Anda di halaman 1dari 22

KAJIAN PENGEMASAN ASEPTIC PADA

PENGOLAHAN JUS BUAH

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah

Dosen Pengampu : Dr. Souvia Rahimah, M.Si.

Oleh:
SLAMET HADI KUSUMAH
NPM. 240120170009

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
JATINANGOR
2018

0
A. Pendahuluan
Sektor pengemasan merupakan industri global yang sangat penting.
Pentingnya pengemasan dapat dilihat dari kenyataan di lapangan bahwa hampir
tidak mungkin ditemui produk yang dijual di pasar dalam kondisi tanpa kemasan.
Teknik pengemasan dan pemilihan kemasan yang tepat memerlukan banyak
pertimbangan. Untuk sebagian besar produk pangan, obat-obatan dan kosmetika
tujuan utamanya adalah: keemasan harus menyediakan sifat-sifat perlindungan
yang optimal untuk melindungi produk dari penyebab kerusakan dari luar seperti
cahaya, oksigen, kelembaban, mikroba atau serangga dan juga untuk
mempertahankan mutu dan nilai gizi serta memperpanjang umur simpan.
Pertimbangan lainnya adalah pengemasan harus didesain dengan bentuk dan ukuran
yang cocok dan desain grafisnya harus mampu menarik pembeli. Disisi lain,
perkembangan teknologi pengemasan sangatlah pesat. Kemasan tidak hanya
dituntut untuk memenuhi fungsi-fungsi dasar sebagai wadah, perlindungan dan
pengawetan, media komunikasi, serta kemudahan dalam penggunaannya, tetapi
saat ini suatu kemasan juga dituntut untuk ramah lingkungan dan turut aktif dalam
memberikan perlindungan produk (active packaging) serta cerdas dalam
memberikan informasi kondisi produk yang dikemasnya (intelligent packaging).
Perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu juga diikuti oleh kemajuan
dibidang industri khususnya bidang pengemasan makanan dan minuman. Bahan
dan bentuk kemasan yang digunakan semula bersifat alami. Namun selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) berubah menjadi
bahan dan bentuk yang berteknologi (Kahdafi dan Kencana, 2013).
Fungsi kemasan bahan makan juga mengalami kemajuan yang semula
hanya berperan untuk menampung dan pembawa produk selanjutnya mengalami
berbagai penyempurnaan seperti mengawetkan, menakar, memberikan kemudahan
bagi konsumen, sumber hukum, dan yang paling mutakir dan semakin menonjol
adalah dimanfaatkannya kemasan sebagai sarana promosi atau silent salesman.
Contoh terakhir ini akan saagat nyata dan jelas dirasakan kalau kita berkunjung ke
toko swalayan yang sekarang sudah mudah dijumpai dibanyak tempat. Dimasa
yang akan datang tentunya pengemasan makanan dan minuman harus mampu dan
dapat mengimbangi berbagai kemajuan lain dari kehidupan manusia yang bersifat

1
global khususnya pada bidang industri pengolahan makanan. Tantangan yang
bersifat mendasar dari pengemasan makanan dan minuman yaitu bagaimana
mengkombinasikan sifat produk yang dikemas dengan sifat kemasan, kondisi
pengemasan dan distribusi serta tujuan akhir dari suatu produk. Untuk menentukan
pilihan yang tepat dalam pengemasan bahan makanan ada lima kreteria dasar yang
harus diperhatikan yakni kenampakan, proteksi, fungsi, biaya dan kemudahan
untuk membuang kemasan pasca pakai (Sharma and Balasubramanian, 2009).
Kemasan di Indonesia telah dan akan memainkan peranan yang penting dan
menentukan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan pertumbuhan
pemakaian kemasan di Indonesia kedepan sekitar 10% - 13% setahun. Pemakaian
kemasan yang terbesar di Indonesia adalah sektor agrofood, rata-rata sebesar 60%
dari keseluruhan pemakaian kemasan. Untuk jenis kemasan dari aluminium dan
kaleng sekitar 71% dipergunakan untuk agrofood, untuk kemasan plastik 56%
untuk agrofood dan untuk kemasan gelas dan paper board masing-masing 80% dan
55% dipergunakan di agrofood. Sektor kemasan didunia ditandai dengan perubahan
yang terus-menerus, dengan munculnya bahan kemasan baru, teknologi dan
keterampilan baru. Persaingan yang sengit antara produsen, keharusan untuk
memberikan yang terbaik pada para konsumen dan tekanan dari isu-isu lingkungan
mendorong terjadinya perubahan, seperti subsidi bahan dan pengurangan bahan
dari kemasan yang ada.
Pengemasan banyak diaplikasikan dan dimanfaatkan dalam bidang hasil dan
pengolahan pertanian. Setiap produk pertanian termasuk sayur dan buah
mempunyai daya tahan yang terbatas sebelum mengalami proses pembusukan.
Untuk itu ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan usia
produk pertanian sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan masih
segar/layak digunakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui proses
pengemasan. Persoalan mutu dan harga hasil pertanian merupakan bagian dari
masalah tataniaga hasil pertanian yang tidak dapat dipisahkan karena mempunyai
dampak langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dalam perdagangan hasil
pertanian. Perbaikan pemasaran pada dasarnya adalah upaya perbaikan posisi tawar
produsen terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen, dan sebaliknya melalui
perbaikan daya saing komoditas pertanian sehingga semua pihak memperoleh

2
keuntungan sesuai kepentingannya masing-masing. Perbaikan pemasaran juga
berarti persaingan memperebutkan keuntungan dalam perdagangan baik pada pasar
domestik maupun Internasional secara adil dan transparan yang bebas dan
kompetitif. Oleh karena itu, keberhasilan dalam perbaikan pemasaran akan
memberikan dampak multifungsi terhadap pembangunan pertanian seperi menjadi
penghela bagi peningkatan produksi, produktifitas dan kualitas produk pertanian,
memperluas kesempatan kerja dan menjadi kunci utama upaya peningkatan
pendapatan petani. Sehingga dalam paper ini akan dilakukan kajian mengenai
aplikasi kemasan aseptic pada pengolahan jus buah.

B. Tinjauan Pustaka
1. Kemasan Aseptic
Pengemasan aseptis adalah suatu cara pengemasan bahan di dalam
suatu wadah yang memenuhi empat persyaratan, yaitu produk harus steril,
wadah pengemas harus steril, lingkungan tempat pengisian produk ke dalam
wadah harus steril, dan wadah pengepak yang digunakan harus rapat untuk
mencegah kontaminasi kembali selama penyimpanan. Prinsip pengemasan aseptis
adalah baik bahan pangan yang dikemas maupun bahan kemasan harus bebas
dari mikroorganisme perusak ketika bahan pangan tersebut dikemas, sehingga
produk pangan yang dikemas merupakan produk yang steril. Hal ini berarti
kemasan harus bebas dari mikroorganisme patogen dan toksin, dan mikroorganisme
penyebab kerusakan tidak dapat berkembang. Jika kondisi ini sudah diterapkan,
maka bahan pangan akan aman untuk disimpan pada suhu ruang dalam jangka
waktu yang lebih lama (Sharma and Balasubramanian, 2009).
Penggunaan pengemasan aseptik dimulai tahun 1917 dimana
dikembangkan suatu paten mengenai cara pengalengan aseptik. Pada tahun
1919 diperkenalkan produk-produk kemasan aseptis dalam suatu pameran susu di
London. Pada saat itu konsumen belum siap menerima produk-produk seperti
ini. Penggunaan kemasan aseptis baru mulai berkembang setelah Perang Dunia II
dan berkembang dengan pesat dalam tahun 1962, yaitu saat diperkenalkan mesin
pengemasan aseptis untuk bahan pengemas fleksibel. Sistem pengemasan aseptis
digunakan untuk mengemas berbagai macam produk seperti bahan pangan dan

3
obat-obatan. Dalam pengawetan bahan pangan, pengemasan aseptis banyak
digunakan untuk pengawetan minuman atau makanan berbentuk cair terutama
susu dan sari buah yang mengandung asam rendah.

2. Proses Aseptic
Untuk keberhasilan proses aseptis bahan pangan, maka ada beberapa
persyaratan yang diperlukan, yaitu Peralatan yang dapat disterilkan, Produk steril
secara komersial, Kemasan yang steril secara komersial, dan Ruang steril dalam
mesin pengemas, tempat pengisian produk steril ke dalam kemasan steril dan
penutupan secara hermatis, serta Ada monitoring dan pencatat faktor-faktor kritis.
Dalam sistem pengemasan aseptis, produk dan wadah pengemas disterilisasi
secara terpisah, kemudian dilakukan pengisian produk ke dalam wadah dalam
lingkungan steril sehingga diperoleh produk steril dalam kemasan yang tahan
disimpan dalam jangka waktu lama. Sterilisasi produk dalam sistem aseptis
dilakukan dengan sistem alir atau sistem UHT (Ultra High Temperature), yaitu
pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi (135-150oC) selama 2-5 detik (Sharma
and Balasubramanian, 2009).
Pemanasan produk dengan sistem UHT dalam pengemas aseptis dapat
dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu:
a. Sistem pemanasan langsung
Sistem pemanasan langsung yaitu sistem dimana terjadi kontak langsung
antara medium pemanasan dam hal ini uap panas dengan produk yang
dipanaskan. Dalam sistem pemanasan langsung terdapat dua cara yaitu : 1) cara
injeksi uap dimana uap panas disuntikkan ke dalam produk, dan 2) cara infusi
dimana produk diinfusikan ke dalam aliran uap panas. Pindah panas terutama
disebabkan kondensasi uap mencapai sekitar 10 persen dari produk. Sehingga
untuk mempertahankan kadar padatan produk, perlu diuapkan dengan vakum.
Pada sistem injeksi uap, uap panas disemprotkan ke dalam aliran produk
menggunakan injektor. Suhu uap mencapai 140-146oC dengan waktu tinggal
sekitar 4 detik. Suhu produk yang disterilisasi mencapai 137-138 persen. Pada
proses infusi produk, produk didispersikan ke dalam ruang infusi yang berisi
uap panas.

4
Gambar 1. Sistem pemanasan langsung

b. Sistem pemanasan tidak langsung


Sistem pemanasan tidak langsung yaitu sistem dimana medium pemanas
tidak kontak langsung dengan produk. Panas ditransfer melalui permukaan
(biasanya stainless steel). Pada sistem pemanasan tidak langsung ada, yaitu : 1) heat
exchanger tipe konvensional yang berupa lempengan atau plate dan 2) tipe saluran
atau tubular Scraped-Surface Heat Exchanger.

Gambar 2. Sistem pemanasan tidak langsung

5
3. Proses Pengemasan Aseptic
Dalam sistem pengemasan aseptis, sterlisasi yang dilakukan terhadap
wadah lebih bervariasi tergantung dari jenis wadahnya. Beberapa contoh cara
sterilisasi terhadap berbagai wadah yang digunakan dalam pengemasan aseptis
dapat dilihat pada Tabel 1. Misalnya untuk wadah yang terbuat dari metal
digunakan uap panas atau udara panas. Untuk wadah yang terbuat dari plastik
dapat digunakan etilen oksida, hidrogen peroksida atau dengan cara radiasi.
Wadah gelas dapat digunakan etilen oksida (Willhoft, 2018).
Masing-masing cara sterilisasi tersebut mempunyai keuntungan dan
kelemahan. Sterilisasi dengan uap panas dan udara panas akan menghasilkan
suhu tinggi pada tekanan atmosfir, tetapi mempunyai kelemahan karena
mikroorganisme lebih tahan di dalam uap/udara panas daripada di dalam uap jenuh.
Sterilisasi wadah menggunakan hidrogen peroksida mempunyai keuntungan
karena prosesnya cepat dan efisien, sedangkan radiasi dapat digunakan untuk
sterilisasi wadah yang terbuat dari plastik yang sensitif terhadap panas, tetapi
mempunyai kelemahan karena biayanya yang mahal dan lokasinya terbatas.
Tabel 1. Berbagai cara sterilisasi wadah pengemas

(Willhoft, 2018).
Proses sterilisasi kemasan dengan menggabungkan antara peroksida dan
sinar ultraviolet sudah diterapkan oleh perusahaan kemasan lamintaing seperti Tetra
Pak. Dalam hal ini sterilisasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama, bahan kemasan berupa kotak karton berlaminasi (terdiri
dari kotak karton yang diberi plastik tipis dan dilapisi dengan alumunium
foil), dilewatkan pada bak berisi hidrogen peroksida, dimana derajat
sterilisasi tetrgantung pada waktu dan suhu yang digunakan. Misalnya waktu

6
sterilisasi 6.5 detik dengan konsentrasi H2O2 30% dan suhu 65oC, atau selama
5 detik pada suhu 76oC
b. Tahap kedua, bahan kemasan dikeringkan dengan udara panas untuk
menghilangkan sisa H2O2
Sinergisme antara larutan H2O2 dengan sinar ultraviolet sudah lama
diterapkan untuk pengawetan bahan pangan yang bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan (extended shelf life=ESL), tapi produk ESL ini
masih membutuhkan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi). Produk ESL
yang dikemas membutuhkan standard higenis tapi tidak seketat standard yang
ditetapkan dlaam kemasan aseptis.
Pada proses aseptis yang tradisional, peroksida diaplikasikan ke bahan
kemasan dengan cara menyemprot atau mengkondensasikan gas H2O2 pada
permukaan bahan kemasan. Konsentrasi peroksida yang digunakan biasanya
sekitar 2% dengan waktu 2-4 detik. Bahan kemasan yang masih basah dan
mengandung H2O2 kemudian diberi sinar UV, kemudian kemasan dikeringkan
dengan udara panas untuk menghilangkan sisa H2O2. Saat ini kombinasi antara
peroksida dan UV telah dikembangkan oleh Tetra Pak, dimana sinar UV
diberikan setelah kemasan dikeringkan dengan udara panas. Sinar UV lebih
efektif untuk membunuh mikroorgansime patogen dalam keadaan kering
daripada dalam keadaan basah. Dalam pengemasan aseptik, ada beberapa metode
pengemasan yang dapat diterapkan yaitu :
a. Film and Seal
b. Form, Fill and Seal
c. Erect, Fill and Seal
d. Thermoform, Fill and Seal
e. Blow mold, Fill and Seal
Dalam pengemasan aseptik menggunakan karton diterapkan sistem Form
Fill-Seal vertikal. Kertas karton dalam gulungan, melalui roler untuk
menghilangkan kisut, diberi tanggal, dilaminasi plastik pada satu sisinya,
dibentuk silinder yang menyelubungi pipa pemasukan produk, bagian bawah
diseal, diisi produk, kemudian bagian atas diseal bersamaan dengan seal bagian
bawah karton di atasnya. Selanjutnya dipotong dan dibentuk (Willhoft, 2018).

7
4. Rangkaian Proses Pengemsan Aseptic
Bahan kemasan dalam bentuk gulungan melalui beberapa rol dan penjepit
untuk persiapan pembentukan kemasan. Pada bagian atas mesin pengemas, bahan
kemasan dilewatkan dalam bak berisi larutan hidrogen peroksida 35 persen
untuk sterilisasi kemasan. Pada proses ini sebagian bakteri tercuci dan sebagian
lagi terbunuh. Hidrogen peroksida yang berlebihan akan terperas ketika bahan
kemasan melewati sepasang rol penekan dan yang masih tertinggal diuapkan
dengan udara panas yang dialirkan dari mantel pipa produk. Karton berbentuk tube
melewati zona pemanas sehingga suhu karton mencapai 120oC. Selain efek
pencelupan dalam hidrogen peroksida, sterilisasi dapat terjadi karena
pemanasan dari elemen pemanas dan peningkatan konsentrasi H2O2 akibat
pemanasan. Tepat di bawah ujung pipa pengeluaran produk, kelim melintang
bagian bawah dibuat. Kemudian produk diisikan dan diikuti penutupan bagian
atas karton bersama dengan keliman bagian bawah karton yang berikutnya
(Sharma and Balasubramanian, 2009).
Pada waktu turun dari rol atas mesin pengemas, bahan kemasan mulai
dibentuk. Begitu turun melewati pipa pemasukan produk. Satu sisi karton
dipanaskan dengan udara panas steril, lalu direkatkan dengan sisi lainnya
dengan ring pembentuk sehingga karton berbentuk silinder. Strip plastik yang
dipasang pada salah satu sisi karton akan berfungsi sebagai perekat, pelindung
udara dan mencegah terjadinya kontak produk dengan tepi karton. Setelah
penutupan, karton berisi kemasan digunting hingga terpisah dari tube karton
yang berada di atasnya dan selanjutnya dibentuk sampai bentuk akhir, yang
cukup rapat untuk melindungi produk dari mikroorganisme. Selanjutnya produk
dipak dan siap dipasarkan (Sharma and Balasubramanian, 2009).

5. Tetrapak
Pada tahun 1951, sebuah perusahaan multinasional dari Swedia yang
bergerak di bidang pengepakan makanan berhasil memproduksi kemasan makanan
yang dapat membuat produk makanan dalam kemasan tersebut lebih tahan lama.
Kemasan itu sekarang dikenal dengan sebutan tetrapack. Sedangkan perusahaan
tersebut dikenal dengan nama Tetra Pak. Sistem pelapisan kertas karton dengan

8
komponen plastik dan alumunium pada tetrapack bertujuan untuk
menyempurnakan tingkat kekedapan udara dalam kemasan tersebut. Aluminium
dipilih karena harganya lebih murah dibandingkan logam atau bahan kedap udara
lainnya, selain karena aluminium ini ringan dan tidak mudah untuk terkorosi
(Bookelmann, 2018).
Kemasan ini berbentuk balok dan biasa digunakan sebagai pengemas
minuman susu, teh, sari buah, dan lainnya. Perusahaan Terta Pak berdiri di
Indonesia sejak 1976,. Tetra Pak mulai bekerja sama dengan PT Ultrajaya dan
berlanjut pada tahun 1982 bekerja sama dengan produsen- produsen besar lainnya.
Di pasar kategori kemasan susu cair, kemasan Tetra Pack mendominasi dengan
menguasai 70-80% pangsa pasar, serta 90-95% di kategori santan. Pada tahun 2007,
pertumbuhan kemasan Terta Pack cukup memuaskan yaitu 32% (Paine, 2018)
Mayoritas kemasan Tetra Pack digunakan hanya pada produk minuman,
seperti susu, teh, jus dan minuman tradisional. Namun ada juga satu produk santan.
Sejauh ini belum ada produk makanan yang dikemas dengan pengemas Tetra Pack.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti bahan pengemas ini dapat
digunakan sebagai salah satu pilihan pengemas produk makanan. Keunggulan dari
pengemas Terta Pack sehingga dijadikan sebagai pilihan dalam pengemasan produk
susu dalam menciptakan ketahanan pangan di Indonesia adalah dengan
diterapkannya Aseptik Teknologi (Bookelmann, 2018).
Kemasan aseptik adalah kemasan yang didesain khusus agar produk
makanan atau minuman yang dikemas di dalamnya terhindar dari berbagai
kontaminan seperti bakteri. Oleh sebab itu, biasanya kemasan aseptik dibuat kedap
udara. Kemasan aseptik dibuat berlapis-lapis, terdiri dari polietilen (15 %) , kertas
/ karton (80%), dan Alumunium (5%). Didalam pengemas tetra pack terdapat
lapisan alumunium, lapisan ini berfungsi untuk mengoptimalisasikan kekedapan
dalam pack dari udara luar, sehingga kontak langsung dan kontaminasi produk dari
lingkungan dapat diminimalisasi dan dicegah. Dikarenakan hal tersebut, kualitas
produk setelah proses pengemasan dapat terus terjaga hingga sampai ke pasar
konsumen. Selain itu, beberapa keungggulan lainnya antara lain proses pemanasan
yang lembut dengan Ultra High Temperature (UHT), sehingga kesegaran susu, rasa,
warna, tekstur, dan kandungan nutrisi alami dapat dijaga serta dipertahankan.

9
Selain itu, tidak memerlukan bahan pengawet, shelf-life yang panjang, serta
praktis dan aman untuk dikonsumsi. Apapun produk yang dikemas kualitasnya
harus dipertahankan serta keamanannya dan haruslah memiliki kemampuan dalam
mempertahankan nutrisi yang dikandung oleh produk tersebut (Paine, 2018).

6. Proses Pengolahan Jus Buah


Jus atau sari buah adalah cairan yang diperoleh dari proses peiumatan
daging buah matang dengan menggunakan blender tanpa penyaringan dan langsung
dapat diminum, sehingga akan diperoleh cairan sari buah yang mempunyai cita rasa
yang sama dengan buah aslinya, tergantung dari varietas tersebut. Heinerman
(2007), menyatakan bahwa beberapa manfaat dari mengkonsumsi jus buah segar
adalah (1) membantu mempercepat proses penyerap protein, karbohidrat, asam
lemak esensial, vitamin dan mineral di dalam tubuh dengan mudah; (2) terdapat
enzim yang penting untuk saluran pencemaan dan penyerapan zat gizi dalam
makanan; (3) dipeiicaya akan potassium dan rendah sodium. Keseimbangan seperti
ini berperan penting dalam kesehatan pembuluh darah jantung dan mencegah
kanker, dan (4) kandungan flavanoid, pigmen tanaman yang memberikan wama
pada buah memiliki sifat antiperadangan, anti alergi, antivims dan anti
karsinogenik.
Sari buah adalah salah satu produk olahan buah-buahan yang telah lama
dikenal. Kandungan gizinya yang tinggi, rasanya yang menyegarkan serta
timbulnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan mendorong
berkembangnya industri sari buah buah-buahan sebagai pengganti minuman
bersoda, kopi, atau teh. Industri sari buah buah-buahan tropis termasuk berkembang
pesat beberapa tahun terakhir dengan laju mencapai 20% per tahun (Iriani, 2005).
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah
disaring. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan
simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari tiap-tiap jenis buah
meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama (Kemenristek RI 2010).
Sari buah dibuat dengan cara menghancurkan daging buah dan kemudian ditekan
agar diperoleh sarinya. Gula ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis.
Pengawet dapat ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan. Selanjutnya

10
cairan disaring, dibotolkan, kemudian dipasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian
sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara
penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi yang dapat
memisahkan sari buahdari serat-serat berdasarkan perbedaan kerapatannya. Sari
buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan di dasar botol.
Hal tersebut tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen
(Muchtadi, 1977). Sari buah yaitu suatu cairan yang merupakan hasil dari
pengepresan buah atau penyaringan bubur buah dan bisa langsung diminum.
Tahapan proses pengolahannya adalah daging buah, gula, dan asam sitrat,
dihancurkan dengan penambahan air. Konsentrasi gula dan asam sitrat yang
ditambahkan masing-masing 30% dan 0,25%. Sari buah dalam kemasan merupakan
produk minuman yang saat ini sangat populer karena praktis dengan penampilan
menarik.

C. Pembahasan
1. Konvensional Canning vs Aseptic Packaging
Teknologi kemasan aseptik secara fundamental berbeda dari pengolahan
makanan konvensional dengan pengalengan. Dalam pengalengan, proses dimulai
dengan mengobati makanan sebelum mengisi. operasi awal menonaktifkan enzim
sehingga ini tidak akan menurunkan produk selama proses. Kemasan ini
dibersihkan, dan produk diperkenalkan ke dalam Kemasan, biasanya panas.
Umumnya, udara yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dihapus dari
interior. Kemasan ini tertutup rapat dan kemudian mengalami pemanasan. Kemasan
harus mampu menahan panas sampai sekitar 100 ° C untuk produk asam tinggi dan
hingga 127 ° C untuk produk asam rendah, yang harus menerima menambahkan
panas untuk menghancurkan spora mikroba tahan panas. Kemasan yang
mengandung rendah asam (pH di atas 4,5) makanan harus menahan tekanan juga
(Willhoft, 2018).
Meskipun pengalengan konvensional menjadikan produk makanan steril
komersial, isi gizi dan sifat organoleptik makanan umumnya menderita dalam
pengolahan. Selain itu, wadah tinplate yang berat berat, rawan berkarat dan biaya
yang tinggi. Gambar 3 adalah ilustrasi sederhana membandingkan perbedaan

11
mendasar antara pengalengan konvensional dan proses kemasan aseptik untuk
produksi produk makanan rak-stabil (Ranganna, 2018).

Gambar 3. Konvensional Canning vs Aseptic Packaging (Rangana, 2018)


Keuntungan dari aseptic packaging teknologi adalah 1) bahan kemasan,
yang tidak cocok untuk sterilisasi di-Kemasan dapat digunakan. Oleh karena itu,
bahan ringan dan dengan biaya rendah seperti kertas dan bahan plastik fleksibel dan
semi-kaku dapat digunakan gainfully; 2) proses sterilisasi waktu suhu tinggi pendek
(HTST) untuk kemasan aseptik adalah efisien termal dan umumnya menimbulkan
produk berkualitas tinggi dan nilai gizi dibandingkan dengan mereka yang diproses
pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang lebih lama; 3) Perpanjangan
kehidupan rak-produk pada suhu normal dengan kemasan mereka secara aseptik
(Ranganna, 2018).

2. Proses Pengemasan Jus Buah Secara Aseptik


Kemasan aseptik dapat didefinisikan sebagai pengisian produk yang steril
secara komersial ke dalam wadah steril di bawah kondisi aseptik dan menutup
rapat-rapat wadah sehingga reinfeksi dicegah. Ini menghasilkan produk, yang stabil
rak pada kondisi ambien. Metodologi pemrosesan aseptik terdiri dari hal-hal
berikut: 1) Sterilisasi produk sebelum pengisian; 2) Sterilisasi bahan kemasan atau
wadah dan penutup sebelum mengisi; 3) Sterilisasi instalasi aseptik sebelum operasi
(unit UHT, saluran untuk produk, udara dan gas steril, pengisi dan zona alat berat
12
yang relevan); 4) Mempertahankan sterilitas dalam sistem total ini selama operasi;
sterilisasi semua media yang masuk sistem, seperti udara, gas, air steril; 5) produksi
Kemasan hermetik (Willhoft, 2018).
2.1 Sterilisasi Produk
Dalam pengolahan aseptik, desain untuk mencapai stabilitas komersial
didasarkan pada prinsip-prinsip yang didirikan bakteriologi termal dan efek
terintegrasi pengobatan waktu / suhu pada spora mikro-organisme. Pra-sterilisasi
produk biasanya terdiri dari pemanasan produk ke suhu UHT yang diinginkan,
mempertahankan suhu ini selama periode tertentu untuk mencapai tingkat
kemandulan yang diinginkan, dengan pendinginan berikutnya, biasanya untuk suhu
lingkungan dan kadang-kadang ke suhu tinggi ke mencapai viskositas yang tepat
untuk mengisi. Pemanasan dan pendinginan harus dilakukan secepat mungkin
untuk mencapai kualitas terbaik, tergantung pada sifat produk. Nilai tukar panas
yang cepat diinginkan untuk alasan biaya. Tabel 1 meringkas karakteristik sistem
pertukaran panas yang digunakan untuk pemrosesan cairan aseptik.
Tabel 3. Karakteristik Sistem Pertukaran Panas Digunakan untuk Pengolahan
Cairan Aseptik (Paine, 2018)

Awalnya, panas digunakan sebagai steril untuk sistem aseptik sebagai


perpanjangan alami dari pemrosesan panas. Jalur suplai dan pengisi produk
biasanya disterilkan oleh panas 'lembab' dalam bentuk air panas atau uap jenuh di

13
bawah tekanan. 'Kering' panas, dalam bentuk uap panas atau udara panas, juga dapat
digunakan untuk mensterilkan peralatan. Namun, karena ketahanan panas kering
yang relatif tinggi dari endospora bakteri, persyaratan suhu waktu untuk panas
kering sterilisasi jauh lebih tinggi daripada sterilisasi panas basah. Karena, massa
logam yang relatif besar sering hadir dalam pengisian aseptik dan sistem
pengemasan, suhu tinggi dan periode penahanan yang relatif lama diperlukan untuk
memastikan bahwa sterilisasi yang tepat telah terjadi. Sistem yang menggunakan
panas lembab sering disterilisasi pada suhu mulai dari 121 ° C hingga 129 ° C,
sementara 176 ° C hingga 232 ° C digunakan untuk sterilisasi oleh panas kering.
Selain itu, sterilisasi udara dengan insinerasi biasanya dilakukan pada suhu mulai
dari 260 ° C hingga 315 ° C.
Hidrogen peroksida adalah pilihan yang luar biasa untuk digunakan sebagai
pensteril kimia. Bahan kimia lain yang telah digunakan sebagai steril, terutama
untuk digunakan dalam sistem untuk asam makanan, termasuk berbagai asam,
etanol, etilena oksida dan asam perasetat. Hidrogen peroksida bukanlah sporicide
efisien bila digunakan pada suhu kamar. Namun, aktivitas sporicidal meningkat
secara substansial dengan meningkatnya suhu. Oleh karena itu, sebagian besar
sistem pengemasan aseptik menggunakan hidrogen peroksida (pada konsentrasi 30
hingga 35%) sebagai bahan pengemas untuk kemasan yang diikuti oleh udara panas
(60 ° C hingga 125 ° C) untuk menghilangkan sisa hidrogen peroksida.
Radiasi gamma telah digunakan selama beberapa dekade untuk
mendekontaminasi bahan kemasan untuk digunakan dalam sistem aseptik untuk
mengemas asam dan makanan yang diasamkan. Karena daya tembus radiasi
gamma, Kemasan diperlakukan secara massal pada iradiator komersial. Dosis
sekitar 1,5 Megaradians (Mrad) umumnya digunakan untuk mendekontaminasi
wadah untuk makanan asam dan diasamkan. Baru-baru ini, proses untuk aseptik
makanan asam rendah sistem pengisian dan pengemasan juga diterima. Dosis yang
diperlukan untuk mensterilkan wadah untuk digunakan dengan makanan asam
rendah jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk makanan asam dan
diasamkan. Jenis radiasi lainnya tidak banyak digunakan dalam sistem aseptik.
Sinar Ultraviolet (UV-C) telah digunakan untuk mendekontaminasi permukaan
kontak makanan. Penetrasi yang rendah dan masalah yang terkait dengan

14
'membayangi', membatasi penggunaan UV-C untuk pengemasan sistem aseptik dari
makanan asam rendah. Sementara ukuran peralatan, kecepatan dan biaya telah
menghalangi penggunaan iradiasi berkas elektron sampai sekarang; hanya masalah
waktu sebelum sistem semacam itu dikembangkan.

2.2 Filling
Setelah produk dibawa ke suhu sterilisasi, ia dialirkan ke tabung penahan.
Tabung menyediakan waktu tinggal yang diperlukan pada suhu sterilisasi. Proses
ini dirancang untuk memastikan bahwa partikel yang bergerak paling cepat melalui
holding tube akan menerima waktu / proses suhu yang cukup untuk sterilisasi.
Karena ada beberapa kehilangan suhu saat produk melewati tabung penahan, suhu
produk harus cukup tinggi saat masuk, sehingga bahkan dengan penurunan suhu
tertentu, masih akan setidaknya berada pada suhu minimum yang ditentukan di
pintu keluar tabung induk. Tidak ada pemanasan eksternal dari holding tube yang
harus dilakukan.
Deaerator digunakan untuk menghilangkan udara, karena sebagian besar
produk, yang diproses secara aseptik, harus deaerated sebelum pengemasan. Udara
dihilangkan untuk mencegah reaksi oksidatif yang tidak diinginkan, yang terjadi
karena suhu produk meningkat selama proses tersebut. Deaerator umumnya terdiri
dari bejana di mana produk terpapar ke vakum pada aliran berkelanjutan.
Produk yang disterilisasi diakumulasikan dalam tangki surut aseptik
sebelum pengemasan. Sistem katup yang menghubungkan tangki lonjakan antara
ujung bagian pendingin dan sistem pengemasan, memungkinkan prosesor untuk
menjalankan fungsi pemrosesan dan pengemasan lebih atau kurang secara mandiri.
Produk dipompa ke dalam tangki lonjakan dan dihilangkan dengan
mempertahankan tekanan positif di dalam tangki dengan udara steril atau gas steril
lainnya. Tekanan positif harus dipantau dan dikendalikan untuk melindungi tangki
dari kontaminasi.

2.3 Seals and Closures


Setiap sistem aseptik harus mampu menutup dan / atau menyegel Kemasan
secara hermetis untuk menjaga sterilitas selama penanganan dan distribusi. Oleh

15
karena itu integritas penutupan dan segel merupakan hal yang sangat penting.
Integritas segel-panas yang digunakan dalam kebanyakan sistem aseptik pada
dasarnya dipengaruhi oleh efisiensi sistem penyegelan yang digunakan dan dengan
kontaminasi area seal panas oleh produk. Untuk menghindari kontaminasi ulang,
unit produksi, yang ketat diperlukan. Dua sistem dibuat dalam sistem Tetrapak-
jahitan memanjang dan melintang.

Gambar 5. Sealings
Dalam sistem longitudnal, bahan kemasan yang datar digunakan, disediakan
dalam gulungan. Ini web bahan datar dibentuk menjadi tabung, yang disegel
longitudinal menghasilkan struktur berbentuk silinder. Kekuatan dari lapisan
longitudinal ini sebagian ditentukan oleh "seal overlap" dan sebagian oleh strip
longitudinal plastik. Strip ini pertama kali disegel ke salah satu ujung dari web
bahan pengemasan dan - setelah tabung bahan pengemasan telah terbentuk - disegel
ke permukaan bagian dalam bahan pengemasan. Kedua operasi ini, aplikasi strip
dan penyegelan longitudinal yang sebenarnya dilakukan dengan menggunakan
steril, udara panas dan tekanan (Bookelmann, 2018).
Penyegelan transversal dilakukan di bawah tingkat produk dalam tabung
bahan pengemasan. Dengan terus-menerus memindahkan sealing dan tekanan
rahang, tekanan diterapkan dari luar tabung bahan kemasan yang meremas produk
dari area penyegelan. Suatu impuls listrik dilewatkan melalui rahang segel dan

16
panas ditransfer dari luar ke lapisan plastik bagian dalam dari bahan pengemas.
Lapisan polietilena dipanaskan, dilelehkan dan dipegang bersama antara sepasang
rahang. Sementara tekanan dipertahankan, lapisan plastik meleleh mendingin dan
ikatan diefektifkan antara dua permukaan bahan pengemasan yang berlawanan:
mereka disegel secara melintang.
Perawatan dan pemeliharaan preventif diperlukan untuk memastikan
kualitas jahitan yang memuaskan serta untuk mencegah kerusakan bahan kemasan
secara umum, yang dapat mengganggu ketatnya wadah. Dengan demikian, unit
diproduksi yang cukup ketat untuk mencegah infeksi ulang produk.

3. Bahan Kemasan Aseptik


Bahan kemasan harus memenuhi faktor-faktor berikut: 1) Bahan
pengemasan harus kompatibel dengan produk yang dimaksudkan untuk dikemas
dan harus memenuhi persyaratan migrasi material yang berlaku; 2) Integritas fisik
dari kemasan diperlukan untuk menganggap penyimpanan produk dan
pemeliharaan sterilitas 3) Bahan kemasan harus mampu menahan sterilisasi dan
kompatibel dengan metode sterilisasi 4) Kemasan harus melindungi produk dari
oksigen, juga kemasan harus mempertahankan aroma produk. Gambar berikut ini
memberikan kepekaan yang berbeda dari produk yang dikemas secara aseptik.

Gambar 6. Perbedaan Sensitivitas

17
4. Market Data on Packaging of Fruit Juices in Tetra Pak Packages in India
Pasar jus dan nektar yang dikemas di India sekitar 33,90 juta liter. Dari
jumlah ini, 61% atau 20,8 juta liter berada dalam karton umur panjang (terutama
Kemasan Tetra Pak), dan 9,5% atau 3,5 juta liter (sebagian besar) jus dan nektar
impor (seperti Berri Australia, dll.) Dalam botol-botol PET. Hal ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 51 juta liter pada tahun 2007. Pasar jus yang terorganisir
dan dikemas masih pada tahap awal, tetapi dilaporkan akan tumbuh lebih dari 30%
per tahun. Dua pemain utama di pasar jus kemasan adalah Tropicana Tropicana dari
Dabur’s dan Pepsico. Pasar jus bermerek dilaporkan bernilai Rs.120 crores. Ada
sejumlah jus dan nektar yang tersedia dalam kaleng, tetapi segmen ini dengan cepat
menurun. Pasar longgar yang tidak terorganisir, yang mencakup warung pinggir
jalan dan bar jus diperkirakan sekitar 172 juta liter pada tahun 2002 (Bookelmann,
2018).
Pasar minuman jus yang dikemas di India adalah sekitar 152 juta liter.
Minuman merek minuman jus yang populer - terutama mangga - adalah Frooti,
Maaza, Slice, dan Mangola dari tiga pemain utama: Parle Agro, Coca Cola, dan
Pepsico. Sementara minuman jus dalam botol kaca mencapai 82,8 juta liter, sisanya
(hampir 43%) ada dalam Kemasan Tetra Pak. Segmen minuman jus kemasan masih
hanya 6% dari total pasar minuman jus, diperkirakan 2400 juta liter. Pasar terlihat
matang, dengan merek-merek menikmati visibilitas yang baik dan ingat, dan
tumbuh kurang dari 10% per tahun.

5. Composition of Tetra Pak Aseptic Cartons


Komposisi Tetra Pak Aseptic Tetra Pak aseptic cartons terbuat dari tiga
bahan dasar yang bersama-sama menghasilkan Kemasan yang sangat efisien, aman
dan ringan. Setiap materi menyediakan fungsi spesifik. Kertas (80%) berfungsi
untuk memberikan kekuatan dan kekakuan. Polyethylene (15%) berfungsi untuk
membuat Kemasan-Kemasan cair ketat dan untuk menyediakan penghalang bagi
mikro-organisme. Aluminium foil (5%) berfungsi untuk mencegah udara, cahaya,
dan off-rasa - semua hal yang dapat menyebabkan makanan memburuk.
Menggabungkan ketiga bahan ini telah memungkinkan Tetra Pak memproduksi

18
bahan pengemas dengan sifat yang optimal dan karakteristik kinerja yang sangat
baik (Bookelmann, 2018).

Gambar 7. Bahan Tetrapak Aseptic Carton

Gambar 8. Komposisi Tetrapak Aseptic Carton

19
Gambar 9. Sifat Bahan Pembungkus Aseptik
6. Type of Package Forms available in India
Di India, Tetra Pak menawarkan sistem pengemasan berikut saat ini: 1)
TBA:Tetra Brik Aseptic; 2)TCA: Tetra Classic Aseptic; 3) TFA: Tetra Fino
Aseptic; 4) TWA:Tetra Wedge Aseptic

Gambar 10. Jenis Kemasan Tetra

Kemasan-Kemasan ini tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk


konfigurasi, dan yang saat ini tersedia di India sesuai dengan standar perundang-
undangan saat ini. Kemasan-Kemasan tersebut juga memiliki berbagai bukaan dan
penutupan yang sesuai dengan produk dan kebutuhan konsumen.
20
D. Kesimpulan
Kemasan aseptik diterima dengan sangat baik dalam aplikasi layanan
makanan di seluruh dunia sebagai pilihan kemasan yang aman dan berkualitas
tinggi. Pengolahan aseptik mensterilkan produk makanan dengan menghancurkan
bakteri berbahaya dan mikroorganisme patogen melalui proses termal yang
dikontrol ketat dan menggabungkan produk steril dengan bahan kemasan steril
secara steril lingkungan, hasil akhirnya adalah produk rak-stabil yang tidak
memerlukan pendingin. Penggunaan plastik dalam kemasan aseptik secara
signifikan meningkatkan masa simpan non-pendingin dan ketersediaan banyak
produk yang mudah rusak. Hari ini, ini siap digunakan di lapisan kontak terdalam
dari Kemasan, sehingga melindungi kualitas makanan.

E. Daftar Pustaka
Bookelmann, B. H. V. 2018. Modern Food Packaging, IIP Publication, Aseptic
Packaging. Tetra Pak, Lund, Sweden.
Khadafi, M., dan Kencana, Y. P. 2013. Kajian awal Pemanfaatan PulP dari limbah
Kemasan aseptik untuk Pembuatan selulosa asetat. Balai Besar Pulp dan
Kertas. Bandung.
Paine, F. A. 2018. Aseptic Packaging, Modern Processing, Packaging and
Distribution Systems for Food. Tetra Pak, Lund, Sweden
Pracaya, 2005. Sari Buah Mangga. Repostori Universitas Riau.
Ranganna. 2018. Handbook of Canning and Aseptic Packaging.
Sharma, R., and Balasubramanian, S. 2009. Aseptic Packaging of Food Product.
Central Institute of Agricultural Engineering. Indian Council of Agricultural
Research. India.
Willhoft, E. M. A. 2018. Aseptic Processing and Packaging of Particulate Food.
Tetra Pak, Lund, Sweden

21

Anda mungkin juga menyukai