Disusun oleh:
Klinik Integrasi D
Pembimbing :
Drg. Dwi Ariani, Sp.PM
LAPORAN KASUS
ii
KATA PENGANTAR
selesai.
yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis
iii
PENATALAKSANAAN SAR MINOR PADA PASIEN DENGAN
DEFISIENSI VITAMIN
Annisa Putri Ginanti, Anthony Nathanael, Asyifa Maunia,
Ayu Suwarningsih, Denissa Zahra, Dwita Citra Kurnia Ananda Putri, Emir
Heryanza
Departemen Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Abstrak
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2
2.1 Definisi SAR............................................................................................................ 2
2.2 Faktor Etiologi SAR ................................................................................................ 3
2.3 Patogenesis SAR...................................................................................................... 6
2.4 Cara Mendiagnosis SAR .......................................................................................... 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang SAR................................................................................... 8
2.6 Diagnosis Banding SAR .......................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan SAR .............................................................................................. 9
BAB 3 PENATALAKSANAAN KASUS .................................................................... 13
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................... 15
BAB 5 KESIMPULAN................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1: Minor Recurrent Ulcer pada permukaan ventral anterior lidah 14
Gambar 3.2: Penyembuhan lengkap ulser setelah 7 hari 14
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.3: Contoh medikasi yang biasa digunakan dalam kasus SAR 15
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu kondisi ulseratif paling umum
yang mempengaruhi mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi ulang kambuh dan
masa bebas ulkus selama beberapa hari hingga minggu.1 SAR merupakan suatu kondisi
yang sangat umum dengan prevalensi sebesar 20% dari populasi, dan prevalensi pada
kelompok anak-anak sebesar 5-10%.1 Etiologi SAR hingga saat ini masih tidak diketahui
dengan pasti, sebagian besar terjadi pada individu sehat dan memiliki presentasi klinis yang
lebih parah pada individu dengan gangguan sistem imun.2,3,4 Terdapat beberapa faktor yang
hipersensitivitas terhadap makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, stres
psikologik, obat-obatan dan trauma lokal.3 Pemunculan SAR mencapai puncak pada
dekade kedua.1 Berdasarkan jenis kelamin, SAR cenderung lebih banyak ditemukan pada
wanita.3 SAR memiliki karakteristik prodromal, sensasi terbakar yang berlangsung dari 2
hingga 48 jam sebelum ulkus muncul. Hal ini dapat terjadi pada individu yang sehat,
biasanya terletak pada mukosa bukal dan mukosa labial dan lidah. Keterlibatan mukosa
palatum dan gingiva yang terkeratinisasi lebih jarang terjadi. Pembahasan mengenai SAR
ditujukan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas hidup pasien dengan menggunakan
terapi topikal dan sistemik. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi rasa sakit dan ukuran
penyusunan makalah ini bertujuan untuk membahas salah satu kasus penatalaksanaan SAR
minor pada pasien dengan defisiensi vitamin. Karena dari banyaknya kasus SAR yang
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ditemukan pada mukosa mulut, muncul sebagai ulser yang nyeri dan dangkal disertai
eritematosa yang berbatas tegas dan pada bagian tengah terdapat pseudomembran
yang berlangsung dari 2 hingga 48 jam sebelum ulkus muncul. Hal ini dapat terjadi pada
individu yang sehat dan biasanya terletak pada mukosa bukal dan mukosa labial dan lidah.
Keterlibatan mukosa palatum dan gingiva yang terkeratinisasi lebih jarang terjadi.1,3
Penyakit lain yang juga dapat mengakibatkan ulser pada mukosa mulut yang
mungkin sering di salahartikan sebagai SAR yaitu Behçet’s disease, cyclic neutropenia,
infeksi herpes intraoral berulang, ulkus oral terkait HIV atau penyakit gastrointestinal
seperti Crohn diseases dan kolitis ulserativa. Bagi dokter gigi yang menangani penyakit
mulut untuk bisa membedakan SAR lokal dari ulser yang didasari oleh gangguan
sistemik.1
SAR diklasifikasikan menjadi ulkus minor, mayor, dan herpetiform. Lebih dari
85% SAR muncul sebagai ulkus minor dengan diameter kurang dari 1 cm dan sembuh
tanpa bekas luka. Ulkus yang diklasifikasikan sebagai SAR mayor, juga dikenal sebagai
Sutton diseases atau periadenitis mukosa necrotica rekuren, berdiameter lebih besar dari
bekas luka. Ulkus herpetiformis secara klinis berbeda karena tampak sebagai kelompok
ulkus multipel yang tersebar di seluruh mukosa mulut; Terlepas dari namanya, lesi ini
tidak memiliki hubungan dengan virus herpes simpleks. Karakteristik umum dari ketiga
Etiologi lesi SAR masih belum diketahui, tetapi beberapa faktor agen penyebab
yang memungkinkan untuk terjadinya SAR yaitu faktor lokal, seperti trauma pada
individu yang secara genetik rentan terhadap SAR, faktor sistemik, faktor mikroba, faktor
nutrisi, seperti defisiensi folat dan vitamin B kompleks, faktor imunologi, stres
Sebagian besar SAR terjadi pada individu yang sehat dan pada individu dengan
gangguan sistem imun. Penelitian ekstensif telah difokuskan terutama pada faktor
imunologi, tetapi etiologi definitif SAR belum ditetapkan dengan jelas. Beberapa obat
termasuk obat imunosupresif seperti caclineurin dan inhibitor mTOR telah dikaitkan
3
Tabel 2.2 Faktor yang mempengaruhi terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR).1
ETIOLOGI SAR
Lokal • Trauma
• Merokok
• Dysregulated saliva composition
Mikrobial • Bakteri: streptococci
• Virus: varicella zoster, cytomegalovirus
Sistemik • Behçet’s disease
• Mouth and genital ulcers with inflamed cartilage
(MAGIC) syndrome
• Crohn disease
• Ulcerative colitis
• Human immunodeficiency virus infection
• Periodic fever, aphthosis, pharyngitis, and adenitis
(PFAPA) or Marshall syndrome
• Cyclic neutropenia
• Stres; Ketidakseimbangan psikologis, siklus menstruasi
Nutrisi • Gluten-sensitive enteropathy
• Defisiensi zat besi, asam folat, zinc
• Defisiensi vitamin B1, B2, B6, dan B12
Genetik • Etnis
• Human leukocyte antigen haplotypes
Alergi/immunologi • Local T-lymphocyte cytotoxicity
• Abnormal CD4:CD8 ratio
• Dysregulated cytokine levels
• Microbe-induced hypersensitivity
• Sodium lauryl sulfate sensitivity
• Alergi makanan
Yang lain-lain • Antioksidan
• NSAID
• ß-blocker
• Obat-obatan immunosuppressive
➢ Trauma lokal
Trauma lokal dianggap sebagai agen penyebab dalam individu yang secara genetik
edema seluler dini, serta peningkatan viskositas matriks ekstraseluler submukosa oral.
Tidak semua cedera lokal menyebabkan SAR, karena orang yang memakai gigi palsu
4
➢ Faktor bakteri dan virus
Berbagai laporan telah berusaha untuk membangun hubungan antara SAR dan
Namun, hasil sampai saat ini belum menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas.
➢ Stres
Peristiwa pada kehidupan sehari-hari yang penuh tekanan atau stres dapat memicu
lesi baru pada pasien yang memiliki kecenderungan. Satu studi menyimpulkan bahwa
stresor mental lebih terkait dengan SAR daripada stres fisik. Demikian pula, ada kasus
penyakit, seperti Behcet disease, yang berkembang dengan ulkus aftosa dan akan
➢ Alergi makanan
penyebab, meskipun tidak ada bukti sampai saat ini bahwa ini adalah penyebab utama
penyakit.
Rendahnya kadar zat besi, asam folat, zinc, dan vitamin B 1, B2, B6, dan B12 telah
enteropati gluten.
➢ Faktor imunologi
Pada pasien dengan SAR, fungsi sistem imun dimodifikasi sebagai respons
terhadap pemicu yang belum diketahui (misalnya, antigen bakteri / virus dan stres).
Baik respon imun bawaan dan didapat (humoral dan seluler) telah berubah pada pasien
dengan SAR. Banyak penulis percaya bahwa respon T helper tipe 1 (TH1) memainkan
5
➢ Penyakit sistemik
SAR lebih sering muncul pada pasien dengan penyakit radang usus (Crohn
diseases dan kolitis ulserativa) dan pada celiac disease. Hubungan ini dapat
diakibatkan karena defisiensi nutrisi, yang merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada penyakit ini. SAR juga lebih sering terjadi pada pasien yang terinfeksi Human
➢ Faktor hormonal
Telah dilaporkan adanya hubungan antara munculnya ulkus aftosa dan siklus
menstruasi. Ulkus lebih sering terjadi selama fase luteal atau menopause, lebih jarang
➢ Obat-obatan
Ada laporan mengenai SAR yang dipicu oleh obat-obatan. Satu studi case-control
nonsteroid dan ß-blocker. Nikorandil, inhibitor kalsineurin, dan inhibitor mTOR juga
Patogenesis SAR masih belum jelas. Disregulasi kekebalan tubuh yang terkait
menunjukkan sel mononuklir inflamasi subepithelial dengan sel mast yang melimpah,
serta edema jaringan ikat dan lapisan margin dengan neutrofil. Kerusakan pada epitel
biasanya dimulai di lapisan basal dan berkembang melalui lapisan superfisial, yang
6
imunoglobulin dan komplemen yang mungkin merupakan hasil dari kebocoran vaskular
dan difusi pasif protein serum. Temuan ini menunjukkan bahwa patogenesis SAR dapat
Timbulnya lesi SAR dikaitkan dengan respons kekebalan tubuh yang dimediasi
sel, pembuatan sel T dan produksi TNF-α. Sel mononuklear darah perifer pasien SAR
telah terbukti mengeluarkan TNF-α dalam jumlah tinggi, indikasi bahwa TNF-α
memainkan peran kunci dalam patogenesis SAR. Akibatnya, adhesi sel endotel tnf-α yang
dimediasi dan kemotaksis neutrofil memulai tahapan proses inflamasi yang mengarah ke
ulserasi. Mayoritas TNF-α diproduksi sebagai respons terhadap aktivasi toll-like reseptor
(TLR), satu set reseptor membran fungsional yang terkait dengan respons kekebalan tubuh
lamina propria lesi SAR pada beberapa pasien, penurunan tingkat TLR dengan kegiatan
anti-inflamasi juga ditemukan dalam kelompok lain dari pasien SAR. Oleh karena itu,
peran TLR dalam patogenesis SAR masih perlu didefinisikan dengan lebih baik, tetapi
SAR dikenal sangat menyakitkan. Ulserasi idiopatik ini adalah lesi oval dengan ukuran
yang berbeda dengan tepi bersih yang dikelilingi oleh haloeritematosa. Di tengah ulserasi,
fundus atau dasar nekrotik ditutupi dengan eksudat fibrin putih kuning. Ulser biasanya
ada dalam mukosa non-mastikasi dari pipi, bibir, permukaan ventral dan lateral lidah,
gingiva yang tidak melekat, dan palatum lunak. Lesi SAR umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya dalam kurun waktu 1-2 minggu. Ulser dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
7
termasuk saat berbicara, makan dan minum, kebersihan mulut, dan mempengaruhi
kualitas hidup.6
Dapat dikatakan bahwa tidak ada tes spesifik untuk mendiagnosa SAR, tetapi beberapa
tes dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosa.8 Beberapa pemeriksaan penunjang tersebut adalah tes darah, tes mikrobiologi,
1. Tes darah
Tes yang dilakukan adalah complete blood count, iron, ferritin, folic acid zinc,
magnesium¸ dan vitamin (B1, B2, B6, y, B12). Hasil tes darah harus termasuk antibodi
antibodi antinuklear.
2. Tes mikrobiologi
Tes yang dilakukan berupa Tzanck smear test atau tes reaksi polimerase untuk
3. Biopsi kulit
Tes dilakukan jika terdapat ulser tanpa sebab yang jelas selama lebih dari 2 minggu
tanpa ada tanda penyembuhan, ulser dengan kemungkinan penyebab (setelah tes
diagnostik yang berhubungan dilakukan) yang tidak memberi respon setelah 2 minggu
setelah perawatan yang benar, dan ulser akibat pemicu yang tidak sembuh dalam 2
minggu. Biopsi insisi atau punch diambil dari pinggiran lesi, termasuk daerah ulser
8
Gambaran histopatologi menunjukkan infiltrasi leukosit yang beragam tergantung
dari durasi dan keparahan penyakit. Pada fase inisial, yang mendahului pembentukan
ulser, terlihat infiltrasi yang komposisinya kebanyakan terdiri dari limfosit T dan monosit.
Terlihat juga sel mast dan sel plasma yang terisolasi, yang berkumpul di bawah lapisan
basal. Tahap yang lebih lanjut ditandai dengan leukosit polimorfonuklear yang
predominan di tengah ulser dan sel mononuclear disekitarnya. Jenis inflamasi ini tidak
hanya terdapat pada SAR, tetapi juga bisa ditemukan pada ulser lain seperti pada eritema
disease dan Crohn’s disease. Keadaan imunodefisiensi meliputi defek nutrisi (seperti
celiac disease dan kelainan gastrointestinal lainnya), defek imun (seperti HIV/AIDS), dan
defek neutrofil (seperti neutropenia siklik). Diagnosa SAR seharusnya terjadi pada
SAR tidak memiliki perawatan khusus.1 SAR dapat sembuh dengan sendirinya
dalam 4-35 hari, umumnya kurang dari 21 hari.6 Oleh karena itu, pengobatan SAR
biasanya bertujuan untuk mengurangi rasa sakit.1,6 Selain itu, pengobatan SAR juga
rongga mulut, menjaga makanan, dan konsumsi suplemen. Menjaga kebersihan mulut dan
menghindari terjadinya luka sangat penting karena hal tersebut dapat menyebabkan ulser
9
pada mulut. Sikat gigi berbulu halus, pasta gigi tanpa kandungan sodium lauryl sulfate,
dan obat kumur tanpa alkohol direkomendasikan. 6 Walaupun belum ada penelitian yang
membahas peran diet dalam manajemen SAR, secara umum produk yang berhubungan
dengan pemicu, khususnya jika pasien melaporkan adanya reaksi dengan produk tersebut
sebaiknya dihindari. Kekurangan nutrisi harus dihindari pada pasien dengan SAR. Satu
penelitian menunjukkan bahwa vitamin B12 sublingual dengan dosis 1000 μg/hari selama
6 bulan dapat mengurangi tingkat keparahan dan meredakan rasa sakit pada pasien SAR.
Penelitian lain menunjukkan peningkatan dengan ω-3 1000 mg/hari selama 6 bulan.
Suplemen dengan vitamin kompleks pada pasien tanpa defisiensi nutrisi tidak mengarah
Selain perawatan umum, pasien SAR juga bisa diberikan perawatan topikal. 11,12
Perawatan tersebut umumnya adalah pemberian anestesi topikal dan barrier agent,
Digunakan sebagai pereda rasa sakit dan harus dioleskan beberapa kali dalam
sehari. Penggunaan obat topikal dilakukan sebaiknya 30 menit sebelum makan dan
sebelum menyikat gigi agar dapat memfasilitasi kegiatan dan pada saat tidur.
atau amlexanox. Contoh dari anestesi topikal dan barrier agent adalah sebagai
berikut:1
➢ Lidocaine krim 1%, gel 2%, dan spray, diaplikasikan secara langsung pada
➢ Gel benzocaine gel 20%, digunakan untuk meredakan sakit dan mengurangi
inflamasi.
10
membentuk barrier pelindung terhadap ulser. Beberapa penelitian
membersihkan gigi dan saat akan tidur. Suspensi ini meredakan sakit,
Membantu mencegah infeksi oleh bakteri dan jamur dan meningkatkan kebersihan
➢ Triclocan 0.15% dalam ethanol dan zinc sulfate, digunakan sebagai obat kumur
sebanyak 3 kali sehari untuk mengurangi jumlah ulser dan keparahan sakit serta
mL selama 1-2 menit sebanyak 4 kali sehari setelah membersihkan gigi dan
➢ Diclofenac 3% dalam gel asam hyaluronic 2.5%, merupakan agen yang lebih baik
dibandingkan gel lidocaine dalam mengurangi rasa sakit setelah 2-6 jam.
➢ Pasta amlexanox 5%, agen antiinflamasi topikal yang digunakan pada lesi 4 kali
sehari setelah membersihkan gigi atau sebelum tidur, sangat efektif jika
3. Kortikosteroid topikal
dengan anestesi topikal, antiseptik, dan barrier agent. Kortikosteroid topikal dapat
meredakan rasa sakit dan mengurangi durasi serta frekuensi terjadinya SAR, namun
membutuhkan beberapa hari untuk menunjukkan efeknya. Perawatan ini efektif jika
digunakan sejak onset terjadinya penyakit dan digunakan beberapa kali perhari setelah
membersihkan gigi dan sebelum tidur, disarankan agar tidak makan setidaknya 30
11
menit setelahnya. Pilihan kortikosteroid yang digunakan adalah:1
➢ Triamcinolone acetonide 0.1% in orabase, diaplikasikan pada lesi 3-4 kali per
hari.1
➢ Larutan dexamethasone (0.5 mg/5 cc) atau salep, berkumur setiap 5 menit
sebanyak 3-4 kali per hari atau dioleskan pada ulser 3 kali sehari.1
➢ Clobetasol 0.05% in gel, salep, atau orabase, diaplikasikan pada lesi 2-3 kali per
yang parah.1
4. Kauterisasi
Dilakukan dengan mengoleskan larutan hydrogen peroxide 0.5% atau silver nitrat
1%-2%. Tindakan ini dapat meredakan rasa sakit dan mempercepat penyembuhan.
Perawatan topikal lainnya, seperti tetrasiklin dalam obat mulut, doxycycline dalam
perekat gigi tiruan, permen karet nikotin, obat kumur diphenhydramine cair, atau
camel thorn distillate. Akan tetapi perawatan ini dilaporkan dalam penelitian
berkualitas rendah, yang memiliki hasil berbeda dan tidak ada bukti yang
merekomendasikan penggunaannya.1
Dari ketiga jenis obat topikal yang digunakan, sudah ada kombinasi obat yang
digunakan sebagai protokol perawatan SAR. Kombinasi ini terdiri dari kortikosteroid
topikal, anestesi topikal, dan antiseptik bukal. Kombinasi obat yang umum digunakan
adalah triamcinolone acetonide (in orabase 0.1%, digunakan hingga 4 kali sehari),
lidocaine topikal (larutan kental 2% dengan dosis maksimum 8 dosis per hari) dan
kali sehari). Selain perawatan topikal, pasien juga harus diinstruksikan untuk menghindari
12
BAB 3
PENATALAKSANAAN KASUS
Seorang pasien pria berusia 30 tahun dengan riwayat 2 tahun berturut memiliki
minor recurrent ulcer pada permukaan ventral anterior lidah (Gambar 3.1). Pasien
Ukuran ulser kurang dari 10 mm. Saat palpasi ulser terasa halus. Diagnosis minor
acetonide 0,1%, lignocaine dan vitamin B-kompleks sistemik, oleh karena terdapat
Pasien disarankan untuk menggunakan lignocaine topikal 4 kali dalam sehari pada saat
setengah jam sebelum makan dan triamcinolone acetonide 0,1% setengah jam setelah
makan pada daerah SAR. Pasien juga disarankan untuk mengkonsumsi vitamin B-
kompleks sekali dalam sehari. Obat-obat tersebut digunakan selama 7 hari. Modifikasi
diet juga disarankan pada pasien dengan mengingkatkan konsumsi sayuran hijau dan
makanan-makanan yang tidak pedas. Pasien datang kembali setelah 7 hari untuk tindakan
lebih lanjut dan telah melaporkan rasa sakit yang hilang serta tidak adanya
13
Gambar 3.1 Minor Recurrent Ulcer pada permukaan ventral anterior lidah.5
Gambar 3.2
14
BAB 4
PEMBAHASAN
Klasifikasi ini didasarkan pada karakteristik klinis ulkus yaitu diameter ulkus, jumlah
ulkus di setiap periode dan durasinya.9 Beberapa faktor yang mempengaruhi SAR
diantaranya kondisi genetik yang rentan terhadap SAR, kekurangan nutrisi seperti
defisiensi folat dan vitamin B kompleks, alergi makanan, defisiensi imun, penyakit
sistemik, gangguan hormonal dan emosional.3,10 Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut
mengenai hubungan antara SAR yang berkaitan dengan faktor sistemik terutama
defisiensi hematinik seperti vitamin B12, asam folat dan zat besi. 9 Karena etiologi yang
tidak pasti dan munculnya berbagai gejala klinis, SAR menjadi tantangan dalam
perawatan kesehatan gigi dan mulut. Umumnya pasien dengan SAR tidak memerlukan
perawatan dengan menjaga dan meningkatkan kebersihan serta kesehatan rongga mulut,
menggunakan pasta gigi (tanpa kandungan sodium lauryl sulfate), dan bila perlu konsumsi
Tabel 2.3 Contoh medikasi yang biasa digunakan dalam kasus SAR: 5
hydrochloride, betadine
15
Azathioprine, Dapsone, Thalidomide,
Cyclosporine, Amlexonox,
Pengobatan alami juga terbukti memiliki efek yang lebih baik pada penyembuhan
ulser, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pengobatan alami memiliki aktivitas biologis
yang luas, aman dan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan obat
konvensional.11 Dalam kasus ini pasien diberikan perawatan yang terdiri dari aplikasi
Pasien datang kembali setelah 7 hari untuk tindakan lebih lanjut dan telah melaporkan
rasa sakit yang hilang serta tidak adanya ketidaknyamanan. Pemberian vitamin B-
kompleks pada pasien SAR didukung oleh studi lain yang menjelaskan bahwa terapi
suplemen dengan vitamin B-kompleks dan C bersama dengan deficient iron, vitamin B12
dan atau asam folat dapat secara signifikan menurunkan keparahan frekuensi SAR. 12
Pemberian topikal merupakan pilihan utama untuk perawatan SAR, karena harga
yang murah, efektif dan aman. Penggunaan obat kumur anti mikroba digunakan dalam
Penggunaan obat kumur anti mikroba digunakan dalam perawatan SAR untuk
topikal adalah mudah terbilas dengan air, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan bahan
digabungkan dengan mucosal adherents. Hal tersebut efektif meskipun hanya dalam
16
mineral dan pasien dikonsulkan untuk pemeriksaan hematologi rutin. Pasien didiagnosis
menderita anemia mikrositik, sehingga diberikan kapsul suplemen zat besi (fero glukonat
250 mg, mangan sulfat, tembaga sulfat, asam folat, dan sorbitol) 1x/hari. Pada kunjungan
terakhir pasien diberikan propolis lebah. Terapi ini diberikan dengan tujuan mengurangi
Kedua laporan kasus ini berkaitan dengan hubungan antara SAR dan
mikronutrien. Dijelaskan bahwa mikronutrien seperti tembaga, besi, dan zinc diperlukan
oleh sistem imun untuk dapat berfungsi dengan baik. Mikronutrien berperan pada
pertahanan tubuh melalui fungsinya pada barier fisik kulit/mukosa, imunitas selular, dan
17
BAB 5
KESIMPULAN
mulut yang umum di sebagian besar masyarakat di dunia. SAR terbagi menjadi minor,
mayor dan herpetiform. Terapi lokal ditujukan untuk mengurangi durasi dan keparahan
SAR. Terapi sistemik diberikan berupa terapi suplemen yang dapat disertai terapi
rekurensi SAR. Karena etiologi yang belum pasti dan munculnya berbagai gejala klinis,
SAR menjadi tantangan dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut. Sebagai dokter gigi
kita harus mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan intraoral, ekstraoral dan evaluasi
18
DAFTAR PUSTAKA
Dermosifiliogr. 2020;111(6):471-80.
2021].
5. Iqubal A, Anwar N, Khan Mobeen, Gupta CP, Rayeen HS, Shrivastava. Recurrent
908-10.
2019;11(2):47-50.
7. Rivera C. Immune System and Zinc are Associated with Recurrent Aphthous
(6):245-51.
8. Queiroz SIML, Silva MVA, Medeiros AMC, Oliveira PT, Gurgel BCV, Silveira
2018;93(3):341-6.
11. Iyer PK, Jayaraj G, Dinesh SPS. Evaluation of Patients with Recurrent Aphthous
Stomatitis in a Hospital Setting. Ann Trop Med & Public Health. 2020;23(22).
12. Chiang CP, Yu-Fong Chang J, Wang YP, Wu YH, Wu YC, Sun A. Recurrent
20