Anda di halaman 1dari 19

PEMIKIRAN DALAM PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan IPS SLTP/SLTA
Yang dibina oleh Ibu Putri Vina Sefaverdiana, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok : 5

Rina Karisma (2211000420083)


Fahliatun Nisak (2211000420087)
Jose Alvord Eleujaan (2211000420047)
Fikri Putra Pratomo (2211000420062)

IKIP BUDI UTOMO MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
dengan judul “TANGGUNG JAWAB SOSIAL DARI BISNIS, HUMAN
RESOURCES MANAJEMEN”.

Dengan tulisan inI diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami


makna dari Demokrasi Indonesia. Kami sadar tulisan ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna
bagi pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang
berdemokrasi pancasila, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Malang, 21 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 1
1.3 Tujuan …………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Upaya Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat dan di
Australia
2.1.1 Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat……… 2
2.1.2 Pembaruan Social Studies di Australia ….........……. 3
2.2 Pembaruan Pembelajaran IPS di Indonesia .............................. 6
2.3 Kemampuan Berpikir Untuk Siswa Sekolah Dasar ……...….. 9
2.4 Pendekatan Inkuiri Untuk Siswa Sekolah Dasar ……………… 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..……………………………………………… 14
3.2 Saran …………………………………………………….. 14
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………… 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan suatu ilmu pengetahuanyang terpadu dari
disiplin ilmu-ilmu sosial lain seperti sejarah, ekonomi, antropologi, geografi, sosiologi, hukum,
psikologi, dan politik. Disiplin ilmu-ilmu sosial tersebut disederhanakan dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan tujuan mendidik serta membentuk karakter peserta didik untuk
menjadi warga Negara yang baik, peka terhadap permasalahan sosial lingkungan sekitar, dan
menumbuhkan sikap berpikir kritis dan inkuiri. Sejalan dengan tujuan tersebut dibutuhkan suatu
sistem pendidikan yang mampu menunjang tercapainya tujuan pendikan. Social Studies atau
pendidikan IPS tidak hanya dikenal di Indonesia saja melainkan juga di Amerika Serikat dan
Australia. Sama halnya di Indonesia, di kedua negara tersebut Social Studies juga dilakukan
upaya pemaruan guna mencapai sistem pendidikan yang bermutu dan tentunya sesuai dengan
tujuan pendidikan di setiap negara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana upaya pembaruan social studies di Amerika Serikat dan di Australia?


2. Bagaimana upaya pembaruan pembelajaran IPS di Indonesia?
3. Bagaimana kemampuan berfikir untuk siswa Sekolah Dasar?
4. Bagaimana pendekatan inquiri untuk siswa Sekolah Dasar?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui upaya pembaruan social studies di Amerika Serikat dan di Australia.


2. Mengetahui upaya pembaruan pembelajaran IPS di Indonesia.
3. Mengetahui kemampuan berfikir untuk siswa Sekolah Dasar.
4. Mengetahui pendekatan inquiri untuk siswa Sekolah Dasar

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Upaya Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat dan di Australia

2.1.1. Pembaharuan Social Studies Di Amerika Serikat


Adanya pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat saat ini telah menyadarkan para
pendidik dan masyarakat umum tentang banyaknya kelemahan dalam program pembelajaran
social studies. Banyak program pembaruan telah didukung oleh Dewan Nasional Social Studies
(National Council for the Social Studies – NCSS) dan kelompok profesional lainnya yang
berpengaruh. Namun beberapa upaya mulia ini menjadi terpecah-pecah dan sering kali
mempersempit lapangan social studies karena tekanannya pada pembelajaran disiplin ilmu yang
terpisah-pisah (sejarah, geografi, kewarganegaraan) tanpa mengkaji hubungan dengan kurikulum
secara menyeluruh.
Memerhatikan kurangnya hubungan yang menyeluruh ini menyebabkan badan-badan
pemerintah Asosiasi Kesejahteraan Amerika (AHA) dan NCSS memanggil Komisi Nasional
untuk memberikan pemikiran tentang cara-cara meningkatkan kualitas pembelajaran mata
pelajaran social studies. Dua organisasi dan organisasi lainnya mendirikan Komisi Nasional
Social Studies di sekolah-sekolah.
Komisi ini mengkaji muatan isi dan efektivitas pembelajaran social studies, menentukan
tujuan untuk kurikulum social studies dan menyusun beberapa prioritasnya. Pada tahun 1989,
Komisi Tenaga Pelaksana Kurikulum menyebarkan temuan-temuannya terhadap masyarakat
pendidikan dan masyarakat umum. Pandangannya tentang program social studies abad XXI yang
komprehensif di antaranya sebagai berikut:

