Anda di halaman 1dari 18

PENGEMASAN

KEMASAN LOGAM
Dosen Pengampu: Nur Lailatul Rahmah, S.Si, M.Si

Disusun Oleh:

Nama : Erita Ajeng Triana

Nama : Yustinus Dan D.

NIM

NIM

: 145100301111115

: 145100301111129

Kelas : F

Kelas : F

Nama : Dewi Laras Ayu

Nama : Titi Sari M.

NIM

NIM

: 145100307111005

Kelas : F

: 145100307111013

Kelas : F

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkembangan teknologi

memacu

pelaku

industri

untuk

terus

melakukan

perkembangan untuk mempertahankan produk yang dihasilkan agar dapat bersaing. Hal
tersebut juga dilakukan oleh pelaku usaha di bidang pangan. Industri pangan dituntut untuk
terus berinovasi guna mengembangkan produk pangan yang aman dan berkualitas. Gaya
hidup masyarakat saat ini menuntut adanya inovasi yang instan. Oleh sebab itu, industri
pangan harus dapat berkompetisi untuk dapat menghasilkan inovasi baru makanan cepat saji
dengan kemasan yang aman. Kemasan dianggap aman apabila dapat melindungi makanan
dari kontaminasi. Kemasan yang aman sangat bergantung pada jenis makanan.
Pengemasan didefinisiskan sebagai aktivitas merancang dan memproduksi wadah atau
pembungkus suatu produk. Bungkus atau kemasan yang menarik, akan memberikan nilai
lebih pada konsumen yang sedang membedakan beberapa produk yang bentuk dan mutunya
hampir sama (Kalihatu, 2010). Pengemasan merupakan proses akhir yang akan menentukan
kualitas produk yang telah diproduksi tidak mengalami perubahan selama distribusi (Suryani
dkk, 2011). Kemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk
pangan. Selain itu, pengemasan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi, dan
merupakan bagian dari usaha untuk mengatsi persaingan dala pemasaran (Tim Penulis, 2008).
Kata kemasan lebih mengacu sebagai obyek fisik itu sendiri, misalnya karton, botol,
container atau bungkus. Sebuah istilah kemasan merupakan kata benda suatu objek
(Kalihatu, 2010). Kemasan adalah suatu tepat atau wadah yang digunakan untuk mengemas
suatu produk (Tim Penulis, 2008). Berbagai macam jenis kemasan disesuaikan dengan jenis
kemasan yang ada. Salah satu kemasan yang banyak digunakan dalam industri pangan ialah
kemasan logam.
Saat ini ikan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kandungan protein, rendah
lemak larut dan mengandung omega 3. Konsumsi ikan kaleng telah meningkat karena
terjangkau dan praktis (Boadi et al., 2011). Akhir-akhir ini, kemasan makanan mendapat
perhatian dalam keamanan pangan karena kemungkinan migrasi bahan kimia. Migrasi
dideskripsikan sebagai sebuah proses difusi yang sangat mempengaruhi interaksi material
kemasan dengan makanan (Buculei et al., 2012).
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa permasalahan kemasana logam saat ini?

2. Metode apa saja yang digunakan untuk menganalisis salah satu permasalahan
kemasan logam saat ini?
3. Bagaimana hasil analisis yang dilakukan pada salah satu permasalahan kemasan
logam saat ini?
4. Apa saja dampak pencemaran logam berat pada makanan kaleng?
1.3

Tujuan
Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dari dinuatnya makalah sebagai
berikut:
1. Mampu mengetahui dan memahami salah satu permasalahan mengenai kemasana
logam saat ini
2. Mampu mengetahui dan memahami beberapa metode yang digunakan untuk
menganalisis salah satu permasalahan mengenai kemasan logam
3. Mampu mengetahui dan memahami hasil analisis salah satu permasalahan
mengenai kemasana logam saat ini
4. Mampu mengetahui dan memahami berbagai dampak pencemaran logam berat
pada makanan kaleng

