Anda di halaman 1dari 41

BUKU PANDUAN

SKILLS LAB
TA : 2016/2017

SEMESTER VII

DISASTER MANAGEMENT DAN


MANAJEMEN KLINIS

LABORATORIUM KETERAMPILAN MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Alamat : Darussalam – Banda Aceh
Telepon : 0651-7555184

i
Copyright@2016 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Dicetak di Darussalam
Cetakan Pertama : Agustus 2016

Desain sampul oleh : Rahmawati, S.Si

Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala


Semua Hak Cipta terpelihara

Penerbitan ini dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta dan harus


ada izin oleh penerbit sebelum memperbanyak, disimpan,
atau disebarluaskan dalam bentuk elektronik, fotocopy
dan rekaman atau bentuk lainnya.

ii
EDITOR

dr. Siti Hajar, M.Kes., M.Ked (OPH), SpM


Tim Kurikulum
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

dr. Marisa, M. Gizi


Tim Kurikulum
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

dr. Rima Novirianthy, Sp. Onk.Rad


Tim Kurikulum/Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Rahmawati, S.Si
Tim Kurikulum
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

iii
PENYUSUN BUKU

dr. Meilia Sylvalila, SpEM


Bagian Anastesi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Roziana, SpOG


Bagian Ilmu Kebianan dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Hasanuddin, SpOG, K (Onk)


Bagian Ilmu Kebidanan dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Suryawati, S.Si, APT, M.Sc


Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Dr. Hanifah yusuf, M. Kes, APT


Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Masralena, SpPD


Bagian Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ BPK-RSJ Banda Aceh

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT sehingga buku panduan Skills


Lab Semester VII ini dapat selesai disusun. Buku ini merupakan
buku ketrampilan medik ke tujuh dari kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) 2013 yang mengacu kepada SKDI 2012 dan
KKNI.
Buku panduan ini berisikan materi keterampilan yang akan
dilatihkan pada Laboratorium Keterampilan Medik. Buku ini
diharapkan dapat menjadi pedoman mahasiswa untuk melakukan
keterampilan medik lanjutan.
Terima kasih kepada semua staf yang telah memberikan
masukan dan saran sehingga terselesaikannya buku ini. Kami
berharap buku ini akan bermanfaat bagi mahasiswa dan juga
instruktur yang terlibat dalam latihan keterampilan medik.
Akhirnya kami mengucapkan selamat membaca dan
mempelajari isi yang disajikan dalam buku ini.

Banda Aceh, Agustus 2016

Editor

v
DAFTAR ISI

EDITOR .................................................................................................. iii

PENANGGUNG JAWAB SKILLS ......................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................ v


DAFTAR ISI ....................................................................................... vii

I. Triase Pasien (Paper based) ......................................................... 1


II. I V A (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) ............................... 13
III. Penulisan Resep............................................................................ 25
IV. Pengisian Rekam Medik............................................................... 35

vi
.

vii
1. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
dr. Hasanuddin, SpOG, K (Onk) / dr. Roziana, M. Ked, SpOG
Bagian Ilmu Kebidanan dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan pembelajaran:
- Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan IVA (Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat) secara sistematis dan benar

Prior knowledge:
- Anatomi genitalia eksterna dan interna wanita

Pendahuluan
Lesi Prakanker
Tujuan utama skrining pada serviks adalah menemukan
adanya lesi prakanker yang bila mendapat penatalaksanaan yang
tepat dapat mencegah terjadinya kanker serviks. Kemampuan untuk
melakukan deteksi lesi prakanker ditentukan oleh kemudahan untuk
melakukan akses ke daerah serviks dan kemampuan untuk
melakukan penilaian patologi yang ditemukan. Untuk hal tersebut
diperlukan pengertian tentang proses karsinogenesis dan perubahan
dari lesi prakanker menjadi lesi kanker. Kemampuan untuk
melakukan deteksi lesi prakanker ditentukan oleh kemudahan untuk
melakukan akses ke daerah serviks dan kemampuan untuk
melakukan penilaian patologi yang ditemukan. Untuk hal tersebut
diperlukan pengertian tentang proses karsinogenesis dan perubahan
dari lesi prakanker menjadi lesi kanker.
Meskipun dikenalkan lebih dahulu oleh Pappinicolaou dan
Traut, Reagan dan Hamonic telah membedakan karsinoma insitu
dengan lesi anaplastik lain yang dikenal sebagai displasia. Menurut
WHO, displasia didefinisikan sebagai sebuah lesi yang ditandai
dengan terjadinya perubahan atipik pada permukaan epitel. Displasia
dibagi menjadi 3 bagian yaitu: displasia ringan, sedang dan berat.
Tapi panduan klinis pastinya belum jelas.

1
Klasifikasi lesi yang dimulai dari displasia ringan hingga
karsinoma insitu tidak merefleksikan progresivitas penyakit.
Diagnosis ini sangatlah subjektif dan sangat tergantung dari
pemeriksa. Sarjana Richart mengenalkan terminologi Neoplasia
Intraepitelial Serviks (NIS/CIN) untuk menggambarkan kelainan sel
skuamosa serviks prainvasif, terdapat 3 derajat perubahan yaitu, NIS
1(displasia ringan), NIS 2 (displasia sedang), dan NIS 3 (displasia
berat/karsinoma insitu). Proses perubahan serviks ini, terjadi pada
zona transformasi.

Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)


Virus adalah materi yang dapat menimbulkan infeksi dan
terdiri dari genome asam nukleat yang dibungkus protein. Dari
penelitian epidemiologi terutama menggunakan CPR, infeksi HPV
sangat mungkin merupakan penyebab kebanyakan lesi neoplasia
intraepitel serviks (NIS). Data-data yang menunjukkan kuatnya
hubungan HPV dengan kanker serviks, dan telah memenuhi
Bradford Hill criteria of casuality, yaitu: 1. asosiasi sangat kuat yaitu
odd ratio> 15 pada studi kasus kelola, 2. konsisten di negara dimana
risiko kanker serviks tinggi maupun yang risioko rendah, 3. spesifik
untuk HPV risiko tinggi (HPV 16) penyebab terbanyak diikuti oleh
HPV 18, 4. disokong studi dimana infeksi HPV mendahului
perkembangan NIS 2/3, dan 5. secara biologik sesuai dengan bukti-
bukti laboratorium potensi onkogenik gen jenis HPV risiko tinggi
(virus onkogen E6 dan E7).
HPV termasuk golongan papovirus yang merupakan virus
DNA yang dapat bersifat mutagen. HPV telah dibuktikan dapat
menyebabkan lesi prakanker, kondiloma akuminata dan kanker.
Meskipun pada umumnya menyerang wanita, tapi virus ini juga
mempunyai peranan dalam timbulnya kanker pada anus, vulva,
vagina, penis dan beberapa kanker orofaring. Terdapat 138 strain dari
HPV, dan 30 diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Kebanyakan HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa
tahun. Beberapa diantaranya akan menetap tanpa atau dengan
menyebabkan abnormalitas pada sel.

2
Pemeriksaan Visual Serviks dengan Menggunakan Asam Asetat
Definisi
Pemeriksaan visual dengan asam asetat (VIA/Visual
Inspection with Acetic Acid) merupakan pemeriksaan pada mulut
rahim (serviks) dengan mengoleskan asam asetat 3-5% pada serviks
dan mengamati selama lebih kurang1-2 menit. IVA merupakan suatu
tes yang secara visual digunakan untuk mendeteksi lesi praganas
pada serviks. Pada pemeriksaan IVA, lesi pra kanker akan tampak
putih setelah aplikasi asam asetat selama beberapa waktu (temporer).
IVA dilakukan dengan menggunakan speculum untuk melihat seviks
dan ostium serviks. Adanya daerah abnormal akan memberikan
penampakan putih.
IVA dapat diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi,
karena tidak memerlukan pemeriksaanlaboratorium, dan hasilnya
akan cepat didapat. Terapi dapat langsung dilakukan bersama dengan
pemeriksaan.
IVA pertama kali diperkenalkan oleh sarjana Hinselman
(1925), dengan memberikan larutan asam asetat 3-5% pada serviks
dengan menggunakan lidi kapas. Tes ini mudah dilaksanakan, dan
dapat dilaksanakan oleh dokter umum, bidan dan paramedis yang
telah dilatih pemeriksaan IVA. Pemeriksaan IVA memiliki tingkat
spesifisitas 54-96% dan sensitivitas 65-96%.

Anatomi Serviks Uteri


Serviks uteri, dilapisi oleh 2 macam sel epitel, epitel
skuamous bertatah dan epitel kolumnar, dimana kedua macam sel
epitel ini bertemu pada sambungan skuamo-kolumnar (SSK).
Sebagian besar dari epitel ektoserviks dilapisi oleh epitel skuamous
bertatah, non keratinizing, mengandung glikogen. Terdiri dari lapisan
multipel (15-20 lapis) dan berwarna merah muda pada pemeriksaan
visual. Sel basalnya terbagi menjadi parabasal, intermediat dan
superfisial yang mengandung banyak glikogen pada sitoplasmanya.
Sehingga bila diberi cairan lugol, epitel ini akan berwarna coklat atau
kehitaman.
Kanalis endoserviks dilapisi oleh epitel kolumnar, yang
terdiri dari satu lapis sel epitel. Pada pemeriksaan secara visual, akan

3
nampak keabu-abuan. Pertemuan antara kedua macam epitel ini
berada di Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK). SSK merupakan
suatu garis tegas, dan lokasinya tergantung dari usia, status hormon,
trauma persalinan dan kehamilan. Padaumumnya, pada masa anak
akan berada didalam/dekat dengan ostium serviks. Sedangkan pada
masa pubertas akan berada di ektoserviks yang pada pengamatan
visual tampak berwarna kemerahan. Sedangkan saat menopause akan
berada didalam kanalis endoserviks karena penyusutan dari serviks
uteri.

Gambar 1. Anatomi Cervix Uteri

4
Prinsip Dasar Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan dengan mata telanjang pada serviks setelah
penggunaan asam asetat 3-5% merupakan prosedur yang mudah
untuk mendeteksi adanya lesi praganas serviks. Semakin putih dan
jelas, semakin tinggi tingkat abnormalitasnya. Dibutuhkan 1-2 menit
untuk melihat perubahan pada epitel. Dengan menggunakan asam
asetat 5% memberikan respon lebih cepat dibanding 3%. Efek ini
akan menghilang dalam waktu 50-60 detik kemudian dan akan
nampak seperti semula. Lesi putih yang nampak sebelum pemakaian
asam asetat bukan merupakan epitel putih, tapi disebut sebagai
leukoplakia, yang biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
Asam asetat akan meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler pada epitel yang abnormal. Cairan ekstraseluler menjadi
hipertonis dan menyebabkan cairan intraseluler berpindah ke
ekstraseluler, hal ini menyebabkan terjadinya koagulasi dan
presipitasi dari protein sel dan kolaps dari membran sel dan jarak
antar sel akan memendek. Hasilnya, jika sel epitel ini menerima
cahaya (sinar lampu), maka sinar ini tidak dapat menembus tapi akan
direfleksikan kembali dan menyebabkan permukaan sel epitel
berwarna putih, karena itu disebut sebagai epitel putih (white
epithelium). Sel yang normal akan berwarna merah muda (epitel
skuamous) dan epitel kolumnar akan berwarna merah, akibat refleksi
dari stroma yang mengandung banyak pembuluh darah.

Identifikasi Zona Transformasi dan Sambungan Skuamo-


Kolumnar
SSK nampak sebagai garis melingkar yang terjadi akibat
perbedaan ketebalan antara epitel skuamous dan epitel kolumnar.
Secara morfologi, ada 2 macam SSK. Pertama adalah SSK yang asli,
merupakan pertemuan (fusi) dari epitel skuamous yang melapisi
ektoserviks dengan epitel kolumnar dari endoserviks. Kedua adalah
SSK fungsional atau psikologikal, berada pada pertemuan dari epitel
skuamous baru pada zona transformasi dengan epitel kolumnar dari
endoserviks. Zona transformasi merupakan daerah yang dibatasi SSK

5
asli dan SSK fungsional, dimana merupakan daerah yang sering
mengalami metaplasi (perubahan epitel).
I. Persiapan alat:
- Meja periksa (meja ginekologi)
- Sumber cahaya yang baik, tersedia lampu halogen
yang terang yang dengan mudah dapat diarahkan pada
serviks
- Desinfektan
- Sarung tangan
- Lidi kapas, Kassa
- Tampon kassa
- Larutan asam asetat 5%
II. Pelaksanaan IVA
- Ibu pada posisi litotomi
- Desinfeksi
- Menggunakan spekulum untuk melihat serviks
- Evaluasi serviks, bila perlu dilakukan pap tes
- Pemberian asam asetat 5%, evaluasi perubahan yang
terjadi pada serviks
Secara teliti, memeriksa:
1. Intensitas warna putih dari lesi acetowhite
2. Batas dari lesi
3. Warna uniform/bervariasi
4. Lokasi lesi
5. Ukuran
6. Jika masih ragu, ulangi prosedur awal
7. Kesimpulan dari pemeriksaan
8. Dekontaminasi alat yang telah digunakan

6
Cara membuat asam asetat 5% dan 3% :

Pelaporan Hasil Pemeriksaan IVA :


1. IVA Negatif
- tidak ada lesi acetowhite pada serviks
- tampak polip keluar dari serviks dengan daerah yang
putih
- kista Nabothi
- area sepertititik (dot-like area) padaendoserviks

2. IVA positif
- tampakareaacetowhitedenganjelas, dense, batas
regular/iregular
- area acetowhite dengan jelas tampak pada
epitelkolumnar
- seluruh lapisanser viks menjadi dense setelah aplikasi
asam asetat
- Kondiloma/leukoplakia dekat SSK, berubah menjadi
putih setelah aplikasi asam asetat.

7
Bercak acetowhite

Gambar 2. Gambaransebelumdansesudahpemberianasamasetat
Penatalaksanaan
I. Lesi Prakanker
Sarjana Kolstad dan Klem memperlihatkan bahwa biopsi
kerucut memberikan harapan yang sama dalam mencegah
terjadinya progresivitas kanker serviks pada karsinoma
insitu. Stafl dan Mattingly mengemukakan bahwa biopsi
langsung dalam arahan kolposkopi akan memberikan
ketepatan yang samadengan biopsi kerucut jika dilakukan
ahlinya. Angka penyembuhan yang tinggi juga
diperlihatkan pada tindakan cryosurgery, electrosurgical
diatermi dan laser. Pada tahun 1990 mulai dikenalkan
Loop Electrosurgical Excision Procedures (LEEP).
Cryotherpy merupakan salah satu metode terapi efektif
pada lesi derajat rendah tetapi tidak pada derajat tinggi.
Lesipadaserviksterli Biopsi
hatjelas

Sitologiserviksataup Frekuensiskriningb
apsmearnegatif erdasarstandar

Sitologiserviksatauh Ulangi
asiltes pap pemeriksaan
tidakmemuaskan setelah 3 bulan dan
obati infeksi bila
ada indikasi
Gambar 3.Teknik penelusuran pada pemeriksaan skrining

8
Daftar Pustaka

Putra AD, Moegni EM. Lesi prakanker serviks. Dalam Buku Acuan
Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2006:399-412

Edianto D. Kanker serviks. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi


Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,
2006: 442-455

Reference Book, Management Training of Pre-cervical Cancer


Lession. FCP-Asia Link, 2006

Mahendra, I.N.B., Julianti RA., Loho DA., Buku Panduan Belajar


Kursis Pra Konggres Manajemen Lesi Prakanker Pada Pertemuan
Ilmiah Tahunan ke-21, HOGI-INASGO, Jakarta, 2014: 103-105

9
Checklist: Pemeriksaan IVA(Inspeksi Visual dengan Asam asetat)

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
A. KONSELING PRA PEMERIKSAAN IVA
1. Menyapa dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakaan kesiapan Ibu untuk diperiksa
IVA.
3. Memastikan identitas, memeriksa status dan
kelengkapan informed consent klien.
B. PERSIAPAN
1. Mengecek apakah alat dan instrumen sudah
tersedia.
2. Meminta Ibu mengosongkan kandung
kencing dan membilas daerah genitalnya
3. MemintaIbu untuk menanggalkan
pakaiannya dari pinggang hingga lutut dan
menggunakan kain yang sudah disediakan
4. Mempersilahkan ibu untuk berbaring dalam
posisi litotomi.
5. Menutup area pinggang hingga lutut Ibu
dengan kain.
6. Dokter mencuci tangan dengan air dan
sabun, keringkan dan kemudian memakai
sarung tangan steril
C. PROSEDUR PEMERIKSAAN IVA
1. Membersihkan genitalia eksterna dengan air
DTT
2. Melakukan inspeksi dan palpasi genitalia
eksterna.
3. Mengoleskan jeli pada spekulum, kemudian
masukkan spekulum.
4. Memperlihatkan serviks hingga terlihat
dengan jelas.
5. Membersihkan serviks dari cairan, darah
dan sekret dengan kasa steril.
10
6. Melakukan pemeriksaan serviks :
a. Terdapat kecurigaan Kanker atau tidak :
Jika ya, Ibu dirujuk, pemeriksaan IVA tidak
dilanjutkan
b. Jika tidak, identifikasi Sambungan
Skuamo Kolumnar (SSK)
 Jika SSK tampak, lakukan IVA
dengan mengoleskan kapas lidi yang
sudah dicelupkan ke dalam asam setat
3-5% ke seluruh permukaan serviks.
 Jika SSK tidak tampak, maka :
- Dilakukan pemeriksaan mata
telanjang tanpa asam asetat
(downstaging).
- Beri kesimpulan sementara, misalnya
hasil negatif namun SSK tidak
tampak
- Ibu disarankan untuk melakukan
pemeriksaan selanjutnya lebih cepat
atau pap smear maksimal 6 bulan
lagi.
c. Tunggu hasil IVA selama 1 menit
:Perhatikan apakah ada bercak putih
(acetowhite epithelium) atau tidak. Tentukan
batas, reguler/irregular
7. Mengeluarkan spekulum.
8. Membuang sarung tangan, kasa dan bahan
sekali pakailainnya kedalam kontainer
(tempat sampah) yang tahan bocor
sedangkan untuk alat-alat yang dapat
digunakan kembali rendam dengan larutan
klorin 0.5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi.
9. Mencuci tangan dengan air dan sabun.
10. Mempersilahkahkanibukembali duduk
D. KONSELING PASCA PEMERIKSAAN
11
IVA
1. Jika hasil IVA negatif : Memberitahukan
ibu kapan harus kembali untuk pemeriksaan
selanjutnya (6-12 bulan)
2. Jika hasil IVA positif :
 Memberitahukan dan menjelaskan
mengenai hasil IVA positif
 Memberikan informasi dan penjelasan
rencana rujuk
3. Memberikan kesempatan pada ibu untuk
bertanya mengenai hasil pemeriksaan dan
rencana tindakan selanjutnya

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi kurang sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Cakupanpenguasaanketrampilan :skor total : ……/44 x 100 = ....%

Banda Aceh, .................2016

Observer

12
2. Triase Pasien (Paper Based)
dr. Meilia Sylvalila, SpEM
Bagian Anastesiologi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan Belajar
 Mengetahui konsep triage.
 Mengetahui macam-macam sistem trige.
 Mampu melakukan triage baik di unit gawat darurat maupun pada
situasi bencana.

Pendahuluan
Proses triase ini pertama kali dijelaskan oleh Baron
Dominique Jean-Larrey pada abad ke 18. (Goransson, 2005). Berasal
dari kata “trier” yang diambil dari bahasa Perancis yang berarti
memilah/menyortir. Triase didefinisikan sebagai proses pemilihan
dan prioritisasi pasien yang akan dirawat berdasarkan penyakit,
cedera, keparahan, prognosis, dan sumber daya yang tersedia.
Konsep triase digunakan di medan perang, unit gawat darurat,
dan kondisi bencana atau yang menyebabkan banyak korban. Triase
dapat dilakukan baik pada pasien trauma maupun pasien medis.
Triase pada pasien trauma lebih mudah dilakukan jika dibandingkan
dengan pasien medis (Kondo,et.al, 2011).

Sistem Triase
Ada beberapa sistem triase yang terkenal, diantaranya
Australian Triage Scale, Manchester Triage Scale, Canadian Triage
and Acuity Scale, Patient Acuity Category Scale (PACS), dan
Emergency Severity Index (ESI). Sistem-sistem ini mengkategorikan
pasien dalam level-level yang berbeda. Jumlah level pasien dalam
sistem-sistem tersebut beragam, dari 2 level hingga 5 level. Beberapa
bukti menunjukkan bahwa sistem triase 5 level-lah yang lebih efektif
dibandingkan sistem triase 3 level.

13
Emergency Severity Index
Sistem triase yang banyak digunakan saat ini adalah ESI,
yang menggunakan 5 (lima) level dalam memprioritaskan pasien
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat. ESI tidak menggunakan
ekspektasi interval waktu untuk mengevaluasi perawatan.
Keuntungan penggunaan ESI adalah mengidentifikasi dengan cepat
pasien yang membutuhkan perawatan segera, dengan fokus
memberikan respon cepat setelah penentuan level dan pengkajian.

Dalam aplikasi algoritma, terdapat 4 (empat) kunci utama


pada ESI triase, yaitu :
1. Apakah pasien memerlukan intervensi penyelamatan kehidupan
dengan segera?
2. Apakah pasien ini dapat menunggu ?
3. Berapa banyak sumber daya yang akan pasien butuhkan ?
4. Bagaimana kondisi vital sign pasien ?

Berdasarkan pada pertanyaan tersebut, kemudian pasien akan


dirujuk berdasarkan level ESI triase yang telah ada dari level 1–5.
Setelah tertuju pada masing-masing level, pasien akan segera dirujuk
ke ruangan merah/kuning/hijau untuk mendapatkan intervensi sesuai
dengan level yang telah ditentukan.

ESI LEVEL 1 = Ancaman Nyawa


ESI LEVEL 2 = Gawat Darurat Berat
ESI LEVEL 3 = Gawat Darurat Sedang
ESI LEVEL 4 = Gawat Darurat Ringan
ESI LEVEL 5 = Tidak Gawat Darurat

Sistem Klasifikasi Triase Emergency Saverity Index (ESI)


ESI level 1 : Kondisi Hemodinamik tidak stabil dengan penyulit
ABC dan membutuhkan tindakan segera untuk
menyelamatkan nyawa.

14
ESI level 2 : Risiko tinggi untuk terjadinya kehilangan nyawa,
dan kerusakan organ secara permanen dan/
hemodinamik tidak stabil tanpa penyulit ABC.
ESI level 3 : Hemodinamik stabil, membutuhkan pemanfaatan
sumber daya minimal 2 atau lebih selama evaluasi.

ESI level 4 : Hemodinamik stabil dan membutuhkan


pemanfaatan 1 sumber daya selama evaluasi.

ESI level 5 : Hemodinamik stabil tanpa membutuhkan


pemanfaatan sumber daya.

Algoritma Triase berdasarkan Emergency Severity Index (ESI)


Membutuhkan intervensi segera A
untuk menyelamatkan nyawa
Ya

Tidak
Situasi resiko tinggi ? B
atau
ya
Bingung / letargi / disorientasi?
atau
Nyeri hebat / distress?

Berapa macam sumber daya yang dibutuhkan? C


Tidak ada Satu Banyak
2
Pertimbangkan

Tanda – tanda vital yang berbahaya ? D


5 4 <3bl > 180 >50
3 bl- 3th >160 >40
3-8th >140 >30
>8 th >100 >40
HR RR SaO2 <92%

Sumber: ESI Triase Research Team, 2004 3


15
Keterangan :

A. Intervensi segera yang dibutuhkan untuk menyelamatkan


nyawa :
Ventilasi tekanan positif dengan BVM (Bag Valve Mask),
intubasi, CPAP, defibrilasi, cardioversi, external pacing,
dekompresi jarum, pericardiosintesis, akses intraosseous,
resusitasi cairan, kontrol perdarahan, obat-obatan seperti :
D40, atropine, dopamin, dobutamin, naloxone, dll.

B. Situasi RisikoTinggi
a. Pasien dengan prioritas untuk perawatan dan
membutuhkan observasi intensif di IGD.
b. Nyeri yang berat / distress ditentukan dengan observasi
klinis dan/atau derajat nyeri yang lebih besar atau sama
dengan 7 dari skala nyeri antara 0-10.

C. Sumber Daya
Hitung jumlah sumber daya yang dibutuhkan, bukan
pemeriksaan secara individu atau X-rays
contoh : Darah lengkap, elektrolit, atau pemeriksaan
koagulasi darah merupakan satu sumber pemeriksaan; darah
lengkap dan X-rays baru merupakan dua sumber daya.

16
Sumber daya Bukan Sumber daya
Laboratorium (darah, urine) Anamnesa dan pemeriksaan
EKG, X-Rays fisik (termasuk pelvis)
CT – MRI – USG – Pemeriksaan status lokalis
Angiografi
Cairan Intra Vena (hidrasi) Saline atau plug intravena.
IV atau IM atau pengobatan Pengobatan peroral
dengan nebul Imunisasi tetanus
Pemberian resep
Konsultasi Spesialis Telepon ke dokter jaga
Prosedur sederhana = 1 (repair Perawatan luka yang sederhana
kebocoran, pemasangan (pembebatan, pengecekan
kateter) kembali)
Prosedur komplek = 2 kruk, splint, sling
(Prosedur sedasi analgesik)

D. Tanda-tanda vital yang berbahaya


Pertimbangkan uptriase ke ESI level 2 jika ada kriteria tanda-
tanda vital yang terpenuhi.
Demam pada anak yang harus dipertimbangkan :
1. Umur 1 – 28 hari masukkan ke ESI level 2 jika
temperatur>38.0 C (100.4 F)
2. Umur 1 – 3 bulan masukkan ke ESI level 2 jika
temperatur>38.0 C (100.4 F)
3. Umur 3 bulan – 3 tahun masukkan ke ESI level 3 jika
temperatur>39.0 C (102.2 F), atau imunisasinya tidak
komplit, atau penyebab demam tidak diketahui.

Triase Pada Kondisi Bencana/Korban Massal


Triase di IGD berbeda dengan pada kondisi bencana. Pada
kondisi bencana, karena keterbatasan sumber daya, pasien yang
hanya memiliki sedikit harapan untuk bertahan hidup tidak

17
diresusitasi. Prinsipnya adalah menyelamatkan nyawa sebanyak
mungkin.
Ada beberapa sistem triase yang digunakan pada kondisi bencana,
diantaranya :
• SALT (Sort, Assess, Life saving interventions,
Treatment/transport),
• START (Simple Triage and Rapid Treatment)

Triase sistem START menilai pasien berdasarkan parameter jalan


nafas, pernafasan, serta sirkulasi. Dinilai apakah jalan nafas terbuka,
dan apakah setelah jalan nafasnya dibuka dapat dilihat adanya
perubahan. Selain itu dinilai juga laju pernafasan, waktu pengisian
kapiler (capillary refil time),

Kedua sistem ini mengelompokkan pasien ke dalam 4 kategori,


yaitu :
1. Immediate : (merah)
– kelompok yang paling membutuhkan intervensi
segera agar dapat bertahan hidup
2. Delayed : (kuning)
– kelompok yang tidak membutuhkan intervensi segera
untuk menyelamatkan nyawanya, namun belum dapat
disingkirkan ada/tidaknya masalah yang potensial
mengancam nyawa.
3. Minimal : (hijau)
– kelompok yang tidak membutuhkan intervensi selama
situasi yang mengakibatkan banyak korban jiwa untuk
mencegah kesakitan, kecacatan, atau penderitaan.
4. Expectant : (hitam)
– sekarat, tidak dapat diselamatkan

18
19
Triage Tag

20
Daftar Pustaka

Bolk, J. E, Mencl, F, Rijswijck, B. T. F. V, Simons, M. P, Vaught, A.


B. V (2007).Validation of The Emergency Severity Index (ESI) in Self
Referred patients in a European Emergency department. Emerg Med
J. 24: 170 – 174.

Christ M, Grossmann F, Winter D, Binggiser R, Platz E. Modern


Triase Emergency Department. DtschArzteblInt (internet). 2010 Dec.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi.

Farokhnia, N. n and Gorranson, K. E (2011).Swedish Emergency


Department Triase and Intervention for Improved Patient Flowsi: a
national update. Scandinavian Journal of Trauma, Resucitation and
Emergency Medicine.19 : 72.

Gilboy, N, Tanabe, P., Travers, D., Rosenau, A. M. (2011).


Emergency Severity Index (ESI) : A triase Tool for Emergency
department Care Version 4. AHRQ Publication.www.ahrq.gov.

American College of Emergency Physicians. Advanced Disaster Life


Support CourseManual 3.0. American College of Emergency
Physicians. Basic Disaster Life Support Course Manual 3.0.

Mace, SM., Mayer, TA. (2008) Triage. In Baren, JM., : Pediatric


Emergency Medicine. Elsevier Inc. 2008.

Tintinalli, JE., (2011). Emergency Medicine A Comprehensive Study


Guide, 7th ed. Mc.GrawHill.

21
Check List : Triase di Unit Gawat Darurat

Skor
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Mengucapkan salam dan menyapa pasien
atau pengantar pasien
2. Memperkenalkan diri
3. Menanyakan identitas pasien
4. Melakukan penilaian cepat terhadap
keadaan umum pasien
a. apakah pasien bergerak-gerak atau
tidak berespon (terlihat diam saja)
b. apakah pasien terlihat distress nafas
berat?
c. apakah pasien terlihat gasping?
d. apakah pasien terlihat pucat dengan
perdarahan yang sangat banyak?
e. apakah pasien terlihat memegang dada
bagian kiri?
f. apakah pasien terlihat
bingung/disorientasi/lethargi?
g. apakah pasien terlihat kesakitan?
h. apakah pasien terintubasi?
5. Melakukan anamnesa singkat terhadap
pasien atau pengantar pasien
a. keluhan utama
b. riwayat perjalanan penyakit
c. riwayat penyakit terdahulu
6. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
a. tekanan darah
b. nadi; jumlah, irama, kualitas
c. laju pernafasan
d. temperatur
7. Memperkirakan sumber daya yang
dibutuhkan
8. Memutuskan level triase pasien
22
Keterangan :
0: tidak dilakukan
1: dilakukan berurutan tetapi kurang sempurna
2: dilakukan berurutan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan: Skor total:.../40 x 100% = %

23
Check List Triase Pada Kondisi Bencana atau Korban Massal
No. Aspek yang Dinilai Skor
1. Memastikan situasi aman bagi penolong 0 1 2
2. Memperkirakan jumlah korban
3. Memutuskan perlu tidaknya memanggil
tim tambahan untuk membantu
4. Menyapa korban
5. Meminta korban yang dapat berjalan
untuk berkumpul di satu sisi tertentu,
menjauh dari lokasi kejadian
6. Meminta korban yang sadar namun tidak
dapat berjalan sendiri untuk memberikan
respon
7. Mendatangi korban yang tidak
memberikan respon
8. Memberikan intervensi penyelamatan
nyawa :
a. membuka jalan nafas
b. mengontrol perdarahan
c. melakukan dekompresi jarum
9. Memberikan label hitam jika pasien yg
tidak berespon tadi tetap tidak
memberikan respon setelah dilakukan
intervensi atau memberikan label merah
jika pasien yang tidak berespon tadi
memberikan respon yang baik setelah
intervensi.
10. Mendekati korban yang sadar namun
tidak bisa berjalan sendiri dan
melakukan pemeriksaan;
a. memeriksa pernafasan korban
b. mengontrol perdarahan
c. memeriksa capillary refill
d. memeriksa level kesadaran korban
11. Memberikan label merah atau kuning
sesuai dengan hasil pemeriksaan.
24
Keterangan :
0: tidak dilakukan
1: dilakukan berurutan, tetapi kurang sempurna
2: dilakukan berurutan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan: Skor total: ...../30x100% =......%

Banda Aceh,...........2016

Observer

25
3. PENULISAN RESEP
Suryawati, S.Si, APT, M.Sc/ Dr. Hanifah yusuf, M. Kes, APT
Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menulis resep secara sistematis dan benar

Pendahuluan
Resep adalah Permintaan tertulis darid okter, dokter hewan,
dan dokter gigi kepada apoteker untuk membuat dan atau
memberikan obat kepada pasien. Peresepan rasional menurut WHO
adalah pemberian obat sesuai dengan keperluan klinik, dosis sesuai
dengan kebutuhan pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai
dengan penyakit, dan dengan biaya termurah menurut pasien dan
komunitasnya.

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Memberikan Resep


 Memberi Penjelasan Tentang Kegunaan/Efek Obat
 Memberi Penjelasan Tentang Aturan Pakai dan Cara Minum Obat
 Memberi Penjelasan Tentang Efek Samping Obat
 Memberi Penjelasan Tentang Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
Selama Pemakaian Obat

Cara penulisan Resep


Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari
penulisnya (dokter, dokter gigi, dokter hewan atau paramedis)
kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah resep yang
ditulis dengan jelas, mudah dibaca dan mengungkapkan dengan jelas
apa yang harus diberikan. Resep sebaiknya ditulis dalam bahasa
setempat, dalam hal ini bahasa Indonesia.

26
Sebuah resep harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah
dokter, no. telepon dokter dan hari serta jam praktek
2. Nama kota dan tanggal penulisan resep
3. Superscriptio
Ditulis dengan simbol R/ berasal dari Recipe yang artinya
harap diambil. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat, maka R/ ditulis sebanyak jumlah sediaan obat yang
dibutuhkan.
4. Inscriptio
Di belakang lambang R/ dituliskan nama generik obat,
kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan. Sangat dianjurkan
untuk menuliskan nama generik (nama umum). Hal ini lebih
mendidik dan informatif. Ini juga menunjukkan bahwa Anda
tidak berpihak kepada suatu nama dagang tertentu yang
mungkin mahal bagi pasien.
Kekuatan obat adalah jumlah obat yang terkandung dalam
setiap sediaan padat (miligram), atau dalam larutan (mililiter).
Untuk obat yang peresepannya diawasi atau obat yang
cenderung disalahgunakan, lebih aman untuk menuliskan
kekuatan dan jumlah totalnya dalam huruf untuk mencegah
penyalahgunaan.
5. Subscriptio
Bentuk sediaan dan jumlah total
6. Label: cara pakai, peringatan
7. Nama, alamat, umur pasien
8. Paraf atau tanda tangan dokter

Dalam penulisan resep perlu juga diperhatikan pemilihan obat


yang rasional. Pemilihan obat yang rasional mengandung arti
penggunaan obat yang tidak mengandung aspek-aspek berikut:
1. Penggunaan obat tanpa indikasi
Pasien mengkonsumsi obat tanpa ada indikasi medis yang jelas
2. Adverse Drug Reaction (ADR)
Pasien mengalami masalah kesehatan sebagai hasil dari
penggunaan obat atau efek samping obat

27
3. Interaksi Obat
Pasien mengalami masalah kesehatan sebagai hasil dari interaksi
obat-obat yang digunakan
4. Overdosis atau dosis subterapeutik
5. Durasi Pengobatan lama
6. Untreated Condition
7. Kontraindikasi
8. Duplikasi terapi

Tabel 1. Kategori Pengobatan yang tidak rasional


Masalah Deskripsi
Penggunaan obat Pasien mengkonsumsi obat tanpa ada
tanpa indikasi indikasi medis yang jelas
Adverse drug Pasien mengalami masalah kesehatan
reaction (ADR) sebagai hasil dari penggunaan obat atau
efek samping obat
Interaksi obat Pasien mengalami masalah kesehatan
sebagai hasil dari interaksi obat dengan
obat yang digunakan
Overdosis atau dosis Pasien yang mengalami masalah
subterapeutik kesehatan diobati dengan obat yang tepat
tetapi dengan dosis yang terlalu besar
atau terlalu sedikit.
Durasi pengobatan Pasien mendapat pengobatan untuk
waktu yang lebih lama daripada yang
dibutuhkan secara klinis.
Untreated condition Pasien mengalami masalah kesehatan
yang membutuhkan obat tertentu tetapi
tidak mendapatkan obat yang tepat untuk
masalah yang dialami
Kontraindikasi Penggunaan obat yang merupakan
klinis kontraindikasi untuk pasien karena
masalah kesehatan yang dimilikinya.
Duplikasi terapi Penggunaan beberapa macam obat
dengan efek farmakologis yang sama
28
padahal penggunaan dengan satu macam
obat saja sudah adekuat.

SINGKATAN LATIN DALAM PENULISAN RESEP


a.c ante coenam sebelum makan
prn pro re nata jika diperlukan saja
p.c post coenam setelah makan
d.t.d da tales dose berikan dalam takaran tsb
3.d.d 3 de die tiga kali sehari
c cochleare sendok makan
caps capsulae kapsul
tab tablet tablet
cito cito segera
cth cochleare tea sendok the
s.u.c singna usus cognitus pemakaian diketahui
s.u.e signa usus externus untuk pemakaian luar
Pulv pulveres serbuk terbagi
m.f misca fac buatlah

dr. Muhammad Jabir


No. Ijin Dokter
Alamat : Jl. Teuku Umar No. 6, Seutui
Telp : (0651) 714156

29 April 2011

Ket:
Omemox 500mg tab No. XII
Signa : tandailah
S . 3 . d.d tab I 3 : tiga
paraf Dd : de die : sehari
1 : satu

Mefinal 500mg tab No. XII


S . 3 . d.d tab I
paraf

Pro : Irma
Umur : 20 th
Alamat : Jl. T. Nyak Arief, B. Aceh

29
dr. Intan
No. Ijin Dokter
Alamat : Jl. Nikmat No. 2
Telp :

29 Mei 2011
Ket:
Misce fac: campur dan Interhistin tab 1
Buatlah
Prednison 5mg tab 1
Pulv (pulvis) : serbuk
dtd (da tales doses): Acid Ascorbat 75 mg
berilah sekian takaran m.f. pulv d.t.d No XX
No (numero): sebanyak
S . 3. d. d pulv I
XX : 20
Signa: tandailah paraf
3 : tiga
Pro : Yasmin
Dd : de die sehari
1 : satu Umur : 10 th
Alamat : Jl. Pocut Baren,
B. Aceh

Kasus:

HITUNGLAH DOSIS T UNTUK TIAP KALI BERI DAN


BUATLAH RESEPNYA

Ali, 12 kg, didiagnosa menderita tonsilofaringitis dan otitis media


supuratif.
 Sirup Parasetamol (10-15 mg/kgBB/kali beri, frekuensi
pemberian 3x sehari, tiap 5 mL mengandung 120 mg
parasetamol)
 Tablet Gliseril Guaikolat (dosis 1/4 – 1/2 tablet perkali beri,
diberikan 3 kali sehari)
 Dry Sirup Amoksisilin (20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis, setiap 5 mL mengandung 125 mg amoksisilin)
 Tablet CTM (1/2 tablet perkali beri, diberikan 3 kali perhari)
 Khloramfenikol ear drop (2-3 tetes 2 kali sehari)
 Cairan H2O2 3% (2-4 tetes diberikan 2-3 kali perhari)
30
Bayu 15 kg, 5 tahun, didiagnosa menderita demam tifoid dan
konjunctivitis bakterialis
 Cefixime 10-15mg/kgbb/hari, dibagi 2 dosis selama 10 hari,
sediaan: Cefixime 100 mg / 5 mL, sirup kering
 Domperidon syrup , dosis :0,2–0,4 mg/Kg BB sehari, dengan
interval waktu 4–8 jam. Sediaan : 5 mg / 5 mL syrup
 Tablet Parasetamol (10-15 mg/kgBB/kali beri, frekuensi
pemberian 3x sehari/ bila diperlukan, tiap taplet mengandung
500 mg parasetamol), digunakan bila demam
 Khloramfenikol eye drop (2-3 tetes 3-4 kali sehari)

31
Daftar Pustaka

Aslam, M., Tan, CK dan Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis. PT Elex


MediaKomputindo. Jakarta

Anief, M. 2000.Ilmu Meracik Obat. Gajah mada university press.


Jakarta

De Vries TPGM, Henning RH, Hogerzeil HV, Fresle DF.


Guide to good prescribing.World Health Organization,Geneva;
1994. WHO/DAP/94.11.Diakses dari:http://www.med.rug.l
/pharma/who-cc/ggp/homepage.htm

Buku Ajar Farmakologi Universitas Indonesia

32
Check List : Penulisan Resep
Nilai
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Menulis Kop Resep (inscriptio) yang terdiri atas :
 Nama dokter
 Nomor Surat Izin Praktek
 Alamat praktek
 No telepon/HP dokter yang bisa dihubungi
 Menulis tempat dan tanggal penulisan resep
2 Menulis tanda R/ pada bagian kiri di setiap
penulisan obat (superscriptio)
3 Menuliskan obat yang dibutuhkan sesuai urutan :
Baris pertama (Subcriptio)
 Bentuk sediaan, nama obat dan kemasan
yang tersedia, jumlah obat yang diminta
(Angka Romawi)
Baris Kedua (signatura)
 Cara obat dibuat atau aturan pemakaian
obat (etiket) ditandai dengan tanda S,
frekuensi pemberian (angka), dd, jumlah
yang digunakan perkali penggunaan (angka
Romawi)
4 Menulis batas/garis penutup antara satu resep obat
dengan obat lainnya
5 Membuat paraf pada akhir setiap satu jenis obat
yang diresepkan

33
6 Menulis identitas pasien yang terdiri atas :
 Nama Pasien 
 Umur pasien (bila pasien dewasa :
Tn/Ny/Nn/dewasa, bila pasien anak

dituliskan umur anak disertai berat
badannya)
 Alamat pasien 
7 Mengetahui hal-hal penting dalam penulisan resep
meliputi:
 Urutan penulisan resep obat sesuai jenis
obat
 Penghitungan dosis obat
 Pemilihan sediaan obat
 Penggunaan tanda tertentu dalam penulisan
obat
Skor Total

Keterangan :
0: Tidak dilakukan
1: Dilakukan tetapi kurang benar (kesalahan > 50%)
2: Dilakukan tetapi kurang benar (kesalahan < 50%)

% Cakupan Keterampilan = Skor Total..../ 42 X 100 =

Banda Aceh, .................2016

Observer

34

Anda mungkin juga menyukai