1. Kurikulum social studies yang lengkap memberikan pengalaman belajar yang konsisten
dan bersifat kumulatif sejak taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah menengah. Pada
setiap jenjang pendidikan para siswa harus menjadikan pengetahuan dan keterampilannya
yang telah dipelajari sebagai andalan dan harus pula mempersiapkan diri untuk memasuki
jenjang pendidikan berikutnya.

2
2. Social studies memberikan hubungan yang jelas antara humanitis dan disiplin ilmu-ilmu
sosial dan ilmu-ilmu alam. Integrasi dari ilmu-ilmu lainnya harus ditingkatkan, bila
mungkin untuk membantu para siswa memahami saling keterkaitan di antara cabang-
cabang ilmu pengetahuan.
3. Materi pelajaran social studies jangan hanya dijadikan sebagai pengetahuan yang harus
diterima dan diingat saja, tetapi juga sebagai bahan yang bisa dikaji dan diperdebatkan
melalui pertanyaan-pertanyaan (inquiries). Misalnya, para siswa harus sampai menyadari
bahwa peristiwa-peristiwa saat ini terjadi karena adanya perbuatan orang-orang masa
dahulu.
4. Membaca, menulis, mengamati, berdebat, bermain peran dalam pengadilan tidak
sungguhan atau bermain simulasi, bekerja dengan menggunakan data statistik dan
menggunakan kemampuan berpikir kritis harus menjadi bagian integral di dalam
pembelajaran social studies. Strategi pembelajaran harus membantu para siswa menjadi
peserta didik yang independen dan kooperatif yang mampu mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah, pengambilan keputusan, bernegoisasi dan dapat menyelesaikan
konflik.

Dari beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Social Studies
Amerika Serikat ini terdapat dua isi pokok yakni tentang perumusan bahan pembelajaran dan
strategi pembelajaran untuk social studies. Komisi ini mengusulkan agar bahan pembelajaran
diorganisasikan secara terpadu (integrated), ukan hanya antardisiplin ilmu-ilmu sosial melainkan
juga antardisiplin ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis.
Sementara strategi pembelajaran yang diusulkan antara lain strategi belajar yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
Strategi yang dituntut oleh komisi ini tampaknya cenderung mengarah kepada perlunya
pengembangan strategi pembelajaran atau pendekatan inkuiri karena pendekatan ini memiliki
karakteristik tentang kemampuan-kemampuan belajar di atas.

2.1.2. Upaya Pembaruan Social Studies di Australia


Di Australia, social studies sebagai suatu mata pelajaran yang di berikan sejak sekolah
dasar sampai dengan sekolah menengah (P-10) di anggap sebagai mata pelajaran yang

3
mempunyai kedudukan penting di seluruh Negara bagian. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesadaran yang semakin meningkat di kalangan penduduk Australia terhadap masalah-masalah
ekonomi, politik, lingkungan, sosial dan masalah-masalah pribadi yang memerlukan adanya
kemampuan untuk mengatasinya. Pada tahun 1989, Dewan Pendidikan Australia (the Australian
Education Council) berhasil menyepakati tujuan pendidikan nasiaonal yang disahkan pada
konferensi Hobart dan diberi nama “The Common and Agreed National Goals for Schoolingin
Australia”. Satu dari sepuluh buah tujuan yang berkaitan langsung dengan social studies dan
sekaligus berisi pesan tentang perlunya membangun warga Negara yang berpartisipasi aktif
dalam masyarakat demokratis adalah tujuan yang ke-7 yakni, “To develop knowledge, skills,
attitudes, and values which will enable students to participate as active and in-formed citizens in
our democratic Australian society within aninternational context.” (curriculum corporation,
1994:57)
Sebelum di rumuskan tujuan nasional, tujuan social studies di Australia, di Negara bagian
Victoria, tercantum di dalam dokumen kurikulum social studies tahun 1987 (social education
framework: P-10) sebagai berikut : “The social education program must make understand-ings
about their own society accessible to all students, emphasizing shared elements as well as
recognizing diversity the second major goal of social education is to enable students to
participate effectively in society” (ministry of education, 1989:8)
Untuk mencapai tujuan yang ke-2 , pendekatan yang cukup fleksibel adalah dengan cara
belajar inquiri. Pendekatan ini secara eksplisit di tegaskan di dalam dokumen (framework)
sebagai berikut :
“The two main goals of social education-promoting understanding about society and how to
participate in it effecvitity-are achieved through the inquiry process, in which students are
encouraged to ask question and find answers. The inquiry process consists of teaching strategies
and learn-ing activities that encourage systematic student investigation” (ministry of education,
1987:19).
Setiap guru yang menggunakan pendekatan ini secara langsung akan menerapkan proses
belajar mengajar aktif, artinya setiap siswa akan terlibat aktif dalam proses belajar di kelas
(Marsh,1994: 20). Sejalan dengan karakteristik pembelajaran inquiri yang di awali dengan
pelontaran pertanyaan atau berbasis masalah, maka para siswa di tantang oleh sejumlah
pertanyaan sehingga terdorong rasa ingin tahu untuk mencari sesuatu dalam rangka menjawab

