Anda di halaman 1dari 51

REFERAT ORTODONSIA

Pengaruh Gangguan Sendi


Temporomandibula terhadap Sistem
Stomatognati

Disusun oleh:

Amanda Jilan Dhiya, S.KG 2019.16.131

Annisa Putri Ginanti S.KG 2019.16.132

Anthony Nathanael, S.KG 2019.16.133

Dosen pembimbing:

drg. Evie Lamtiur Pakpahan, Sp.Ort

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................1

1. PENDAHULUAN ..................................................................................3

1.1. Latar Belakang ................................................................................3

1.2. Tujuan Penulisan……………………………………………………4

2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................6

2.1............................................................... Definisi Sistem Stomatognati

............................................................................................................6

2.1.1 Bagian Sistem Stomatognati....................................................6

2.1.2 Sendi Temporomandibula........................................................7

2.1.3 Otot-otot Mastikasi..................................................................8

2.1.4 Maksilla dan Mandibula..........................................................9

2.1.5 Lengkung gigi dan Gigi geligi...............................................10

2.2 Sendi Temporomandibula...............................................................11

2.2.1 Struktur sendi temporomandibula.........................................11

2.2.2 Diskus Artikularis..................................................................12

2.2.3 Fossa Mandibularis................................................................13

2.2.4 Kondilus Mandibularis..........................................................14

2.2.5 Kapsula Artikularis................................................................15

2.2.6 Ligamen Sphenomandibular..................................................15

2.2.7 Ligamen Stylomandibular.....................................................16

2.3 Proses gerakan Sendi Temporomandibula.....................................17

235
2.3.1 Gerakan Mandibula dalam TMJ........................................... 17

2. 4. Pemeriksaan Sendi Temporomandibula........................................19

2.4.1 Pemeriksaan Auskultasi.........................................................19

2.4.2 Pemeriksaan Palpasi..............................................................20

2.4.3 Pemeriksaan Radiografi.........................................................21

2.5 Gangguan Sendi Temporomandibula............................................. 22

2.5.1 Gejala Gangguan Sendi Temporomandibula.........................22

2.5.2 Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula......................25

2.5.3 Klasifikasi Gangguan Sendi Temporomandibula dengan

Sistem Stomatognati..............................................................26

2.6 Pengaruh Gangguan Sendi Temporomandibula dengan Sistem

Stomatognati....................................................................................33

3. LAPORAN KASUS..............................................................................36

3.1 Contoh kasus 1……………………………………………………..36

3.2 Contoh kasus 2..................................................................................40

4. PENUTUP ............................................................................................47

4.1. Kesimpulan.....................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................48

335
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan temporomandibular atau Temporomandibular Disorder

(TMDs), menurut American Academy of Orofacial Pain adalah istilah kolektif

untuk sekelompok kondisi muskuloskeletal dan neuromuskuler yang mencakup

beberapa tanda dan gejala klinis yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi

temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ) dan struktur terkait.1

Menurut definisi ilmu kesehatan, gangguan temporomandibular terdiri dari

berbagai kondisi yang mempengaruhi anatomi dan fungsional dari TMJ. Faktor-

faktor yang berkontribusi pada kompleksitas TMD terkait dengan pertumbuhan

gigi, dan sistem terkait lainnya yang sering memicu gejala nyeri otot, artikular,

dan periarticular.1 American Academy Of Pediatric Dentistry (AAPD) mengakui

bahwa gangguan sendi temporomandibular, otot pengunyahan dan struktur terkait

kadang-kadang terjadi, selain pada orang dewasa, pada bayi, anak-anak, dan

remaja. Situasi ini sering dikaitkan dengan rasa sakit, suara yang berasal dari TMJ

dan penyimpangan dari gerakan normal mandibular. 2 Tanda klinis paling umum

yaitu suara clicking pada TMJ, yang sering muncul dengan penyimpangan

mandibula selama pergerakannya. Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa

sakit yang berasal dari TMJ, otot pengunyahan dan jaringan lunak pendukung.

TMD dianggap sebagai penyebab utama nyeri asal nondental di daerah

kraniofasial.2

435
Gangguan temporomandibular meliputi berbagai tanda atau gejala

patologis, tunggal atau gabungan, struktur atau sendi temporomandibular dan

periartikular (otot pengunyah, ligamen, tulang, dan kulit wajah). Kelainan ini

tidak hanya memengaruhi pasien dewasa dan anak-anak, gangguan ini juga

menunjukkan insiden atau prevalensi yang tinggi, dikaitkan dengan nyeri orofasial

atau ketidaknyamanan, kelainan pertumbuhan, dan disfungsi mandibula.3

Beberapa kasus dapat terjadi tanpa gejala. Secara umum dikatakan bahwa

gangguan tersebut merupakan multifaktorial, dimana berkaitan dengan beberapa

faktor genetik dan atau atau lingkungan seperti anomali sistemik, kebiasaan

parafungsional, tekanan psikologis, faktor anatomi, maloklusi, infeksi lokal atau

trauma. Faktor etiologi ini melibatkan gaya biomekanis abnormal yang diterapkan

pada kondilus mandibula, mengubah bentuk dan fungsi struktur artikular.

Prevalensi Temporomandibular disorder (TMD) pada anak-anak dan remaja telah

diperkirakan berkisar antara 16 hingga 68%, menurut penelitian epidemiologi dari

berbagai negara. American Academy of Orofacial Pain telah mengklasifikasikan

TMD pada anak-anak dan remaja menjadi dua kategori besar, yaitu gangguan

Temporomandibular joint (TMJ) seperti nyeri sendi, gangguan sendi, dan

penyakit sendi dan gangguan otot pengunyahan. Gangguan sendi termasuk

gangguan posisi kompleks disc-condyle, juga disebut sebagai gangguan internal

atau Internal Disorder (ID). ID mengacu pada hubungan posisi abnormal dari

diskus artikularis dalam kaitannya dengan kondilus mandibula dan keunggulan

artikular di fossa glenoid, di tulang temporal. Meskipun ada delapan posisi diskus

berbeda, perpindahan anterior dan lateral-lateral adalah yang paling umum.4

535
1.2 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang, tujuan penulisan laporan sebagai berikut :

1. Menjelaskan perbedaan pada 3 kasus dalam gangguan Sendi

Temporomandibular terhadap Sistem Stomatognati.

2. Menjelaskan pengaruh Sendi Temporomandibular terhadap Sistem

Stomatognati

635
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Stomatognati

Sistem stomatognati adalah sistem fungsional yang bekerja sama untuk

menjalankan banyak fungsi, seperti berbicara, mengunyah makanan dan menelan.

Sistem ini terdiri dari beberapa struktur seperti maksila, mandibula lengkung gigi,

jaringan lunak, sendi temporomandibula, gigi geligi, serta otot-otot pengunyahan,

wajah, kepala dan leher. Sistem stomatognati merupakan kesatuan organ yang

memiliki fungsi berkaitan satu sama lainnya.5

Kelainan salah satu komponen sistem stomatognati dapat menyebabkan

ketidak harmonisan. Jika terjadi kelainan pada salah satu komponennya, sistem

stomatognati dapat melakukan modifikasi dengan cara adaptasi fisiologis dan

dapat menimbulkan gejala patologis. Adaptasi yang dilakukan bisa berupa

remodeling kondilus, erupsi pasif gigi, maupun kelainan neuromuskular.

