Anda di halaman 1dari 22

KAJIAN APLIKASI RFID (RADIO FREQUENCY

IDENTIFICATION) PADA BUAH SEGAR

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah

Dosen Pengampu : Dr. Souvia Rahimah, M.Si.

Oleh:
SLAMET HADI KUSUMAH
NPM. 240120170009

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
JATINANGOR
2018

0
A. Pendahuluan
Jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai 250juta orang pada
tahun 2015, menjadikan Indonesia sebagai target pasar pangan yang sangat besar
di dunia, termasuk untuk produk segar hortikultura, khususnya buah-buahan. Salah
satu penyebab membanjirnya buah impor masuk Indonesia adalah lemahnya daya
saing buah lokal akibat masih belum tertatanya sistem rantai pasok dari tingkat on-
farm (produksi), penanganan pascapanen hingga pemasarannya (off-farm).
Kondisi infrastruktur dan fasilitas serta teknologi yang menunjang penanganan
produk buah segar di sepanjang rantai pasoknya belum memenuhi standar yang
semestinya, berakibat merosotnya nilai komoditi yang disebabkan oleh susut
bobot dan mutu yang cukup besar. Besaran susut pascapanen bervariasi tergantung
pada komoditinya, dimana kelompok produk hortikultura menunjukkan share
paling besar yakni sekitar 44 % dari total susut yang terjadi. Di negara berkembang,
susut lebih banyak terjadi pada tahap produksi, penanganan dan penyimpanan,
pengolahan serta distribusi, sementara di negara maju susut dalam bentuk food
waste di level konsumsi jauh lebih besar. Pemahaman yang mendalam diperlukan
oleh seluruh stakeholders terhadap setiap tahapan yang terjadi di sepanjang
rantaipasoknya, termasuk dimana titik terlemah yang menyebabkan terjadinya
kerusakan produk.
Sayuran dan buah segar saat ini menjadi bagian penting bagi diet harian
masyarakat Indonesia dilihat dari peningkatan kontribusi anggaran keluarga untuk
komoditas ini. Pada tahun 1994, masyarakat Indonesia menyisihkan anggaran untuk
produk segar hortikultura sebesar 50 % dibandingkan anggaran untuk beras, dan
terus meningkat menjadi 75 % pada 2004, dan bahkan 100 % untuk penduduk
perkotaan Indonesia pada 2007.Walaupun demikian, konsumsi sayuran dan buahan
per kapita per tahun penduduk Indonesia masih sangat rendahyakni hanya 40 kg,
dibanding rekomendasi dari FAO sebesar 70 kg. Dengan pertambahan jumlah
penduduk kelas menengah Indonesia yang diperkirakan mencapai 30 juta pada
2015, akan mendorong permintaan sayuran dan buahan segar sebagai bagian dari
keseimbangan menu makanan keseharian masyarakat. Perubahan ini juga
dipercepat dengan pesatnya pertumbuhan pasar modern seperti supermarket dan
minimarket, yang telah menerapkan sistem penyimpanan dengan rantai dingin,

1
sehingga konsumen dengan mudah mendapatkan produk yang sebelumnya susah
diperoleh.
Kendala utama yang dialami petani buah Indonesia terkait dengan masalah
pascapanennya antara lain: (1) keterbatasan sarana dan prasarana pascapanen,
termasuk fasilitas penyimpanan dan sarana transportasi yang kurang baik, (2)
panjang dan rumitnya sistem rantai pasok produk buah akibat dari kecil dan
terpencarnya unit usaha dari petani, (3) terbatasnya industri pengolahan, dimana
sebagian besar buah dikonsumsi sebagai produk segar, menyebabkan kesulitan
dalam sistem produksi dan manajemen pasokan, apalagi tanpa dukungan sistem
rantai dinginyang memadai, (4) rendahnya pengetahuan dan kepedulian seluruh
stakeholders pada masalah pascapanen, serta (5) belum memadainya insentif
ekonomi pada produk yang bermutu lebih baik.
Memasok buah segar bermutu ke pasar perkotaan secara teratur dan andal
menjadi tantangan besar karena pasar kota saat ini memiliki tuntutan standar mutu
yang rumit dan terus berubah secara dinamik. Di sisi lain, kontinuitas pasokan dapat
terganggu karena sifat mudah rusak (perishable)produk segar buahyang membatasi
umur simpannya, serta sifat musiman yang menyebabkan ketersediaannya hanya
terkonsentrasi pada saat musim panen saja. Dari sisi agronomis (budidaya) telah
banyak dilakukan penelitian untuk memperpanjang masa panen dengan berbagai
perlakuan serta penemuan genetik dan varietas baru. Hal ini akan sangat efektif bila
dari sisi pascapanennya juga dilakukan usaha-usaha untuk memperpanjang umur
simpan dengan teknologi penyimpanan yang lebih baik, sehingga diharapkan akan
dapat menyediakan produk sepanjang tahun, tanpa terkendala musim.
Secara teoritis fenomena biologik termasuk aktivitas respirasi, bisa
digunakan sebagai parameter untuk mengontrol mutu produk selama
penyimpanannya, karena seiring berjalannya proses respirasi akan terjadi
perubahan fisik, kemia dan biologik misalnya pematangan, pembentukan aroma
dan kemanisan, berkurang atau terbentuknya warna tertentu, berkurangnya
keasaman, melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit buah,
berkurangnya bobot karena kehilangan air dan sebagainya. Komoditas dengan laju
respirasi tinggi akan memiliki umur simpan yang pendek, sehingga usaha
mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan pada dasarnya adalah