4
pertanyaan atau memecahkan masalah. Kaitannya dengan kondisi kelas yang pasif, pembelajaran
tidak menarik dan munculnya rasa bosan dari siswa, maka dengan strategi inquiri yang di
terapkan oleh guru dapat dibuktikan semuanya teratasi. Namun demikian untuk menerapkan
model pembelajaran inquiri ini tentu saja perlu latihan yang terus menerus. Dengan kata lain,
seorang guru tidak bisa mengharapkan dengan sekali mencoba model atau strategi ini akan
langsung berhasil.
Sementara itu, dalam kurikulum social studies terbaru di Negara bagian Victoria – the
Curriculum and Standars Framework (CSF) tentang Studies of Society and Environment
(SOSE), 1995-pendekatan inquiri sebagai strategi pembelajaran studies tetap menjadi pendekatan
yang sangat penting. Hal ini terbukti dengan di cantumkannya pendekatan ini secara eksplisit di
dalam dokumen tersebut. Akan tetapi di bandingkan dengan kurikulum 1987. Ada tiga aktifitas
utama dalam pendekatan inquiri, yakni :
a. Investigation
Tahap investigation, ialah kegiatan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
meneliti, memproses, dan menginterpretasikan data/informasi. Kegiatan ini merupakan dasar
untuk memprediksi alternative kesimpulan dalam pemecah masalah, menyusun hipotesis,
menetapkan pendekatan-pendekatan, dan merancang metode untuk mengumpulkan,
mengorganisasi dan memproses data atau informasi.
b.Communication
Tahap communication, ialah kegiatan untuk mengembangkan kecakapan siswa dalam
menggunakan bermacam-macam bentuk komunikasi seperti : upacara, tulisan, grafik
danstatik. Para siswa belajar mengumpulkan, memproses, menganalisis, dan menyajikan
informasi dengan menggunakan sejumlah format dan variasi metoda.
c. Participation
Tahap participation, ialah kegiatan mengembangkan kecakapan dan rasa percaya diri siswa
dalam kerja kelompok dan dalam proses mengambil keputusan. Para siswa juga di dorong
untuk menilai apakah kecakapan yang di latihkan di kelas ada manfaatnya kehidupan mereka
sehari-hari dan masa yang akan datang.

5
Pada kurikulum ini nampaknya pendekatan inquiri lebih di sederhanakan. Apabila
mengkaji model yang ditampilkan pada bagan di atas maka pendekatan inquiri ini mengambil
unsur-unsur pokok dari kurikulum social studies 1987 (Social Education Framework: P-10).

2.2 Pembaruan Pembelajaran IPS di Indonesia


Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal
sejak lahirnya Kurikulum tahun 1975. Sebelumnya pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat
persekolahan menggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan situasi politik pada masa
itu. Misalnya, Kurikulum 1964 menggunakan istilah pendidikan kemasyarakatan. Ada dua
kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia dan Geografi
Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan
Geografi Dunia (S.Hamid Hassan, 1996).
Pada tahun 1968, terjadi perubahan pengelompokan mata pelajaran sebagai akibat
perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa
Pancasila., pembinaan pengetahuan dasar, dan pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum 1964
berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi,
sejarah, dan pengetahuan kewargaan negara (Dimyati, 1989).
Pada tahun 1975, lahirlah Kurikulum 1975 yang mengelompokan tiga jenis pendidikan,
yakni pendidikan umum, pendidikan akademis, dan pendidikan keahlian khusus. Dalam
Kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajarana sejarah, geografi, dan ekonomi.
Selain mata pelajaran IPS, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran
tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk
kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun
IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat
Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung
tercapainya tujuan PMP.
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB,
gagasan dari Mendikbud Nugroho Notosusanto (alm). Mata pelajaran ini hampir sejenis dengan
IPS/Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (Kurikulum Yang Disempurnakan