Penyebab ketidak harmonisan sistem stomatognati adalah kebiasaan sehari-hari,

seperti posisi tubuh dalam aktivitas sehari-hari yang seiring berjalannya waktu

akan membentuk posisi tubuh seseorang.6

2.1.1 Bagian Sistem Stomatognati

Sistem stomatognati merupakan kesatuan organ yang memiliki fungsi

berkaitan satu sama lainnya. Organ-organ tersebut meliputi mandibula, maksila,

735
sendi Temporomandibula (TMJ), struktur gigi dan struktur pendukung. Stuktur

pendukung lainnya yaitu otot-otot pengunyahan, otot wajah serta otot kepala dan

leher. Salah satu fungsi dari sitem stomatognatik adalah sistem pengunyahan yang

merupakan proses awal dari sistem pencernaan.7

2.1.2 Sendi Temporomandibula atau Temporomandibular joint

Sendi temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ)

merupakan sendi yang penting dalam menggerakkan rahang pada saat

pengunyahan. TMJ merupakan salah satu sendi yang paling kompleks pada tubuh

dan tempat mandibula berartikulasi dengan kranium. Artikulasi tersebut

memungkinkan terjadinya pergerakan sendi, yang disebut sendi ginglimoid dan

pada saat bersamaan terjadi pergerakan lancar yang diklasifikasikan sebagai sendi

arthrodial. TMJ terbentuk dari kondilus mandibula yang terletak pada fossa

mandibula tulang temporal. Kedua tulang dipisahkan dari artikulasi langsung oleh

lempeng sendi. TMJ diklasifikasikan sebagai sendi compound.7

(Gambar 2.1 Sendi Temporomandibula13)

2.1.3 Otot-Otot Mastikasi

835
Otot-otot mastikasi yaitu otot maseter, otot pterygoideus medialis dan

lateralis, serta otot temporalis yang masing-masing terdiri dari sepasang. Otot-otot

utama yang terlibat langsung dalam pengunyahan adalah muskulus masseter,

muskulus temporalis, muskulus pterygoideus lateralis, dan muskulus pterygoideus

medialis.(Gambar 2.2) Selain itu juga ada otot-otot tambahan yang juga

mendukung proses pengunyahan yaitu muskulus mylohyoideus, muskulus

digastrikus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohioideus, muskulus

infrahyoideus, muskulus buksinator dan labium oris. Gerakan mandibula selama

proses pengunyahan dimulai dari gerakan membuka mandibula yang dilakukan

oleh kontraksi muskulus pterygoideus lateralis.7

Pada saat bersamaan muskulus temporalis, muskulus masseter dan

muskulus pterygoideus medialis tidak mengalami aktivitas atau mengalami

relaksasi. Makanan akan masuk keronggan mulut dan disertai dengan proses

menutupnya mandibula. Gerakan menutup mandibula disebabkan oleh kontraksi

muskulus temporalis, muskulus masseter dan muskulus pterygoideus medialis,

sedangkan muskulus pterygoideus lateralis mengalami relaksasi. Pada saat

mandibula menutup perlahan, muskulus temporalis dan muskulus masseter juga

berkontraksi membantu gigi geligi agar berkontak pada oklusi yang normal.

Muskulus digastrikus juga mengalami potensial aksi dan berkontraksi pada saat

mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi oklusi. Muskulus digastrikus

berperan dalam mempertahankan kontak gigi geligi. Organ lain yang juga

termasuk dalam fungsional otot pengunyahan adalah lidah. Lidah berperan

penting selama proses pengunyahan dalam mengontrol pergerakan makanan dan

membentuk bolus (bentuk makanan yang didapatkan dari pengunyahan)5. Lidah

935
membawa dan mempertahankan makanan diantara permukaan oklusal gigi geligi,

membuang benda asing, bagian makanan yang tidak enak rasanya dan membawa

bolus ke palatum sebelum akhirnya ditelan. Selain itu lidah juga berfungsi dalam

mempertahankan kebersihan mulut dengan menghilangkan debris makanan pada

gingival, vestibulum dan dasar mulut.7

(Gambar 2.2 Anatomi otot-otot pengunyahan7)

2.1.4 Maksila dan Mandibula

Tulang maksila atau maxilla adalah tulang rahang atas pada manusia dan

diketahui memiliki fungsi dalam menyokong gigi geligi yang berada dibagian atas

mulut. Rahang atas juga diketahui berfungsi dalam menjaga bentuk tulang hidung

tetap ideal. Keberadaan dari tulang rahang atas juga merupakan penyokong dari

keberadaan tulang langit-langit. Mandibula adalah tulang rahang bawah yang

merupakan tulang yang besar dan yang paling kuat pada daerah wajah. Batas

bawah dari mandibula disebut dasar mandibula, bagian atas disebut juga tulang

1035
alveolar yang merupakan soket dari akar-akar gigi. Tulang mandibula merupakan

tulang tengkorak yang dapat bergerak saat membuka dan menutup mulut, dapat

ditarik ke belakang dan dapat digoyangkan ke kiri maupun ke kanan yang terjadi

saat digunakan untuk mengunyah.8

( Gambar 2.3 Maxilla dan Mandibula21)

2.1.5 Lengkung Gigi dan Gigi Geligi

Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi.

Menurut Moyers, lengkung gigi merupakan refleksi gabungan dari ukuran

mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah. Gigi

geligi merupakan gigi-gigi yang tersusun di atas linggir tulang rahang yang

melekat pada jaringan pendukung gigi (tulang rahang, gusi, jaringan ikat

periodontal, dan lain-lain) di dalam rongga mulut. Secara fungsional, oklusi gigi

seseorang yang normal tergantung dari fungsi dan dampaknya terhadap jaringan

periodonsium, otot dan TMJ. Susunan gigi yang lengkap pada oklusi sangat

penting karena akan menghasilkan proses pencernaan makanan yang baik.9

1135
( Gambar 2.4 Lengkung gigi atas dan bawah21)

2.2 Sendi Temporomandibula

Sendi temporomandibula atau Temporomandibular joint (TMJ)

merupakan salah satu bagian dari sistem stomatognati. Menurut kamus kedokteran

gigi, sendi temporomandibula adalah salah satu dari dua sendi yang terletak di tiap

sisi kepala yang komponen tulanngya adalah kondilus dari mandibula dan fossa

glenoidalis atau fossa artikularis dari tulang temporal.

2.2.1 Struktur Sendi Temporomandibula

Sendi Temporomandibular (TMJ), juga dikenal sebagai sendi

ginglymoarthrodial, adalah sendi yang terdiri dari permukaan artikular tulang

temporal dan caput mandibula, tertutup dalam kapsul fibrosa. Sendi dipisahkan

menjadi dua rongga sendi sinovial oleh diskus artikularis. Bagian anterior diskus

melekat pada kapsul sendi, eminensia artikular, dan daerah atas pterygoideus

lateral. Bagian posterior berkaitan dengan fossa mandibula dan tulang temporal,

juga disebut sebagai jaringan retrodiscal. Tiga ligamen utama yaitu

Temporomandibular, stylomandibular, dan ligamen sphenomandibular, berfungsi

untuk menstabilkan TMJ.12, 23

1235
(Gambar 2.5 Pandangan lateral tengkorak manusia pria. Kondilus mandibula

ditarik sedikit dari fossa glenoidalis. (ZA) Arkus Zigomatikus, (AT) Tuberkula

Artikularis, (AE) Puncak dari eminensia Artikularis, (GF) Atap dari fossa

glenoidalis, (P) Prosessus postglenoid, (T) Bagian tympani dari fossa glenoidalis,

(C) Kondilus mandibularis, (SCT) Lokasi dari tuberkel subkondilar, (SP)

Prosessus styloideus, (M) Prosessus mastoideus.13)

2.2.2 Diskus Artikularis

Diskus artikularis diturunkan secara genetik dari blok jaringan mesenkim.

Massa jaringan ini terletak diantara tulang temporal skuamosa dan kondilus

mandibula. Pada orang dewasa, bagian paling atas (atau bagian atas superior) dari

otot pterygoid lateral berhubungan dengan kapsul dan diskus artikularis TMJ.

Diskus artikularis adalah lempeng yang fibrous, berbentuk oval, yang diposisikan

di antara kondilus mandibula dan fossa artikular dan eminensia. Bagian

tengahnya, zona tengah, jauh lebih tipis daripada bagian perifer, pita anterior dan

posterior. Di luar diskus berlanjut sebagai perlekatan anterior dan menyatu ke

kapsul TMJ.13

1335
(Gambar 2.6 (D) Diskus Artikularis13)

2.2.3 Fossa Mandibularis

Fossa mandibularis, fossa glenoidalis, atau articular fossa istilah ini sering

digunakan, tetapi yang paling banyak digunakan adalah fossa glenoidalis and

fossa mandibularis. Fossa mandibularis adalah konkavitas atau kecekungan di

dalam tulang temporal yang menampung kondilus mandibula. Dinding

anteriornya dibentuk oleh eminensia artikular dari tulang temporal squamous dan

dinding posteriornya dibentuk oleh lempeng timpani, yang juga membentuk

dinding anterior meatus akustik eksternal. Atap tulang dari fossa mandibularis

tipis dan seringkali translusen ketika disinari cahaya.13

( 2.7 Fossa mandibularis13)