2
menekan laju respirasi tersebut serendah mungkin tanpa mengganggu proses
metabolismenya. Dengan prinsip dasar itulah, dibangun model persamaan respirasi
yang digunakan pada pengontrolan penyimpanan dingin dan pematangan buatan
(Artificial Ripenng), MAP (Modified Atmosphere Packaging) dan CAS
(Controlled Atmosphere Storage).Agar efektifitas penyimpanan bisa lebih optimal,
beberapa perlakuan pra-penyimpanan perlu dilakukan, misalnya pre-cooling,
coating dan pelilinan, perendaman dengan CaCl2, sertaperbaikan disain kemasan
untuk mengurangi kerusakan fisik produk.
Penyimpanan dingin dan pematangan buatan (artificial ripening) adalah
salah satu metode penanganan pascapanen yang digunakan untuk mengendalikan
tingkat kematangan serta menjamin keseragaman kualitas buah. Metode ini
menggunakan fenomena pengaruh suhu dan pemberian zat pemacu kematangan,
misalnya etilen atau ethephon, terhadap kenaikan pola laju respirasi.Dalam
penerapannya, maka karakteristik respirasi pada sistem pematangan buatan dapat
diprediksi dengan suatu model persamaan matematika, dengan faktor internal dan
eksternal sebagai parameter bebas. Fenomena reaksi respirasi juga digunakan
untuk merancang pengemasand Dengan Teknik MAP (Modified Atmosphere
Packaging), yakni sistem penyimpanan yang mengatur komposisi udara dalam
ruang mikro kemasan sehingga berbeda dengan komposisi udara biasa untuk
menekan respirasi serendah mungkin. Pada sistem kemasan ini terjadi pergerakan
gas secara dinamik akibat respirasi produk dan permeabilitas gas secara simultan
melalui bahan kemasan, dimana pada suatu titik tertentu laju keluar-masuknya gas
O2 dan CO2 melalui kemasan akan sama. Kondisi konsentrasi kesetimbangan gas
ini harus dipertahankan pada tingkat yang konstan agar aktivitas respirasi rendah
sehingga produk menjadi lebih awet.Dengan persamaan dasar yang sama, juga bisa
digunakan untuk penyimpanan dengan Teknik CAS (Controlled Atmpsphere
Storage), dimana suhu dan kompsisi gas dikontrol secara aktif, akurat dan ketat
pada level tertentu dengan tujuan untuk menekan respirasi seminimum mungkin
dalam ruang penyimpanan kedap gas. Untuk mengatur komposisi gas pada level
yang dikehendaki, CAS dilengkapi dengan sistem injeksi dan penyerapan gas
O2CO2 dan etilen.

3
Paket teknologi terapan dalam bidang penanganan pascapanen, khususnya
yang terkait dengan penyimpanan untuk buah tropika unggulan harus dilakukan
untuk mempersiapkan buah tropika Indonesia go internasional.Penyimpanan buah
manggis pada suhu 8oC dengan pelapisan lilin 5% adalah perlakuan terbaik karena
dapat memperlambat laju penurunan mutu dilihat dari parameter laju respirasi,
susut bobot, kekerasan, TPT dan warna kulit manggis hingga hari ke-38
penyimpanan. Sedangkan penyimpanan buah belimbing akan optimum dari sisi
parameter susut bobot dan kekerasn jika diberi pra-perlakuan HWT 42-48oC
selama 35-42 menit, dan pencelupan dalam CaCl2 selama 35-38 menit. Penelitian
perancangan kemasan dilakukan untuk berbagai jenis bahan kemasan serta untuk
beberapa jenis buah tropika. Penerapan disain kemasan yang baik dan benar akan
dapat meningkatkan penampilan produk serta menurunkan susut akibat kerusakan
fisik dari 30 % menjadi hanya 5 %, sehingga akan meningkatkan daya saing dan
nilai ekonomi dari produk.
Tantangan paling besar dalam pengembangan produk segar buah tropika
Indonesia adalah bagaimana membangkitkan kesadaran dan kepedulian
(awareness) seluruh stakeholders tentang pentingnya penanganan pascapanen
untuk meningkatkan daya saing produk di pasar lokal dan global. Dengan terus
berkembangnya preferensi konsumen akan buah tropika, maka peneliti pascapanen
sudah harus menyiapkan topik-topik penelitian dengan teknologi terkini.
Kombinasi teknik penyimpanan dan pengemasan untuk buah terolah minimal
(minimally processdan cut fruits) misalnya, masih menjadi tantangan karena
permintaan pasar yang terus meningkat terhadap buah potong siap konsumsi (ready
to eat). Tipe kemasan baru juga harus dikembangkan, misalnya penyimpanan buah
segar dengan kemasan cerdas (smart packaging) menggunakan ripeness indicators
seperti warna dan bau; atau kemasan dengan radio frequency identification (RFID);
kemasan aktif (active packaging) dengan penyerap gas etilen dan CO2, serta
kemasan ramah lingkungan misalnya degradable atau bio-plastic packaging yang
saat ini juga sedang menjadi issue global. Masih banyak tantangan penelitian
dalam lingkup pascapanen yang harus dilakukan, namun sistem perkebunan buah
(fruits estate) yang memenuhi skala ekonomi serta manageble sebagai suatu
industri perlu terus dikembangkan, sehingga pada sistem on-farm ini bisa

4
diterapkan kaidah Total Quality Management (TQM) untuk dapat mencapai
efisiensi produksi, berdaya saing serta memiliki nilai tambah yang tinggi. Dalam
paper ini akan dilakukan kajian mengenai penerapan teknologi RFID pada produk
buah segar.

B. Tinjauan Pustaka
1. Smart Packaging
Kemasan aktif (active packaging) adalah sistem kemasan yang dapat
mengurangi atau menghilangkan oksigen, karbon dioksida, kelembaban yang
terperangkap dalam kemasan. Kemasan cerdas (intelligent packaging) adalah
sistem kemasan yang dapat mendeteksi, merasakan, mencatat, melacak,
mengkomunikasikan dan memberi pengertian ilmiah untuk memudahkan memberi
keputusan dalam hal memperpanjang masa kedaluwarsa, memperbaiki mutu,
meningkatkan keamanan, memberikan informasi, memberi peringatan mengenai
kemungkinan adanya masalah dan meningkatkan kenyamanan (Widiastuti, 2016).
Sistem kemasan cerdas mampu menjalankan fungsi cerdas seperti
penginderaan, mendeteksi, melacak, merekam dan mengkomunikasikan kualitas
atau kondisi pangan sepanjang rantai pangan (termasuk selama transportasi dan
penyimpanaan). Berbeda dengan kemasan konvensional pada umumnya yang
hanya memberikan informasi tentang produk itu sendiri (seperti produsen, tanggal
kadaluarsa, komposisi), lebih dari itu kemasan cerdas dapat menginformasikan
perubahan yang terjadi pada produk atau lingkungannya (contoh suhu, pH, dan
pertumbuhan mikroba). Sehingga konsumen benar-benar dapat mengetahui kondisi
produk pangan yang mereka beli (Kuswadi, dkk., 2011).
Fungsi cerdas dari kemasan ini dapat diperoleh dari indikator, sensor,
dan/atau peralatan yang mampu mengkomunikaskan informasi dalam sistem
kemasan. Indikator dapat memberikan informasi mengenai perubahan yang terjadi
di dalam produk atau lingkungan sekitar produk (seperti suhu, pH) melalui
perubahan visual. Indikator yang diaplikasikan pada kemasan pangan antara lain
time-temperature indicator, indikator gas oksigen, indikator karbondioksida, dan
indikator kesegaran. Sedangkan biosensor merupakan peralatan yang mampu

5
mendeteksi, merekam, dan mentransfer informasi tentang reaksi biologis yang
terjadi dalam kemasan dengan ketelitian yang tinggi (Kumar and Srivastava, 2018).

2. RFID
Radio Frequency Identification (RFID) pertama kali digunakan sekitar
tahun 1980 an. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka teknologi RFID
sendiripun juga berkembang sehingga nantinya penggunaan RFID bisa digunakan
untuk kehidupan sehari-hari. Radio Frequency Identification (RFID) atau
Identifikasi Frekuensi Radio adalah sebuah metode identifikasi dengan
menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan
dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang
bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan
manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label
RFID terdiri atas mikrochip slikon dan antena. Label yang pasif tidak
membutuhkan sumber tenaga, sedangkan label yang aktif membutuhkan sumber
tenaga untuk dapat berfungsi.
Label RFID digunakan pada banyak industri. Tag RFID seringkali ditempel
pada industri otomotif selama produksi untuk digunakan melacak perkembangan
pada lini perakitan. Selain itu, RFID juga sering digunakan pada bidang farmasi dan
pertanian untuk melacak stok (obat dan hewan) pada gudang sekaligus membantu
proses operasional. Label atau kartu RFID sendiri merupakan sebuah benda yang
dipasang kedalam suatu objek dengan tujuan pengidentifikasian dengan
menggunakan gelombang radio. Label RFID terdiri atas microchip silicon dan
antena yang digunakan untuk membaca informasi dari jarak beberapa meter dan
tidak memerlukan kontak langsung seperti barcode.

Gambar 1. Contoh RFID


6
RFID merupakan teknologi yang menggabungkan frekuensi radio untuk
mengidentifikasi suatu produk. Sistem ini terdiri dari sirkuit yang terintegrasi
dengan antena untuk mengirimkan informasi yang tersimpan dalam suatu chip ke
suatu alat baca (reader). Penggunaan RFID menjadi alternatif dalam dunia industri
menggantikan barcode. Keunggulan RFID dibandingkan barcode, bahwa RFID
tidak memerlukan kontak langsung / dapat menggunakan remote control karena
line-of-sight scanning tidak diperlukan, beberapa jenis barang dapat dimonitor
pada saat yang sama, dan mampu menyimpan berbagai macam informasi (asal,
parameter proses, informasi komersial, dll) untuk mendapatkan identifikasi yang
khas dari suatu produk dan mudah telusur (traceability). Dalam perkembangannya
sistem RFID diintegrasikan dengan fungsi lainnya seperti indikator atau sensor
time-temperature (TT), untuk memonitor dan mengkomunikasikan informasi suhu
dan kualitas produk pangan. TT sensor tag ini dipasang pada kotak atau pallets
selama transportasi yang memungkinkan untuk mengetahui suhu pangan sepanjang
rantai pangan.

Gambar 2. Sistem RFID

Sistem RFID secara umum terdiri atas tiga komponen utama, yaitu tag,
reader dan basis data. Mekanisme kerja yang terjadi pada sebuah sistem RFID
secara ringkas adalah bahwa sebuah reader frekuensi radio melakukan scanning
terhadap data yang tersimpan di dalam tag, kemudian mengirimkan informasi
tersebut ke sebuah basis data yang menyimpan data yang terkandung dalam tag
(United States Goverment Accountability Office, 2005).

7
Tag RFID atau transponder dibuat dari microchip dan antena yang
terintegrasi dan memiliki memori sehingga tag dapat digunakan untuk menyimpan
data. Memori pada tag dibagi menjadi beberapa sel. Ada beberapa sel yang
digunakan untuk menyimpan data read only, misalnya nomor seri yang unik yang
disimpan saat sebuah tag diproduksi. Selain itu, ada beberapa sel lain yang dapat
ditulis dan dibaca secara berulang (Weinstein, 2005). Microscip merupakan suatu
benda yang dapat berukuran sekecil butiran pasir atau kurang lebih 0.4 mm. Chip
tersebut menyimpan nomor seri yang unik atau informasi lainnya tergantung
kepada tipe memorinya. Tipe memori itu sendiri dapat read-only, read-write, atau
write-onceread-many. Antena yang terpasang pada microchip mengirimkan
informasi dari chip ke reader. Biasanya rentang pembacaan diindikasikan dengan
besarnya antena. Antena yang lebih besar mengindikasikan rentang pembacaan
yang lebih jauh. Tag tersebut terpasang atau tertanam dalam obyek yang akan
diidentifikasi. Tag dapat discan dengan reader bergerak maupun stasioner
menggunakan gelombang radio.
Berdasarkan informasi dari Buletin ID (2008), diketahui bahwa perangkat
RFID Tag terdiri dari dua bagian, yaitu :
a. Inlay; merupakan bagian inti/utama dari RFID Tag yang terdiri dari chip
dimana informasi dapat disimpan dan antena. Informasi yang disimpan dapat
berupa : i) informasi permanen yang dicreate pada saat proses manufacturing
dari inlay tersebut. Hal ini memungkinkan setiap inlay berisi ID yang bersifat
unik, dimana di dunia ini setiap Tag akan memiliki ID yang berbeda dengan
Tag yang lain. Hal ini yang menjadi kekuatan RFID, dimana informasi ini tidak
dapat dirubah oleh aplikasi atau pemakai RFID reader; ii) informasi non
permanen, yaitu informasi yang dapat ditulis oleh aplikasi dengan bantuan
RFID reader pada saat pengoperasian di lapangan. Inlay ini berbentuk kecil,
halus dan mudah rusak, sehingga tidak praktis untuk pemakaian di lapangan.
RFID yang digunakan di lapangan selalu berbentuk encapsulated/ terbungkus.
b. Encapsulation/ Bungkus Inlay; dibuat karena bentuk Inlay yang rapuh,
sehingga diperlukan encapsulation/ pembungkusan pada inlay sehingga sesuai
dengan kondisi lapangan dimana RFID Tag digunakan. Pemakaian
encapsulation ini memberikan keunungan yang besar bagi solusi RFID karena

8
materian maupun bentuk encapsulation tersebut dapat disesuaikan dengan
kondisi lapangan yang cukup ekstrem, seperti temperatur maupun kelembaban
yang tinggi, lingkungan yang kotor dan penuh debu, maupun kondisi
operasional dengan banyak benturan fisik.
Tabel 1. Karakteristik umum RFID Tag

Untuk berfungsinya sistem RFID diperlukan sebuah reader atau alat


scanning device yang dapat membaca tag dengan benar dan mengkomunikasikan
hasilnya ke suatu basis data. Sebuah reader menggunakan antenanya sendiri untuk
berkomunikasi dengan tag. Berdasarkan mobilitasnya RFID Reader dibedakan
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu Mobile RFID Reader/Terminal, Vehicle Mounted
Reader, dan Fixed RFID Reader.
Antena adalah unsur yang penting untuk menentukan jarak baca antara
Reader dengan RFID Tag dan juga seberapa luas pembacaan. Dilihat dari kebutusan
pengoperasian, maka antena dapat dikategorikan dalam dua model koneksi, yaitu :
a. Integrated antena; yaitu antena yag dibutuhkan pada pembacaan satu posisi
saja, karena biasanya dalam satu reader hanya terdapat satu antena, jarak
kurang dari 50 cm, dan luas area pembacaan sangat terbatas (1 m2). Antena ini
biasa digunakan misalnya pada stock control, inventory, inspeksi/kunjungan
pelanggan.
b. External antenal; yaitu antena yang dibutuhkan pada pembacaan lebih dari dua
posisi dan luas area pembacaan lebih dari 1 m2. Antena akan terhubung dengan
fixed reader dengan port antena maksimal delapan port.
Dalam pemakaian di lapangan terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk menentukan dan membatasi luas area pembacaan, diantaranya
adalah :

9
a. Pemilihan tipe antena yang sesuai dengan tujuan penggunaanya;
b. Memastikan bahwa RFID Tag yang sama tidak terbaca oleh antena di jalur
yang lain;
c. Memastikan tidak adanya gangguan frekuensi dari alat radio yang lain;
d. Menempatkan antena dan setup power dari antena dengan benar.

Gambar 3. Contoh Penempatan Antena


Basis data merupakan sebuah sistem informasi logistik pada posisi back-end
yang bekerja melacak dan menyimpan informasi tentang item bertag. Informasi
yang tersimpan dalam basis data dapat terdiri dari identifier item, deskripsi,
pembuat, pergerakan dan lokasinya. Tipe informasi yang disimpan dalam basis data
dapat bervariasi tergantung kepada aplikasinya. Sebagai contoh, data yang
disimpan pada sistem pembayaran tol akan berbeda dengan yang disimpan pada
rantai supply. Basis data juga dapat dihubungkan dengan jaringan lainnya seperti
local area network (LAN) yang dapat menghubungkan basis data ke Internet.
Konektivitas seperti ini memungkinkan sharing data tidak hanya pada lingkup basis
data lokal.
Pemilihan frekuensi radio merupakan kunci kerakteristik operasi sistem
RFID. Frekuensi sebagian besar ditentukan oleh kecepatan komunikasi dan jarak
baca terhadap tag. Secara umum tingginya frekuensi mengindikasikan jauhnya
jarak baca. Frekuensi yang lebih tinggi mengindikasikan jarak baca yang lebih jauh.
Pemilihan tipe frekuensi juga dapat ditentukan oleh tipe aplikasinya. Aplikasi
tertentu lebih cocok untuk salah satu tipe frekuensi dibandingkan dengan tipe
lainnya karena gelombang radio memiliki perilaku yang berbeda-beda menurut
frekuensinya. Sebagai contoh, gelombang LF memiliki kemampuan penetrasi
terhadap dinding tembok yang lebih baik dibandingkan dengan gelombang dengan

10
frekuensi yang lebih tinggi, tetapi frekuensi yang lebih tinggi memiliki laju data
(data rate) yang lebih cepat.
Perangkat RFID akan berkomunikasi jika bekerja pada frekuensi yang sama.
Sejalan dengan karakteristik frekuensi yang berbeda-beda dan kebutuhan atau
kondisi lapangan yang bervariasi, maka dalam penerapannya, RFID dibagi ke
dalam empat macam frekuensi band, yaitu :
a. Low Frequency (LF), dengan frekuensi antara 125 sampai dengan 134Khz;
b. High Frequency (HF), dengan frekuensi 13.56 Mhz;
c. Ultra High Frequency (UHF), dengan frekuensi diantara 898 sampai dengan
956 MHz;
d. Microwife, yang memiliki frequensi sebesar 2.45 GHz.

Tabel 2. Frekuensi RFID yang umum beroperasi pada tag pasif

C. Pembahasan
Saat ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah
teknik pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa
menggunakan bahan pengawet. Industri-industri pengolahan pangan juga
berusaha untuk meningkatkan masa simpan dan keamanan dari produk. Teknologi
pengemasan bahan pangan yang modern mencakup pengemasan atmosfir
termodifikasi, pengemasan aktif (Active Packaging) dan Smart Packaging,
bertujuan untuk semaksimal mungkin meningkatkan keamanan dan mutu bahan
sebagaimana bahan alaminya.
Dengan kemajuan teknologi, telah dikembangkan upaya untuk membuat
produk agar dapat disimpan lebih lama atau agar produk dapat tahan lebih lama lagi

11
terhadap perubahan. Seperti kita ketahui, kemasan sebagai pelindung produk telah
dikembangkan fungsi pelindungnya terhadap lingkungan sekitarnya, antara lain
terhadap pengaruh udara/oksigen, kelembaban dan cahaya. Tapi dalam proses
pembuatan produk, pengisian dan pengemasan seringkali pengaruh lingkungan
tersebut tidak dapat dicegah dengan mutlak. Adanya sedikit oksigen, karbon
dioksida, kuman, uap air, akan menyebabkan reaksi dan memberikan perubahan
terhadap produk tersebut meskipun secara perlahan. Perlindungan kemasan
terhadap pengaruh dari lingkungan sekitarnya mungkin memadai tapi kondisi
didalam kemasan dari pengaruh bahan-bahan pencemar tadi tetap akan memberikan
perubahan kepada produknya.
Sistem identifikasi barang, hewan dan orang terus berkembang, juga sebagai
hasil dari penelitian teknologi yang memperkenalkan dan secara bertahap
meningkatkan solusi yang mampu membawa keuntungan yang tidak diragukan
pada pesawat operasi baik untuk perusahaan dan kepada subyek yang
menggunakannya. Teknologi informasi terkini dan perkembangan paralel sistem
organisasi baru memungkinkan perusahaan untuk mengelola data yang terkait
dengan proses produksi secara lebih efisien dan efektif dan untuk mengembangkan
komunikasi yang benar baik di dalam maupun di luar perusahaan. Dengan mengacu
pada masalah keamanan data, pelacakan dan identifikasi objek otomatis, dalam
beberapa tahun terakhir sedang dipopulerkan yang disebut dengan "RFId" (Radio
Frequency Identification), akronim yang digunakan untuk menunjukkan semua
aplikasi yang menggunakan frekuensi radio untuk mengidentifikasi-mengenali-
menemukan objek yang tidak. Sederhananya, sistem ini didasarkan pada
pembacaan jarak jauh dari informasi yang terkandung dalam label tertentu (tag
RFId), yang diaktifkan oleh pembaca khusus; Dengan cara ini, melalui pulsa
elektromagnetik, menjadi mungkin untuk mengkodifikasi data yang terkandung
dalam tag yang menyertai produk selama seluruh proses produksi (D'Ascenzo,
2005).
Smart packaging yang telah diaplikasikan untuk penanganan sayur dan buah
adalah teknologi RFID (Kumar and Srivastava, 2018). Label RFID digunakan pada
banyak industri. Tag RFID seringkali ditempel pada industri otomotif selama
produksi untuk digunakan melacak perkembangan pada lini perakitan. Selain itu,

12
RFID juga sering digunakan pada bidang farmasi dan pertanian untuk melacak stok
(obat dan hewan) pada gudang sekaligus membantu proses operasional. Varese,
et.al. (2008) telah melaporkan penelitianya mengenai Application Of RFID
Technology To The Agro-Industrial Sector. Pentingnya pelacakan barang makanan
selalu paling relevan dari industri makanan dan dari politik agraris Komunitas
Eropa. Aplikasi dari RFID ini menggunakan frekuensi radio untuk
mengidentifikasi, mengenali dan menemukan suatu objek. Di sektor pangan,
penggunaan muncul dari kebutuhan untuk menemukan sistem untuk ditingkatkan
manajemen pelacakan sepanjang rantai produksi dan yang melindungi konsumen
terhadap klaim yang tidak benar pada produk. Pekerjaan saat ini telah dilakukan
khususnya di sektor agroindustri pada subjek keamanan pangan dan metode
pelacakan yang digunakan oleh para pemangku kepentingan ekonomi sektor ini.
Teknologi RFID sekarang ini telah menjadi teknologi pilihan bagi suatu
industri/organisasi ataupun individu untuk melakukan tracking manusia, hewan
peliharaan maupun ternak, produk, bahkan kendaraan. Teknologi ini telah
menggeser peran barcode yang di masa lalu menjadi teknologi pilihan untuk
pelacakan produk. Penggunaan teknologi RFID sekarang ini menjadi perhatian,
mulai dari kalangan pemerintah (khususnya pada bagian intelejen maupun
keamanan), sampai dengan industri manufaktur, pendidikan (khususnya untuk
penerapan di perpustakaan) dan kesehatan. Penggunaan teknologi RFID diyakini
dapat memudahkan proses bisnis dan meningkatkan efisiensi.
Teknologi berdasarkan identifikasi frekuensi radio (RFID) adalah alat yang
sangat efektif dalam proses pemantauan dan pemrosesan digital dalam produksi
pangan. RFID adalah sistem untuk akuisisi data otomatis berdasarkan item
penandaan. Tag berisi transponder yang memancarkan pesan yang dapat dibaca
oleh pembaca RFID khusus. Kebanyakan tag RFID menyimpan semacam nomor
identifikasi (mis. Nomor produk / pelanggan), berdasarkan pada pembaca mana
yang dapat mengambil informasi tentang nomor ID dari database, dan bertindak
sesuai dengan itu. Ini memungkinkan pengumpulan dan nirkabel (radio gelombang)
transfer data produksi dan bisnis yang terkait. Di satu sisi, sistem RFID dapat
didasarkan pada tag aktif atau pasif. Tag RFID aktif dilengkapi dengan daya sendiri
atau baterai pada tag, sementara tag pasif dibaca dengan bantuan medan listrik yang

13
dihasilkan oleh pembaca (antena). Masing-masing sistem ini memberikan manfaat
untuk persyaratan tertentu dari jarak di mana dimungkinkan untuk melakukan
sampling rate penginderaan dan ukuran tag. Ketika datang untuk melacak
karakteristik produk individu terbaik ditunjukkan dalam sistem ultra-frekuensi
tinggi (UHF) karena tag dapat dibaca dari jarak 3 hingga 10 meter, menawarkan
kemungkinan instalasi murah dalam proses seperti pemantauan produk pada palet.
Fitur penting dari sistem ini adalah kemampuan membaca beberapa tag RFID
secara bersamaan (Todorovic, et.al., 2014).
Teknologi RFID adalah teknologi inovatif tetapi masih kurang
dimanfaatkan yang menawarkan berbagai kemungkinan. Ini memungkinkan
identifikasi real-time, selama pengiriman, penyimpanan, atau proses lain yang
terjadi dalam suatu perusahaan. Dengan menggunakan teknologi RFID,
dimungkinkan untuk melacak produk dan peralatan, dengan intervensi manusia
minimum. Ini bisa berpotensi mengurangi biaya operasi dan meningkatkan
visibilitas real-time selama siklus hidup produk lengkap. Pemantauan proses
produksi dengan bantuan teknologi ini memungkinkan semua data yang
dikumpulkan secara otomatis diimpor ke dalam database tanpa mediasi
komunikasi, menghindari faktor manusia dalam proses ini. Selain manfaat yang
jelas dari menggunakan teknologi RFID, yang tercermin dalam keunggulan
kompetitif perusahaan yang telah mengalami proses pemantauan produksi seperti
itu, semakin, produsen menempatkan kondisi pada pemantauan rinci asal dan
proses produksi, dengan tujuan menyediakan aman makanan dan menempatkan
produk di pasar. Manfaat menggunakan teknologi RFID termasuk : pengurangan
biaya tenaga kerja, penyederhanaan bisnis proses dan pengurangan ketidakakuratan
inventaris. RFID berjanji untuk menggantikan barcode lama dan berkontribusi
terhadap visibilitas barang secara real time, terlepas dari lokasi rantai pasokan
(Todorovic, et.al., 2014).

14
Gambar 4. Kemungkinan solusi integrasi RFID dan sensor

Kuesioner mengungkapkan bahwa di sektor buah dan sayuran masih ada


sedikit pengetahuan tentang teknologi dan mungkin, juga karena alasan ini,
penerapan RFId dalam proses terkait sulit untuk lepas landas. Analisis proses
produksi perusahaan buah dan sayuran mengungkapkan bahwa manajemen
fungsional gudang sangat penting, karena ini adalah tempat buah diambil dan di
mana, sambil menunggu pemrosesan, disimpan di tempat sampah khusus, yang
mewakili unit dasar untuk persediaan barang. Untuk mengatur sistem pelacakan
yang benar, oleh karena itu, penting untuk menunjukkan informasi dasar pada
masing-masing wadah seperti asal buah, varietas, karakteristik utama ..., informasi
yang harus disimpan juga selama penyimpanan dan transportasi. Logistik gudang
memainkan peran penting dalam perusahaan buah dan sayuran dan solusi yang
dihipotesiskan untuk meningkatkan pengelolaannya adalah bahwa pemasangan
tong dengan tag RFId di mana untuk dapat merekam operasi utama yang dilakukan
selama siklus produksi, untuk mempercepat menangani barang dan menempatkan
produk di pasar disertai dengan semua informasi yang diperlukan. Sebuah
perusahaan koperasi yang beroperasi di provinsi Saluzzo, La Frutta Soc. Telah
memikirkan pemanfaatan potensi RFId dalam realitas produksinya,
memperkenalkan sistem penandaan elektronik yang melibatkan seluruh proses
perusahaan, mulai dari pengangkutan barang, hingga pengelolaan logistik gudang
hingga pemasaran produk jadi (Varese, et.al. 2008).

15
Gambar 5. Pengenalan teknologi RFId dalam aliran produksi Koperasi La Frutta

Sebenarnya, percobaan berhenti pada perencanaan dan tidak pernah dimulai


karena sudah selama tahap perencanaan sejumlah titik kritis dicatat yang membuat
manajer gudang agak skeptis pada peningkatan yang efektif dibandingkan dengan
sistem yang digunakan sebelumnya. Item destabilisasi pertama adalah biaya
(sekitar 1-2 € per tag), agak tinggi mengingat banyaknya tempat sampah di gudang.
Kedua, arsitektur teknologi di dasar bagaimana tag bekerja akan menyerukan
investasi yang cukup besar juga untuk mengatur instrumentasi ad hoc di gudang,
karena perangkat yang ada terbukti tidak sesuai. Perusahaan juga perlu memiliki
label dengan resistansi yang sangat tinggi: mereka harus menempel dengan
sempurna ke tempat sampah (yang dapat terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu
atau plastik), dapat bekerja juga pada suhu rendah seperti yang dicatat di ruang
pengolahan , dan tidak pernah kehilangan sinyal atau memori dalam keadaan apa
16
pun. Selain itu, untuk menangani muatan buah dengan benar, di area masuk truk,
platform khusus akan diperlukan untuk mengenali dan memilah barang yang
diangkut, tetapi, di lokasi sekarang, perusahaan tidak memiliki area manuver truk
yang memadai. Insentif untuk mengadopsi sistem pelacakan RFID semakin
dikurangi oleh fakta bahwa Organized Large-Scale Distribution (GDO) saat ini
membutuhkan jenis label lain dari pemasoknya, yang lebih murah daripada RFId
dan di atas semua lebih cepat untuk diterapkan pada tempat-tempat buah. Dalam
hal ini juga, implementasi sistem RFId memerlukan tautan sebelumnya atau
berikutnya dari rantai produksi untuk memiliki teknologi serupa. Sayangnya,
integrasi semacam ini masih jauh dari dikembangkan, karena perusahaan memiliki
banyak mitra yang tampaknya tidak tertarik untuk mengubah sistem pelacakan
mereka (Varese, et.al. 2008).

Gambar 6. Je-Nong Cooperative Farm menggunakan peti plastik yang dibenamkan


dengan tag RFID selama proses pencetakan peti.

Produsen buah Taiwan, Je-Nong Cooperative Farm, menggunakan solusi


berbasis RFID untuk mendokumentasikan penerimaan dan pengolahan buah segar
di fasilitasnya di Kabupaten Miaoli. Dengan menggunakan EPC ultrahigh-
frequency (UHF) RFID tag yang terintegrasi dalam peti plastik, perusahaan dapat
memantau setiap langkah yang dialami buah, seperti yang terjadi, dan kondisi di
dalam pendingin sebelum buah diangkut ke toko-toko di seluruh Taiwan, serta di
17
Cina, Jepang dan Korea. Sistem yang dikembangkan oleh Solusi EPC Taiwan,
terdiri dari tag UHF pasif, tertanam dalam peti plastik, yang dibaca di lokasi utama
selama pemrosesan. Solusinya juga mencakup tag sensor RFID aktif yang terletak
di unit pendingin untuk mengirimkan data suhu ke perangkat lunak back-end yang
dipasok oleh Taiwan Futaba Electronics.
Je-Nong Cooperative Farm memproses total 350.000 kilogram (386 ton)
buah anggur, pir, jeruk, mangga dan buah lain setiap tahunnya. Setelah menerima
buah dari tambak Taiwan, koperasi membersihkan, mendisinfeksi dan
membersihkannya — dan, dalam beberapa kasus, warna diterapkan. Produk
tersebut kemudian harus disimpan dalam lemari pendingin sampai dikirim ke toko.
Perusahaan menghadapi tugas yang menakutkan dalam memantau buah dari ketika
diambil sampai proses penyelesaian di situsnya sendiri, serta memastikan bahwa
produk meninggalkan situs pelanggan dalam kondisi optimal. Je-Nong sebelumnya
menggunakan serangkaian metode pelacakan manual yang memakan waktu dan
menghasilkan limbah bahan pengepakan. Dengan tag RFID UHF pasif ditempelkan
ke karton plastik yang dapat digunakan kembali, dan dengan pembaca ditempatkan
di lokasi tertentu, perusahaan sekarang tahu kapan panen terjadi, serta ketika setiap
peti mengalami setiap proses. Tag 2,4 GHz aktif mengirimkan suhu dan
kelembaban dalam setiap pendingin tempat buah disimpan.
Sebelum instalasi solusi RFID, petani memetik buah dan memasukkannya
ke dalam karton karton yang kemudian dikirim ke Je-Nong. Koperasi memindahkan
buah dari kotak ke peti plastik yang dapat menahan proses pembersihan, disinfeksi
dan waxing. Menurut laporan perusahaan, tidak hanya memakan waktu tetapi juga
boros, karena wadah karton tidak dapat digunakan kembali. Staf Je-Nong kemudian
secara manual mengukur dan mencatat berat produk. Karena petani menggunakan
semprotan kimia untuk membunuh serangga atau hama lain di ladang, buah harus
menjalani pembersihan yang ketat untuk memastikan bahwa semua jejak bahan
kimia dikeluarkan dari produk sebelum pengepakan. Untuk itu, buah melewati sikat
putar pada konveyor, di mana ia digosok dan diputar, dan kemudian dikirim ke
mesin cuci yang menyemprotkan setiap bagian dengan pembersih dari semua sisi.
Buah selanjutnya bergerak melalui tangki perendaman berisi larutan
deterjen dan pelunak air, untuk menghilangkan kotoran, bakteri, atau serangga yang

18
tersisa. Lilin kemudian diaplikasikan pada buah untuk melindunginya dari bekas
luka atau kehilangan kelembaban, yang juga memperpanjang masa hidup produk.
Akhirnya, produk tersebut ditempatkan ke pendingin, suhu dan kelembaban yang
dilacak menggunakan sensor yang dipantau secara manual 24 jam sehari, tujuh hari
seminggu, untuk mempertahankan catatan kondisi tersebut. Semua data berat dan
sensor yang tercatat kemudian dapat dibagi dengan pelanggan; orang-orang di
Jepang memiliki persyaratan paling ketat terkait data berbasis sensor tentang
produk.
Untuk mengurangi sebagian biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada
proses ini, Je-Nong mulai bekerja dengan Taiwan Futaba Electronics Co. dan EPC
Solutions Taiwan pada tahun 2011 untuk mengembangkan solusi yang akan
mencakup tag RFID, diintegrasikan ke dalam peti plastik, yang dapat mentoleransi
paparan untuk air dan pelarut, serta dampak yang terkait dengan pengiriman,
menjelaskan TH Liu, Presiden EPC Solusi Taiwan.
Solusi EPC Taiwan merancang CrateTag, dibuat dengan chip Alien
Technology Higgs-3 dan dikemas dengan bahan polyethylene. CrateTag mampu
bertahan pada suhu hingga 240 derajat Celcius (464 derajat Fahrenheit), yang dapat
terjadi selama cetakan injeksi plastik yang digunakan untuk membuat peti. Selama
pencetakan ini, kata Liu, rumah-rumah yang dienkapsulasi menyatu dengan bahan
plastik peti.
Dengan sistem baru ini, seorang petani mengantisipasi panen mengirim Je-
Nong permintaan untuk peti plastik bertanda RFID. Perusahaan ini menggunakan
pembaca RFID ALR-9650 Alien (yang mencakup antena terpolarisasi sirkuler
terpadu) untuk memasukkan semua nomor ID peti ke dalam sistemnya dan
menghubungkan ID tersebut ke petani tertentu. Peternakan kemudian mengisi peti
dengan buah dan mengirimnya kembali ke Je-Nong. Fasilitas Je-Nong terdiri dari
bangunan seluas 100.000 kaki persegi yang memiliki delapan unit pendingin untuk
menyimpan buah. Koperasi telah menginstal pembaca ALR-9900 + Alien di setiap
unit.
Ketika produk ditimbang, peti ditempatkan ke skala, di mana pembaca
ALR-9650 menangkap nomor ID unik peti. Sistem kemudian menghubungkan ID
dan berat itu dengan data mengenai produk yang dikemas di dalamnya, bersama

19
dengan lahan pertaniannya. Perangkat lunak Futaba menghubungkan informasi
tersebut dengan berat yang ditangkap oleh skala. Saat peti melewati stasiun
pembersihan dan disinfeksi, interogator menangkap peristiwa ini juga, menciptakan
catatan yang menunjukkan kapan setiap proses selesai.
Peti tersebut kemudian diangkut ke pendingin, masing-masing dengan satu
pembaca ALR-9900 + dan empat antena dipasang di pintunya. Dipasang di dalam
masing-masing pendingin adalah suhu dan sensor kelembaban nirkabel yang
dikontrol oleh remote control di Taiwan Futaba. Sensor nirkabel 2,4 GHz bertenaga
baterai mentransmisikan data ke pembaca tunggal yang dipasang di pendingin dan
mengirim kabel ke sistem komputer tempat perangkat lunak berada. Perangkat
lunak itu mengumpulkan data sensor dan mengeluarkan peringatan, melalui pesan
teks, kepada manajemen jika kondisi berada di luar parameter yang telah
ditetapkan. Hal ini memungkinkan para manajer untuk cepat merespon perubahan
suhu sebelum buah bisa menjadi rusak. Data sensor juga terkait dengan ID unik
masing-masing kotak, sehingga mengawinkan data suhu dan kelembaban dengan
produk tertentu. Ketika produk yang disimpan di unit pendingin tersebut diekspor
ke Jepang, Je-Nong menyediakan petugas karantina Jepang dengan data tentang
setiap peti produk, untuk membuktikan bahwa perusahaan telah mempertahankan
kesegaran produk. Informasi ini juga dapat dibagi dengan pelanggan di Taiwan,
Cina dan Korea.
Sejak instalasi solusi pada awal 2012, laporan Chang, Je-Nong Cooperative
Farm telah mendapatkan pengembalian investasi, berdasarkan pada pengurangan
biaya tenaga kerja. Terlebih lagi, katanya, sistem ini menyediakan produk yang
lebih dapat diandalkan untuk pelanggan, karena perusahaan sekarang memiliki
bukti otomatis dari kondisi buah saat berada di fasilitas Je-Nong.

D. Kesimpulan
Dengan kemajuan teknologi, telah dikembangkan upaya untuk membuat
produk agar dapat disimpan lebih lama atau agar produk dapat tahan lebih lama lagi
terhadap perubahan. Salah satu jenis smart packaging yang telah diaplikasikan
untuk penanganan sayur dan buah adalah teknologi RFID dalam penyempurnaan
sistem manajemen pelacakan sepanjang rantai produksi dan yang melindungi

20
konsumen terhadap klaim yang tidak benar pada produk. Pengenalan teknologi
RFId dalam aliran produksi telah dilakukan oleh Koperasi La Frutta (Italia) dan Je-
Nong Cooperative Farm (Taiwan).

E. Daftar Pustaka
D'Ascenzo, F. 2005. RFId: Feature of technologies and applications in a concrete
experimental environment. Journal of Commodity Science, Technology and
Quality 2005, Vol. 44 (II-IV), April-December
Je-Nong Cooperative Farm. 2013. Taiwanese Fruit Distributor Tracks Fresh
Produce Via RFID.
Kumar, V. dan Srivastava, A. 2018. The Role of RFID in Agro-Food Sector.
Agricultural and research technology jurnal. Volume 14 Issue 4 - March
2018. DOI: 10.19080/ARTOAJ.2018.14.555924.
Kuswadi, B., Wicaksono, Y., Jayus., Abdullah, A., Heng, L. Y., dan Ahmad, M.
2011. Smart packaging: sensors for monitoring of food quality and safety.
Sens & Instrumen. Food Qual 5:137–146. DOI10.1007/s11694-011-9120-x
Todorovic, V., Neag, M., dan Lazarevic, M. 2014. On the Usage of RFID Tags for
Tracking and Monitoring of Shipped Perishable Goods. 24th DAAAM
International Symposium on Intelligent Manufacturing and Automation.
Available online at www.sciencedirect.com.
Varese, E., Buffagni, S., dan Percivale, F. 2008. Application Of Rfid Technology
To The Agro-Industrial Sector: Analysis Of Some Case Studies. J.
COMMODITY SCI. TECHNOL. QUALITY 2008, 47 (I-IV), 171-190.
Department of Commodity Science, Faculty of Economics, University of
Turin
Widiastuti, D. R. Kajian Kemasan Pangan Aktif Dan Cerdas (Active And
Intelligent Food Packaging). 2016. BPOM.

21

Anda mungkin juga menyukai