6
(KYD), 1975) baru terwujud pada tahun 1984. Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya
menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975.
Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS 1975 dan 1984
menggunakan pendekatan integratif dan struktural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin
terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA (Hasan, 1996). Sedangkan pendekatan
untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integratif (integrated approach).
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994
dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang
didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah.
Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial dan
sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan
pemerintahan. Sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia
sejak masa lampau hingga kini.
Adanya pemisahan bahan kajian pokok ini menimbulkan pemisahan tujuan yang ingin
dicapai. Dalam bidang pengetahuan sosial, tujuan yang ingin dicapai adalah agar para siswa SD
mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam
kehidupan sehari-hari. Sementara bidang kajian sejarah bertujuan agar para siswa SD mampu
mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu
hingga masa kini sehingga para siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta
tanah air.
Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam Kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994
dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian.
Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar
mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Maksudnya bahwa
pembelajaran dikelas hendaknya melibatkan siswa, baik secara fisik, mental (pemikiran dan
perasaan), dan sosial sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Lebih lanjut ditegaskan pula
bahwa metode, penilaian, dan sarana yang digunakan dalam KBM dapat ditentukan oleh guru
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukan bahwa Kurikulum IPS 1994
memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar terhadap guru. Kurikulum ini
memberikan kesempatan yang luas bagi guru untuk berkreasi, khususnya dalam mengelola

7
proses belajar mengajar dikelas IPS seoptimal mungkin. Dalam menentukan jenis metode dan
model evaluasi serta sarana yang akan digunakan, kurikulum menuntut adanya profesionalisme
guru yang lebih mandiri.
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan
khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum dan kondisi ekonomi telah menimbulkan
perubahan yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang tersebut telah menimbulkan dampak yang
cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia.
Dalam Pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan
wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Salah satu implikasi
dari ketentuan undang-undang tersebut adalah lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam PP tersebut dikemukakan
bahwa standar nasional adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Pasal 35 Undang-Undang No. 20 Tahun
2003. Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Oleh karena itu adanya
standar nasional pendidikan telah berimplikasi terhadap sejumlah kebijakan bidang pendidikan
yang lebih rendahnya.
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya
kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomoannya dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
isi dan Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan
KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dalam menjalankan tugas besar dari pembelajaran IPS tersebut ternyata tidak berjalan sesuai
dengan harapan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa hambatan yang menjadikan
pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan, diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar yang
dapat merangsang motivasi belajar siswa.
2. Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut mempengaruhi proses
belajar IPS.

8
3. Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional,
sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja dan tidak mendapat hasil
proses.

2.3 Kemampuan Berpikir untuk Siswa Sekolah Dasar


Savage dan Armstrong (1996) mengembangkan pendekatan inquiri sebagai salah satu
bagian dari upaya guru dalam membantu para siswa sekolah dasar meningkatkan kemampuan
berpikir. Empat pendekatan lainnya yang dikembangkan oleh Savage dan Armstrong untuk
mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir dalam IPS ialah kemampuan berpikir
kreatif (creative thinking), berfikir kritis (critical thinking), kemampuan memecahkan masalah
(problem solving), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Pada bagian ini
lima pendekatan untuk mengembagkan kemampuan berpikir diuraikan dan dibahas sebagai
berikut.

1. Kecakapan Belajar Inquiri


Pembelajaran inquiri menerapkan metode ilmiah untuk masalah-masalah belajar dan umumnya
digunakan dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Filsuf pendidikan Amerika terkenal, John
Dewey, menyarankan langkah-langkah pembelajaran inkuiri dalam buku klasiknya How We
Think yang di terbitkan tahun 1910 sebagai berikut:
a. Menggambarkan indikator-indikator masalah atau situasi.
b. Memberikan kemungkinan jawaban atau penjelasan.
c. Mengumpulkan bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menguji kebenaran jawaban atau
penjelasan.
d. Menguji kebenaran jawaban sesuai dengan bukti-bukti yang terkumpul.
e. Merumuskan kesimpulan yang di dukung oleh bukti yang terbaik.

Pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan inquiri dapat diterapkan pada semua
jenjang dan kelas. Untuk siswa sekolah dasar pada kelas-kelas rendah dapat juga menggunakan

9
pendekatan inkuiri ini melalui pembelajaran-pembelajaran yang sederhana, misalnya siswa
mengawalai dengan belajar bagaimana belajar dan bekerja dengan menggunakan peta dan globe.

2. Kecakapan Berpikir Kreatif (Creative Thinking)


Berfikir kreatif lebih mengutamakan pada pendekatan untuk memecahkan masalah yang
membingungkan. Umpamanya para penemu adalah orang-orang kreatif. Berfikir kreatif
membantu kita dalam menyesuaikan diri dengan perubahan. Para ahli percaya bahwa perubahan
berjalan dengan cepat. Oleh karena itu, membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif yang dapat menuntun mereka menyesuaikan diri dengan kondisi hidupnya akan sangat
berguna bagi kehidupannya.
Ada sejumlah teknik berpikir kreatif yang telah dikembangkan. Salah satunya adalah
teknik branstrorming. Teknik ini pertama kali dikembangkan dalam dunia bisnis. Branstrorming
dirancang untuk membantu orang-orang memecahkan masalah. Teknik ini diawali dengan
penyajian sebanyak-banyaknya kemungkinan jawaban atas pertanyaan tanpa menilai terlebih
dahulu apakah pertanyaan atau jawaban itu tepat. Apabila teknik branstrorming digunakan di
kelas maka para siswa didorong untuk mengemukakan jawaban sebanyak-banyaknya sesuai
dengan fokus masalah yang diajukan.

3. Kecakapan Berpikir Kritis (Critical Thinking)


Tujuan berfikir kritis adalah untuk menguji suatu pendapat atau ide. Termasuk didalam
proses ini adalah melakukan pertimbangan atau yang didasarkan pada pendapat yang diajukan,
pertimbangan-pertimbangan itu biasanya didukung oleh krikeria yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Berfikir kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide baru. Pembelajaran
keterampilan berfikir kritis kadang-kadang dikaitkan dengan keterampilan berfikir kreatif.
Apabila hal ini dilakukan maka pembelajaran berfikir kreatif yang dijadikan sebagai langkah
pertama. Selama langkah pertama ini, para siswa dapat membuat ide baru lagi. Sedangkan pada
langkah berikutnya barulah mereka menggunakan keterampilan berfikir kritis untuk melakukan
pengujian atau penilaian terhadap ide-ide ini.

4. Keterampilan Memecahkan Masalah (Problem Solving)

10
Idealnya setiap masalah dapat dipecahkan dengan proses penyelesaian yang benar , tepat
dan baik sesuai dengan dukungan bukti yang tersedia. Agar dapat bekerja seperti itu maka guru
perlu mendorong para siswa mengikuti langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah
(problem solving) proses pembelajaran dengan teknik problem solving mencakup langkah –
langkah sebagai berikut :
a. mengenali adanya masalah,
b. mencari alternatif pendekatan untuk memecahkkan masalah itu,
c. memilih dan menerapkan pendekatan,
d. mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan.

5. Proses Pengambilan Keputusan (Decision Making Process)


Banyak pertanyaan yang kita kemukakan sering dijawab kurang tepat. Jawaban-jawaban
itu mungkin saja mengandung kebenaran. Masalahnya adalah bagaimana kita memilih jawaban-
jawaban yang mengandung kebenaran itu. Untuk melakukannya kita harus melakukan seleksi
berdasarkan pilihan berdasarkan pilihan yang tersedia, melalui bukti-bukti yang telah terkumpul,
dan mempertimbangkan nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh para siswa. Proses berpikir seperti
ini dikenal sebagai proses pengambilan keputusan (decision making).
Proses pembelajaran dengan pendekatan decision Making mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Mengenal persoalan atau masalah dasar
b. Memberikan jawaban alternative
c. Mendeskripsikan bukti yang mendukung setiap alternative
d. Mengenal nilai yang tersirat pada setiap alternatif jawaban
e. Mendeskripsikan kemungkinan akibat yang muncul ketika memilah setiap alternative
f. Membuat pilihan dari tiap alternative
g. Mendeskripsikan bukti dan nilai yang digunakan dalam membuat pilihan.