2.2.4 Kondilus Mandibularis

Permukaan artikular mandibula adalah permukaan atas dan anterior dari

kondilus. Kondilus manusia dewasa sekitar berukuran 15 hingga 20 mm dari sisi

ke sisi dan 8 hingga 10 mm dari depan ke belakang. Sumbu panjangnya berada

1435
pada sudut kanan ke bidang ramus mandibula, namun karena kilauan ramus,

sumbu panjang kondilus kiri dan kanan bersilangan kira-kira di batas anterior

foramen magnum, membentuk sudut tumpul yang bervariasi dari 145 hingga 160

derajat. Permukaan artikular kondilus sangat cembung bila dilihat dari samping

dan lebih sedikit bila dilihat dari depan. Permukaan artikular menghadap ke atas

dan ke depan sehingga dalam pandangan sisi leher condylar membungkuk ke

depan. Seperti yang terlihat dari depan, konveksitas artikular sering menyerupai

konfigurasi berbentuk seperti tenda yang dibagi menjadi lempeng medial dan

lateral oleh variasi puncak artikular yang prominent.13

(Gambar 2.8 (C) Kondilus mandibularis13)

2.2.5 Kapsula Artikularis

1535
Kapsul fibrous dari TMJ yang menempel pada bagian skuamosa dari

tulang temporal sepanjang batas luar permukaan artikular dari eminensia artikular,

fossa, dan bidang pre-glenoid. Pada bagian posterior, kapsul muncul dari

prosessus postglenoid, artikular posterior lip, dan fisura tympanosquamosal.

Kapsul artikular sangat tipis secara anteromedial, medial, dan posterior, tetapi

tebal secara anterolateral dan lateral di mana ia berada pada tuberkulum artikular.

Bagian lateral yang memperkuat dari kapsul ini adalah ligamentum

temporomandibular.13

2.2.6 Ligamen Sphenomandibular

Ligamen sphenomandibular berasal dari tulang rawan Meckel. Ligamen

ini muncul dari tulang belakang tulang shenoid dan mengarah ke bawah dan ke

luar. Ligamen ini masuk ke mandibula di lingula mandibula, yang terletak di

sepanjang batas atas ligamentum mandibula yang dimana adalah lapisan tipis

jaringan ikat dengan batas anterior dan posterior tidak jelas. Ligamen ini

melindungi pembuluh darah dan saraf yang melewati foramen mandibula dari

tekanan tarik tambahan selama pembukaan dan penutupan rahang. Tekanan ini

tidak memiliki pengaruh terhadap gerakan mandibula.13

2.2.7 Ligamen Stylomandibular

Ligamentum stylomandibular adalah lapisan fasia servikal yang diperkuat yang

memanjang dari proses syloid dan ligamentum stylohyoid ke daerah angle

mandibula. Banyak seratnya melekat pada tepi belakang bagian bawah ramus

1635
mandibula, berlanjut ke fasia yang dalam di sepanjang permukaan medial otot

pterigoid medial. Batas atas ligamentum stylomandibular adalah struktur seperti

tali yang menebal. Ligamentum ini relatif longgar ketika rahang tertutup dan

terbuka lebar. Ligamen ini hanya menegang ketika mandibula protrusi maksimal.

Dengan demikian, ligamen ini dapat membatasi gerakan protrusif yang

berlebihan.13

(Gambar 2.9 Pandangan medial dari madibula dan ligamen sphenomandibular dan

stylomandibular. (SP) Prosesus styloideus, (CL) Capsular ligament, (SS)

Sphenoidal spine, (SML) Sphenomandibular ligament, (STML) Stylomandibular

ligament, (MP) Medial pterygoid muscle.13)

2.3 Proses Gerakan Sendi Temporomandibula

Otot, kapsula, dan diskus membentuk koordinasi fungsional sistem

musculo-disco-capsular yang bekerja sama ketika mulut dibuka atau ditutup.

Proses gerakan TMJ diantara lain14:

1. Penutupan mulut

Ketika mulut dalam posisi ditutup, caput mandibula menyentuh fossa

mandibularis (glenoidalis) pada tulang temporal.

1735
2. Pembukaan mulut sampai 15º

Pada abduksi hingga 15o caput mandibula tetap di dalam fossa

mandibularis

3. Pembukaan mulut lebih dari 15o

Pada titik ini caput mandibulae meluncur ke depan menuju tuberculum

articulare. Sumbu sendi yang berjalan secara transversal melewati caput

mandibulae bergeser maju ke depan. Diskus artikularis di tarik ke depan

oleh pars inferior otot tersebut.

2.3.1 Gerakan Mandibula dalam TMJ

Sebagian besar gerakan di dalam TMJ merupakan gerakan kompleks yang

mempunyai tiga komponen utama14,24:

1. Gerakan Rotasi

Sumbu untuk sendi rotasi berjalan secara transversal melewati

kedua caput mandibula. Dua sumbu saling menyilang pada sudut sekitar

15º. Selama pergerakan ini TMJ bergerak sebagai sendi engsel (abduksi

atau depresi dan adduksi atau elevasi mandibula). Pada manusia, rotasi

murni di dalam TMJ biasanya terjadi hanya selama tidur dengan mulut

sedikit terbuka (sudut bukaan hingga sekitar 15º. Ketika mulut dibuka

melewati 15º, gerakan rotasi bergabung dengan gerakan translasi

(meluncur) dari caput mandibular.

2. Gerakan Translasi

1835
Di dalam gerakan ini, mandibula maju (protrusi) dan mundur

(retrusi). Sumbu untuk gerakan ini sejajar dengan sumbu median melalui

pusat caput mandibula.

3. Gerakan Menggiling

Gerakan menggiling pada TMJ kiri untuk menjelaskan gerakan

lateral ini, dibuat perbedaan antara ‘condylus istirahat’ dan ‘condylus yang

berayun’. Kondilus posisi istirahat pada sisi kerja kiri berputar pada sumbu

hampir vertikal melalui caput mandibulae (yang juga merupakan sumbu

rotasi), sementara kondilus yang berayun pada sisi keseimbangan kanan

berayun ke depan dan ke dalam di dalam gerakan translasi. Ekskursi lateral

pada mandibula diukur dalam derajat dan disebut sebagai sudut Bennett.

Selama gerakan ini, mandibula bergerak laterotrusi pada sisi kerja dan

mediotursi pada sisi keseimbangan. Sedangkan gerakan menggiling TMJ

kanan adalah sisi kerja, Condylus istirahat kanan berputar terhadap sumbu

yang hampir vertikal dan condylus kiri pada sisi keseimbangan, berayun

ke depan dan ke dalam.

1935
(Gambar 2.10 Rotasi dan translasi kondilus mandibula saat pembukaan

mulut13)

2.4 Pemeriksaan Sendi Temporomandibula

Pemeriksaan sendi temporomandibula dilakukan dengan tujuan memeriksa

tingkat keparahan clicking, adanya nyeri dan disfungsi sendi temporomandibula.

Pemeriksaan dilakukan dengan auskultasi, palpasi, serta pemeriksaan radiografi

hanya jika dibutuhkan15:

2.4.1 Pemeriksaan Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi TMJ dilakukan dengan bantuan stetoskop untuk

menentukan adanya clicking maupun krepitasi saat mandibula melakukan gerakan

anteroposterior dan eksentrik. Terdapat empat jenis clicking, yakni initial,

intermediate, terminal, dan reciprocal. Initial clicking merupakan tanda terjadinya

retrusi kondilus sehubungan dengan diskus. Intermediate clicking adalah tanda

bahwa permukaan kondilus dan diskus artikularis tidak rata yang meluncur satu

dengan yang lain saat bergerak. Terminal clicking adalah jenis clicking yang

umum terjadi diakibatkan oleh kondilus bergerak terlalu jauh ke arah anterior saat

membuka mulut lebar pada relasinya terhadap diskus. Reciprocal clicking terjadi

saat membuka dan menutup mulut dan menunjukkan tidak adanya koordinasi

antara disposisi kondilus dan diskus.

2035
(Gambar 2.11 Pemeriksaan auskultasi menggunakan stetoskop15)

2.4.2 Pemeriksaan Palpasi

Pemeriksaan palpasi TMJ dilakukan saat membuka mulut dapat

menunjukkan adanya nyeri tekan pada daerah kondilus. Selain itu, pemeriksaan

ini dilakukan untuk memeriksa sinkronisasi gerakan dari kondilus kanan dan kiri.