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Kemasan Logam


Logam adalah bahan pengemas yang paling serbaguna. Logam menawarkan

kombinasi dari keamanan fisik, dapat dibentuk, sebagai unsur dekoratif, dapat didaur ulang
dan dapat diterima oleh masyarakat. Dua jenis logam yang paling banyak digunakan yaitu
aluminum dan baja (Marsh et al., 2007). Kemasan pangan berbahan dasar logam memiliki

pengertian kemasan yang menggunakan logam untuk dijadikan bahan pelindung pangan
(Yuyun, 2011). Bahan kemasan logam yang dimaksud adalah bahan logam yang
menggunakan bahan tembaga, perak dan emas atau campuran dari bahan-bahan tersebut.
Karena emas relatif mahal, maka digunakan bahan dari timah, seng, kuningan dan besitahan
karat (stainless steel). Bahan kemasan dari stainless steel banyak digunakan dalam industri
pangan karena bahan ini hampir tidak bereaksi dengan bahan pangan (Kamuni, 2014).
Keuntungan wadah kaleng untuk bahan makanan dan minuman adalah mempunyai
kekuatan mekanik yang tinggi, barrier (pelindung/penahan) yang baik terhadap gas, uap air,
jasad renik, debu dan kotoran sehingga cocok untuk kemasan hermetic, toksisitasnya relatif
rendah meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam ke bahan yang dikemas dan tahan
terhadap perubahan-perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim (Anonim, 2010).
2.2

Jenis-jenis Kemasan
Berikut jenis-jenis kemasan logam menurut Zakiyul (2014) :

1.

Kemasan Aluminium
Kemasan aluminiun adalah salah satu jenis pengemasan logam yang pertama kali

digunakan. Kemasan aluminum pada umumnya dibentuk menjadi jenis kemasan kaleng yang
digunakan dalam industri pangan. Pengalengan bahan-bahan makanan yang menggunakan
bahan aluminium diantaranya pengalengan ikan, pengalengan daging, kornet, dan berbagai
jenis pengalengan makanan olahan lainnya.
2. Kemasan Aluminium Foil
Aluminium foil adalah jenis bahan kemasan yang terbuat dari aluminium yang
dibentuk menjadi lembaran tipis dan padat dengan ketebalan <0.15 mm. Ketebalan aluminium
foil berpengaruh pada sifat protektifnya. Jika ketebalan kurang maka aluminium foil dapat
dilalui oleh gas dan uap. Aluminium foil memiliki sifat hermetis, fleksibel dan tidak tembus
cahaya. Kemasan ini dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak dan
bahan yang peka terhadap cahaya seperti margarin dan yogurt. Dalam industri minuman
kemasan aluminum foil digunakan untuk pelapis kemasan yang dikombinasikan dengan
plastik. Kombinasi aluminium foil dengan bahan kemasan lain menghasilkan kemasan baru
yang disebut retort pouch. Kaleng dengan lapisan timah yang tebal digunakan untuk
mengalengkan bahan makanan yang mempunyai daya korosif lebih tinggi (Sutrisno, 2013).

3.

Plat Timah
Jenis kemasan logam yang biasa dibuat dari plat timah adalah jenis kemasan kaleng.

Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon rendah dengan ketebalan 0.150.5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara 1.0-1.25% dari berat kaleng (Tjahjadi,
2011). Kemasan plat timah digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi. Selain itu
mempunyai daya tahan terhadap karat yang rendah, tetapi daya tahannya terhadap reaksireaksi dengan bahan pangan yang dikemasnya lebih lambat dibanding baja. Warna dari timah
yaitu silver-putih dan berkemampuan tinggi untuk korosi, kemasan timah terbuat dari tinplate, lembar baja dan lainnya yang telah digunakan sejak lama sebagai bahan pengemas
(Abdel, 2015).

4.

Kemasan Kaleng Bebas Timah (Baja)


Kaleng bebas timah (tin-free-steel = TFS) adalah lembaran baja yang tidak dilapisi

timah putih. Jenis TFS yang paling banyak digunakan untuk pengalengan makanan adalah
jenis Tin Free Steel Chrome Type (TFS-CT), yaitu lembaran baja yang dilapisi kromium
secara elektris, sehingga terbentuk khromium oksida di seluruh permukaannya. Jenis ini
memiliki beberapa keunggulan, yaitu harganya murah karena tidak menggunakan timah putih,
dan daya adhesinya terhadap bahan organik baik. Tetapi kelemahannya peluang untuk
berkarat lebih tinggi, sehingga harus diberi lapisan pada kedua belah permukaannya
(permukaan dalam dan luar) (Sutrisno,2013).

5.