2.4 Pendekatan Inkuiri untuk Siswa SD


Pengertian inkuiri adalah salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari
pemecahan masalah dengan cara kritis, analisis dan ilmiah dengan menggunakan langkah-

11
langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau
kenyataan. Depdiknas (2002:2) menyatakan, melalui model pendekatan inkuiri, guru diharapkan
dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan
yang sebelumnya diyakini siswa dengan bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih
sainstifik melalui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru. Pendekatan inkuiri dapat
digunakan dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar, karena dalam proses pembelajarannya
dapat dilakukan dengan melalui metode tanya jawab antara guru dan siswa atau dapat pula
dengan berbagai metode lainnya seperti metode diskusi dan eksperimen.
Meskipun inkuiri dipandang sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif dalam
pengajaran IPS, tetapi penggunaannya hendaknya disesuaikan dengan sifat dan tujuan yang
hendak dicapai. Artinya tidak semua pengajaran IPS harus di “inkuirikan”. Pendekatan inkuiri
akan efektif jika pengajaran itu bertujuan mengembangkan kognitif, sebaliknya pendekatan ini
kurang cocok jika pengajaran itu bermaksud menyampaikan informasi. Pengertian kognitif yang
dibangun melalui pendekatan inkuiri akan tertanam secara mantap dalam pikiran dan proses
pencapaiannya itu sendiri akan meninggalkan kesan yang amat berharga bagi pelakunya. Dengan
latihan yang secara teratur, diharapkan pengalaman itu akan menjadi keterampilan yang
selanjutnya akan menimbulkan sikap percaya pada diri sendiri setiap kali menghadapi kenyataan
atau masalah yang sulit.
Nilai instrinsik penggunaaan pendekatan inkuiri adalah orang menjadi tabah dalam
menghadapi suatu masalah, karena ia tahu mencari jalan keluar dengan cara yang sudah biasa ia
lakukan. Setiap kali ia menghadapi situasi yang sulit ia akan segera berusaha meneliti,
menganalisis data yang bersangkutan dan kemudian menyusun bagaimana cara mengatasi
ataupun memecahkan masalah tersebut. Namun demikian, jangan menganggap bahwa proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri pasti bermakna bagi siswa.
Agar pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri dapat bermakna, ada beberapa
halyang perlu diperhatikan antara lain, adalah :
1. Memerlukan kondisi kelas yang khusus, misalnya guru percaya bahwa siswa-siswanya
dapat belajar dan bertindak berdasar kepercayaan pada diri sendiri dalam suasana bebas
yang artinya siswa dapat berkiprah dengan masalah yang dihadapi, serta dapat
menentukan sikap dan pendapatnya sendiri walaupun mungkin salah menurut gurunya.

12
2. Memerlukan motivasi tinggi. Siswa memerlukan tantangan yang memerlukan pemikiran
menimbulkan keinginan untuk tahu, perlu diadakan “study trip” untuk memperoleh
informasi dan pengalaman. Selain itu, harus disediakan bacaan yang menarik, serta
sumber yang cukup luas yang mewakili berbagai pandangan dan pendapat.
3. Pendekatan inkuiri tidak berdiri sendiri, tetapi keberhasilan pelaksanaannya dibantu oleh
metode lain, misalnya role playing, simulasi, dan studi kasus.

Ada 5 tahap dalam pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu
teori. Tahap pertama, guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan inkuiri
kepada siswa. Guru harus menjelaskan tentang tujuan dan proses pelaksanaan inkuiri dengan
“yes and no questions” Artinya pertanyaan hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga
jawabannya hanya “ya” dan “tidak”. Maksudnya adalah agar siswa berpikir lebih teliti, dengan
demikian menghindarkan siswa dari beban pemikiran, karena adanya pertanyaan-pertanyaan
yang terbuka (open-ended) dari guru. Pelaksanaan inkuiri dapat dimulai dengan masalah, ide,
atau pikiran yang sederhana, utamanya adalah siswa mendapat pengalaman proses berpikir
secara inkuiri. Tahap kedua, adalah verifikasi, yaitu siswa mengumpulkan data atau informasi
tentang peristiwa/masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan pertanyaan
sedemikian rupa sehingga guru hanya menjawab “ya” atau “tidak”. Tahap ketiga, melakukan
eksperimentasi, siswa mengajukan faktor atau unsur baru ke dalam permasalahan agar dapat
melihat apakah peristiwa itu dapat terjadi secara berbeda. Eksperimen mempunyai dua fungsi
yaitu eksplorasi dan menguji langsung. Eksplorasi adalah merubah sesuatu untuk melihat apa
yang akan terjadi dan tidak perlu bimbingan teori atau hipotesis. Sedangkan, menguji langsung
terjadi bila siswa melakukan uji coba teori atau hipotesis. Proses merubah hipotesis kedalam
eksperimentasi itu tidak mudah dan perlu latihan atau praktik. Selanjutnya, guru harus
memperdalam proses inkuiri siswa dengan memperluas jenis-jenis informasi yang diperoleh.
Dalam proses verifikasi siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang: benda (objects),
sifat (properties), kondisi (conditions), dan peristiwa (events).
Pertanyaan tentang benda, dimaksudkan untuk menentukan sifat alami atau identitas benda.
Contoh: Apakah pembuangan limbah industri dapat menyebabkan pencemaran air di lingkungan
sekitar? Pertanyaan tentang peristiwa dimaksudkan untuk memverifikasi kejadian atau keadaan
dari suatu peristiwa. Tahap keempat, guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan

13
menyusun suatu penjelasan. Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan
sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya. Tahap kelima, siswa diminta untuk
menganalisis proses inkuiri. Dalam hal ini siswa boleh mengevaluasi tentang pertanyaan yang
diajukan guru apakah efektif atau tidak, mungkin ada informasi penting tetapi siswa tidak tahu
cara memperolehnya sehingga data atau informasi tersebut tidak ditemukan. Analisis dari siswa
ini penting karena menjadi dasar pelakasanaan inkuiri berikutnya, artinya guru harus
memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agar pendidikan IPS tidak menjadi menyesatkan seperti pelaksanaan program pada
awalnya, mewujudkan IPS yang bermakna, Integratif, Berbasis Nilai, Menantang, dan Membuat
Siswa Belajar Aktif. Kompetensi dalam IPS perlu diinterpretasi dalam keutuhan dan keseluruhan
status visi dan misi IPS dalam tardisi sebagai pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Ilmu
Sosial, Pendidikan Inquiri Reflektif, Pembelajaran Terpadu, dan Pendidikan Partisipasi Sosial.
Perwujudannya dalam kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yang dikembangkan oleh
Guru perlu mempertimbangkan penerapan prinsip-prinsip konstruktivisme sosial yang berasumsi
bahwa pembangun Pengetahuan Sosial dalam proses belajar IPS yang autentik sesungguhnya
adalah siswa itu sendiri.
Namun, dalam pengembangannya Guru IPS tentu tidak perlu bekerja sendiri. Ia dapat bekerja
sama dengan Teman Sejawat, Siswa, Orang Tua Siswa, Pakar Pendidikan Bidang Studi, Kepala
Sekolah, Komite Sekolah, dan Pembina dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan Propinsi.

3.2 Saran
Menurut pendapat saya upaya pembaharuan pembalajaran IPS di indonesia sudah bagus,
saya sangat setuju dengan metode pendekatan pembelajaran IPS di indonesia yaitu, pendekatan
inkuiri. Karena pengertian pendekatan inkuiri sendiri adalah kegiatan belajar yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis dan analitis. Sehingga, mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan

14
percaya diri, karena tujuan pembelajaran IPS sendiri ialah harus dapat membantu siswa
mengembangkan kemampuan membuat keputusan yang bersifat reflektif, sehingga siswa dapat
memecahkan masalah pribadi dan membentuk kebijakan umum. Karena mata pelajaran IPS
sendiri berhubungan dengan berbagai masalah sosial, ekonomi, politik yang menekankan siswa
harus kreatif, logis, dan kritis.

DAFTAR RUJUKAN

Irawan, Andhy. 2014. Pendekatan, Strategi, Metode, Tehnik dan Model Pembelajaran (Andhy-
brenjenk.blogspot.com) Diakses pada 23 Maret 2015 12.00.
Ardana, S. 2012. Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran Pendidikan IPS SD. [online]. Tersedia:
http://ardanasunarti86.blogspot.com/2012/11/pendekatan-inkuiri-dalam-pembelajaran.html.
Chairuniisa, A. 2012. Pembelajaran IPS. [online]. Tersedia:
http://anahmumuy.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-ips.html.

15
16

Anda mungkin juga menyukai