Anda di halaman 1dari 38

KAJIAN APLIKASI SMART PACKAGING UNTUK

PRODUK MINUMAN BUAH

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah

Dosen Pengampu : Dr. Souvia Rahimah, M.Si.

Oleh:
SLAMET HADI KUSUMAH
NPM. 240120170009

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
JATINANGOR
2018

0
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Teknologi kemasan pangan terus berkembang sebagai respon terhadap
kebutuhan konsumen maupun trend industri pangan akan produk pangan yang
menggunakan sedikit bahan pengawet, segar, umur simpan yang lama, dan kualitas
yang terjaga. Selain itu, pasar global dan gaya hidup konsumen yang berubah juga
menjadi tantangan bagi industri kemasan pangan untuk melakukan berbagai inovasi
pada kemasan pangan yang dapat memperpanjang umur simpan dengan tetap dapat
mempertahankan dan memonitor keamanan dan kualitas pangan.
Pada beberapa dekade terakhir, telah salah satu inovasi dalam dunia
kemasan pangan adalah diperkenalkannya kemasan pintar (active packaging) dan
kemasan cerdas (intelligent packaging). Berbeda dengan konsep keamanan
kemasan tradisional yang dirancang agar sedapat mungkin inert atau meminimalkan
interaksi yang terjadi antara pangan dengan kemasan, kemasan aktif dan kemasan
cerdas justru memanfaatkan interaksi antara pangan atau lingkungan di sekitar
pangan yang bermanfaat. Penggunaan kemasan aktif bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan pangan (shelf life) dan tetap menjaga atau bahkan
meningkatkan kualitas pangan yang dikemas. Sedangkan, kemasan cerdas
dimaksudkan untuk memonitor kondisi pangan yang dikemas. Dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664
Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, kemasan aktif (active
packaging) dan kemasan pintar (intelligent packaging) termasuk sebagai bahan
kontak pangan yang diijinkan digunakan sebagai kemasan pangan, akan tetapi
belum diatur lebih lanjut mengenai persyaratan keamanannya (Widiastuti, 2016).
Bahan yang secara tradisional telah digunakan dalam kemasan makanan
termasuk kaca, logam (aluminium, foil dan laminasi, tinplate, dan baja bebas
timah), kertas dan paperboards, dan plastik. Pemilihan bahan kemasan yang tepat
memainkan peran penting dalam menjaga kualitas dan kesegaran produk selama
distribusi dan penyimpanan. Paket minuman sering menggabungkan beberapa
bahan untuk mengeksploitasi setiap sifat fungsional atau estetika material.
Kemajuan baru di bidang ini termasuk pengembangan sistem multilayer,
pendekatan baru berdasarkan pengemasan aktif atau cerdas, atau bahan dengan

1
dampak lingkungan yang lebih rendah berbasis biopolimer. Penggunaan plastik
dalam kemasan minuman terus meningkat karena rendahnya biaya bahan dan
manfaat fungsional (seperti thermosealability, microwave, sifat optik, dan ukuran
dan bentuk tidak terbatas) di atas bahan-bahan tradisional seperti kaca dan tinplate
(Pimentel, et.al. 2015). Selain itu, bahan plastik dapat diproduksi baik sebagai film
tunggal atau sebagai kombinasi lebih dari satu plastik dengan laminasi atau co-
ekstrusi. Menggabungkan bahan hasil dalam keuntungan aditif dari properti dari
masing-masing bahan dan sering mengurangi jumlah total bahan kemasan yang
diperlukan. Kerugian utama plastik adalah permeabilitas variabelnya terhadap
cahaya, gas, uap, dan molekul dengan berat molekul rendah.
Dengan konsumen yang menuntut produk berkualitas lebih tinggi dengan
harga terjangkau dan persaingan yang terus meningkat, sektor manufaktur industri
telah mengalami beberapa perubahan signifikan tidak hanya pada bahan-bahan,
tetapi juga sistem pemrosesan dan pengemasan (Ramachandraiah, et.al. 2014).
Permintaan konsumen yang terus meningkat untuk produk makanan yang diproses
secara minimal, alami, segar, dan nyaman, serta perubahan berkelanjutan dalam
industri yang disebabkan oleh globalisasi telah menyebabkan tantangan baru dalam
keamanan dan kualitas makanan. Inovasi dalam kemasan makanan telah
berkontribusi untuk meningkatkan daya simpan produk makanan dengan
pengembangan sistem kemasan baru untuk menghindari masalah yang terkait
dengan bahan berbasis plastik, mengingat juga meningkatnya persyaratan hukum
dan peraturan (Realini dan Marcos, 2014). Transmisi cahaya dan permeabilitas
terhadap oksigen dapat menjadi penyebab kemerosotan makanan dan penurunan
kualitas (Zygoura, et.al., 2004). Mengontrol permeabilitas menjadi oksigen dan
kelembapan merupakan tantangan utama untuk menjaga kualitas produk makanan.
Memang, kehadiran oksigen memfasilitasi pertumbuhan mikroba, meningkatkan
reaksi oksidatif, dan menginduksi perkembangan perubahan rasa dan warna
(Dombre, et.al., 2015). Sebagai contoh, variasi warna yang dihasilkan selama
penyimpanan jus buah dapat dikaitkan dengan memburuknya sifat nutrisi dan
organoleptik dari produk makanan.
Sementara itu, saat ini di pasaran telah beredar beberapa jenis kemasan
aktif dan kemasan cerdas dan ada pihak yang telah mengajukan permohonan surat

2
keterangan keamanan penggunaan kemasan pangan tersebut ke Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Perkembangan tersebut memunculkan tantangan baru baik dari
sisi pengujian migrasi komponen penyusunnya ke dalam pangan maupun aspek
regulasinya. Hal ini penting mengingat potensi risiko yang dapat terjadi akibat
migrasi berbagai komponen dari kemasan ke dalam pangan. Oleh karena itu,
diperlukan suatu kajian awal mengenai keamanan kemasan pangan aktif dan
kemasan pangan cerdas tersebut. Beberapa faktor penting lainnya yang harus
dikontrol yang dapat mempengaruhi kualitas produk minuman adalah: pH, suhu
penyimpanan, tingkat interaksi volatil dengan konstituen makanan, dan suhu
transisi gelas dari bahan polimerik. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kapasitas
penyerapan volatil dari makanan yang memodifikasi komposisi minuman (Revi,
et.al., 2014). Dalam paper ini juga merangkum pengaruh kemasan pada konservasi
minuman dan kemungkinan kelemahan untuk penerimaan konsumen. Selain itu,
melaporkan perkembangan baru dalam sistem berbasis material dan pengetahuan
terkini tentang kemasan aktif dan cerdas untuk minuman.

B. Tinjuan Pustaka
1. Kemasan Aktif (Active Packaging)
Kemasan aktif adalah kemasan yang dirancang dapat memperpanjang umur
simpan (shelf-life) atau untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi pangan
yang dikemas. Konsep pada teknologi ini adalah dengan menambahkan komponen
tertentu ke dalam sistem kemasan yang dapat melepaskan atau menyerap zat – zat
tertentu dari atau ke dalam pangan yang dikemas atau lingkungan disekitarnya.
Kemasan ini dimungkinkan untuk menyebabkan perubahan komposisi &
karakteristik organoleptic. Bahan aktif (active agent) dapat ditambahkan ke dalam
bahan kemasan atau ke dalam permukaan kemasan, dalam struktur multilayer atau
dalam elemen khusus yang dimasukkan ke dalam kemasan seperti sachet, label atau
tutup botol. Bahan aktif yang dapat ditambahkan dapat beragam (asam organic,
enzim, bakteriosin, fungisida, ekstrak alami, ion, etanol, dsb) demikian juga
kemasan yang akan ditambahi bahan aktif juga beragam seperti kertas, plastic,
logam atau kombinasi dari bahan – bahan tersebut. Sistem aktif dapat ditempatkan

3
diluar kemasan primer, diantara beberapa bagian kemasan primer atau di dalam
kemasan primer (Widiastuti, 2016).
Kemasan aktif dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Sistem penjerap
(Scavenging/absorbing systems) yang mampu menghilangkan senyawa-senyawa
yang tidak diinginkan seperti oksigen (O2), air yg berlebih, etilen, karbondioksida
(CO2), bau, dan senyawa pangan tertentu lainnya, dan Sistem pelepas (Releasing
systems) yang secara aktif menambahkan senyawa-senyawa seperti
karbondioksida (CO2), antioksidan atau pengawet (Widiastuti, 2016).
a. Penjerap Oksigen (Oxygen Absorber)
Adanya kandungan oksigen yang tinggi dalam pangan yang dikemas akan
berpengaruh terhadap umur simpan dari produk pangannya. Oksigen berperan
dalam proses oksidasi komponen pangan terutama pada pangan berlemak dan
meningkatkan pertumbuhan mikroba yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu
pangan seperti perubahan rasa, warna, dan kehilangan nutrient sehingga umur
simpannya menjadi lebih pendek. Penurunan mutu pada produk – produk yang
sensitif terhadap oksigen dapat diminimalkan menggunakan sistem penjerap
oksigen yang dapat menghilangkan oksigen residu setelah pengemasan. Penjerap
oksigen dapat digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan modified
atmosphere packaging (MAP) atau kemasan vakum. Kombinasi penggunaan
penjerap oksigen dengan MAP atau kemasan vakum dapat meningkatkan
penghilangan oksigen di headspace kemasan atau yang terlarut dalam pangan.
Beberapa produsen penjerap oksigen mengklaim bahwa produknya dapat
menurunkan residu oksigen sampai kurang dari 0,01 %.
Penjerap oksigen sampai saat ini merupakan kemasan aktif yang paling
komersial. Perkembangan awal dari sestem penjerap oksigen adalah berupa label
self-adhesive atau sachet yang dimasukkan ke dalam kemasan. Perkembangan
selanjutnya, sistem ini didesain ditambahkan ke dalam bahan kemasan itu sendiri,
menggunakan baik monolayer maupun multilayer atau liner tutup botol. Bahan
untuk penjerap oksigen biasanya merupakan bahan yang dapat bereaksi dengan
oksigen untuk mengurangi konsentrasi oksigen. Serbuk besi merupakan penjerap
yang paling umum digunakan. Teknologi penjerap oksigen lainnya antara lain

4
menggunakan mekanisme oksidasi asam askorbat, oksidasi enzimatis (cohtoh
glukosa oksidase dan alkohol oksidase).

Gambar 1. Penjerap oksigen dalam bentuk label

Gambar 2. Penjerap oksigen dalam bentuk sachet

Gambar 3. Penjerap oksigen pada tutup botol

5
b. Penjerap Kelembaban (Moisture Absorber)
Air yang berlebih dalam kemasan pada produk dengan water activity
tinggi, seperti produk daging dan ayam, menyebabkan pertumbuhan bakteri dan
jamur, sehingga menurunkan mutu produk dan mengurangi umur simpan.
Mengontrol kelembaban yang berlebihan dalam pangan dalam kemasan penting
untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan meningkatkan penampilan dan
kesegaran dari pangan. Salah satu cara yang efektif untuk mengontrol kelembaban
adalah dengan menggunakan penjerap kelembaban. Sistem penjerap kelembaban
yang paling umum terdiri dari polimer super absorbent yang ditempatkan diantara
dua lapisan polimer mikroporous atau non-woven. Bahan tersebut dibentuk
lembaran yang digunakan sebagai drip-absorbing pad yang umumnya digunakan
dalam tray-daging atau ungas. Bahan – bahan yang digunakan sebagai penjerap
kelembaban adalah poliakrilat (berbentuk lembaran), propilenglikol (berbentuk
film), silica gel (dalam bentuk sachet), dan tanah liat (yang berbentuk sachet).

Gambar 4. Penjerap kelembaban dalam bentuk pad

Gambar 5. Silika gel

6
c. Kemasan Antimikoba
Beberapa produk pangan seperti daging, ikan, dan unggas merupakan media
yang sangat ccock bagi pertumbauhan berbagai macam mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroba mempercepat perubahan aroma, warna dan tekstur dari
pangan yang akan mengakibatkan pemendekan umur simpan dan peningkatan
risiko keracunan makanan. Penggunaan kemasan antimikroba dapat
memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dan keamanan pangan.
Kemasan antimikroba dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kemasan yang
mengandung bahan antimikroba yang dapat bermigrasi ke permukaan pangan
sehingga kontak dengan pangan dan antimikroba yang efektif menghambat
pertumbuhan mikroba di permukaan pangan tanpa adanya migrasi. Oleh karena itu,
kemasan antimikroba efektif untuk produk pangan dimana kontaminasi mikroba
terjadi pada bagian permukaan.
Beberapa jenis bahan antimikroba yang digunakan antara lain asam organik
(asam propionat, asam sorbat, benzoat, dll), bakteriosin (nisin), antibiotik
(Imazalil), fungicida (Benomyl), ekstrak rempah (Thymol, p-cymene), enzim
(lysozyme), protein (Conalbumin), paraben (heptilparaben), dan logam (perak).
Bahan kemasan dapat dilapiskan, diinkorporasi, diimobilisasi, atau permukaan
termodifikasi pada bahan kemasan. Kemasan antimikroba kurang sukses secara
komersial, kecuali bahan antimikroba yang berbasis perak.

Gambar 6. Kemasan aktif antimikroba dalam bentuk chip

7
d. Self Heating Packaging
Saat ini dipasaran tersedia jenis kemasan yang dapat memanaskan sendiri
produk pangan didalam kemasan tanpa bantuan pemanas dari luar. Dengan
menggunakan kemasan yang dapat memanaskan sendiri begitu kemasan dibuka,
maka pangan tersebut tidak perlu lagi dipanaskan sebelum dikonsumsi. Kemasan
ini dikenal dikenal dengan istilah self heating packaging. Self heating packaging
banyak digunakan pada produk pangan yang umumnya disantap dalam kondisi
panas seperti kopi, sop, dll. Prinsip pemanasan didasarkan pada teori bahwa jika
bahan-bahan kimia tertentu tercampur maka akan dihasilkan panas. Berikut ini
adalah contoh self heating can:

Gambar 7. Self heating can

Kontainer terdiri dari kaleng bagian luar yang berisi pangan dan kaleng
bagian dalam yang berisi dua reaktan kimia yang masing – masing terpisah. Kaleng
bagian dalam terdiri dari dua bagian, masing – masing bagian berisi satu reaktan
kimia, yang dipisahkan oleh penghalang yang dapat rusak (breakable) seperti foil
logam atau film plastic tipis. Umumnya salah satu reaktan adalah cairan dan yang
satunya berbentuk serbuk. Reaktan akan stabil saat terpisah satu dengan lainnya,
tetapi saat bercampur akan menghasilkan reaksi eksotermis. Untuk menginisiasi
reaksi tombol pada bagian bawah ditekan, sehingga membrane akan terbuka,
8
sehingga larutan dan reaktan bercampur. Reaksi akan melepaskan panas sehingga
dapat memanaskan pangan disekelilingnya. Reaktan pemanas dapat beragam,
contohnya adalah campuran antara kalsium oksida atau magnesium oksida yang
jika bereaksi dengan air akan menghasilkan reaksi eksotermis yang akan
mengeluarkan panas.
CaO(s)+ H2O(l) → Ca(OH)2(s)

2. Kemasan Cerdas (Intelligent/Smart Packaging)


Pada beberapa dekade terakhir, salah satu perkembangan yang cukup
inovatif dalam kemasan pangan adalah kemasan cerdas (intelligent packaging).
Kemasan cerdas dirancang untuk dapat memonitor kondisi pangan yang dikemas
atau lingkungan disekeliling pangan. Sistem kemasan cerdas mampu menjalankan
fungsi cerdas seperti penginderaan, mendeteksi, melacak, merekam dan
mengkomunikasikan kualitas atau kondisi pangan sepanjang rantai pangan
(termasuk selama transportasi dan penyimpanaan). Berbeda dengan kemasan
konvensional pada umumnya yang hanya memberikan informasi tentang produk itu
sendiri (seperti produsen, tanggal kadaluarsa, komposisi), lebih dari itu kemasan
cerdas dapat menginformasikan perubahan yang terjadi pada produk atau
lingkungannya (contoh suhu, pH, dan pertumbuhan mikroba). Sehingga konsumen
benar – benar dapat mengetahui kondisi produk pangan yang mereka beli.
Fungsi cerdas dari kemasan ini dapat diperoleh dari indikator, sensor,
dan/atau peralatan yang mampu mengkomunikaskan informasi dalam sistem
kemasan. Indikator dapat memberikan informasi mengenai perubahan yang terjadi
di dalam produk atau lingkungan sekitar produk (seperti suhu, pH) melalui
perubahan visual. Indikator yang diaplikasikan pada kemasan pangan antara lain
time-temperature indicator, indikator gas oksigen, indikator karbondioksida, dan
indikator kesegaran. Sedangkan biosensor merupakan peralatan yang mampu
mendeteksi, merekam, dan mentransfer informasi tentang reaksi biologis yang
terjadi dalam kemasan dengan ketelitian yang tinggi.
Kemasan jenis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yaitu yang dapat
mengukur kondisi kemasan pada bagian luar (indicator eksternal) dan yang dapat
langsung mengukur kualitas produk di dalam kemasan (indicator internal). Contoh

9
dari indikator eksternal adalah Time-Temperatur Indicator (TTI). Sedangkan
indikator karbondioksida, indicator oksigen, indikator pertumbuhan
mikroorganisme atau indicator kesegaran, dan indikator patogen merupakan
beberapa contoh indikator internal.
a. Time-Temperatur Indicator (TTI)
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kerusakan
pangan. TTI menyediakan informasi visual dari suhu selama distribusi dan
penyimpanan, khususnya berguna untuk kewaspadaan terjadinya kesalahan kondisi
suhu pada produk pangan yang didinginkan atau beku. Prinsip kerja TTI yang
beredar di pasaran berdasarkan pada reaksi fisika, kimia, mikrobiologi atau
enzimatis. Salah satu contoh TTI adalah yang diproduksi oleh OnVuTM, yang berisi
pigmen yang dapat berubah warna dari waktu ke waktu tergantung suhu. Indikator
ini akan teraktivasi oleh adanya paparan sinar UV menjadi berwarna biru tua dan
akan memudar sedikit demi sedikit seiring waktu dan/atau peningkatan suhu. Jika
warnanya masih biru tua menunjukkan produk masih segar/baru, dan jika warnanya
sudah memudar menandakan produk sudah tidak layak dikonsumsi.

Gambar 8. OnVu™ Time-Temperature Indicator (Indikator suhu-waktu)

b. Indikator Gas
Komposisi gas dalam kemasan dapat dengan mudah berubah karena
adanyainteraksi antara pangan dengan lingkungannya. Indikator gas bermanfaat
untuk memonitor komposisi gas di dalam kemasan melalui perubahan warna pada

10
indikator akibat adanya reaksi kimia atau enzimatis. Indikator ini mampu memberi
tanda apabila terjadi kebocoran dalam kemasan, atau untuk memverifikasi efisiensi
dari penjerap oksigen (oxygen absorber). Indikator ini dapat memberitahu ada atau
tidaknya oksigen, karbondioksida, uap air, etanol, dll. Salah satu jenis indikator gas
adalah indikator oksigen. Prinsip kerjasanya didasarkan pada perubahan warna
yang sensitif terhadap reaksi redoks (redox dye), seperti methylene blue. Saat redox
dye dalam indikator teroksidasi oleh oksigen, maka akan terjadi perubahan warna
pada indikator, yang dapat memperingatkan konsumen bahwa terjadi kebocoran
pada kemasan. Contoh aplikasi penggunaan indikator oksigen adalah pada kemasan
MAP (Modified Atmosphere Packaging) produk daging atau ikan.

Gambar 9. Indikator oksigen pada produk daging dan ikan (O2Sense™)

Tablet Ageless Eye® merupakan indikator oksigen reversible yang dalam


penggunaannya dikombinasikan dengan absorber AGELESS O2. Indicator ini
dapat mengontrol fungsi dari absorber oksigen. Jika konsentrasi oksigen ≤ 0.1 %
maka indikator berwarna merah jambu, dan jika konsentrasi oksigen ≥ 0.5 %, maka
indikator akan berubah warnanya menjadi biru.

Gambar 10. Indikator oksigen tablet Ageless Eye®

11
c. Indikator dan Sensor Kesegaran
Indikator ini bertujuan untuk memonitor kualitas pangan dalam kemasan
yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba atau perubahan kimia dalam
produk pangan. Prinsip kerjanya adalah perubahan warna indikator yang
diakibatkan oleh reaksi kimia antara terbentuknya metabolit mikroba dengan
indikator dalam kemasan. Metabolit – metabolit tersebut dapat berupa glukosa,
asam organik (misalnya asam laktat), etanol, karbondioksida, amin biogenik,
senyawa nitrogen yang mudah menguap atau senyawa sulfur. Untuk memonitor
kesegaran pangan di pasaran tersedia dalam bentuk indikator kesegaran
berdasarkan deteksi tidak langsung metabolit melalui indikator warna (contoh pH)
atau berdasarkan deteksi langsung metabolit yang menjadi target menggunakan
biosensor. Beberapa perusahaan telah mengembangkan indikator ini, salah satu
contohnya adalah RipeSense. RipeSense® merupakan sensor yang dapat
mendeteksi tingkat kematangan dari buah dengan mendeteksi melalui aroma yang
dikeluarkan oleh buah-buahan.

Gambar 11. Sensor kesegaran pada buah (ripeSense™)

d. Tinta termokromik (Thermochromic Inks)


Tinta termokromik adalah tinta yang sensitif terhadap perubahan suhu.
Perubahan warna pada tinta termokromik dapat irreversible maupun reversible.
Tinta termokromik yang irreversible tidak terlihat sampai terpapar suhu tertentu,
dan jika sudah berubah warna, perubahan warnanya akan permanen sebagai
indikasi telah mengalami adanya perubahan suhu. Tinta termokromik reversible
akan berubah warnanya saat dipanaskan/didinginkan dan kembali ke warna semula
12
jika suhu kembali ke suhu awal. Tinta ini dapat diaplikasikan sebagai kemasan
cerdas untuk meyakinkan konsumen bahwa produk dalam kemasan tersebut sudah
cukup dingin untuk dikonsumsi atau untuk mengingatkan konsumen bahwa pangan
masih panas.

Gambar 12. Aplikasi tinta termokromik pada tutup gelas (Tutup gelas akan
berubah warna jika air dalam gelas masih panas (hot alert))

Gambar 13. Aplikasi tinta termokromik (Gambar penguin akan terlihat ketika
produk sudah cukup dingin)
e. Pengidentifikasi frekuensi radio (Radio Frequency Identification – RFID)
RFID merupakan teknologi yang menggabungkan frekuensi radio untuk
mengidentifikasi suatu produk. Sistem ini terdiri dari sirkuit yang terintegrasi
dengan antena untuk mengirimkan informasi yang tersimpan dalam suatu chip ke
suatu alat baca (reader). Penggunaan RFID menjadi alternatif dalam dunia industri
menggantikan barcode. Keunggulan RFID dibandingkan barcode, bahwa RFID
tidak memerlukan kontak langsung / dapat menggunakan remote control karena

13
line-of-sight scanning tidak diperlukan, beberapa jenis barang dapat dimonitor
pada saat yang sama, dan mampu menyimpan berbagai macam informasi (asal,
parameter proses, informasi komersial, dll) untuk mendapatkan identifikasi yang
khas dari suatu produk dan mudah telusur (traceability). Dalam perkembangannya
sistem RFID diintegrasikan dengan fungsi lainnya seperti indikator atau sensor
time-temperature (TT), untuk memonitor dan mengkomunikasikan informasi suhu
dan kualitas produk pangan. TT sensor tag ini dipasang pada kotak atau pallets
selama transportasi yang memungkinkan untuk mengetahui suhu pangan sepanjang
rantai pangan.

Gambar 14. Sistem RFID

C. Pembahasan
1. Trend Smart Packaging
Penelitian dan pengembangan di bidang kemasan aktif dan cerdas sangat
dinamis. Kemasan aktif dan kemasan cerdas pertama kali di pasarkan di Jepang
pada pertengan 1970an, dan pada pertengahan tahun 1990an mulai mendapat
perhatian dari industri di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Tren pangsa pasar global
(global market) untuk sistem pengemasan yang canggih (advanced) seperti
kemasan terkontrol (controlled packaging), komponen advanced packaging,
termasuk didalamnya kemasan aktif dan kemasan cerdas terus meningkat dari tahun
ke tahun, diestimasi sebesar $ 31,4 milyar pada tahun 2011, $ 33,3 milyar pada
2012, dan diprediksi akan mencapai 44,3 milyar pada 2017.

14
(Widiastuti, 2016)
Gambar 15. Grafik peningkatan global market untuk system advanced packaging

Grafik global market untuk system advanced packaging (kemasan aktif,


controlled packaging, kemasan cerdas, dan komponen advanced packaging
Segmen pasar teknologi kemasan yang advanced pada tahun 2011 didominasi oleh
controlled packaging yaitu sebesar 40%, advanced component sebesar 20%, dan
untuk kemasan aktif sebesar 28%, dan kemasan cerdas sebesar 12 %.

(Widiastuti, 2016)
Gambar 16. Grafik segmen pasar advanced packaging Tahun 2011

Di negara maju, penjerap kelembaban dan penjerap oksigen merupakan


sejumlah kemasan aktif pertama yang dikembangkan dan sukses diaplikasikan
untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan. Perkembangan
selanjutnya banyak bermunculan sejumlah konsep kemasan aktif dan kemasan
cerdas seperti pelepas etanol (contoh untuk produk roti), penjerap etilen (contoh
untuk buah-buahan musiman), dan time-temperature indicator, indikator oksigen,
dll. Namun, pada kenyataannya, industri pangan terkadang enggan untuk

15
berinvestasi dalam konsep kemasan aktif. Ada dua alasan utama yang
mendasarinya. Pertama, terkait biaya: karena menggunakan teknologi yang
canggih, bahan aktif dan cerdas masih menelan biaya pengemasan sekitar 50-100%.
Sehingga, bagi kebanyakan industri pangan, dimana biaya kemasan paling tinggi
tidak melebihi 10% total biaya. Alasan yang kedua: seringkali konsumen tidak
menganggap kemasan aktif dan kemasan cerdas memberikan manfaat yang besar.
Kebiasan konsumen biasanya didasarkan oleh anggapan bahwa pangan dengan
umur simpan lebih pendek adalah lebih segar sehingga konsep seperti penjerap
oksigen yang akan memperpanjang umur simpan tidak akan menarik. Demikian
juga time/temperature indicator yang memberikan informasi akurat mengenai
kesegaran pangan atau informasi jika pangan mengalami konsidi suhu yang tidak
terlihat oleh retailer, dikawatirkan hal ini akan mendorong konsumen untuk
memilih hanya yang dipajang yang terbaru dan akan meningkatkan jumlah produk
pangan yang tidak terjual (Widiastuti, 2016).
Lebih lanjut, pihak industri mempertanyakan efisiensi kemasan aktif dan
kemasan cerdas. Ada beberapa paten yang menunjukkan efisien dalam uji in-vitro
dan pada kondisi uji di laboratorium. Akan tetapi, saat digunakan pada aplikasi
kemasan pangan pada kondisi nyata kemasan tersebut menggunakan aktivitas yang
terbatas atau bahkan tidak ada aktivitas sama sekali. Hal ini dapat disebabkan
karena seringkali kondisi antara model dan pangan sebenarnya sangat berbeda,
contoh perbedaan kuantitas bahan pangan yang dikemas, rasio dan distribusi bagian
lemak dan non lemak, fluktuasi dan keanekaragaman parameter fisika dan kimia
seperti water activity, pH, dll.
Perhatian lain, dari penyedia teknologi, adalah kurangnya regulasi yang
jelas, yang menyebabkan keengganan dari pengemas pangan untuk mengadopsi
konsep yang belum secara penuh oleh peraturan kemasan pangan. Lebih lanjut,
dalam beberapa tahun terakhir adalah pengurangan dampak produksi dan distribusi
pangan (yang disebut juga sebagai konsep “carbon footprint” yang diaplikasikan
kepada industri pangan) yang semakin fokus karena pertimbangan lingkungan dan
ekonomi. Sehingga, supermarket dan retailer harus berusaha untuk menyediakan
pangan yang lebih berbasis produk local, sehingga mengurangi penggunaan bahan
kemasan yang ditujukan untuk transportasi pangan jarak jauh. Sebaliknya, hal yang

16
mendorong perkembangan kemasan aktif dan kemasan cerdas, adalah
berkurangnya waktu yang dihabiskan dalam menyiapkan pangan memberikan
rangsangan menculnya konsep kemasan yang berhubungan dengan makanan siap
saji (ready meals) dan menggunakan oven microwave, seperti lapisan susceptor dan
self venting trays. Namun, tidak semua konsep kemasan aktif dan kemasan cerdas
berhasil di pasaran, setidaknya ada satu sitem yang menjadi trend dalam beberapa
tahun belakangan yaitu Radio-Frequency Indicator (RFID).

2. Smart Packaging untuk Produk Minuman Buah


Tren baru dalam kemasan minuman berfokus pada modifikasi struktur
bahan pengemas dan pengembangan sistem aktif dan / atau cerdas baru, yang dapat
berinteraksi dengan produk atau lingkungannya, meningkatkan konservasi
minuman, seperti anggur, jus atau bir, penerimaan pelanggan, dan keamanan
pangan. Berikut ini penjelasan mengenai penerapan smart packaging untuk produk
minuman buah.
a. Active Systems
Kemasan makanan aktif adalah konsep heterogen yang melibatkan berbagai
kemungkinan yang luas secara global dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok
utama [8]: (a) kemasan aktif untuk memperpanjang umur simpan yang
memungkinkan mengendalikan mekanisme deteriorasi di dalam paket dengan
menggunakan sistem yang berbeda, seperti pemulung oksigen, peredam
kelembaban atau agen antimikroba dan antioksidan , dan (b) pengemasan aktif
untuk memfasilitasi pemrosesan dan konsumsi, yang memungkinkan mencocokkan
paket dengan sifat-sifat makanan, mengurangi biaya pemrosesan, atau bahkan
melakukan beberapa operasi pemrosesan dalam paket atau mengendalikan sejarah
dan kualitas produk. Jadi, hal-hal baru yang terkait dengan jenis kemasan ini
didasarkan pada tujuan tidak hanya untuk mengurangi kerusakan makanan di dalam
paket, tetapi juga untuk mendorong perubahan positif selama masa penyimpanan
produk yang dikemas, mengurangi kebutuhan penambahan langsung bahan kimia
dan / atau melepaskan agen ke makanan di bawah kondisi yang terkendali.

17
Tabel 1. Tren terbaru kemasan aktif pada minuman.

Sumber : Ramos, et.al., 2015

Tabel diatas merangkum aplikasi utama dari kemasan aktif yang terutama
digunakan untuk pengawetan minuman, meningkatkan kualitas organoleptik
mereka dalam rasa, rasa, dan warna. Secara umum, tren terkini dalam kemasan aktif
untuk minuman telah difokuskan pada pengembangan dua jenis sistem: (a) sistem
pengemasan (terutama plastik dan bahan logam seperti botol dan kaleng) dengan
agen pembersih yang dimasukkan ke dalam penutup (mahkota), dan (b) baru bahan
plastik aktif (terutama film plastik alami atau sintetis). Kemajuan baru dalam
kemasan plastik telah mengarah pada pengembangan sistem berbasis polimer alami
yang menunjukkan beberapa keuntungan seperti biodegradabilitas, keramahan

18
lingkungan, biaya rendah, efisiensi tinggi sebagai pendukung aktif, dan kondisi
pemrosesan yang serupa dengan polimer sintetik.
Oksidasi dan pertumbuhan mikroba merupakan faktor utama yang
menurunkan kualitas minuman (Foster dan Vassavada, 2003). Mengenai kemasan
antioksidan, senyawa antioksidan biasanya digunakan sebagai agen aktif
pengolahan kemasan; yaitu, agen aktif dimasukkan ke dalam dinding material
mengerahkan tindakannya dengan menyerap senyawa yang tidak diinginkan dari
ruang atas atau dengan melepaskan antioksidan ke makanan atau ruang bagian di
sekitarnya (Gómez-Estaca, et.al., 2014). Butylated hydroxyanisole (BHA) dan
butylated hydroxytoluene (BHT) adalah antioksidan sintetis yang paling banyak
digunakan untuk mencegah oksidasi dalam produk makanan (Byun, et.al., 2010).
Namun, penggunaan senyawa tersebut dalam formulasi kemasan makanan saat ini
sedang dibahas karena masalah toksikologi. Akibatnya, ada minat yang
berkembang dalam penggunaan antioksidan alami dalam kemasan makanan aktif,
tidak hanya oleh karakter yang dianggap tidak berbahaya bagi manusia tetapi juga
oleh kinerja mereka yang baik dalam membatasi proses oksidasi dalam materi dan
/ atau makanan, serta penerimaan yang baik oleh konsumen dari penggunaan aditif
alami. Alternatif menggunakan antioksidan alami, terutama tokoferol, ekstrak
tumbuhan dan minyak esensial dari bumbu dan rempah-rempah, dan juga dari
produk limbah pertanian, saat ini sedang dievaluasi. Banyak ekstrak alami yang
berbeda telah dimasukkan ke dalam bahan biodegradable untuk mencapai sifat
antioksidan (Valdes, et. al., 2015; Valdés, et. al., 2014).
Saat ini, bahan kemasan antioksidan baru sedang terus dikembangkan untuk
pembuatan paket minuman, dengan menerapkan kemajuan terbaru dalam
mikroenkapsulasi, bioteknologi dan teknologi pengemasan. Sebagai contoh,
kemasan baru untuk jus buah dengan sifat biodegradable dan antioksidan (untuk
memperpanjang umur produk minuman) yang terbuat dari gula dan residu lain yang
kaya karbon, nitrogen, dan oksigen yang ada dalam air limbah dari industri
pembotolan jus sedang dikembangkan di bawah proyek PHBOTTLE (Phbottle
Project, 2018)
Banyak makanan sangat sensitif terhadap oksigen, yang bertanggung jawab
atas memburuknya banyak produk baik secara langsung maupun tidak langsung

19
(Souza, et. al., 2012). Kehadiran oksigen ke dalam paket meningkatkan deteriorasi
minuman terutama karena pertumbuhan mikroba dan jamur aerobik, meningkatkan
reaksi oksidatif yang menyebabkan perubahan warna, off-bau, dan pengembangan
rasa dan mengurangi kualitas gizi (Brody, et.al., 2008). Penggunaan pemulung
oksigen telah dipelajari secara ekstensif dan diterapkan oleh banyak peneliti dan
perusahaan. Teknologi penyerap oksigen didasarkan pada oksidasi atau kombinasi
komponen seperti serbuk besi, asam askorbat, polimer fotosensitif, enzim, dll.
Senyawa ini mampu mengurangi tingkat oksigen hingga di bawah 0,01%, yang
lebih rendah dari tingkat yang biasanya ditemukan. (0,3% -3%) dalam sistem
konvensional atmosfer yang dimodifikasi, vakum atau substitusi atmosfer internal
untuk gas inert.
Kemasan pembilasan-oksigen telah diterapkan secara luas dalam pelestarian
bir oleh penggabungan agen pemulung ke dalam penutupan (mahkota) dengan dua
metode: (a) ke dalam sachet di dalam penutupan dengan membran untuk
memisahkan pemulung dari bir; atau (b) dimasukkan ke dalam lapisan polimer di
bagian dalam penutup (Foster dan Vassavada, 2003). Asam askorbat adalah
komponen pembersih oksigen yang beraksi berdasarkan oksidasi askorbat menjadi
asam dehidroaskorbat. Reaksi ini dapat dipercepat oleh cahaya atau logam transisi
yang akan berfungsi sebagai katalis, misalnya, tembaga. Asam askorbat
mengurangi Cu2 + ke Cu untuk membentuk asam dehidroaskorbat. Ion-ion tembaga
(Cu +) membentuk kompleks dengan O2 yang berasal dari ion tembaga (Cu2 +)
dan radikal anionik superoksida. Di hadapan tembaga, radikal mengarah pada
pembentukan O2 dan H2O2. Kompleks tembaga-askorbat dengan cepat
mengurangi H2O2 ke H2O tanpa pembentukan OH−, oksidan yang sangat reaktif.
Kapasitas total penyerapan O2 ditentukan oleh jumlah asam askorbat. Pengurangan
total 1 mol O2 membutuhkan 2 mol asam askorbat (Souza, et. al., 2012). Mahkota
dengan logam tembaga dan besi yang dikombinasikan dengan garam askorbat telah
ditemukan untuk mengurangi kadar oksigen dalam botol bir setelah 1–3 bulan
penyimpanan mempertahankan efeknya sampai 12 bulan (Foster dan Vassavada,
2003). Evaluasi kehilangan asam askorbat karena adanya oksigen dalam jus jeruk
yang dikemas dalam pembilasan oksigen dan film penghalang oksigen juga
dilakukan. Sebagai hasilnya, asam askorbat dipertahankan selama waktu

20
penyimpanan yang lama sebagai konsekuensi dari penghilangan oksigen yang cepat
(Zerdin, et. al., 2003). Asam askorbat dan garam askorbat digunakan dalam desain
pemulung baik dalam teknologi sachet dan film. Film aktif dapat mengandung
katalis, umumnya logam transisi (Cu, Co), dan diaktifkan oleh air, karena teknologi
ini terutama diindikasikan untuk produk makanan berair (Brody, et.al., 2008).
Pemulung oksigen lainnya telah dikembangkan dengan kombinasi dua
enzim, oksidase glukosa dan katalase, yang akan bereaksi dengan beberapa substrat
untuk mengais-ngais masuk oksigen menjadi bagian dari struktur kemasan atau
dimasukkan ke dalam sachet independen. Oksidase glukosa memindahkan dua
hidrogen dari gugus glukosa -CHOH, yang dapat pada awalnya ada atau
ditambahkan ke produk, ke O2 dengan pembentukan glukonon-delta-lakton dan
H2O2. Lakton kemudian secara spontan bereaksi dengan air untuk membentuk
asam glukonat. Sistem ini telah digunakan dalam botol bir dan anggur (Brody, et.al.,
2008).
Teknologi pemulungan lainnya didasarkan pada prinsip oksidasi besi dalam
keberadaan air. Mekanisme aksi jenis pemulung oksigen ini sangat rumit dan
dijelaskan oleh reaksi berikut (Souza, et. al., 2012):

Pemulung oksigen komersial tersedia dalam bentuk sachet kecil yang


mengandung agen pereduksi logam, seperti bubuk oksida besi, besi karbonat, dan
platinum metalik. Jenis yang bereaksi sendiri mengandung uap air dalam sachet dan
segera setelah sachet terkena udara, reaksi dimulai. Pada jenis yang tergantung pada
kelembaban, pencucian oksigen hanya terjadi setelah kelembaban diambil dari
makanan. Beberapa sachet penyerap O2 berbasis besi yang penting adalah
Ageless® (Mitsubishi Gas Chemical Co., Jepang), pemulung ATCO® O2 (Standa
Industrie, Perancis), Seri Freshilizer® (Toppan Printing Co., Jepang), Vitalon
(Toagosei Chem. Industry). Co., Jepang), Sanso-cut (Finetec Co., Jepang), Seaqul
(Nippon Soda Co., Jepang), FreshPax® (Multisorb technologies Inc., USA), dan O-
Buster® (Dessicare Ltd., USA) .

21
Sebuah alternatif untuk penggunaan sachet adalah integrasi pemulung
langsung ke dalam struktur film polimer. Pemulung dapat terdispersi dalam matriks
polimer atau diperkenalkan sebagai lapisan dalam dalam film berlapis-lapis,
termasuk dinding samping atau tutup wadah kaku, film fleksibel dan liner penutup.
Kecepatan dan kapasitas film pemulung ini jauh lebih rendah daripada sachet
pembilas berbasis besi, tetapi mereka lebih dapat diterima dan lebih aman oleh
konsumen (Vermeiren, et.al., 2003). Mahieu et al (2015) mengembangkan
pemulung oksigen biner, yang terdiri dari asam askorbat (AA) dan serbuk besi (Fe)
sebagai katalis, ditambahkan dalam film ekstrusi thermoplastik pati (TPS). Film
TPS-AA-Fe yang diperoleh menunjukkan sifat menarik oksigen yang menarik yang
dapat dipicu oleh peningkatan kadar air dalam film. Akibatnya, bahan ini dapat
menarik untuk pengembangan kemasan makanan hidup aktif seumur hidup singkat.
Oxyguard® (Tokyo Seikan, Jepang), Shelfplus O2® (Albis Plastic GmbH,
Hamburg, Jerman) atau Ageless Omac® (Mitsubishi Gas Chemical Amerika, Inc.,
New York, USA) adalah beberapa contoh pemulung oksigen berbasis besi dalam
minuman produk. Shelfplus O2® tergabung dengan baik ke dalam bahan kemasan
(PP atau LDPE), yang bertindak sebagai penyerap oksigen yang tersisa di ruang
bagian pengemasan dan dalam produk itu sendiri menyediakan penghalang yang
sangat ditingkatkan dan perlindungan optimal. Akhirnya, pemulung oksigen
potensial baru berdasarkan besi yang mengandung kaolinit (Busolo dan Lagaron,
2012) atau nanopartikel besi (Mu, et.al., 2013) telah dievaluasi untuk aplikasi luas
sebagai sistem pengemasan aktif dalam berbagai makanan yang sensitif terhadap
oksigen, meningkatkan aktivitas reaksi serbuk besi dan kemudian oksigen.
kapasitas penyerapan pemakan oksigen.
Selama penyimpanan, beberapa produk sampingan yang tidak diinginkan
seperti asam organik, aldehid atau keton dapat diproduksi mempengaruhi kualitas
produk. Sebagai solusinya, bahan-bahan adsorber telah dikembangkan dalam
dekade terakhir. Misalnya, Oxbar ™ adalah sistem yang dikembangkan oleh
Carnaud-Metal Box (Shipley, West Yorkshire, Inggris) yang melibatkan oksidasi
kobalt dari polimer nilon dicampur dalam botol PET untuk pengemasan anggur, bir,
saus, minuman beralkohol beraroma, dan minuman berbasis malt (Brody, et.al.,
2001). Sebaliknya, penggunaan ragi untuk menghilangkan oksigen dari ruang

22
utama paket bir tertutup rapat telah dipatenkan. Ragi diaktifkan dan bernafas di
dalam botol, mengkonsumsi oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ditambah
alkohol (Edens, et.al., 1992).
Sistem pembersih oksigen alternatif lainnya juga telah dilaporkan.
Anthierens et al. (2011) mengembangkan pemulung oksigen menggunakan genus
bakteri pembentuk endospore Bacillus amyloliquefaciens sebagai "bahan aktif".
Spora dimasukkan dalam poli (ethylene terephthalate, 1,4-cyclohexane dimethanol)
(PETG), kopolimer PET amorf dengan suhu pemrosesan yang jauh lebih rendah
dan penyerapan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan PET.
Penggunaan spora yang layak sebagai pemulung oksigen dapat memiliki
keuntungan terhadap persepsi konsumen, daur ulang, keamanan, kompatibilitas
materi dan biaya produksi dibandingkan dengan pemulung oksigen kimia yang
tersedia saat ini.
Antimikroba dalam kemasan minuman digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan keamanan dengan mengurangi kontaminasi permukaan makanan
olahan, mengurangi laju pertumbuhan dan populasi mikroorganisme maksimum
dengan memperpanjang fase lag mikroba atau menonaktifkannya (Brody, et.al.,
2001). Pengembangan bahan kemasan antimikroba telah dibangkitkan di tahun-
tahun terakhir untuk digunakan dalam kemasan minuman, mempelajari agen
antimikroba seperti ion perak, nisin, asam organik, minyak esensial berbasis
bumbu, dan oksida logam, antara lain . Karbon dioksida telah ditambahkan ke susu,
yogurt, dan minuman susu fermentasi sebagai agen antimikroba untuk
perpanjangan umur simpan (Hotchkiss, et.al., 2006). Nisin adalah bakteriosin tahan
panas yang diproduksi oleh strain Lactococcus lactis tertentu dan terutama aktif
terhadap bakteri Gram-positif, termasuk Clostridium, Bacillus, Staphylococcus dan
Listeria spesies. Berbagai film polimer telah digunakan untuk mengirimkan nisin
ke minuman. Jian dan Zhang (2008), mengembangkan film polylactic acid (PLA) /
nisin yang dapat digunakan untuk membuat botol atau dilapisi pada permukaan
botol untuk digunakan dalam kemasan makanan cair, seperti jus jeruk atau putih
telur cair, untuk menghindari proliferasi mikroorganisme. Selain itu, kinetika difusi
dan faktor yang mempengaruhi migrasi vanilin dari film kitosan / metil selulosa ke

23
dalam air, jus blewah, dan jus nanas dilaporkan dengan efek penghambatan
terhadap mikroorganisme yang berbeda (Sangsuwan, et. al., 2009).
Bahan-bahan mikro dan berstrukturnano berbasis logam dimasukkan ke
dalam polimer-polimer kontak makanan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik
dan penghalang dan untuk mencegah fotodegradasi plastik. Selain itu, logam berat
adalah antimikroba yang efektif untuk tujuan pengawetan makanan dalam bentuk
garam, oksida, dan koloid, kompleks seperti zeolit perak, atau sebagai nanopartikel
unsur (Llorens, et.al., 2012). Nanomaterials dan nanopartikel mungkin termasuk
salah satu bentuk nano berikut: nanopartikel, nanotube, fullerene, serat nano,
nanowhiskers, nanosheet. Material nano-engineered berbasis perak saat ini paling
sering digunakan dalam komoditas karena kapasitas antimikroba mereka. Tembaga,
seng, dan struktur nano titanium juga menunjukkan janji dalam keamanan pangan
dan teknologi. Perkembangan terbaru dalam nanoteknologi untuk meningkatkan
daya simpan jus buah telah dilaporkan oleh penambahan Ag dan ZnO nanopartikel
sebagai agen antimikroba. Tembaga umumnya digunakan dalam keamanan pangan
dalam bentuk garam tembaga karena sifat antibakteri dan antijamurnya.
Konsentrasi tembaga sub-mematikan (50 mg kg-1), dalam bentuk tembaga sulfat
pentahidrat, telah dilaporkan untuk menghentikan pertumbuhan Salmonella,
Escherichia coli O157: H7, dan Cronobacter jika dikombinasikan dengan asam
laktat dalam susu formula dan jus wortel. Aktivitas antimikroba komposit tembaga
oksida dievaluasi dalam kontak dengan melon dan jus nanas memperoleh aktivitas
antijamur yang sangat baik dengan mengurangi sekitar 4 siklus Log beban ragi dan
jamur yang terkait dengan pembusukan. Del Nobile dkk. menguji aktivitas
antimikroba plasma yang disimpan cluster perak melawan Alicyclobacillus
acidoterrestris dan menemukan hasil yang menggembirakan dalam simulant
makanan dan jus apel. Selain itu, total mikroorganisme yang layak, ragi, dan jamur
dikurangi hingga 99,9% dalam jus kiwi dan melon dalam kontak dengan
nanokomposit selulosa / perak mengkonfirmasikan aktivitas antimikroba
nanopartikel perak (Lloret, et. al. 2012). Namun, sebelum implementasi industri,
peraturan perlu mempertimbangkan potensi risiko yang terkait dengan dimensi
nano dan potensi migrasi ion logam ke dalam minuman.

24
Kemasan makanan fungsional telah meningkatkan pentingnya dalam
industri minuman sebagai teknologi untuk barang-barang konsumen yang bergerak
cepat (Kerry dan Butler, 2008). Beberapa contoh adalah pelepasan gas dalam bir;
kemasan pelepas rasa (rasa coklat, air kemasan dan minuman berbasis susu);
pelepasan nutrisi dalam minuman kesehatan, kebugaran, dan olahraga; dan
probiotik dilepaskan ke yoghurt yang dapat diminum. Flavor scalping, atau
permeasi komponen aromatik, dapat menyebabkan hilangnya rasa dan intensitas
rasa dan / atau perubahan dalam profil organoleptik dari produk minuman. Sebagai
contoh, prinsip pahit, limonin, menumpuk dalam jus jeruk setelah pasteurisasi dan
membuat jus dari beberapa kultivar tidak dapat diminum. Sejumlah besar limonin
dapat dihilangkan dengan kertas asetil, yang melibatkan manik-manik gel selulosa
asetat. Selain itu, beberapa enzim amobil yang awalnya diterapkan dalam lini
produksi makanan saat ini sedang dipertimbangkan untuk aplikasi pengemasan
makanan. Misalnya, susu UHT dapat dikemas dalam paket aktif-laktase atau
kolesterol aktif, memperoleh, melalui penyimpanan, produk rendah / bebas laktosa
atau kolesterol rendah, masing-masing. Sulfit juga telah diusulkan sebagai zat aktif
untuk digunakan dalam liners paking plastik anggur.
Akhirnya, paket pemanasan sendiri, untuk cokelat, sup dan kopi, dan wadah
pendingin untuk bir dan minuman ringan telah berada di bawah perkembangan aktif
selama lebih dari satu dekade, tetapi mereka belum mencapai status komersial.
Teknologi pemanasan sendiri didasarkan pada reaksi antara gliserol dan garam
kalium. Dalam sistem ini, perlu untuk menyesuaikan pembentukan panas untuk
mengontrol laju reaksi yang terjadi, untuk memperkenalkan jeda sebelum reaksi
dimulai, dan untuk mengontrol suhu akhir yang dicapai oleh produk. Mengenai
sistem pendingin diri, Mahkota Gabus dan Seal (CROWN Packaging Europe
GmbH, Baarermatte, Swiss) adalah perusahaan perintis pada pengembangan
minuman dingin bisa bersama dengan Tempra Technologies dengan menggunakan
panas laten dari penguapan air untuk menghasilkan efek pendinginan. Air terikat
dalam lapisan gel melapisi wadah terpisah di dalam kaleng minuman, dan dalam
kontak termal dekat dengan minuman. Untuk mengaktifkan sistem, konsumen
memelintir dasar kaleng untuk membuka katup yang memaparkan air ke pengering
yang disimpan di ruang eksternal yang dievakuasi terpisah. Ini mengawali

25
penguapan air pada suhu kamar dan, dengan demikian, mencapai efek pendinginan
ketika panas dikeluarkan dari sistem.

b. Intelligent Systems
Saat ini, ada tiga teknologi utama untuk mewujudkan kemasan cerdas
minuman (Vanderroost, et.al., 2014): (a) sensor, (b) indikator, dan (c) sistem
identifikasi frekuensi radio (RFID) (Tabel 3). Sensor didefinisikan sebagai
perangkat yang digunakan untuk mendeteksi, mencari atau mengukur energi atau
materi, memberikan sinyal untuk mendeteksi atau mengukur properti fisik atau
kimia yang ditanggap perangkat (Kerry dan Butler, 2008). Secara umum, elektronik
cetak, nanoteknologi karbon, fotonik silikon, dan bioteknologi telah digunakan
sebagai sensor potensial dalam berbagai matriks makanan seperti daging, ikan,
produk siap-makan, antara lain (Vanderroost, et.al., 2014). Sensor telah dianggap
sebagai teknologi yang paling menjanjikan dan mengubah permainan untuk sistem
pengemasan cerdas masa depan.
Penelitian terbaru di bidang bahan kemasan cerdas untuk minuman telah
menyebabkan perkembangan nanosensor dan nanomaterial untuk mendeteksi analit
yang relevan dengan makanan seperti kontaminan molekul kecil, patogen bawaan
makanan, alergen atau adulteran dalam matriks makanan yang kompleks (Dunca,
2011). Nanosensor dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama: sensor berbasis
nanopartikel, nanosensor optik dan nanosensor elektrokimia. Banyak tes yang
digunakan dalam nanosensor didasarkan pada perubahan warna yang diamati yang
terjadi pada solusi nanopartikel logam di hadapan analit. Sebagai contoh,
nanopartikel emas (AuNPs) dan tiol yang dimodifikasi mahkota digunakan untuk
menentukan kandungan melamin, zat pemakan, dalam susu mentah dan susu
formula. Melamin yang terikat ke permukaan AuNP menghasilkan perubahan
warna dari merah menjadi biru. Metode ini memungkinkan deteksi melamin di
lokasi dan real-time tanpa bantuan instrumen canggih (Ai, et.al., 2009).
Pemeriksaan berbasis fluoresensi lain yang dilaporkan dilaporkan untuk
mendeteksi sianida dalam air minum menggunakan quoresing fluoresor emas.
Sebuah detektor fluoresensi berbasis-liposom nanoscale untuk penentuan
kontaminasi dalam air minum dengan pestisida juga dirancang oleh Vamvakaki et

26
al. (2007). Partikel magnetik nano digunakan untuk mengisolasi Mycobacterium
avium spp. paratuberculosis dari susu utuh yang terkontaminasi untuk menentukan
konsentrasi bakteri dengan mengamati efek aglomerasi partikel magnetik yang
diinduksi konjugasi pada waktu relaksasi spin-spin proton air terdekat (Kaittanis,
et.al., 2007).
Tabel 2. Tren terbaru kemasan cerdas pada minuman.

Sumber : Ramos, et.al., 2015


Nanosensor elektrokimia beroperasi dengan mengikat antibodi selektif ke
nanomaterial konduktif dan kemudian memantau perubahan konduktivitas material
ketika analit target berikatan dengan antibodi. Dibandingkan dengan metode optik
(kolorimetri atau fluorimetrik, deteksi elektrokimia mungkin lebih berguna untuk
matriks makanan karena masalah hamburan cahaya dan penyerapan dari berbagai

27
komponen makanan dapat dihindari (Dunca, 2011). Penambahan AuNPs dan
glukosa-sensitif dapat digunakan untuk mengukur glukosa. Konsentrasi dalam
minuman komersial (Ozdemir, et.al., 2010) Sebuah imunosensor AuNP
piezoelektrik yang dapat digunakan kembali juga telah dikembangkan untuk
mendeteksi keberadaan aflatoksin-B17 dalam sampel susu yang terkontaminasi.
Selain itu, perubahan konduksi yang terjadi ketika Microcystin-LR, racun yang
diproduksi oleh cyanobacteria , berikatan dengan permukaan nanotube karbon
berdinding anti-MCLR-dilapisi yang mudah dideteksi dalam air minum (Wang,
et.al., 2009) Teknik optik lebih umum digunakan untuk mendeteksi patogen dan
mereka didasarkan pada fluoresensi dan Permukaan Plasmon Resonance (SPR).
teknik umumnya bergantung pada pemantauan perubahan sinyal optik yang terjadi
antara nanomaterial difungsikan dan patogen Sensor-sensor dapat dimasukkan ke
bagian sel yang lebih dalam dengan gangguan fisik sel yang minimal.
Nanomaterials, seperti AuNPs, emas nanorods (NRs), Fe3O4NPs, dan quantum
dots (QDs) memiliki sifat optik yang sangat baik yang membuat mereka label optik
yang sangat baik untuk meningkatkan sensitivitas permukaan transduser optik
nanosensor. Transduser optik sangat menarik untuk mengembangkan perangkat
yang kuat, mudah digunakan, portabel dan, jika mungkin, dengan sistem analisis
yang murah (Potyrailo, et.al., 2012)
Pada tahun-tahun terakhir, telah terjadi peningkatan eksponensial dalam
penggunaan nanomaterial untuk tujuan penginderaan sebagai akibat dari
meningkatnya kebutuhan akan sensor kimia sederhana, kecil, selektif, dan
reversibel dengan batas deteksi dan suhu operasi rendah dalam spektrum luas
aplikasi. Secara khusus, karbon nanomaterial (CNs), seperti nanopartikel (karbon
hitam dan fullerenes), graphene, grafit (yaitu, ditumpuk graphene) nano serat, dan
nanotube telah menarik minat yang besar. Bahan-bahan ini menawarkan luas
permukaan spesifik yang tinggi, dan sensitivitas deteksi yang sangat baik, sifat
listrik, dan karakteristik mekanis (Vanderroost, et.al., 2014). Akibatnya, bahan-
bahan ini menunjukkan potensi besar untuk diterapkan dalam sensor kimia.
Indikator memberikan informasi visual langsung tentang makanan yang
dikemas melalui perubahan warna, peningkatan intensitas warna atau difusi
pewarna sepanjang jalur lurus, yang mungkin tidak dapat diubah karena tidak

28
menyebabkan informasi yang salah. Berbeda dengan sensor, indikator tidak dapat
memberikan informasi tentang kuantitas dan tidak dapat menyimpan data
pengukuran dan waktu. Sensor gas, perangkat suhu-waktu, tinta termokromik, dan
indikator kesegaran telah banyak dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir.
Sensor gas adalah perangkat yang merespon secara terbalik dan kuantitatif terhadap
kehadiran analit gas dengan mengubah parameter fisik sensor, dan mereka
dimonitor oleh perangkat eksternal (Kerry dan Butler, 2008). Misalnya, OxyDot®
(Oxy Sense Inc., Las Vegas, EE.UU.) adalah sensor oksigen non-invasif, sensitif
terhadap cahaya yang ditempatkan di dalam botol atau paket sebelum pengisian dan
penyegelan. Pengukuran dilakukan dengan pena pembaca serat optik dari luar paket
[84]. Dalam sistem ini, teknik pengukuran oksigen didasarkan pada pendarasan
fluoresens dari pewarna fluorescent organik yang diimobilisasi dalam polimer
hidrofob yang dapat menembus gas. Pewarna menyerap cahaya di wilayah biru dan
berfluoresensi di daerah merah spektrum. Kehadiran oksigen memadamkan cahaya
fluorescent dari pewarna serta seumur hidup. Demikian pula, label UPM "Shelf Life
Guard" berubah dari transparan menjadi biru, menginformasikan konsumen bahwa
udara telah menggantikan gas atmosfir yang dimodifikasi dalam paket.
Indikator suhu waktu (TTI) adalah perangkat sederhana yang tidak mahal
yang menunjukkan perubahan tergantung suhu waktu yang dapat diukur dengan
mudah yang mencerminkan riwayat suhu penuh dan parsial dan status kualitas dari
produk makanan yang dilekatkan (Hempel, 2014). Dengan cara ini, indikator-
indikator ini bereaksi terhadap waktu dan suhu dengan cara yang sama seperti
produk makanan, memberikan sinyal tentang keadaan kesegaran dan sisa umur
simpan. Beberapa indikator komersial dapat ditemukan untuk produk susu, seperti
Fresh-Check® (Temptime Corp, Morris Plains, NJ, USA) yang didasarkan pada
reaksi polimerisasi solid-state, menghasilkan polimer yang sangat berwarna.
Demikian pula, CheckPoint® (VITSAB A. B., Malmö, Swedia) adalah label
perekat sederhana berdasarkan sistem enzimatik. Label ini didasarkan pada
perubahan warna yang disebabkan oleh penurunan pH yang merupakan hasil dari
hidrolisis enzimatik terkontrol dari substrat lipid. Mengenai anggur, suhu yang
terlalu tinggi selama beberapa jam akan memiliki efek yang merugikan pada
kimianya dengan produksi off-flavor yang dihasilkan dari oksidasi dan reaksi yang

29
tidak diinginkan lainnya. Dalam konteks ini, OnVu ™ (Ciba Specialty Chemicals
dan Freshpoint, Switzerland) adalah reaksi solid state TTI yang baru diperkenalkan
yang didasarkan pada senyawa fotosensitif yang berubah warna dengan waktu pada
tingkat yang ditentukan oleh suhu.
Tinta termokromik adalah zat warna yang bereaksi dengan mengacu pada
suhu dan bukan dalam sifat kimia. Teknologi ini digunakan dalam industri
minuman untuk menampilkan kesiapan untuk konsumsi. Contohnya adalah botol
bermerek Coors Light®, di mana tinta termokromik digunakan untuk
melambangkan bahwa minuman telah mencapai suhu yang diinginkan untuk
konsumsi. Contoh lainnya adalah tutup cangkir kopi warna berubah dari Smart Lid
Systems ™ (Sydney, Australia). Tutup yang cerdas ini dilengkapi dengan aditif
perubahan warna yang memungkinkannya untuk berubah dari biji kopi coklat
menjadi warna merah cerah ketika terkena peningkatan suhu. Jika warna merah
terlalu kuat, ini menunjukkan kepada konsumen bahwa kopi dalam cangkir terlalu
panas untuk minum yang nyaman. Contoh serupa dapat ditemukan di rak
supermarket untuk label kemasan jus jeruk yang menggabungkan desain berbasis
thermochromic untuk menginformasikan konsumen ketika jus jeruk didinginkan
cukup dingin untuk diminum. Teknologi ini telah terintegrasi juga dalam mesin
minuman. Dalam konteks ini, Sistem Pembuatan Bir Curtis ALP3GT ™ dengan
teknologi FreshTrac ™ adalah cara revolusioner untuk menjaga decanter siap untuk
melayani kopi yang baru diseduh. FreshTrac ™ termasuk indikator visual untuk
memantau kesegaran kopi yang dapat berkisar dari 10 hingga 120 menit.
Akhirnya, teknologi identifikasi frekuensi radio (RFID) tidak cukup masuk
ke dalam klasifikasi sensor atau indikator, melainkan merupakan bentuk informasi
elektronik yang terpisah berdasarkan kemasan cerdas. Sistem RFID mengandung
chip, antena, dan sistem host eksternal yang dapat memberi daya perangkat yang
memungkinkan informasi ditransfer ke pembaca. Pembaca (perangkat baca / tulis
yang terdiri dari pemancar dan / atau penerima) menggunakan gelombang
elektromagnetik (EM) untuk berkomunikasi dengan tag RFID melalui antena.
Sistem ini biasanya digunakan untuk identifikasi, otomatisasi, pencegahan
antipencurian, atau perlindungan palsu. Tag dapat berisi berbagai informasi, seperti
lokasi, nama produk, kode produk, dan tanggal kedaluwarsa.

30
Menurut Vanderoost et al. (2014), tag RFID dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis berdasarkan pasokan listrik: pasif, semi-pasif, dan aktif. RFID tag pasif
tidak memiliki baterai dan didukung oleh gelombang EM yang dipancarkan oleh
pembaca. Tag semi-pasif menggunakan baterai untuk mempertahankan memori
dalam tag atau memberi daya pada elektronik yang memungkinkan tag memodulasi
gelombang EM yang dipancarkan oleh antena pembaca. Terakhir, tag aktif
diaktifkan oleh baterai internal, digunakan untuk menjalankan sirkuit microchip
dan menyiarkan sinyal ke pembaca. Tag aktif umumnya memastikan rentang baca
yang lebih panjang daripada tag pasif, tetapi lebih mahal daripada yang kedua.
Potyrailo dkk. melaporkan penggunaan sensor pasif RFID untuk memantau
kesegaran susu (Potyrailo, et.al., 2012) yang dibangun menggunakan 23x38 mm
tag RFID dari Texas Instruments (Plano, TX, USA). Perubahan sifat-sifat dielektrik
susu dirasakan dengan sensor-sensor RFID yang memiliki perekat yang menempel
pada dinding samping karton susu. Tag RFID juga dapat digunakan untuk
membantu memerangi penjualan minuman keras palsu, seperti wiski dengan
membaca tag pada botol menggunakan dongle, yang mentransfer nomor verifikasi
unik setiap produk ke server Layanan Pajak Nasional melalui Internet nirkabel [96]
. Tag bertenaga baterai RFID aktif digunakan oleh perusahaan Beverage Metrics
untuk memberikan solusi lengkap untuk melacak botol minuman keras. Dengan
sistem ini, pengelola bar dapat mengukur berapa banyak minuman keras yang
diberikan oleh bartender per minuman, berdasarkan pada sensor kemiringan di tag
RFID. Selain itu, pelanggan juga dapat menggunakan sistem untuk menerima
peringatan jika sebotol minuman keras atau anggur menghilang dari sistem (dan
karena itu mungkin telah dicuri) (Swedber, 2018).
Kemajuan besar dalam penerapan RFID adalah integrasi sensor suhu-waktu
ke perangkat RFID yang melekat pada kotak atau palet selama pengangkutan
memungkinkan pelacakan suhu makanan selama seluruh rantai makanan. Ini
menghasilkan peningkatan efisiensi manajemen rantai suplai (Realini dan Marcos,
2014). Sebagai contoh, teknologi canggih diterapkan untuk mengotentikasi dan
melacak anggur berkualitas dari produsen ke konsumen, memantau dan merekam
suhu penyimpanan dengan menggunakan Sistem eProvenance Fine Wine Cold

31
Chain ™ yang merupakan kombinasi semi-pasif (baterai dibantu) dan pasif RFID
tag.
Near field communication (NFC) adalah suatu bentuk teknologi pengenalan
data yang umum digunakan untuk telepon seluler, muncul, misalnya, dalam bentuk
kode QR (tanggapan cepat) yang sekarang dikenal. Teknologi ini adalah upgrade
ke teknologi RFID yang memungkinkan pertukaran data antar perangkat pada jarak
kurang dari 10 cm (Vazquez-Briseno, et.al., 2012). Teknologi komunikasi jarak
dekat ini telah diterapkan dalam kemasan minuman, seperti anggur dan wiski, oleh
Perusahaan Diageo dengan botol yang ditandai secara elektronik yang menyediakan
pelacakan rantai pasokan kepada konsumen. Botol ini menggunakan teknologi
NFC, terintegrasi dengan label, untuk memungkinkan konsumen berinteraksi
dengan paket menggunakan smartphone berkemampuan NFC. Sebuah tag NFC
yang tipis dan fleksibel melekat pada setiap botol, memungkinkan konsumen untuk
hanya mengetuk telepon mereka ke label belakang botol untuk mengakses
informasi produk dan merek. Anti-pemalsuan adalah pasar potensial yang kuat
untuk sistem elektronik cetak. NFC sangat baik diposisikan, sebagai protokol
semakin menjadi biasa di smartphone, memungkinkan konsumen modern untuk
melakukan verifikasi produk sendiri. NFC dapat dilihat sebagai evolusi RFID,
keduanya menggunakan frekuensi radio untuk komunikasi; Namun RFID dapat
beroperasi dalam jarak jauh, oleh karena itu tidak cocok untuk bertukar informasi
sensitif karena dapat rentan terhadap berbagai jenis serangan. Sebaliknya NFC
memiliki jangkauan transmisi yang sangat singkat, dengan cara ini transaksi
berbasis NFC secara inheren aman.

D. Kesimpulan
Kemasan aktif bermanfaat agar dapat memperpanjang umur simpan dari
berbagai produk pangan sedangkan kemasan cerdas dapat memberikan informasi
yang lebih transparan bagi konsumen dan dapat lebih meningkatkan kontrol dalam
rantai produksi bagi industri dan retail pangan. Mengingat manfaat dari teknologi
kemasan aktif dan kemasan cerdas bagi industri pangan, diperlukan pengembangan
sistem kemasan aktif dan kemasan cerdas yang ekonomis dan dapat meningkatkan
keberterimaan konsumen terhadap jenis kemasan yang baru tersebut. Inovasi

32
lanjutan dalam kemasan aktif dan kemasan cerdas diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dan keamanan Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kemasan
minuman dalam berbagai bahan telah dirangkum; memfokuskan perhatian pada
evolusi profil aroma secara keseluruhan dari waktu ke waktu, proses degradasi
kimia, dan transfer molekuler (aroma atau oksigen) melalui botol dan tutupnya.
Dampak dari efek ini memainkan peran penting dalam minuman akhir karena
produk-produk ini dapat ditolak oleh konsumen jika efek ini tidak dapat
dikendalikan oleh produsen.
Namun, berbagai alternatif muncul sebagai konsekuensi dari meningkatnya
permintaan sistem pengemasan baru untuk makanan yang diproses secara minimal,
tetapi sangat penting dan perlu bahwa format kemasan yang memungkinkan
distribusi yang lebih luas dari produk ini berevolusi. Dalam pengertian ini,
teknologi pengemasan baru berdasarkan konsep aktif dan cerdas akan terus
berkembang untuk meningkatkan kualitas dan masa simpan produk-produk
minuman pangan.

E. Daftar Pustaka
Ai, K.; Liu, Y.; Lu, L. Hydrogen-bonding recognition-induced color change of gold
nanoparticles for visual detection of melamine in raw milk and infant
formula. J. Am. Chem. Soc. 2009, 131, 9496–9497.
Anthierens, T.; Ragaert, P.; Verbrugghe, S.; Ouchchen, A.; De Geest, B.G.;
Noseda, B.; Mertens, J.; Beladjal, L.; De Cuyper, D.; Dierickx, W.; et al.
Use of endospore-forming bacteria as an active oxygen scavenger in plastic
packaging materials. Innov. Food Sci. Emerg. Tech. 2011, 12, 594–599.
Brody, L.; Bugusu, B.; Han, J.; Koelsch, C.; McHugh, T. Innovative food
packaging solutions. J. Food Sci. 2008, 73, 107–116.
Brody, A.L.; Strupinsky, E.R.; Kline, L.R. Oxygen scavenger. In Active Packaging
for Food Applications; CRC Press: Boca Raton, FL, USA, 2001
Busolo, M.A.; Lagaron, J.M. Oxygen scavenging polyolefin nanocomposite films
containing an iron modified kaolinite of interest in active food packaging
applications. Innov. Food Sci. Emerg. 2012, 16, 211–217.

33
Byun, Y.; Kim, Y.T.; Whiteside, S. Characterization of an antioxidant polylactic
acid (PLA) film prepared with a-tocopherol, BHT and polyethylene glycol
using film cast extruder. J. Food Eng. 2010, 100, 239–244.
Dombre, C.; Rigou, P.; Chalier, P. The use of active pet to package rosé wine:
Changes of aromatic profile by chemical evolution and by transfers. Food
Res. Int. 2015, 74, 63–71
Dunca, T.V. Applications of nanotechnology in food packaging and food safety:
Barrier materials, antimicrobials and sensors. J. Colloid Interface Sci. 2011,
363, 1–24.
Edens, L.; Farin, F.; Ligtvoet, A.F.; van der Platt, J.B. Dry Yeast Immobilized in
Wax or Paraffin for Scavenging Oxygen. U.S. Patent 5,106,633, 1992.
Foster, T.; Vasavada, P.C. Beverage Quality and Safety; CRC Press: Boca Raton,
FL, USA, 2003
Gómez-Estaca, J.; López-de-Dicastillo, C.; Hernández-Muñoz, P.; Catalá, R.;
Gavara, R. Advances in antioxidant active food packaging. Trends Food Sci.
Technol. 2014, 35, 42–51
Hempel, A.W. Use of Oxygen Sensors for the Non Destructive Measurement of
Oxygen in Packaged Food and Beverage Products and Its Impact on Product
Quality and Shelf Life. Ph.D. Thesis, University College Cork, Ireland,
2014.
Hotchkiss, J.H.; Werner, B.G.; Lee, E. Addition of carbon dioxide to dairy products
to improve quality: A comprehensive review. Compr. Rev. Food. Sci. Safety
2006, 5, 158–168
Jian, T.; Zhang, H. Biodegradable polylactic acid polymer with nisin for use in
antimicrobial food packaging. J. Food Sci. 2008, 73, 127–134.
Kaittanis, C.; Naser, S.A.; Perez, J.M. One-step, nanoparticle-mediated bacterial
detection with magnetic relaxation. Nano Lett. 2007, 7, 380–383.
Kerry, J.; Butler, P. Smart Packaging Technologies for Fast Moving Consumer
Goods; John Wiley & Sons, Ltd.: New York, NY, USA, 2008
Llorens, A.; Lloret, E.; Picouet, P.A.; Trbojevich, R.; Fernandez, A. Metallic-based
micro and nanocomposites in food contact materials and active food
packaging. Trends Food Sci. Tech. 2012, 24, 19–29

34
Lloret, E.; Picouet, P.; Fernández, A. Matrix effects on the antimicrobial capacity
of silver based nanocomposite absorbing materials. LWT Food Sci.
Technol. 2012, 49, 333–338
Mahieu, A.; Terrié, C.; Youssef, B. Thermoplastic starch films and thermoplastic
starch/polycaprolactone blends with oxygen-scavenging properties:
Influence of water content. Ind. Crop. Prod. 2015, 72, 192–199.
Mu, H.; Gao, H.; Chen, H.; Tao, F.; Fang, X.; Ge, L. A nanosised oxygen scavenger:
Preparation and antioxidant application to roasted sunflower seeds and
walnuts. Food Chem. 2013, 136, 245–250
Ozdemir, C.; Yeni, F.; Odaci, D.; Timur, S. Electrochemical glucose biosensing by
pyranose oxidase immobilized in gold nanoparticle-
polyaniline/AgCl/gelatin nanocomposite matrix. Food Chem. 2010, 119,
380–385.
Phbottle Project. Available online: http://www.phbottle.eu/ (accessed on 10
November 2018).
Pimentel, T.C.; Madrona, G.S.; Garcia, S.; Prudencio, S.H. Probiotic viability,
physicochemicalcharacteristics and acceptability during refrigerated storage
of clarified apple juice supplemented with Lactobacillus paracasei ssp.
paracasei and oligofructose in different package type. LWT Food Sci.
Technol. 2015, 63, 415–422.
Potyrailo, R.; Nagraj, N.; Tang, Z.; Mondello, F.; Surman, C.; Morris, W. Battery-
free radio frequency identification (RFID) sensors for food quality and
safety. J. Agric. Food Chem. 2012, 60, 8535–8543.
Ramachandraiah, K.; Han, S.G.; Chin, K.B. Nanotechnology in meat processing
and packaging: Potential applications—A review. Asian-Australas. J. Anim.
Sci. 2014, 28, 290–302.
Ramos, M., Valdez, A., Mellinas, C., dan Garrios, M. C., New Trends in Beverage
Packaging Systems: A Review. 2015. University of Alicante, Campus San
Vicente.
Realini, C.E.; Marcos, B. Active and intelligent packaging systems for a modern
society. Meat Sci. 2014, 98, 404–419

35
Sangsuwan, J.; Rattanapanone, N.; Auras, R.A.; Harte, B.R.; Acgtanapun, P.R.
Factors affecting migration of vanillin from chitosan/methyl cellulose films.
J. Food Sci. 2009, 74, 549–555.
Souza, R.; Peruch, G.; dos Santos, A.C. Structure and Function of Food
Engineering; InTech: Rijeka, Croatia, 2012.
Souza, R.; Peruch, G.; dos Santos Pires, A.C. Oxygen scavengers: An approach on
food preservation, structure and function of food engineering. In Structure
and Function of Food Engineering; Eissa, A.A., Ed.; InTech: Rijeka,
Croatia, 2012.
Swedber, C. Beverage metrics serves up drink-management solution. Available
online: http://www.rfidjournal.com/articles/view?8237 (accessed on 10
November 2018).
Valdes, A.; Mellinas, A.C.; Ramos, M.; Burgos, N.; Jimenez, A.; Garrigos, M.C.
Use of herbs, spices and their bioactive compounds in active food
packaging. RSC Adv. 2015, 5, 40324–40335.
Valdés, A.; Mellinas, A.C.; Ramos, M.; Garrigós, M.C.; Jiménez, A. Natural
additives and agricultural wastes in biopolymeformulations for food
packaging. Frontiers Chem. 2014, 2, 1–10
Vamvakaki, V.; Chaniotakis, N.A. Pesticide detection with a liposome-based nano-
biosensor. Biosens. Bioelectron. 2007, 22, 2848–2853.
Vanderroost, M.; Ragaert, P.; Devlieghere, F.; De Meulenaer, B. Intelligent food
packaging: The next generation. Trends Food Sci. Technol. 2014, 39, 47–
62.
Vermeiren, L.; Heirlings, L.; Devlieghere, F.; Debevere, J. Oxygen, ethylene and
other scavengers. In Novel Food Packaging Techniques; Ahvenainen, R.,
Ed.; Woodhead Publishing: Cambridge, UK, 2003; pp. 22–49.
Widiastuti, D. R. Kajian Kemasan Pangan Aktif Dan Cerdas (Active And
Intelligent Food Packaging). 2016. BPOM.
Wang, L.; Chen, W.; Xu, D.; Shim, B.S.; Zhu, Y.; Sun, F.; Liu, L.; Peng, C.; Jin,
Z.; Xu, C.; et al. Simple, rapid, sensitive, and versatile SWNT-paper sensor
for environmental toxin detection competitive with ELISA. Nano Lett.
2009, 9, 4147–4152

36
Zerdin, K.; Rooney, M.L.; Vermuë, J. The vitamin c content of orange juice packed
in an oxygen scavenger material. Food Chem. 2003, 82, 387–395.
Zygoura, P.; Moyssiadi, T.; Badeka, A.; Kondyli, E.; Savvaidis, I.; Kontominas,
M.G. Shelf life of whole pasteurized milk in Greece: Effect of packaging
material. Food Chem. 2004, 87, 1–9.

37

Anda mungkin juga menyukai