( Gambar 2.12 Pemeriksaan palpasi15)

2.4.3 Pemeriksaan Radiografi

2135
Pemeriksaan radiografi TMJ hanya dilakukan pada anak dengan gangguan

TMJ. Jarang ditemukan kelainan patologis TMJ pada anak dibandingkan dengan

orang dewasa. Beberapa teknik fotografi yang digunakan dalam pemeriksaan

radiografi TMJ adalah proyeksi anteroposterior menurut Clementschitsch,

radiografi menurut Schüller atau Parma, dan tomogram. Pengambilan foto

radiografi dilakukan pada posisi habitual occlusion dan/atau posisi membuka-

menutup mulut. Hal-hal yang harus diperhatikan pada foto radiograf adalah posisi

kondilus pada relasinya terhadap fossa, lebar ruang sendi, perubahan bentuk dan

struktur kepala kondilus dan/atau fossa mandibularis.

(Gambar 2.13 Pemeriksaan radiografi sendi temporomandibula

menggunakan radiografi tomogram15)

2235
2.5 Gangguan Sendi Temporomandibula

Temporomandibular disorder (TMD) atau kelainan sendi

temporomandibula adalah kelainan sendi temporomandibula yang merupakan

kondisi degeneratif mukoskeletal yang berhubungan dengan kelainan morfologi

dan fungsi. TMD memiliki banyak subdiagnosis seperti nyeri myofasial, kondisi

inflamatoris TMJ, dan derangement diskus.16

2.5.1 Gejala Gangguan Sendi Temporomandibula

Tanda dan gejala TMD adalah suara yang menyakitkan pada sendi,

gerakan TMJ yang terbatas atau berubah, dan nyeri orofasial. Nyeri orofasial

adalah nyeri yang terjadi pada wajah dan rongga mulut. Faktor yang berkontribusi

terhadap keparahan TMD berhubungan dengan dentisi, clenching, dan sistem lain

yang sering kali memicu gejala nyeri otot, sendi, dan periartikular. Gejala TMD

umumnya ada bersamaan dengan penyakit lain seperti sakit kepala, tinnitus,

kehilangan pendengaran, dan juga kelainan sistemik seperti tekanan darah tinggi,

ulserasi, alergi, penyakit kardiovaskuklar, sindroma iritasi susu, dan masih banyak

lagi. Diantaranya adalah: 17

1) Rasa sakit

Rasa sakit dari sendi temporomandibula dan otot mastikasi merupakan

gejala yang umum. Sakit dapat terjadi secara konstan atau sakit tumpul berkala

pada sendi, telinga, dan fossa temporal. Rasa sakit lebih diobservasi saat

pergerakan mandibula atau dengan palpasi pada daerah yang terdampak. Rasa

sakit dapat disebabkan myogenic karena trauma mekanik dan kelelahan otot. Sakit

2335
artikular meningkat karena inflamasi dari artikular dan jaringan periartikular bisa

karena overloading, trauma, atau perubahan degeneratif.

2) Suara sendi

Dua suara umum sendi temporomandibular yang diobservasi adalah suara

clicking dan krepitasi. Clicking adalah suara yang pendek, diobservasi saat

pergerakan mandibula yang disebabkan oleh pergerakan tidak terkoordinasi dari

kepala condylus dan diskus artikularis. Krepitasi merupakan suara yang

compound disebabkan oleh permukaan artikular yang kasar dan tidak teratur pada

sendi dan diamati selama pergerakan mandibula.

3) Pembatasan pergerakan mandibula

Pembatasan dalam pergerakan mandibula dapat diamati baik pada semua

atau sebagian dari pembukaan, penutupan, tonjolan, dan gerakan lateral. Ini bisa

disebabkan oleh pembatasan otot, perpindahan diskus, pembatasan ligamen.

4) Dislokasi

Ini merupakan perpindahan kondilus dari fossa, dan pasien mungkin tidak

dapat menutup mulut. Pasien dapat mengurangi dislokasi sendiri atau pergi ke

dokter untuk mengurangi gejala.

5) Gejala dental

2435
Gigi goyang, pulpitis, keausan gigi merupakan gejala dental paling umum

yang muncul pada pasien dengan TMD.

6) Gejala otologis

Nyeri TMJ di daerah auricular lebih terlihat pada bagian posterior.

Tinnitus, gatal-gatal di telinga, dan vertigo adalah gejala lain yang berhubungan

dengan nyeri auricular.

7) Sakit kepala rekuren

Pasien merasakan nyeri dan nyeri otot pengunyahan di sepanjang daerah

temporal yang dikenal sebagai sakit kepala. Selain itu, sakit kepala dapat

berkorelasi dengan sakit kepala lainnya, seperti nyeri migrain.

2.5.2 Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula

TMD memiliki berbagai penyebab, termasuk biologis, lingkungan, sosial,

emosi, penyebab kognitif, dan genetik. Faktor sering dihubungkan dengan TMD

adalah kondisi nyeri lain seperti sakit kepala, fibromyalgia, kelainan autoimun,

sleep apnea, dan penyakit kejiwaan.10 Faktor penyebab ini terjadi karena adanya

kekuatan biomekanis yang tidak wajar yang terjadi pada kondilus mandibular

sehingga menyababkan ketidak harmonisan sistem stomatognati. Hal ini

menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan fungsi dari struktur artikulasi

TMJ. Etiologi TMD adalah multifaktorial. Berbagai teori, seperti perpindahan

mekanik, trauma, biomedis, osteoarthritis, teori otot, neuromuskular,

psikofisiologis, teori psikososial, telah diusulkan dalam menyebabkan TMD.

2535
Beberapa faktor, baik satu maupun kombinasi, bertanggung jawab atas TMD.

Karena etiologi multifaktor, faktor yang paling umum adalah17:

1. Faktor predisposisi

Faktor yang meningkatkan risiko nyeri TMD atau orofasial. Hal ini lebih

lanjut dibagi menjadi sistemik, psikologik, struktural, dan faktor genetik.

2. Faktor inisiasi

Faktor penyebab terjadinya gangguan seperti trauma, overloading struktur

sendi seperti kebiasaan parafungsional.

3. Faktor menetap

Faktor yang mengganggu penyembuhan atau manajemen komplikasi

seperti mekanik, stres otot, dan masalah metabolik.

Faktor dapat mempengaruhi satu sama lain atau bertindak bersama-sama.

2.5.3 Klasifikasi Gangguan Sendi Temporomandibula

The Research Diagnostic Criteria for TMD (RDC/TMD) adalah klasifikasi

yang umum digunakan oleh komunitas saintifik internasional untuk melakukan

diagnosis, evaluasi, dan mengategorikan TMD. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan

model biobehavioral nyeri, termasuk dua bagian, yakni tanda fisik dan gejala

(Axis I) dan faktor psikologis dan disabilitas (Axis II). Selain klasifikasi

RDC/TMD, American Academy of Orofacial Pain mengklasifikan TMD menjadi

dua kategori, yakni kelainan TMJ (nyeri sendi, kelainan sendi, penyakit sendi) dan

kelainan otot mastikasi. Kelainan sendi yang terjadi termasuk kelainan posisi

2635
diskus-kondilus kompleks dan internal derangement (ID), yang merupakan relasi

dari posisi abnormal diskus artikularis dalam relasinya terhadap kondilus

mandibularis dan artikularis eminensia pada fossa glenoidalis pada tulang

temporal.17

Weldon Bell mempresentasikan sebuah klasifikasi yang secara logis

mengkategorikan gangguan ini, dan American Dental Association mengadopsi

klasifikasi tersebut dengan beberapa perubahan. Penggunaan sistem klasifikasi

yang logis bermanfaat untuk kemampuan diagnostik serta komunikasi dalam

profesi. Semua kelainan sendi Temporomandibular dibagi menjadi empat kategori

luas yang memiliki karakteristik yang sama seperti berikut17:

1. Kelainan otot mastikasi

Tipe rasa nyeri yang paling umum diobservasi pada pasien adalah nyeri

pada otot mastikasi ketika menelan, berbicara, dan mengunyah. Rasa nyeri

meningkat dengan palpasi atau dengan manipulasi otot. Hal ini terkait dengan

gerakan mandibula yang terbatas.

2. Kelainan sendi temporomandibula

A. Gangguan kompleks condyle-disc

Gangguan kompleks condyle-disc disebabkan karena kerusakan dalam

fungsi rotasi diskus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pemanjangan ligamen (discal

collateral dan inferior retro-discal ligaments) atau penipisan batas diskus

posterior. Faktor yang berkontribusi dapat terjadi karena trauma mikro atau

makro. Terdapat tiga jenis gangguan:

2735
i. Perpindahan diskus (disc):

Dalam hal peregangan yang konstan dari lamina inferior retro-discal dan

ligamen kolateral discal, diskus diposisikan ke anterior disebabkan karena fungsi

otot pterygoideus lateral superior. Perubahan pada posisi diskus dan otot

menyebabkan pergeseran translator dari Kondilus selama pembukaan. Gerakan ini

dikaitkan dengan suara ‘click’ atau suara di salah satu atau keduanya selama

pembukaan dan penutupan mandibula.

ii. Dislokasi diskus dengan reduksi atau pengurangan:

Perpindahan diskus dapat menyebabkan disartikulasi parsial atau lengkap

dari ruang diskus di kondilus – pertemuan diskus mengarah ke dislokasi diskus.

Dislokasi dapat dikurangi dalam situasi ketika pasien dapat memanipulasi

mandibula untuk mereposisi Kondilus kembali ke posisi diskus. Kondisi ini secara

klinis merupakan rentang yang terkontrol dari rahang yang terbuka dan

penyimpangan rahang dalam proses pembukaan mulut. Reduksi dari diskus

membuat kemunculan suara yang keras selama reposisi diskus. Jarak interincisal

pengurangan diskus selama pembukaan mulut lebih besar daripada ketika diskus

dislokasi kembali selama penutupan mulut.

iii. Dislokasi diskus tanpa reduksi atau pengurangan

Reposisi diskus dapat menjadi problematik karena hilangnya elastisitas

pada lamina retro-discal. Situasi ini menyebabkan kemajuan translasi dari

Kondilus sehingga memaksa diskus berada di depan Kondilus tersebut. Ini

2835
dipresentasikan sebagai rahang yang terkunci dalam penutupan mulut, dan

pembukaan mulut normal tidak dapat dicapai. Secara klinis situasi ini

menyebabkan kesulitan pembukaan mulut secara maksimum. Pembukaan

mandibula adalah sekitar 25 sampai 30 mm. Teknik manipulasi bilateral pemuatan

sendi sangat menyakitkan karena posisi Kondilus dalam jaringan retro-discal.

B. Inkompatibilitas struktural dengan permukaan sendi

Kelainan ini menyebabkan perubahan pada permukaan sliding yang halus

dari TMJ. Perubahan menyebabkan gesekan, lengket, dan menghambat fungsi

sendi. Inkompatibilitas struktural diklasifikasikan sebagai penyimpangan dalam

bentuk, adhesi, subluksasi, dan dislokasi spontan.

i. Penyimpangan dalam bentuk:

Perubahan degeneratif yang bersifat fisiologis, penuaan, atau minor di

kondilus, diskus dan fossa dapat menyebabkan penyimpangan dan disfungsi, yang

secara signifikan mempengaruhi pergerakan mandibula.

ii. Aderensi dan adhesi:

Adherensi merupakan representasi dari permukaan artikular. Adhesi dapat

terjadi antara kondilus-diskus atau di tengah diskus atau diantara diskus-fossa.

Adhesi diciptakan oleh pengembangan jaringan ikat fibrosa atau karena hilangnya

pelumasan antara struktur. Ini secara karakteristik menunjukkan pembatasan

2935
dalam gerakan translasi normal kondilus tanpa rasa sakit. Dalam situasi kronis,

pasien merasakan ketidakmampuan untuk mendapatkan gigi kembali ke oklusi

selama penutupan.

iii. Subluksasi dan luksasi (hipermobilitas):

Ini merupakan kondisi non patologis, fenomena klinis yang berulang

dikarakteristikan dengan pergerakan ke depan secara tiba-tiba dari kondilus

melewati puncak eminensia artikular selama tahap akhir pembukaan mulut.

Eminensia artikular yang curam, lekukan posterior yang pendek, dan lekukan

anterior yang lebih panjang, yang lebih superior ke puncak, menyebabkan

kondilus subluksasi. Pemeriksa dapat melihat dengan meminta pasien untuk

membuka mulut dengan lebar, dan ini dapat membuat lubang kecil atau lekukan

dibelakang kondilus.

iv. Dislokasi:

Dislokasi adalah hasil dari hiperekstensi dari TMJ. Hal ini menyebabkan

penetapan sendi dalam posisi terbuka selama pembukaan mulut. Open-Lock

mencegah translasi mandibula. Posisi posterior dari diskus berhubungan ke

kondilus. Gigi anterior biasanya dipisahkan, dan gigi posterior ditutup, pasien

akan menemukan kesulitan dalam menutup mulut, dan dikaitkan dengan rasa

sakit.

C. Gangguan inflamasi TMJ:

3035
Penyakit inflamasi sendi khas ditandai dengan nyeri terus-menerus yang

mendalam yang umumnya ditekankan pada gerakan fungsional. Rasa sakit yang

terus-menerus dapat memicu efek rangsang sekunder. Ini dinyatakan sebagai nyeri

yang dirujuk, kepekaan terhadap sentuhan, kontraksi protektif, atau kombinasi

dari masalah ini. Peradangan sendi juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan

struktur yang terlibat, seperti synovitis, capsulitis, retro-discitis, dan arthritis.

i. Synovitis/capsulitis:

Trauma dapat menyebabkan peradangan pada jaringan sinovial (sinovitis)

dan ligamentum kapsular (capsulitis). Secara klinis sulit untuk dibedakan, dan

Artroskopi berguna untuk mendiagnosis. Hal ini merupakan sakit yang terus

menerus, kelembutan pada palpasi, dan pergerakan mandibula yang terbatas.

ii. Retrodiscitis:

Hal ini disebabkan karena trauma atau karena perpindahan diskus

progresif dan dislokasi. Pasien mengeluh rasa sakit, yang meningkat ketika

clenching. Gerakan rahang terbatas, pembengkakan jaringan retro discal, dan

maloklusi akut yang berhubungan dengan penyakit.

iii. Arthralgia

Nyeri yang berasal dari sendi yang dipengaruhi oleh gerakan rahang,

fungsi, atau para-fungsi dan replikasi rasa sakit ini terjadi dengan pengujian

provokatif dari TMJ.

iv. Arthritis

3135
Nyeri yang berasal dari sendi dengan karakteristik klinis peradangan atau

infeksi pada sendi yang terkena edema, eritema, dan/atau peningkatan suhu.

Terkait gejala terdapat perubahan oklusal gigi (misalnya, ipsilateral posterior

open bite jika intraartikular dengan pembengkakan unilateral atau efusi).

Gangguan ini juga dikenal sebagai sinovitis atau capsulitis, meskipun istilah ini

membatasi situs nosisepsi. TMD adalah kondisi terlokalisir; tidak ada riwayat

penyakit inflamasi sistemik, diantaranya ada beberapa jenis athritis:

a) Osteoarthritis :

Ini adalah gangguan peradangan yang muncul karena meningkatnya

kelebihan beban sendi. Kekuatan yang meningkat melembutkan permukaan

artikular dan resorbsi permukaan subartikular. Pemuatan progresif dan regenerasi

berikutnya menyebabkan hilangnya lapisan subkondral, erosi tulang, dan

osteoarthritis. Hal ini dibuktikan dengan rasa sakit pada sendi dan peningkatan

gerakan rahang terkait dengan dislokasi diskus atau perforasi.

b) Osteoarthrosis:

Arthrosis adalah perubahan arthritis yang tidak berubah secara adaptif dari

tulang karena berkurangnya pemuatan tulang. Ini terjadi setelah overloading

sendi, terutama karena aktivitas parafungsional dan sering dikaitkan dengan

dislokasi diskus.

c) Arthritis Sistemik

3235
Beberapa jenis arthritis dapat mempengaruhi TMJ, termasuk traumatis

arthritis, infeksi arthritis, dan rheumatoid arthritis.

3. Hipomobilitas mandibula kronis:

Ini adalah pembatasan mandibula tanpa rasa sakit dalam jangka panjang.

Rasa sakit terjadi hanya ketika menggunakan kekuatan untuk membuka mulut

melebihi batas. Klasifikasi kondisi ini sesuai dengan penyebabnya, seperti

ankylosis, kontraktur otot, atau impedansi prosessus coronoideus.

4. Gangguan pertumbuhan:

TMD yang dihasilkan dari gangguan pertumbuhan dapat disebabkan dari

berbagai penyebab. Gangguan pertumbuhan dapat terjadi pada tulang atau otot.

Gangguan umum pertumbuhan pada tulang adalah agenesis (tidak tumbuh),

hipoplasia (pertumbuhan tidak mencukupi), hiperplasia (pertumbuhan yang

berlebihan), atau neoplasia (pertumbuhan yang tidak terkendali dan destruktif).

Gangguan pertumbuhan umum otot adalah hipotrofi (otot melemah), hipertrofi

(peningkatan ukuran dan kekuatan otot), dan neoplasia (tidak terkendali,

pertumbuhan destruktif). Gangguan ini disebabkan karena kekurangan atau

perubahan dalam pertumbuhan yang biasanya terjadi karena trauma.

2.6 Pengaruh Gangguan Sendi Temporomandibula dengan Sistem

Stomatognati

Sistem stomatognati mempunyai beberapa fungsi yang penting yaitu

fungsi mastikasi, fungsi penelanan, fungsi bicara, fungsi pernafasan. Sistem

3335
mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

komponen terdiri dari gigi geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan

sistem saraf. Otot digerakkan oleh impuls saraf karena ada tekanan yang timbul

dari gigi bawah yang berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula dapat

melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem mastikasi.18

Dalam pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan

demikian dalam mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi

otot-otot itu tidak dapat diabaikan, dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat

kaitannya dengan pergeseran kontak oklusi gigi geligi. Oklusi akan berjalan

normal dan kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen yang terlibat

dapat menjalankan aktivitasnya secara normal, dan antara semua komponen

terdapat interaksi yang serasi, dan seimbang. Gangguan fungsional terjadi akibat

adanya penyimpangan dalam aktivitas salah satu komponen yang terlibat dalam

pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi

geligi atau otot-otot mastikasi.18

Menurut studi yang dilakukan Díaz-Serrano et al, dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa bahkan tanda dan gejala TMD yang ringan pun dapat

mendorong perubahan pola aktivasi otot. Besarnya gaya gigitan bervariasi ketika

karakteristik kompleks kraniofasial tidak normal, seperti pada kasus perubahan

oklusal (kasus crossbite dan gangguan sendi temporomandibula). Dalam

penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan tanda dan

gejala TMD ringan dan sedang memiliki nilai kekuatan gigitan yang lebih tinggi.19

3435
Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pernyataan bahwa individu dengan

TMD menggunakan kekuatan pengunyahan yang relatif lebih tinggi daripada

individu yang normal selama pengunyahan. Gangguan artikular dapat

mempengaruhi kekuatan otot yang terjadi pada individu yang memiliki gejala

TMD suara sendi dan nyeri, menunjukkan nilai kekuatan gigitan terendah (34).

Hal ini serupa dengan hasil penelitian ini, dimana didapatkan nilai yang lebih

rendah untuk besaran gaya gigitan pada kelompok yang menunjukkan tanda dan

gejala TMD yang parah. 19

Menurut Chiodelli et al, sebuah penelitian yang bertujuan untuk

mengevaluasi fungsi pengunyahan sekelompok pasien dengan TMD dibandingkan

dengan kelompok kontrol menemukan bahwa semakin tinggi jumlah gangguan

oklusal dan keparahan TMD, semakin lama waktu mengunyah dan semakin

rendah skor tipe mastikasi, yaitu jauh dari pola fisiologis normal. Penilaian

miofungsional orofasial dalam penelitian ini menunjukkan adanya kontraksi

atipikal mengunyah dan menelan. Penelitian baru-baru ini pada wanita dengan

TMD membenarkan adanya perubahan pada otot pengunyahan sebagai

kompensasi mekanisme untuk meredakan gejala nyeri. Selain rasa sakit,

keterlibatan otot berlebihan pada individu dengan TMD berfungsi untuk

menangkal gaya dorong lidah, yang bertujuan untuk mencegah makanan keluar

dari rongga mulut selama menelan.20

3535
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Contoh kasus 1

Perempuan berusia 7 tahun 11 bulan datang bersama orang tuanya ke

klinik kedokteran gigi anak. Dirujuk oleh seorang dokter gigi umum, pasien

mengeluhkan rasa sakit unilateral pada TMJ bagian kiri. Orang tua pasien

memperhatikan trauma orofasial yang berkelanjutan yaitu pasien mengalami

3635
cedera pada dagu dikarenakan jatuh dari sepeda saat berumur empat tahun,

menyebabkan abrasi atau memar kulit yang signifikan dan cervical sprain. Pasien

tidak diperiksa oleh dokter gigi, tetapi kita bisa berspekulasi bahwa tidak terdapat

fraktur kondilus. Dokter mengindikasikan untuk menggunakan semirigid neck

collar selama dua minggu. Kemudian, pasien mengalami rasa sakit kronis pada

bagian kiri dari wajah, pada sekitar zona temporomandibula, disertai dengan

cephalea atau sakit kepala rekuren sedang sampai berat berkelanjutan dan gejala

kecemasan ringan. Terdapat rasa sakit seperti dicubit yang berat saat pengunyahan

makan keras. Pasien mendapatkan perawatan farmakologi, menurut umur, berat

badan, dan ukuran pasien terdiri dari risperidone dan imipramine selama dua

minggu. Namun, cephalea and nyeri intra oral meningkat selama seminggu yang

lalu sehingga orang tua pasien memutuskan untuk mencari perawatan gigi.

Dilaporkan terdapat kebiasaan yang tidak normal, terutama bruxism diurnal atau

nocturnal and onychophagy. Sebelumnya terjadi penguncian rahang sementara

saat pasien sedang makan. 21

Pada pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, secara klinis tinggi dan berat

badan pasien normal sesuai dengan umur pasien. Wajah pasien ovoid dan simetris

dengan kening dan sepasang telinga yang normal, serta profil wajah cembung atau

convex karena dagu yang retrusif. Pemeriksaan intra oral, pasien memiliki

lengkung gigi yang baik pada tahap gigi campuran, beberapa lesi karies yang tidak

dalam, dan maloklusi klas 1 dengan crowding anterior ringan. Tidak terdapat

keausan pada gigi. Pembukaan mulut maksimum interinsisal hanya 20 mm,

sedangkan jarak normal 41–50 mm. Evaluasi dari fungsi mandibula dilakukan,

terdapat displacement mandibula kiri dengan jelas saat pembukaan atau penutupan

3735
mulut. Suara clicking terdeteksi pada sendi yang sama, ketika pembukaan

mandibula, dengan pemeriksaan auskultasi menggunakan stetoskop. Nyeri

artikular and otot mastikatori sensitif terhadap nyeri dinilai dengan palpasi

bilateral ekstraoral dan intraoral, menurut kriteria nyeri Rocabado. Sendi

temporomandibula kiri menunjukkan nyeri sedang sampai berat synovial posterior

inferior, menyebar ke leher, ditunjukkan dengan rasa sakit dengan kompresi

kondilus yang diposisikan ke belakang. 21

Pemeriksaan radiografi dan Computed Tomography (CT) dilakukan.

Gambaran ini menunjukkan reduksi dari lebar ruang fossa artikular kondilus-

glenoid, tanpa fraktur leher kondilus, dan deviasi kanan (odontoid process) dari

cervical vertebrae pertama, kedua, dan ketiga berkaitan dengan dasar tengkorak,

mungkin disebabkan oleh cedera dagu Deviasi vertebrae ini menekan spinal cord,

menyebabkan cephalea sedang sampai berat yang berkelanjutan atau cervicogenic

cephalea, dan menyebabkan disfungsi temporomandibula. Setelah melakukan

diagnosis klinis dari Anterior Disc Displacement Reduction (ADDR), dilakukan

perawatan gigi terdiri dari penempatan soft occlusal splint lepasan intra oral pada

maksilla dengan diinsersi midline bidirectional expansion screw untuk

meningkatkan pengembangan transversal. Orang tua pasien telah dijelaskan

mengenai pendekatan terapi, dan setuju untuk menandatangani formulir informed

consent, yang dimana termasuk perizinan untuk mempublikasikan kasus klinis. 21

3835
( Gambar 3.1 Pemeriksaan radiografi panoramik dan CT scan19)

Alat lepasan dibuat dengan soft polyester dan dicocokan pada permukaan

oklusal dan insisal lengkung gigi atas pasien, dengan ketebalan 2-3 mm, untuk

membuat kontak oklusal yang tepat dengan gigi antagonis. Proses pembuatannya

sebagai berikut, stone model atas dan bawah dipasang pada AD2 artikulator dalam

relasi sentris. Relasi ini sebelumnya didapatkan pada pasien, melalui adesif

softened wax discs anterior dan posterior untuk kedua molar satu permanen atas

dan insisor, secara berurutan ditempatkan pada metallic U-shaped bite plate. Plat

ini menempel pada face bow, yang dimana diposisikan dengan baik di atas kening

pasien. Pasien dilatih secara singkat untuk menggigit dengan pelan, relasi

insentris, ke dalam wax discs dengan kedalaman sekitar 1 mm. Setelah

penempatan dan pencocokan alat lepasan intra oral, titik kontak simetris dan

serentak didapatkan dengan interskupasi maksimum dan bidang oklusal rata,

menurut rekomendasi oleh Restrepo et al. 18 Pasien diinstruksikan untuk

menggunakan splint setidaknya selama 12 jam sehari, terutama semalaman, dan

untuk mengaktivasi expansion screw sekali, dua hari dalam seminggu, untuk

mengimbangi pertumbuhan melintang maxilla secara alami. 21

Cervicogenic cephalea dirawat dengan obat analgesik yaitu ibuprofen 10

mg per hari peroral setiap delapan jam, pasien direkomendasikan untuk

mempertahankan postur yang baik saat duduk dan berdiri, menghindari tidur

tiarap, untuk mengurangi regangan pada otot leher dan ligamen. Orang tua pasien

3935
diinstruksikan untuk mengganti bantal pasien dengan yang lebih lembut dan

menempatkan handuk roll dibawah lehernya ketika tidur. Setelah dua minggu,

terapi analgesik dihentikan. Orang tua pasien diinstruksikan untuk

mengaplikasikan kantong berisi air panas yang dibungkus dengan handuk pada

area kepala yang sakit, selama 20 menit jika terjadi cephalea berkelanjutan.

Pasien dijadwalkan kontrol reguler setiap dua minggu. Setelah pertemuan selama

10 bulan, orang tua dan pasien melaporkan pengurangan signifikan dari serangan

cephalea sekitar sebulan sekali, biasanya berhubungan dengan scholar stress.

Terdapat pengurangan rasa sakit saat mengunyah atau pada area servikal, dan

tidak ada dislokasi sendi berkelanjutan yang lain setelah pembukaan mulut

maksimum yang lalu. Pada pemeriksaan auskultasi, didapatkan bahwa suara

artikular berkurang secara signifikan. Kebiasaan mulut yang tidak normal juga

berkurang. Pembukaan maksimum interinsisal saat ini diantara 30 dan 35mm

(Figure 1(b)). Dilakukan pemeriksaan CT yang menunjukkan perkembangan yang

jelas (Gambar 4 and 5). Pasien melanjutkan perawatan manajemen psikologis.21

(Gambar 3.2 Alat intraoral lepasan19)

3.2 Contoh kasus 2

Seorang pasien berusia 21 tahun dirujuk ke departemen prostodonsia,

School of Dental Medicine Universitas Zagreb karena nyeri pada TMJ bagian

4035
depan dan kanan dengan nyeri yang bertambah parah saat terjadi pergerakan

mandibula. Riwayat medis menunjukkan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas

3 bulan yang lalu dan mendapatkan benturan keras di kepala. Semenjak

kecelakaan pasien sulit membuka mulut dan nyeri saat terjadi pergerakan

fungsional normal dan mastikasi.22

1. Diagnosa Klinis

Palpasi otot mastikasi tidak menyebabkan nyeri, namun palpasi batang

lateral dan tes provokasi (gerakan membuka dan protrusi) menyebabkan “nyeri

familiar”. Ditemukan crepitus pada TMJ sebelah kanan saat dilakukan palpasi.

Saat pemeriksaan klinis ditemukan adanya keterbatasan saat membuka mulut

dengan bukaan sebesar 22 mm tanpa bantuan. Penggunaan kekuatan ringan ke

arah pembukaan mulut gagal meningkatkan bukaan lebih dari 2 mm (Gambar 1).

Saat membuka mulut, terdapat deviasi yang tidak terkoreksi ke arah kanan. Pasien

melaporkan nyeri pada TMJ kanan saat ekskursi kiri lateral. Pergerakan lateral ke

kiri dicatat sebesar 8mm, dan pergerakan lateral ke kanan sebesar 11 mm, dan

dilakukan tanpa rasa sakit. Protrusi dicatat sebesar 6 mm. Gerak membuka dan

protrusi menyebabkan “nyeri familiar”. Pasien memberi skor nyeri menggunakan

visual-analog scale (VAS) 7 dari skor 0 hingga 10. Ditemukan crepitus saat

pergerakan lateral pada TMJ kanan.22

4135
(Gambar 3.3 Pembukaan mulut terbatas20)

2. Status Dental

Pemeriksaan klinis dan analisis radiograf panoramik menunjukkan gigi

pasien telah dirawat dan tidak ditemukan restorasi prostodonsia. Terdapat

perpindahan sebesar 3 mm dari medial line pada bidang transversal. Terdapat

jarak interdental. Gigi 18, 28, 48 sedang erupsi dan gigi 38 missing. Overbite

vertikal dan overjet horizontal didapatkan sebesar 4 mm.22

3. Diagnosa radiografi

Radiograf panoramik menunjukkan pemerataan kondilus kanan. Karena

radiograf panoramik memberi pilihan tampilan terbatas dari derajat dan tingkat

keparahan destruksi tulang, pasien didiagnosa dengan osteoarthritis pada TMJ

(kriteria RDC / TMD, Axis I, Grup III) didukung dengan CBCT dari TMJ. Pada

pandangan tiga dimensi dari TMJ kanan (CBCT), gambar diambil pada posisi

mulut terbuka dan teruttup, dan jelas terlihat saat membuka mulut kondilus tidak

mencapai eminensia artikularis yang menandakan terdapat hipomobilitas sendi

yang secara klinis ditunjukkan dengan terbatasnya jarak saat membuka mulut. Hal

ini merupakan indikasi dari adanya kemungkinan terjadinya dislokasi diskus.

Walaupun demikian, tidak dapat dilakukan estimasi posisi diskus menggunakan

teknologi CBCT. Hal ini menyebabkan tidak dapat memperkirakan dislokasi

diskus sebagai penyebab hypomobility sendi. 22

4235
( Gambar 3.4 Diagnosa radiografi20)

4. Perawatan

Pasien diinstruksikan untuk membatasi pergerakan sendi hingga batas tidak

sakit. Instruksi diberikan untuk melakukan terapi fisik saat siang hari. Protokol

perawatan termasuk latihan yang dilakukan sendiri: latihan otot pasif (pasien

diminta membuka secara lurus dengan melihat pada cermin), dan latihan otot yang

dibantu (pasien diinstruksikan untuk memberi tekanan ringan pada otot elevator

dengan jadi agar besar bukaan mulut dapat ditingkatkan). Setelah 2 minggu pasien

melaporkan relaksasi otot mastikasi yang signifikan. Stabilization splint dibuat

pada sentrik relasi theraupetik dengan peningkatan dimensi vertikal sebesar 2 mm.

pasien diinstruksikan memakai splint saat malam hari. 22

( Gambar 3.5 Alat splint perawatan pasien20)

4335
5. Setelah perawatan

Pertemuan pertemuan dilakukan pada 1, 3, dan 6 bulan pemakaian splint.

Pada pertemuan setelah menggunakan splint selama 6 bulan pasien melaporkan

berkurangnya gejala. Besar membuka mulut tanpa bantuan dicatat sebesar 35 mm,

sedangkan saat diberi bantuan besar membuka mulut menjadi 41 mm. Pergerakan

lateral simetris. Nyeri terkadang masih terasa saat mengunyah makanan keras.

Palpasi batang lateral kondilus tidak dirasakan nyeri. Setelah 3 tahun kemudian

pada bulan November tahun 2016, pasien melaporkan bahwa ia menggunakan

splint saat malam secara teratur, jarang terjadi nyeri dan hanya saat mengunyah

permen karet, namun jika splint dipakai sesekali, terjadi sakit kepala dan kesulitan

mengunyah makanan keras. Pemeriksaan klinis menunjukkan deviasi yang tidak

terkoreksi ringan saat membuka mulut dan masih terdapat crepitus pada sendi

kanan. 22

( Gambar 3.6 Mengukur pembukaan mulut pasca perawatan20)

3.4 Pembahasan

Pada kasus pertama, pasien dengan gangguan temporomandibula

melakukan pendekatan terapi dengan occlusal splint lepasan atau bite guard.

4435
Selain itu, diindikasikan untuk mencegah cedera saat berpartisipasi dalam

olahraga dan kegiatan rekreasi lainnya, alat ini mungkin efektif dalam mengurangi

gejala TMD dan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada pasien. Occlusal

splint merupakan alat yang ekonomis, ringan, dan mudah digunakan. Pemilihan

perawatan ini noninvasive dan reversible. Tujuan klinis dari occlusal splint

adalah untuk memberikan stabilitas dan keseimbangan ortopedi untuk TMJ yang

terpengaruh, melalui modifikasi hubungan diantara mandibula dan maksilla,

meningkatkan dimensi vertikal, dan mengurangi aktivitas parafungsional dari otot

seperti bruxism atau jaw clenching. Stabilisasi oklusal didapatkan karena semua

gigi dalam kontak penuh ketika mulut tertutup, ini dapat membuat pterygoid

lateral untuk rileks dan otot elevator kontraksi, menempatkan kondilus mandibula

pada posisi sentris. Dengan demikian, tekanan terhadap TMJ berkurang secara

signifikan. Alat lepasan occlusal splint juga melindungi gigi dari atrisi dan

keausan. 21

Pada kasus kedua, pasien muda dengan perubahan osteoarthritis berat yang

muncul setelah terjadinya macrotrauma. Tujuan terapi utama dari kasus ini adalah

meredakan nyeri dan meningkatkan jarak pergerakan. Pasien dirawat dengan

kombinasi terapi fisik dan stabilization splint. Pada pertemuan bulan ke-6 pasien

melaporkan meringannya gejala. Saat pertemuan 3 tahun kemudian pasien tetap

tidak memiliki gejala yang signifikan. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya

krepitasi pada TMJ kanan dan deviasi yang tidak terkoreksi ringan saat membuka

mulut, tetapi ini bukanlah masalah untuk fungsi normal pasien. Pasien pada kasus

ini menunjukkan peningkatan besar membuka mulut sebesar 13mm. Pertanyaan

yang timbul walaupun kesuksesan metode yang menggunakan PRGF pada sendi

4535
adalah peningkatan yang didapat tetap atau tidak dan masuk akal atau tidak

menggunakan metode invasif dan menembus daerah sendi jika calm state dan

peningkatan fungsi bisa dicapai menggunakan metode yang kurang invasif. Jelas

pada kasus pasien muda dalam penelitian kami bahwa tidak adanya nyeri juga

bisa dicapai menggunakan metode konservatif, dan jarak gerakan yang hampir

tercapai sepenuhnya dan tidak menjadi masalah lagi bagi pasien. 22

4635
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sistem stomatognati merupakan kesatuan organ yang memiliki fungsi

berkaitan satu sama lainnya. Sistem stomatognati adalah sistem fungsional yang

bekerja sama untuk menjalankan banyak fungsi, seperti berbicara, mengunyah

makanan dan menelan. Sendi temporomandibula atau Temporomandibular joint

(TMJ) merupakan salah satu bagian dari sistem stomatognati. TMJ adalah salah

satu dari dua sendi yang terletak di tiap sisi kepala yang komponen tulangya

adalah kondilus dari mandibula dan fossa glenoidalis atau fossa artikularis dari

tulang temporal. Gangguan temporomandibula yang ringan dapat mendorong

perubahan pola aktivasi otot. Gangguan artikular dapat mempengaruhi kekuatan

otot yang terjadi pada individu, sehingga gangguan pada sendi

temporomandibular dapat mengganggu proses mastikasi yang merupakan bagian

dari sistem stomatognathi.

4735
DAFTAR PUSTAKA

1. Martinez AG, Alemany AP, Villanueva ILDU, Touche RL.

Management of pain in patient with temporomandibular disorder (TMD):

challenges and solutions. Journal of Pain Research. 2018; 11(1): 571-587.

2. L. Cruz C, n C. Lee K, Park JH, Zavras AI. Malocclusion

Characteristics as Risk Factors for Temporomandibular Disorders: Lessons

Learned from a Meta-Analysis. Hindawi Publishing Corporation Journal of Oral

Diseases. Volume 2015, Article ID 302646, 11 pages

3. Díaz-Serrano KV, Melo Dias T, Vasconcelos P, et al. Impact of

temporomandibular disorders on the stomatognathic system in children. Nov

2017. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 1;22 (6):e723-9.

4. Yoshida K. Clinical Characteristics of Functional Movement Disorders

in the Stomatognathic System. Maret 2020. Fronties in Neurology.1-10

5. Gedrange T, Kurnet-Keil C, Heinemann F, Dominiak M. Tissue

Engineering and Oral Rehabilitation in the Stomatognathic System. BioMed

Research Internasional. 2017:1-2

4835
6. Winarti TM, Rikmasari R. Kebiasaan postur tubuh yang buruk

mengganggu kesehatan sendi temporomandibula. Dentofasial. 2011; 10(3): 196-

201.

7. Suhartini. Fisiologi Pengunyahan Pada Sistem Stomatognati.

Stomatognatic. 2011; 8(3): 122-126.

8. Kademani D, Tiwana P. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery.

Elsevier Saunders. 2016:35-49. [Textbook]

9. Agustin E. Ukuran Lebar dan Panjang Lengkung Gigi Serta Tinggi

Palatum dengan Tipe Maloklusi pada Pasien Ortodontik Di RSGM FKG

UNHAS. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2012:10-13.

[Skripsi]

10. Harty FJ, Ogston R. Kamus Kedokteran Gigi. Penerj. Narlan

Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014: 304

11. Gauer RL, Semidey MJ. Diagnosis and Treatment of

Temporomandibular Disorders. American Family Physician. 2015; 91(6): 378-

389.

12. Maini K, Dua A. Temporomandibular Joint Syndrome. NCBI

Bookshelf StatPearls Publishing. 2020:1

13. D. M. Laskin, C. Greene and W.L. Hylander (eds.),

Temporomandibular Disorders: An Evidenced-Based Approach to Diagnosis and

Treatment. Quintessence Publishing Co. 2006:3-34 [Textbook]

4935
14. Schuenke M, Schulte E, Schumacher U. Anatomi untuk Kedoteran

Gigi Kepala dan Leher. Jakarta:EGC. 2014 [Textbook]

15. Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Orthodontic Diagnosis. New York:

Thieme Medical Publishers Inc. 1993: 135-140. [Textbook]

16. Crockett KL, Bourassa R, Friesen T. Anterior disc derangement with

reduction of the temporomandibular joint: a case report. Journal of Medical Case

Reports. 2018: 1-5.

17. Maini K, Dua A. Temporomandibular Joint Syndrome. NCBI

Bookshelf StatPearls Publishing. 2020:1-7

18. Windriyatna, Sugiatno E, Tjahjanti MT. Pengaruh Kehilangan Gigi

Posterior Rahang Atas Dan Rahang Bawah Terhadap Gangguan Sendi

Temporomandibula. J Ked Gi. 2015: 315 – 320

19. Díaz-Serrano KV, Melo Dias TN, Vasconcelos P, Sousa LG, Siéssere

S, Regalo S, Palinkas M. Impact of temporomandibular disorders on the

stomatognathic system in children. 2017. Journal section: Medically compromised

patients in Dentistry Publication Types: Research. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

2017 Nov 1;22 (6):e723-9.

20. Chiodelli L, Pacheco AB, Missau TS, Silva AMT, Corrêa ECR.

Association Among Stomatognathic Functions, Dental Occlusion And

Temporomandibular Disorder Signs In Asymptomatic Women. 2015. Rev.

CEFAC. 2015 Jan-Fev; 17(1):117-

5035
21. Rangel AG , Gonza´lez AG, Delgadillo AT, Rodrı´guez SR, Guille

´n AP. Pain Management Associated with Posttraumatic Unilateral

Temporomandibular Joint Anterior Disc Displacement: A Case Report and

Literature Review. Hindawi. 2018:2-7.

22. Vrbanović E, Alajbeg IZ. A Young Patient with

Temporomandibular Joint Osteoarthritis: Case Report. Acta stomatol Croat.

2017:51(3):232-239.

23. Ning NA, Syamsyudin E, Fathurachman. Penatalaksanaan

Dislokasi Sendi Temporomandibula Anterior Bilateral. MKGK. 2016; 2(3): 120-

125

24. Hylander, WL. Functional Anatomy and Biomechanics of the

Masticatory Apparatus. Quintessence Publishing Company. 2006:3-18

5135

Anda mungkin juga menyukai