Kemasan Aerosol
Kemasan aerosol banyak digunakan untuk mengemas produk-produk non pangan

seperti kosmetika (parfum), pembersih kaca, pengharum ruangan, cat semprot, pemadam
kebakaran dan pestisida. Penggunaan kemasan aerosol untuk bahan pangan adalah untuk
whipped cream. Kemasan aerosol terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu : produk cair, propelen
pendorong cairan dan bagian gas dengan pengaruh tekanan. Bagian cair menempati bagian

dari volume wadah, bagian gas berada di bawah. Pipa saluran (dip tube) dipasang hingga
masuk ke bagian cairan mulai dari katup. Klep dibuka dengan menekan knop sehingga gas
menekan ke seluruh bagian dalam wadah kemudian cairan bergerak melalui pipa saluran dan
keluar melalui katup. Sebagian cairan propelan menguap dan menggantikan posisi produk cair
di bagian dalam aerosol sehingga menambah gas. Volume gas propelan dapat mencapai 250
kali dari volume cairnya, sehingga hanya sebagian kecil cairan yang tertinggal, dan hampir
seluruh ruang diisi dengan gas, tetapi tekanan tetap sama, selama di dalam wadah aerosol
masih terdapat propelan dalam bentuk cair. Berdasarkan bahan kemasannya maka kemasan
aerosol dibedakan atas:
kemasan aerosol logam
kemasan aerosol gelas
kemasan aerosol plastik
kemasan aerosol logam terbuat dari logam aluminum
plat timah atau nir karat(stainless steel) dan paling banyak digunakan dibanding
kemasan aerosol lain
Kemasan aerosol gelas mempunyai sifat inert terhadap bahan kimia dan sesuai
untukproduk-produk yang korosif. Kemasan aerosol plastik terbuat dari asetal, nilon
ataupropilena, dan biasanya digunakan untuk pembersih alat rumah tangga. Jenis propelan
yang digunakan dalam kemasan aersol adalah fluorokarbon, hidrokarbon (butana, propana,
isobutana) dan gas kompresi (campuran N2O dan CO2dengan perbandingan 15:85). Kerja
propelan dipengaruhi oleh suhu, sehingga padadaerah yang mempunyai musim dingin
beberapa aerosol tidak dapat bekerja padasuhu udara luar. Penggunaan kemasan aersol saat ini
banyak mendapat tantangan karena adanya propelan yang bersifat merusak ozon.

6. Kemasan Drum
Drum logam untuk bahan pangan umumnya terbuat dari baja atau aluminium. Drum
baja banyak digunakan untuk minyak goreng. Bentuk drum yang lain yaitu, jemblung dibuat
dari kaleng dengan bahan dasar seng, biasanya digunakan untuk kerupuk atau makanan
jajanan kering lainnya. Drum logam untuk minyak goreng, biasanya dipakai secara berulang
sehingga jarang ditemui drum yang masih baru. Pada dinding drum biasanya dibentuk
gelanggelang (simpay) dengan menekan keluar dinding sisi, agar drum mudah
digelindingkan. Bagian penutup mempunyai dua lubang, yaitu lubang kecil untuk lubang
angin, dan lubang besar untuk mengeluarkan produk.

2.3

Sifat Kemasan
Logam memiliki beberapa sifat yaitu (Ahsyaf, 2014):

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penghantar panas (konduktor) dan listrik yang baik


Dapat ditempa atau dibengkokan dalam keadaan padat
Mempunyai kilap logam
Tidak tembus pandang
Densitas tinggi
Berbentuk padat (kecuali merkuri)
Dari sifat-sifat logam tersebut, kemasan logam memiliki beberapa keuntungan

yaitu

(Ahsyaf, 2014):
a. Mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi
b. Barrier yang baik terhadap gas,uap air, jasad renik, dan kotoran sehingga cocok untuk
kemasan hermetis
c. Toksisitasnya relatif rendah, meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam
d.
e.
2.4

kebahan yang dikemas


Tahan terhadap perubahan-perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim
Mempunyai permukaan yang ideal untuk dekorasi dan pelabelan
Uji Kemasan
Pengujian bahan kemasan dan paket selesai mungkin harus dilakukan untuk (Ranken

dkk,1997):
a.
b.

Mematuhi persyaratan hukum


Memenuhi persyaratan pelanggan untuk melindungi produk di seluruh rantai distribusi

c.

ke konsumen akhir
Mematuhi spesifikasi pelanggan setuju dengan hal pemilihan bahan dan karya seni /
dekorasi

Tes kemasan dapat dibagi menjadi dua kategori utama (Ranken dkk, 1997):
a.

Pengujian destruktif. Hal ini biasanya dilakukan off-line dan hasilnya dalam paket
yang diambil terpisah dan diperiksa menggunakan metode yang telah ditentukan.
Beberapa tes yang khas akan mencakup integritas kontainer, pengujian torsi penutupan

b.

botol, adesi label dan pemeriksaan isi internal kontainer.


Pengujian non destruktif. Tes ini dapat dibagi menjadi tes on-line dan off-line. On-line
tes dapat mencakup pengujian vakum dari botol kaca dan kaleng, pengukuran berbasis

kamera. Off-line tes mungkin termasuk pengukuran parameter tertentu seperti dimensi
paket dan warna, termasuk pencocokan karya seni disetujui.
2.5

Analisis Kimia Produk Makanan Kaleng


Kemasan kaleng termasuk jenis kemasan yang banyak digunakan. Spesifikasi kaleng

untuk mengemas pangan ditentukan oleh dua kebutuhan yaitu kebutuhan akan kekuatan yang
dimiliki wadah dan daya simpan yang dimiliki oleh produk dalam kaleng. Kebutuhan
terhadap daya simpan isi kaleng salah satunya ditentukan oleh sifat korosif produk.Untuk
mengemas produk pangan, maka bagian dalam kaleng (sebagaimana halnya bagian luar
kaleng) harus bersifat tahan korosi (karat).Pada bagian dalam kaleng, korosi dapat disebabkan
oleh kontak langsung antara produk dan permukaan kaleng. Beberapa faktor yang
menentukan terjadinya pembentukan karat pada bagian dalam kaleng antara lain sifat bahan
pangan, terutama pH (baik dalam kadar asam yang tinggi maupun rendah) sehingga terjadi
pembentukan karat seperti nitrat, beberapa bahan belerang, zat warna antosianin; banyaknya
sisa oksigen dalam bahan pangan, khususnya pada ruang udara; suhu dan waktu
penyimpanan; serta beberapa faktor yang berasal dari bahan kemas, seperti berat lapisan
timah, macam dan komposisi lapisan baja dasar, efektifitas perlakuan pada permukaan
lapisan, jenis lapisan dan lain sebagainya. Dalam kemasan kaleng, makanan dapat dipanaskan
hingga suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Dengan demikian semua
mikroba yang hidup bersama makanan tersebut akan mati. Karena kaleng juga ditutup dengan
sangat rapat, maka mikroba baru tidak akan bisa masuk kembali ke dalamnya. Oleh karena itu
makanan kaleng dapat disimpan hingga dua tahun dalam keadaan baik, tidak busuk, dan tidak
beracun.Semua jenis makanan bisa dikemas di dalam kaleng. (Dewi, 2012).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Permasalahan Produk Ikan Serta Saus Kemasan Kaleng


Pencemaran logam berat berupa cemaran timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada sampel

ikan kaleng merupakan salah satu permasalahan terkait kemasan logam akhir-akhir ini. Pada
beberapa hasil penelitian telah ditemukan kandungan logam pada produk kemasan kaleng
melebihi ambang batas. Lama penyimpanan dapat mempengaruhi terjadinya korosi pada
kaleng bagian dalam. Hal tersebut dapat diakibatkan pematrian tutup kaleng dengan badan
kaleng yang menggunakan logam timbal (Pb) serta interaksi bahan makanan dengan logam
pembentuk kaleng. Korosi dan kelarutan logam pada badan kaleng dalam makanan terutama
yang bersifat asamdapat mempengaruhi kualitas makanan (Erfandika dkk, 2014).
Saus tomat memiliki kandungan asam askorbat yang berasal daribuah tomat. Adanya
asam askorbat yang banyak didalam saus mengakibatkan semakin banyak H+ untuk
mengoksidasi logam dari bagian kaleng. Semakin lama waktu penyimpanan akan semakin
banyak logam yang teroksidasi dan semakin banyak logamyang terlarut (Erfandika dkk,
2014). Lama penyimpanan makanan merupakan salah satu faktor penyebab ternjati
pencemaran logam pada bahan makanan. Makanan kaleng yang disismpan terlalau lama akan
meningkatkan risiko terjadinya cemaran logam ataupun korosi.

(Sumber: Azhari, 2010)


3.2

Metode Analisis Kimia Produk Ikan Serta Saus Kemasan Kaleng


Metode yang biasanya digunakan dalam analisis kandungan atau bahan kimia pada

makanan khususnya pada produk ikan serta saus kemasan kaleng dapat dilakukan dengan
beberapa tahapan. Analisis kadar timbal (Pb) dan tembaga (Cu) sering digunakan untuk
mengetahui besarnya cemaran dalam suatu produk kemasan kaleng. Pada salah satu jurnal
yang berjudul Analisis Kadar Pb dan Cu Pada Ikan Serta Saus Kemasan Kaleng terhadap

Lama Penyimpanan menggunakan tahapan optimasi metode dekstrusi, pengukuran kadar Pb


dan Cu, recovery dan presisi.
Alat yang digunakan dalam analisis ini berupa spektrofotometer serapan atom (Perkin
Elmer 5100 PC), neraca analitik (Fujitzu), alat gelas, botolsemprot, karet penghisap,
oven,pemanas listrik, sertamortar. Selain alat, terdapat beberapa bahan yang digunakan antara
lain ikan kaleng jenis sarden produksi Banyuwangi merek A dan B (sampel dipilih 1, 6, 12, 18
dan 24 bulan setelah masa produksi dan dibeli dari beberapa toko), HNO3 p.a. (Merck),
aquades, larutan standar Cu (Merck) H2O2 p.a (Merck), H2SO4 p.a (Merck), Pb(NO3)2
(Merck).
Metode destruksi merupakan suatu metode yang sangat penting didalam menganalisis
suatu materi atau bahan.Metode ini bertujuan untuk merubah sampel menjadi bahan yang
dapat dikukur (Mulyani, 2007). Pada permasalahan produk ikan dan saus kemasan kaleng
menggunakan metode destruksi dengan membandingkan destruksi kering dan basah.
Destruksi kering dilakukan dengan cara menimbang 1 gram sampel kering lalu dimasukkan
dalam kurs porselen ditetesi dengan 0,5 mL HNO3 14,3 M dan diabukan pada suhu 500oC
selama 2 jam. Abu yang terbentuk dilarutkan dan diencerkan dengan HNO3 0,5 M pada labu
ukur 25 mL hingga tanda batas. Sedangkan untuk destruksi basah dilakukan dengan
melarutkan sampel kering dengan campuran HNO3, H2SO4 dan H2O2 dengan perbandingan
10:2:1. Selanjutnya dipanaskan padasuhu 135oC hingga larutan agak bersih dan bening.
Larutan yang terbentuk dilarutkan dan diencerkan dengan HNO3 0,5 M hingga tanda batas
pada labu ukur 25 mL (Erfandika dkk, 2014).
Tahap selanjutnya setelah optimasi metode desktrusi, maka dilanjutkan dengan
pengukuran kadar timbal (Pb) dan tembaga(Cu) pada sampel. Pengukuran kadar timbal (Pb)
dan tembaga (Cu) dilakukan dengan spektroskopi serapan atom dari sampel yang telah
terdestruksi. Pengukuran absorbansi timbal pada panjang gelombang 283,2 nmdan
pengukuran larutan sampel Cu pada panjang gelombang 324,3 nm (Tarley, 2001).
Setelah proses optimasi metode desktusi, proses selanjutnya yaitu recovery. Recovery
atau perolehan kembali memiliki syarat senilai 98-102% (Priyambodo, 2015). Pada studi
kasus ikan serta saus kemasan digunakan larutan standar Pb 2, 3 dan 4 ppm dengan ukuran
masing-masing 2 mL yang dimasukkan ke dalam setiap 1 gram sampel kering pada krus
porselain. Sampel didestruksi kering dan basah. Nilai konsentrasi yang didapat dihitung
dalam % recovery berdasarkan rumus berikut:

Proses terakhir dari analisa timbal dan tembaga pada ikan dan saus kemasan kaleng yaitu
presisi. Menurut Zabin dan Breabach (2006), precision atau presisi adalah sifat yang
menunjukkan akurasi atau ketepatan.
3.3

Hasil Analisis Kimia Produk Ikan Serta Saus Kemasan Kaleng


Beberapa metode serta tahapan dalam analisis kimia pada ikan serta saus kemasan

kaleng, maka diperoleh data yang dapat digunakan untuk menganalisis kandungan Pb dan Cu
sebagai pencemar dalam produk dalam kemasan kaleng dengan umur simpang yang berbedabeda. Pada proses optimasi metode destruksi, kadar logam Pb dan Cu dinyatakan dalam
jumlah kering. Perbandingan metode destruksi kering dan destruksi basah untuk mendapatkan
metode yang optimal dalam pengukuran logam Cu dan Pb. Zat pengoksidasi yang digunakan
pada destruksi basah lebih banyak dibandingkan destruksi kering. Zat pendestruksi yang
digunakan adalah HNO3. Berikut reaksi pada destruksi kering dan basah untuk Pb dan Cu:

Berikut grafik yang menggambarkan kandungan logam Cu dan Pb ikan serta saus dengan
optimasi metode destruksi kering dan basah pada sarden yang berusia 6 bulan dari massa
produksi:

Pada gambar 1 di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode destruksi basah
maka konsentrasi Cu dan Pb akan optimum. Sedangkan pada desktruksi kering, sebagian
karbohidrat dan protein belum terdestruksi sempurna karena HNO3 masih mengikat Pb dan
Cu sehingga konsentrasinya kecil. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kandungan logam
yang terlihat pada gambar di atas.
Analisis selanjutnya yaitu kadar Pb dan Cu dalam ikan dan saus sarden kemasan
kaleng berdasarkan lama simpan. Penetapan kadar dilakukan secara SSA (Spektrofotometri
Serapan Atom). Penyebab adanya Pb dan Cu dalam ikan dan saus dikarenakan kelarutan

antara bahan makanan dengan bahan pengemas kaleng. Menurut teori energetika kelarutan
dapat terjadia pabila energi bebas Gibs bernilai negatif dengan persmaan G= -n F E. Berikut
reaksi potensial sel antara asam dengan Cu dan Pb sebagai berikut:

Reaksi reduksi dan oksidasi di atas dapat terjadi dikarenakan ion hidrogen (H+) pada asam
askorbat yang ada di dalam saus berperan sebagai oksidator yang dapat mengoksidasi logam
pada bagian dalam kaleng.Nilai Eo sel bernilai positif, jika dihubungkan dengan persamaan
G= -n F Eo nilainya negatif. Sifat kelarutan antara Pb dan Cu dengan asam yaitu spontan.
Berikut gambar kandungan Pb dan Cu dalam ikandan saus merek A dan B yang menunjukkan
bahwa semakin lama waktu penyimpanan semakin besar kandungan Pb dan Cu:

Berdasarkan gambar di atas, bertambahnya kadar (Pb) dan Cu disebabkan semakin banyak
H+ yang mengoksidasi. Semakin banyak logam teroksidasi, semakin banyak pula logam yang
larut dalam zat pengoksidasi. Sehingga kandungan logam pada saus juga lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan. Kontak antara saus yang cair dengan kemasan kaleng lebih mudah
melarutkan logam dibandingkan dengan kontak antara ikan dengan kemasan kaleng karena
bentuknya yang kompleks.
Setelah mengetahui kandungan Pb dan Cu pada ikan dan saus kemasan kaleng, akan
lebih baik jika dibandingkan dengan acuan dari BPOM. Berdasarkan gambar 6 dapat
diketahui bahwa kandungan Pb pada ikan dan saus merk A jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan merek B. Batasan BPOM yakni 0,3 ppm untuk Pb, sehingga semua sampel yang teruji
telah melebihi ambang batas. Sampel Pb pada sampel bulan pertama telah melebihi ambang
batas BPOM dimungkinkan ikan tercemar Pb di perairan.

Kandungan Cu pada ikan dan saus merk A jauh lebih kecil dibandingkan merek B. Batasan
BPOM yakni 5 ppm untuk Cu menunjukkan bahwa untuk sampel ikan dan saus merek A
semuanya belum melebihi ambang batas. Sementara pada ikan dan saus merek B belum
melebihi ambang batas pada sampel bulan ke 1, namun mulai melebihi ambang batas pada
sampel bulan ke 6 dan seterusnya yang dapat terlihat dari Gambar 7.

Recovery yang dilakukan untuk produk ikan dan saus pada kemasan logam dengan
membandingkan destruksi kering dan basah memperoleh hasil sebagai berikut:

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat selisih recovery destruksi basah dan
kering untuk logam Cu dan Pb. Pada analisa Cu maupun Pb nilainya mendekati 100% dimana
destruksi basah memiliki ketepatan baik dalam menunjukkan kesesuaian nilai rata-rata dari
pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Sedangkan nilai recovery untuk
destruksi kering masih lebih rendah dari yang basah.
Metode terakhir yang digunakan yaitu presisi yang dinyatakan dalam keterulangan.
Pada penelitian ini telah dilakukan tiga kali pengulangan. Nilai KV yang diperoleh <2%. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa analisis kadar Pb dan Cu dengan destruksi kering dan basah
memiliki keseksamaan yang baik.
3.4

Dampak Kontaminasi Logam Berat pada Makanan Kaleng


Dampak kontaminasi timbal (Pb) yaitu keracunan akut dapat terjadi jika timbel masuk

ke dalam tubuh seseorang lewat makanan atau menghirup uap timbel dalam waktu yang
relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala yang timbul berupa mual,
muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, tekanan darah naik, anemia berat, keguguran,
penurunan fertilitas pada laki-laki, gangguan sistim saraf, kerusakan ginjal, bahkan kematian
dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari. Keracunan timbel pada anakanak dapat mengurangi
kecerdasan. Bila dalam darah mereka ditemukan kadar timbel tiga kali batas normal (asupan
normal sekitar 0,3 miligram per hari) menyebabkan penurunan kecerdasan intelektual (IQ) di
bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbel secara kompetitif menggantikan peranan
mineral-mineral utama seperti seng, tembaga, dan besi dalam mengatur fungsi sistem syaraf
pusat. Hingga pada gilirannya akan mengurangi peluang bagi anak untuk berhasil dalam
sekolahnya. Dampak lebih jauh, bila tidak ada pengendalian polusi udara di perkotaan, suatu
saat nanti anak-anak di desa akan lebih pintar daripada anak-anak yang dibesarkan di kotakota besar (Agustina, 2010).
Beberapa gejala keracunan tembaga adalah sakit perut, mual, muntah, diare dan
beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Darmono, 2001
dalam Ayu, 2002). Penyakit wilson merupakan penyakit keturunan dimana sejumlah tembaga
terkumpul dalam jaringan dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Penyakit ini
terjadi pada satu diantara 30.000 orang. Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke

dalamdarah atau ke dalam empedu. Sebagai akibatnya, kadar tembaga dalam darah rendah,
tetapi tembaga terkumpul dalam otak, mata dan hati, dan menyebabkan sirosis. Pengumpulan
tembaga dalam kornea mata menyebabkan terjadinya cincin emas atau emas-kehijauan.
Gejala awal biasanya merupakan akibat dari kerusakan otak yang berupa tremor (gemetaran),
sakit kepala, sulit berbicara, hilangnya koordinasi dan psikosa (Anonymous, 2006).

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Perkembangan

teknologi

memacu

pelaku

industri

untuk

terus

melakukan

perkembangan untuk mempertahankan produk yang dihasilkan agar dapat besaing. Jenis-jenis
kemasan logam terdiri dari kemasan aluminium, kemasan aluminium foil, plat timah,
kemasan kaleng bebas timah (baja), kemasan aerosol, kemasan drum. Logam memiliki
beberapa sifat yaitu penghantar (konduktor) panas dan listrik yang baik, dapat ditempa atau
dibengkokan dalam keadaan padat, mempunyai kilap logam, tidak tembus pandang, densitas
tinggi, berbentuk padat (kecuali merkuri). Lama penyimpanan dapat mempengaruhi terjadinya
korosi pada kaleng bagian dalam. Hal tersebut dapat diakibatkan pematrian tutup kaleng
dengan badan kaleng yang menggunakan logam timbal (Pb) serta interaksi bahan makanan
dengan logam pembentuk kaleng. Korosi dan kelarutan logam pada badan kaleng dalam
makanan terutama yang bersifat asam dapat mempengaruhi kualitas makanan. Analisis kadar
timbal (Pb) dan tembaga (Cu) sering digunakan untuk mengetahui besarnya cemaran dalam
suatu produk kemasan kaleng. Kemudian penyebab adanya Pb dan Cu dalam ikan dan saus
dikarenakan kelarutan antara bahan makanan dengan bahan pengemas kaleng. Serta terdapat
berbagai dampak khususnya kesehatan akibat cemaran logam berat dalam makanan kaleng.
4.2 Saran
Untuk terhindar dari adanya bahaya dalam pengemas kaleng, sebaiknya setiap
produksi pangan yang menggunakan kemasan kaleng wajib memberlakukan SOP dengan
baik. Bahaya yang terdapat didalam kemasan logam sangat berpengaruh juga terhadap
kualitas pangan yang berada dalam kemasa logam tersebut. Kondisi dan kualitas pengemas
kaleng juga harus di perhatikan guna menjaga mutu dari pangan, agar konsumen yang
membeli produk pangan dengan kemasan kaleng terhindar dari bahaya kesehatan yang
diakibatkan oleh kemasan kaleng yang tidak baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel, N. Gayoum A. dan Rahman. 2015. Tin-plate Corrosion in Canned Foods. Journal of
Global Bioscience. 4(7): 2966-2971.
Ahsyaf.

2014.

Kemasan

Logam

Pada

Pangan.

25

September

2016/08.22/

http://ahsyaf.blogspot.co.id/2014/01/kemasan-logam-pada-pangan.html.
Anonim. 2011. Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya.
Boadi, N.O., Tumasi, Badu dan Osei. 2011. Heavy Metal Contamination in Canned Fish
Marketed in China. Journal of Sciencetific and Industrial Research. 2 (6): 877-882.
Buculei, A. Gheorghe, Ameriei, Dabija dan Gabriela. 2012. Study Regarding The Tin and
Iron Migration From Metallic Cans Into Foodstuff During Storage. Journal of
Agroalimentary Processes and Technologies. 18(4): 299-303.
Dewi dan Diana C. 2012. Determinasi Kadar Logam Timbal (Pb) dalam Makanan
Kaleng Menggunakan Destruksi Basah dan Destruksi Kering. Jurnal Alchemy.
2(I):13.
Erfandika, H., Asnawati dan Anak A. 2014. Analisis Kadar Pb dan Cu Pada Ikan Serta
Saus Kemasan Kaleng Terhadap Lama Penyimanan. Jurnal Ilmu Dasar. 15 (2):
Kalihatu, Thomas S. 2010. Manajemen Pengemasan. Andi. Yogyakarta.
Kamuni,

J.

2014.

Pengemas

Bahan

Pangan.

25

September

2016/08.22/ /http://javanrey.blogspot.co.id/2014/01/pengemasan-bahan-pangan.html.
Marsh, K. dan Betty B. 2007. Food Packaging-Roles, Material, and Environmental Issues.
Journal of Food Science. 72 (3): 39-55.
Priyambodo, B. 2015. Validasi Metode Analisa (VMA). 29 September 2016/10.58/
https://priyambodo1971.wordpress.com/cpob/kualifikasi-dan-validasi-paradigmabaru/validasi-metode-analisa-vma/
Ranken, MD, R.C. Kill and C.G.J. Baker, 1997. Food Industries Manual 24th Edition.
Blackie Academic & Profesional. London.
Suryani, dkk. 2011. Bisnis Kue Kering: Pilihan Usaha yang Menawarkan
Laba Melimpah. Andi. Yogyakarta..

Sutrisno, 2013.Kajian Tinning (Sn Plating) dalam Dunia Industri. Jurnal Foundry. 3(I):22.
Tarley, C., Wendell K.T., Coltro, Makoto M dan Nilson E. 2010. Characteristic Levels of
Some Heavy Metals from Bazilian Canned Sardines (Sardinella Braziliensis).
Journal Food Compost Analyst. 14(6): 611-617.
Tim Penulis, 2008.Agribisnis Tanaman Sayur. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Tjahjadi, C dan Herlina M. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran.
Bandung.
Yuyun A. 2011. Kemasan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Zabin, J. dan Gresh B. 2006. The New Rules of Attracting, Retaining, and Leveranging
Profitable Consumer. Fair Isaac. California.
Zakiyul dkk, 2014.Jenis Pengemasan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai