, denyut nadi, suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek psikis akibat nyeri dapat
terjadinya stress yang bisa mengurangi sistem imun dalam proses inflamasi. Nyeri merupakan
hak yang bersifat subjektif dan personal, sehingga masing-masing individu akan memberikan
respon yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan pengalaman sebelumnya (Judha, Sudarti &
Fauziah,2012). Penatalaksanaan manajemen nyeri ada 2 teknik yaitu dengan cara farmakologi
dan non-farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri farmakologi adalah penatalaksanaan
manajemen nyeri dengan menggunakan obat yang berkolaborasi antara perawat dengan dokter
dalam pemberian obat anti nyeri, sedangkan teknik non-farmakologi adalah penatalaksanaan
manajemen nyeri tanpa obat-obatan, penatalaksanaan manajemen nyeri nonfarmakologi meliputi
Guided imagery, distraksi, hypnoanalgesia. Teknik hypnoanalgesia merupakan teknik non-
farmakologi yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mengatasi rasa nyeri. Kunci dari
hypnoanalgesia adalah adanya kekuatan sugesti atau keyakinan terhadap sesuatu hal positif yang
muncul berdasarkan pada konsep pikiran, sehingga akan memberikan energi positif bagi suatu
tindakan yang dilakukan. Penggunaan metode ini mengakibatkan berkurangnya bahkan
menghilangkan rasa nyeri yang dialami tubuh manusia sebagai respon terhadap suatu trauma
(Amarta, 2012). 3 Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya pengaruh teknik relaksasi
terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi, salah satunya adalah Ayudianingsih (2009)
disebutkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Menurut uraian latar belakang di
atas belum ada teknik manajemen nyeri non-farmakologi berupa hypnoanalgesia, sehingga
peneliti tertarik ingin melakukan sebuah penelitian “Pengaruh Pemberian Hypnoanalgesia pada
Nyeri Post Operasi Fraktur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
- Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh
dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
- Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
- Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
- Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
- Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan
- Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
- Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
Tipe Fraktur
C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan
pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya
penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai
berikut:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada
pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama
lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih
sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal
ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena
itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien
supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa
diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau
gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal
adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :
- Immobilisasi dan penyangga fraktur
- Istirahatkan dan stabilisasi
- Koreksi deformitas
- Mengurangi aktifitas
- Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
- Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
- Gips patah tidak bisa digunakan
- Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
- Jangan merusak / menekan gips
- Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
- Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-
pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang
telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan
posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
- Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
- Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
- Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
- Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan
Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi
fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika
hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi
di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta
kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput
anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing memungkinkan
mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur
transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan
radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur
dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk
tindakan ini.
- Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan
dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
- Untuk mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungki
K. PATHWAY
Fraktur (terbuka/tertutup)
Kontraktur
Malnutrisi
Gangguan muskoloskeletal
Gangguan neuromuskular
2. DS :
Pasien mengeluh nyeri pada kaki kiri Agen pencedera fisik
DO:
- Pasien meringis kesakitan
- Pasien sulit tiduk Prosedur operasi
Nyeri Akut
3 DS : Perubahan sirkulasi
Dilakukan oprasi kulit pada tanggal 2
maret 2019
Penurunan mobilitas
DO :
Luka oprai sepanjang 20 cm, jumlah
jahitan 20, luka tampak basah Neuropati
Gangguan integritas
kulit / jaringan
Perubahan pigmentasi
Perubahan hormonal
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Gangguan mobiitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d fisik lemah,gerakan
terbatas, adanya jahitan luka operasi yang mengakibatkan aktifitas tidak bisa mandiri/ dibantu
dengan orang lain
2. Nyeri akut b.d prosedur operasi d.d pasien meringis kesakitam, pasien sulit tidur, mengeluh
nyeri pd kaki kiri
3. gangguan intgristas jaringan b.d perubahan pigmentasi d.d dilakukannya operasi sehingga
terdapat luka operasi sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20. Luka tampak basah tidak PUS
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN DAN KH INTERVENSI
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
3 Gangguan intengritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan keperawatan selama 1x24 jam, Obsevasi :
maka diharapkan integritas - Identifikasi penyebab gangguan
kulit dan jaringan meningkat integritas kulit
Terapeutik :
KH: Gangguan integritas - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
kulit/jaringan menurun baring
- Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
- Bersihkan perineal dengan air
hangat terutama selama periode
diare
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
buahh dan sayur
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri banyak terjadi kecelakaan
lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula
kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk
penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang
tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya
informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip
dengan orang yang terkilir.
B. Saran
Setelah membaca Tugas dari kami ini kami menyarankan agar pembaca dapat
memahami tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih hati-hati
dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta dapat membantu pasien
fraktur .
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika