Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR JAWABAN

TAKE HOME EXAM


MATA KULIAH PENGANTAR KEDIRGANTARAAN

Dosen Matrikulasi : Dr. Sukmo Gunardi, M.Si

Disusun Oleh :

Muzakkir Adha : 63101121010

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NURTANIO
BANDUNG
2021
1. Penjelasan terkait tentang permasalahan terkini FIR ( Flight Information
Region)

Flight Information Region (FIR) merupakan wilayah udara yang dikuasai atau
dikelola oleh suatu negara dalam mengatur lalu lintas udara untuk mencegah
terjadinya kecelakaan penerbangan yang digunakan dalam keperluan operasi
penerbangan dan media ruang gerak yang didasarkan pertimbangan keselamatan
penerbangan.1 Pembagian FIR bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan
penerbangan yang ditetapkan oleh negara-negara yang tergabung dalam International
Civil Aviation Organization (ICAO). Tujuan dari konferensi penerbangan sipil ini
sendiri dijelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang akan datang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian, dan saling
mengerti antarbangsa dan dapat mencegah perang dunia.1

Pada saat sekarang Penguasaan Singapura terhadap Flight Information Region


(FIR) yang berada di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna merupakan isu yang
menarik karena terdapat pertentangan antara sesama negara dalam kawasan yang letak
geografisnya berdekatan dan juga melibatkan peran organisasi internasional
International Civil Aviation Organization (ICAO). Permasalahan ini adalah
pengaturan navigasi udara menurut hukum internasional. Pengaturan navigasi udara
dalam hukum nasional. Pengelolaan FIR Kepulauan Natuna oleh Singapura terhadap
Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya yang dilakukan Indonesia untuk mengambil alih FIR Singapura di


Natuna sudah sejak lama dilakukan. Pada tahun 1946, wilayah perairan sekitaran
Natuna masih merupakan perairan bebas, sehingga ICAO memandatkan kepada
Singapura untuk mengelola FIR di Natuna tersebut. Selain itu karena Singapura
merupakan salah satu Negara terdekat dengan Natuna. Saat itu Indonesia masih
menjadi Negara yang baru merdeka, sehingga kurang memperhatikan masalah ini.
Namun setelah diratifikasi UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa Natuna berada di
perairan Indonesia, pemerintah kemudian berupaya untuk dapat mengelola FIR
tersebut. Namun karena keterbatasan sumber daya manusia serta teknologi, Indonesia
belum mendapat izin untuk mengelolanya sendiri. Pada pertemuan Regional Air
Navigation (RAN) III di Bangkok tahun 1993, Indonesia mengajukan proposal
1
H.K.Martono dan Dr.Amad Sudiro.2012. Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada. hal.56.
tentang perubahan batas Jakarta dan Singapura sekaligus semakin kuat menyuarakan
pengambil alihan FIR diatas Kepulauan Natuna dari Singapura. Tetapi Indonesia
hanya mengirimkan pejabat operasional sedangkan Singapura mengirim Jaksa Agung,
Sekjen Kementerian Perhubungan, serta Penasihat Hukum Laut Internasional.
Akibatnya Indonesia tidak memperoleh hasil memuaskan dalam pertemuan itu,
Namun dalam kenyataannya, pendelegasian FIR kepada Singapura menimbulkan
kedala dan permasalahan bagi Indonesia baik dari aspek kedaulatan, aspek keamanan
wilayah, serta aspek ekonomi. Dimana Singapura sering melakukan pelanggaran di
ruang udara Natuna, yang akhirnya menimbulkan kerugian untuk Indonesia.

Dalam aspek kedaulatan masalah navigasi udara adalah hal yang sangat
penting karena menyangkut kedaulatan suatu Negara. Meskipun FIR di Natuna
dikelola oleh Singapura, tetapi Singapura yang sering melakukan pelanggaran
kedaulatan akibat otoritasnya di wilayah tersebut. Pelanggaran kedaulatan yang
dimaksud seperti manuver-manuver pesawat militer Singapura yang dilakukan tanpa
izin Indonesia, yang lama-kelamaan dapat membahayakan keamanan Negara.
Kemudian dari aspek keamanan wilayah Kepentingan Indonesia dalam menjaga
wilayahnya tentu saja untuk mengantisipasi adanya gangguan asing terhadap wilayah
Indonesia. Seperti yang dijelaskan Chappy Hakim sebelumnya, bahwa pelanggaran
pesawat asing yang terjadi sejak 2015 hingga 2017 mengalami penurunan. Namun
pelanggaran yang ada tetap menjadi sinyal bahaya bagi wilayah NKRI sendiri. Serta
dari aspek ekonomi Indonesia tidak mengetahui pasti rincian penerimaan dari RANS
fee yang diberikan Singapura. Meskipun Singapura memberikan kompensasi kepada
Indonesia, tetapi jumlahnya tidak sebesar apabila Indonesia mengelola FIR secara
madiri untuk mengoperasikan wilayah udara tersebut. Namun pada tahun 2015,
Jokowi mengintruksikan Kementerian Luar Negeri dan Kementeraian Perhubungan
Indonesia untuk bisa segara mengambilalih FIR dalam kurun waktu 3 hingga 4 tahun.
Namun di tahun periode 2016-2019 Indonesia kembali gagal untuk menjadi Anggota
Dewan ICAO yang kelima kali nya, sehingga hal itu mempersulit Indonesia untuk
mengatur ruang udaranya, dibanding Singapura yang menjadi Anggota Dewan ICAO.
Indonesia melakukan berbagai upaya untuk dapat mengelola FIR di Natuna, salah
satunya dengan diplomasi bilateral. Diplomasi yang dilakukan antara Singapura,
Malaysia serta menjalin hubungan baik dengan ICAO. Setelah proses upaya
pengambilalihan FIR di Natuna, maka Indonesia semakin meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia dan teknologi untuk menyeimbangkan langkah diplomasi yang
dilakukan. Serta berdasarkan UU No 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan dikatakan
bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi paling lama 15 tahun untuk bisa
mengambil alih FIR di Natuna, yang berarti pada 2024 adalah waktu terakhir
Indonesia untuk dapat mengelola sendiri FIR di Natuna.

Saat ini, Pemerintah harus mengkaji kembali perjanjian dengan Singapura


mengenai Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and
Universitas Sumatera Utara 74 the Government of the Republic of Singapore on the
Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and
the Jakarta Flight Information Region agar tidak hanya Indonesia yang benyak
dirugikan. Tetapi harus sama-sama menguntungkan kedua Negara.

1. National Air Power


Kondisi wilayah udara nasional yang sedemikian luas, tentunya berpotensi
mengundang kerawanan terjadinya kecelakaan udara dan ancaman pelanggaran
wilayah udara kedaulatan negara Indonesia dengan menggunakan wahana udara.
Ancaman pelanggaran wilayah udara nasional, selain mengganggu keamanan nasional
yang berkaitan dengan kegiatan penerbangan, juga berpengaruh terhadap kedaulatan
wilayah apabila ditinjau dari aspek pertahanan negara. Salah satu upaya pengelolaan
wilayah udara nasional adalah dengan meningkatkan Air Power. Negara-negara maju
yang mempunyai kemampuan air power, pada umumnya mendefinisikan air power
dari suatu kekuatan militer, misalnya Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Pengertian tersebut sebagai berikut : Air Power adalah kemampuan memproyeksikan
kekuatan militer di udara atau ruang angkasa oleh atau dari suatu wahana atau missile
yang beroperasi diatas permukaan bumi. Wahana udara di definisikan sebagai
pesawat terbang, helikopter atau pesawat tanpa awak. Air Powertidak hanya untuk
penegakan wilayah kedaulatan negara, tetapi juga untuk kepentingan ekonomi dan
politis nasional Indonesia.
Kedaulatan merupakan salah satu unsur eksistensi sebuah negara. Dalam
konteks kedaulatan negara Indonesia, Kedaulatan intern (ke dalam) Negara Indonesia
dapat ditunjukkan dengan bentuk dan bangunan Negara Indonesia sebagai suatu
Negara Kesatuan yang berciri Nusantara, sebagaimana tertuang dalam pasal 25A
Undangundang dasar 1945. Hal tersebut pada dasarnya merupakan manivestasi dari
aspek geopolitik Negara Indonesia yaitu Wawasan Nusantara. Dengan demikian dapat
pula dikatakan bahwa kedaulatan internal (kedaulatan ke dalam) Negara Indonesia
dimanivestasikan melalui Wawasan Nusantara.
National Air Power atau Kekuatan Nasional di Udara telah mulai dikenal sejak
tahun 1925, yaitu ketika Brigadier General William Mitchell mendefinisikan Air
Power sebagai the ability to do something in the air. Dari definisi yang sangat umum
dan sederhana itu, maka muncullah sebuah definisi baru yang diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat jadi berbunyi “The ability of a
nation to assert its will by projecting military power in, through and from the air
domain”. 2
Sebuah definisi yang bernuansa lebih kepada secara eksplisit mengemukakan
tentang penekanan dari penggunaan teknologi canggih dalam kekuatan militer yang
mengandalkan wilayah udara sebagai medan pertempuran dalam upaya memenangkan
perang. Selanjutnya, berkembang lagi pada tahun 1948 saat Major General Fairchild,
Commanding General US Air University yang menyempurnakan pengertian dari
National Air Power sebagai berikut: “National air power is the total ability of a nation
to achieve its objectives through the air domain and encompasses all elements of civil
and military aviation.” Sangat gamblang disebutkan pula bahwa sejak perang dunia
kedua berakhir, maka Air Power secara fundamental tidak hanya merubah secara
drastis dalam hal penggunaan senjata bagi keperluan militer, akan tetapi juga besar
sekali pengaruhnya dalam mengubah tatanan politik, ekonomi dan struktur sosial
dunia.
Persoalan National Air Power yang sangat memegang peran strategis bagi
sebuah bangsa, telah sejak tahun 1950-an sudah dihayati dengan penuh kesadaran
oleh kita sebagai bangsa. Apabila kita memandang tentang Pemberdayaan Wilayah
Udara Nasional, maka secara otomatis kita akan berada ditengah-tengah permasalahan
yang erat dengan urusan Wilayah Udara Kedaulatan. Nah, dalam konteks wilayah
udara kedaulatan ini Indonesia masih berhadapan dengan masalah dari keberadaan
wilayah udara kedaulatan Indonesia di selat Malaka dan kawasan kepulauan Riau
yang otoritas penerbangannya tidak berada dalam kekuasaan otoritas penerbangan
Indonesia.

2
Widyargo ikoputra, (2021). Kerjasama dan Diplomasi Internasional Dalam Rangka Melindungi Kedaulatan
Negara di Ruang Udara Guna Mewujudkan TNI Angkatan Udara Yang Disegani di Kawasan. (Seminar, Markas
Besar Tni Angkatan Udara Sekolah Staf Dan Komando, 2021)
Sebagai catatan saja, selama ini wilayah udara kedaulatan Indonesia di
kawasan selat Malaka dan sekitar kepulauan Riau berada dibawah otoritas
penerbangan Singapura. Alasan yang selalu dikemukakan adalah karena air traffic di
sana sangat "crowded" dan bahwa otoritas penerbangan Indonesia belum mampu
mengendalikan International Air Traffic dengan standar International Aviation Safety.
Di tengah pandemi covid-19 yang telah menurunkan secara drastis jumlah air traffic
yang melintas, maka jumlah penerbangan dikawasan tersebut telah menjadi amat
sangat “sepi”. Kiranya sekarang ini adalah saat yang paling tepat bagi Indonesia
meningkatkan persahabatan dengan Singapura dalam kerangka hubungan
internasional yang bermartabat. Kita sudah harus segera menghentikan “permintaan
bantuan” kepada pihak Singapura dalam kegiatan pengaturan lalulintas udara di selat
Malaka dan kepulauan Riau.
Sebagai negara besar sudah sepantasnya Indonesia menganut kebijakan luar
negeri yang tidak selalu “memohon bantuan” dan juga tidak selalu “merepotkan”
sampai puluhan tahun negara lain yang jauh lebih kecil untuk mengerjakan sesuatu
yang kita sendiri sudah sangat mampu mengerjakannya. Indonesia harus senantiasa
menghormati negara-negara tetangga kita di kawasan. Lebih-lebih bagi satu kegiatan
yang secara hukum berada dibawah kekuasaan teritorial NKRI sendiri. Sebuah
kawasan yang merupakan bagian integral dari kekuatan nasional di udara atau
National Air Power.

Anda mungkin juga menyukai