Oleh :
Kelompok 6
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Konseling Traumatik .................................... 3
1. Pengertian Konseling Traumatik.................................................. 3
2. Tujuan Konseling Traumatik........................................................ 5
B. Mengidentifikasi Kondisi Traumatik (Pemanfaatan Berbagai
Instrumen) .......................................................................................... 5
C. Upaya Konselor Dalam Mengatasi Trauma di Kalangan
Mahasiswa.......................................................................................... 7
1. Rasional........................................................................................ 7
2. Upaya Konselor Untuk Mengatasi Traumatik di Kalangan
Mahasiswa.................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 16
B. Saran................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk hidup yang hidup didunia ini tidak pernah terlepas
dari masalah dan kejadian-kejadian berat yang kadangkala tidak sanggup mereka
hadapi. Kejadian yang dialami oleh individu tersebut dapat menimbulkan rasa
takut yang berlebihan dan dapat mengancam kehidupan yang disebut trauma.
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat
dari tekanan jiwa atau cedera jasmaniah sehingga meninggalkan kesan yang
mendalam pada jiwa seseorang. Trauma yang dialami oleh individu harus segera
diatasi agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar nantinya, seorang
konselor sangat berperan dalam memberikan layanan kepada individu yang
mengalami trauma yang disebut juga dengan konseling traumatik.
Seperti kita ketahui bahwa konseling merupakan salah satu bentuk
hubungan yang bersipat membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai
upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh kearah yang dipilihnya
sendiri, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mampu
menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor
adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang diperlukan bagi pertumbuhan
dan perkembangan klien. Sementara itu, tujuan konseling mengadakan perubaha
nperilaku pada klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan
memuaskan.
Konseling traumatik adalah upaya klien dapat memahami diri sehubungan
dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik
mungkin. Setiap mahasiswa yang masuk ke Perguruan Tinggi untuk melanjutkan
tingkat pendidikannya pasti membawa harapan untuk dirinya dan juga keluarganya
untuk keadaan yang lebih baik. Ketika memasuki jenjang perkuliahan, itu adalah
1
suatu proses yang dapat menentukan keadaanya di kehidupan selanjutnya.
Akan
2
3
tetapi, trauma yang dihadapi oleh beberapa mahasiswa tentu akan sangat
menggangu harapan mereka tersebut. Maka di sini lah perlunya bimbingan
konseling traumatik agar para mahasiswa tetap dapat melanutkan mimpi dan
harapan mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan konseling traumatik?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi kondisi traumatik dengan memanfaatkan
berbagai instrument?
3. Bagaimana upaya konselor dalam mengatasi trauma di kalangan mahasiswa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan konseling traumatik
2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi kondisi traumatik dengan
memanfaatkan berbagai instrument
3. Untuk mengetahui upaya konselor dalam mengatasi trauma di kalangan
mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Konsenling Traumatik
1. Pengertian Konseling Traumatik
Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia dipermukaan bumi ini,
seiring itu pula keberagaman persoalan muncul silih berganti seolah tidak
pernah habis-habisnya, seperti konflik, kekerasan, dan pertumpahan darah.
Belum lagi problematika alamiah seperti bencana alam; gempa bumi, tsunami,
meletus gunung api, tanah longsor, banjir, dan badai topan. Keberagaman
peristiwa dan pengalaman yang menakutkan tersebut, selain telah memporak-
porandakan kondisi fisik lingkungan hidup, juga merusak ketahanan fungsi
mental manusia yang mengalaminya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam waktu yang singkat dan jangka panjang. Gambaran peristiwa
dan pengalaman yang demikian dinamakan dengan trauma.1
Dalam pengertiannya konseling merupakan salah satu bentuk hubungan
yang bersifat membantu, makna bantuan itu sendiri yaitu sebagai upaya untuk
membantu orang lain agar mencapai kemandirian, mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami
dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi
fasilitatif yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien.
Sementara itu, tujuan konseling mengadakan perubahan perilaku pada klien
sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan menjadi normal
kembali. Konseling merupakan bantuan yang bersifat teraupeutis yang
diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku konseli dilaksanakan face to face
antara konseli dan konselor melalui teknik wawancara dengan terentaskan
permasalahan yang dialaminya.
1
Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan,
(Bandung: Refika Aditama, 2006), 7
4
5
Trauma berasal dari bahasa Yunani “tramatos” yang artinya luka. Dalam
kamus konseling traumatik adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan
yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat
merusak fisik maupun psikologis.2 Konseling traumatik adalah upaya konselor
untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan
pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah
trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.3
Konseling traumatik ini berbeda dengan konseling biasa. Perbedaan itu
terletak pada waktu, fokus, aktivitas dan tujuan. Dilihat dari segi waktu,
konseling traumatic pada umumnya memerlukan waktu lebih pendek
dibandingkan dengan konseling biasa. Konseling traumatik memerlukan waktu
satu hingga enam sesi. Sedangkan konseling biasa memerlukan waktu satu
hingga dua puluh sesi. Dilihat dari fokus, konseling traumatik lebih
memerhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang terjadi dan dirasakan.
Sedangkan konseling biasa pada umumnya suka menghubungkan satu masalah
lainnya.
Dilihat dari aktivitas, konseling traumatik lebih melibatkan banyak orang
dalam membantu klien dari yang lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor
berusaha untuk mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan
dari keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih ahli untuk
menanganinya, menghubungkan klien dengan ahli lain, melibatkan orang/agen
berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
Konseling traumatik juga merupakan kebutuhan mendesak untuk
membantu para korban mengatasi beban psikologis yang diderita akibat
bencana gempa dan Tsunami. Guncangan psikologis yang dahsyat akibat
kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan
2
Muhammad Putra Dinata Saragih, Konseling Traumatik, (Jurnal Bimbingan dan
Konseling, Vol. 4 No. 4 Tahun 2017), 93
3
Sutima, Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Non formal dan Informal,
(Yogyakarta: CV Andi Offset, 2013), 142
6
4
Ibid, 143
7
mampu tergambar dari segi sifat maupun jenis trauma tersebut, seperti adanya
trauma ringan, trauma sedang dan trauma berat. Untuk menanggulangi trauma
tersebut perlu untuk dideteksi sejauh mana trauma ini akan berkembang, sehingga
jika trauma itu terjadi pada jangka panjang maka itu berasal dari akumulasi
pengalaman atau peristiwa yang buruk. Dan akan menjadi beban yang sangat berat
serta adanya kesukaran dalam proses penyesuaian individu serta menghambat
proses pengembangan suatu emosi maupun sosialnya.
Jadi mengidentifikasi kondisi traumatik dengan pemanfaatan berbagai
instrument dilakukan pertama sekali dengan cara assesmen kondisi awal klien,
yaitu upaya untuk mendeteksi melalui observasi, pemahaman serta analisis
terhadap masalah yang dialami. Maka konselor dapat bertanya pada klien
bagaimana awal terjadinya sehingga seseorang mengalami trauma.
Cara awal yang harus diperhatikan dalam mendiangnosis upaya dapat
menangani terapi selanjutnya yaitu; pertama melakukan planning, kedua action
atau perbuatannya sehingga masalah yang akan dianalisis dapat dikaji dengan
sistematika sistematis. Ketiga yaitu berupa kontrol yang dapat memungkinkan
konselor dengan mengubah cara yang lain intinya yang sesuai dengan masalah
tersebut, keempat yaitu evaluasi untuk melihat prosesnya sejauh mana
perkembangannya.
Secara umum dan keseluruhan dalam melaksanakan proses assesmen awal
kondisi klien sangat penting untuk dilaksanakan yang berguna untuk menentukan
Langkah atau cara yang akan diambil dengan tepat penanganan trauma klien.
Assesmen awal dapat dilakukan dengan berbagai bentuk strategi atau metode baik
itu berupa interview singkat maupun observasi dilihat dari bobot masalahnya.
Apakah klien datang karena berasal dari kesadaran pribadi atau disuruh pihak lain.
Setelah melakukan sebuah assesmen awal pastinya akan mendapatkan hasil
ke tahap selanjutnya untuk mengeksplorasikan masalah serta cara penanganannya
dan mengetahui bagaimana tingkatan trauma menurut klien dengan bantuan
konseling itu baik secara individu maupun kelompok. Sebelum ketahap ini maka
8
5
Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 79
9
6
Furqon, Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar, (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2005), 36
10
7
Moch. Edward Romli, Upaya Konselor Untuk Mengatasi Trauma di Kalangan
Mahasiswa, (Prosiding International Seminar & Workshop Post Traumatic Counseling” tanggal 6 - 7
Juni 2012 di STAIN Batusangkar), I71-173
12
10
Bid, 176
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan layanan konseling bagi anak korban gempa merupakan bantuan
yang diberikan konselor kepada konseli secara profesional untuk memecahkan
masalah-masalah gangguan psikologis dan trauma-trauma emosional yang dialami
anak-anak akibat bencana gempa. Layanan konseling anak bertujuan agar anak-
anak mampu mengatasi kesulitan dirinya melalui proses konseling yang
dilaksanakan sehingga perkembangan kepribadian dan potensi diri anak menjadi
optimal.
Aktivitas-aktivitas psikososial secara teknis diwujudkan melalui
programprogram yang bersifat edukatif bagi anak, seperti: program smile child
center play therapy, terapi emosi dengan menggambar, dan belajar sambil
bermain. Harapan dari jenis-jenis aktivitas tersebut ialah terbebasnya anak-anak
dari perasaan trauma, shock, kesedihan dan ketakutan yang berlebihan sehingga
dapat menjalani kembali kehidupan yang nomal dan selanjutnya anak-anak dapat
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan anak dengan baik.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang upaya konselor dalam
mengatasi trauma di kalangan mahasiswa, semoga kita sbagai calon konselor dapat
benar-benar memahami prikologis dari para orang-orang yang mengalami trauma
dan bis amembantu mereka keluar dari zona ketraumaannya agar mereka bisa
melanjtkan hidup dan mimpinya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Furqon. Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy. 2005)
Sutima, Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Non formal dan Informal,
(Yogyakarta: CV Andi Offset, 2013)
16