Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

MARET 2021

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN


OSTEOARTHRITIS DI PUSKESMAS LEPO-LEPO

Oleh:
Fathur Rahman, S.Ked
K1A1 16 124

Pembimbing :
dr. Hj. Syamsiah Pawennei, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KOMUITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Fathur Rahman, S.Ked (K1A1 16 124)

Judul Laporan : Upaya Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada


Pasien Osteoarthritis Di Puskesmas Lepo-Lepo

Program Studi : Profesi Dokter


Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kedokteran Keluarga dalam rangka


kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Maret 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. Syamsiah Pawennei, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan penulis
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan tugas laporan kedokteran keluarga ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya penulis tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas limpahan nikmat sehat, baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
laporan ini sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan stase ilmu kesehatan
masyarakat dan ilmu kedokteran komunitas dengan judul “Upaya Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Pasien Osteoarthritis Di Puskesmas Lepo-Lepo”.
Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing dr. Hj. Syamsiah Pawennei, M.Kes yang telah membimbing dalam
penulisan laporan ini. Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.

Kendari, Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................2
KATA PENGANTAR...........................................................................................3
DAFTAR ISI.........................................................................................................4
DAFTAR TABEL.................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................6
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................7
B. Tujuan.................................................................................................8
C. Manfaat...............................................................................................8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Osteoarthritis......................................................................................10
B. Ilmu Kedokteran Keluarga.................................................................13
BAB III. HASIL PENGUMPULAN DATA
A. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah..............................21
B. Identitas Pasien...................................................................................21
C. Anamnesis..........................................................................................22
D. Pemeriksaan Fisik...............................................................................23
E. Diagnosis Kerja..................................................................................24
F. Diagnosis Holistik..............................................................................24
G. Penatalaksanaan Holistik....................................................................25
H. Genogram Keluarga............................................................................26
I. Denah Rumah.....................................................................................27
J. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan
Kehidupan Keluarga...........................................................................27
K. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Penggunaan Pelayanan Kesehatan, dan
Perilaku...............................................................................................28

4
L. Lingkungan Tempat Tinggal..............................................................28
M. Data Pola Hidup Keluarga..................................................................28
N. Identifikasi Fungsi-Fungsi dalam Keluarga.......................................29
O. Daftar Masalah...................................................................................33
P. Penyelesaian Masalah.........................................................................33
BAB IV. PEMBAHASAN
A. Pembahasan.........................................................................................34
BAB V. PENUTUP
B. Simpulan..............................................................................................35
C. Saran....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1 Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal 21
Serumah
Tabel 2 Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan 27
Lingkungan Kehidupan Keluarga
Tabel 3 Diagnosis Sosial, Ekonomi, Penggunaan 27
Pelayanan Kesehatan, dan Perilaku
Tabel 4 Lingkungan Tempat Tinggal 28
Tabel 5 APGAR Score Tn. S 30
Tabel 6 APGAR Score Ny. M 31
Tabel 7 APGAR Score An. S 31

Tabel 8 Fungsi SCREEM keluarga Ny. M 32

6
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 1 Genogram Keluarga Ny. M 26
Gambar 2 Denah Rumah Keluarga Ny.M 26

7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang


berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis yang juga disebut
sebagai penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah kedokteran
yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang usia lanjut
maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering
mengenai wanita dan merupakan penyebab tersering pada penyebab
disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih daripada 65 tahun
(Joewono dkk. 2014)
WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia akan menderita
OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak sendi.
Prevalensi Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40
tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul
paling sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan spine meskipun bisa
terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial
ini meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan 1 sampai 2 juta
orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu
tantangan terhadap dampak OA akan semakin besar karena semakin
banyaknya populasi yang berusia tua (Kenneth, 2017).
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui penyebabnya yang
dikenali sebagai idiopatik. Osteoartritis sekunder dapat terjadi akibat
trauma pada sendi, infeksi, perkembangan, kelainan neurologi dan
metabolik. Osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel
dan matriks yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago
artikular, diikuti oleh reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena
reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi permukan artikuler
8
pada OA tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi
bergantung pada tiap individu dan sendi (Joewono dkk. 2014)
Pengobatan OA yang ada pada saat ini adalah bersifat simtomatik
dengan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan program
rehabilitasi dan proteksi sendi. Pada stadium lanjut dapat dipikrkan
berbagai tindakan operatif (Kenneth, 2017).
Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga.
Masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan akan saling
mempengaruhi antara sesama anggota keluarga. Keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan
komunitas. Oleh karena itu peran keluarga sangat mendukung dalam
mencapai keberhasilan perawatan pasien osteoarthritis di rumah.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien
Osteoarthritis (OA) yang bertempat tinggal di Jalan Laode Hadi Bypass,
Kecamatan Bonggoeya, Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (Fungsi keluarga, bentuk keluarga dan siklus
keluarga) keluarga pasien Osteoarthritis.
b. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien osteoarthritis dan
keluarganya.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menerapkan dan memperkaya ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
perkuliahan yang diterapkan dalam kedokteran keluarga secara langsung
kepada pasien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan

9
Sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi
terkait sebagai bahan evaluasi dan bahan pertimbangan mengenai kasus
Osteoarthritis dalam pencegahan dan diagnosis secara holistik yang
mempertimbangkan faktor keluarga dalam pengobatan dan
pencegahannya.
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan informasi dan pemahaman tidak hanya untuk pasien
tetapi juga keluarga pasien mengenai peranan keluarga dalam menangani
penyakit yang diderita.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoarthritis

1. Definisi

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana


keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Joewono dkk. 2014).

2. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan sebagian besar bentuk arthritis dan penyebab


utama disabilitas pada lansia. OA merupakan penyebab beban utama
untuk pasien, pemberi pelayanan kesehatan, dan masyarakat. WHO
melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia akan menderita OA, dari
jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak sendi. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun. Bisa terjadi pada pria dan
wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang lebih muda. Prevalensi
Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. Kelainan pada
lutut merupakan kelainan terbanyak dari OA diikuti sendi panggul dan
tulang belakang (Joewono dkk. 2014).

Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2018, menemukan prevalensi untuk OA mencapai 47,3%

terjadi pada pria dan 65,1% pada wanita, dengan kelompok usia te rbanyak

antara usia 64-75 tahun (Riskesdas, 2018).

11
3. Patogenesis

Gambar 1. Pathogenesis terjadinya Osteoartritis

OA disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia tulang


rawan yang terjadi oleh adanya penyebab multifaktorial antara lain karena
faktor umur, stress mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek
anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan, dimana akan
terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan.
Ketidakseimbangan ini menyebabkan pengeluaran enzim-enzim degradasi
dan pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan kerusakan tulang
rawan sendi dan sinovium (sinuvitis sekunder) akibat terjadinya perubahan
matriks dan struktur. Selain itu juga akan terjadi pembentukan osteofit
sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian
sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif (Keneth,
2017).

Dua keluarga enzim yang penting dalam degradasi matriks, baik


dalam tulang rawan yang sehat ataupun pada osteoarthritis adalah
12
metaloproteinase dan aggrecanases. Metaloproteinase (stromelysin,
collagenase, gelatinase) akan memecah kolagen, gelatin, dan komponen
protein lain dari matriks. Enzim ini disekresi oleh sinovial sel dan
khondrosit. Aggrecanases (ADAMTS) akan mendegradasi aggrecan.
Peningkatan degradasi aggrecans oleh enzim ADAMTS adalah salah satu
indikasi dari osteoarthritis awal, dan memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap hilangnya struktur tulang rawan dan fungsi (Kapoor,
2018).

Pada tulang rawan yang sehat, aktivitas degradasi enzim


diseimbangkan dan diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan inhibitor
degradasi enzim. Faktor pertumbuhan ini menginduksi khondrosit untuk
mensistesis DNA dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1),
growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni
stimulating factors (CSFs). Tetapi pada keadaan inflamasi, sel menjadi
kurang sensitif terhadap efek IGF-1.1,2,3,4 Tissue inhibitor of
metalloproteinase (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor (PAI-1)
adalah inhibitor-inhibitor enzim yang berfungsi untuk mendegradasi
collagenase dan aggrecanase. (Kapoor, 2018)

Keseimbangan aktivitas sendi terganggu melalui suatu degradative


cascade dan penyebab terpenting adalah IL- 1 dan TNF. Sekresi dari factor
inflamasi seperti sitokin merupakan mediator yang bisa menyebabkan
terganggunya proses metabolisme dan meningkatkan proses katabolik pada
sendi. IL-1 dan TNF yang diproduksi oleh khondrosit, sel mononeuklear,
osteoblast dan tisu sinovial menstimulasi sintesis dan sekresi
metalloproteinase dan tissue plasminogen activator serta mensupresi
sintesis proteoglikan di dalam sendi (ACR, 2019).

4. Faktor Risiko

Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu


13
faktor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan
faktor yang memudahkan seseorang untuk terserang OA. Sedangkan faktor
biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis/ gerak tubuh yang
memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh,
sehingga meningkatkan risiko terjadinya OA (Joewono dkk. 2014).

a. Faktor Predisposisi

1) Usia

2) Jenis Kelamin

3) Ras/etnis

4) Genetik

5) Gaya Hidup seperti kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol

6) Penyakit lain seperti osteoporosis dan obesitas

b. Faktor Biomekanis

1) Riwayat trauma lutut

2) Kelainan anatomis

3) Pekerjaan

4) Aktivitas fisik

5. Diagnosis

a. Anamnesis

1) Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada


mulanya hanya terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan
bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap melakuka
gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang berat badan,
namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa pasien,
nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk

14
dikursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Kaku sendi pada
OA tidak lebih dari 15-30 menit dan timbul istirahat beberapa saat
misalnya setelah bangun tidur

2) Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan.


Pembengkakan bisa pada salah satu tulang sendi atau lebih. Hal ini
disebabkan karena reaksi radang yang menyebabkan pengumpulan
cairan dalam ruang sendi, biasanya teraba panas tanpa ada
kemerahan

3) Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama apabila


bergerak atau menanggung beban

4) Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan

5) Kesulitan menggunakan persendiaan

6) Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak


menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap
persendiaan (umumnya tulang lutut)

7) Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang


semakin rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang,
menimbulakan rasa sait yang amat sangat (ACR, 2019).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dari osteoartritis dapat ditemukan


ketegangan lokal dan pembengkakan jaringan tulang atau jaringan
lunak. Krepitus tulang (sensasi tulang bergesekan dengan tulang,
yang ditimbulkan gerakan sendi) merupakan karakteristik
osteoartritis. Pada perabaan dapat dirasakan peningkatan suhu pada
sendi. Otot-otot sekitar sendi yang atrofi dapat terjadi karena tidak
digunakan atau karena hambatan reflek dari kontraksi otot (Kenneth,
2017).

15
Pada tingkat lanjut osteoartritis, dapat terjadi deformitas berat
( misal pada osteoartritis lutut, kaki menjadi berbentuk O atau X),
hipertrofi (pembesaran) tulang, subluksasi, dan kehilangan
pergerakan sendi (Range of Motion,ROM). Pada saat melakukan
gerakan aktif atau digerakkan secara pasif. Adapun predileksi
osteoartritis adalah pada sendi-sendi tertentu seperti carpometacarpal
I, matatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut
(tersering) dan paha (ACR, 2019).

c. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada


sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran
diagnostik. Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis
OA adalah :

1) Penyepitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat


pada bagian yang menanggung beban seperti lutut).

2) Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis)

3) Kista pada tulang

4) Osteofit pada pinggir sendi

5) Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat


diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal
sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari
tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit,
gambaran radiografis sendi masih terlihat normal. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan yaitu darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap
darah) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai
peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan

16
sampai sedang, peningkatan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein. (Joewono dkk. 2014).

6. Tatalaksana

Pengelolaan pasien dengan OA bertujuan untuk untuk


menghilangkan keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi
ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat
progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non
farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan),
farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif
dan biologik), dan pembedahan (Kenneth, 2017).

a. Edukasi

Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang


tepat. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana
mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada
pasien ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan
pengetahuan pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan
pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama
untuk mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang
diberikan pada pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA
adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa
mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan
keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan
pemahaman bahwa hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai
bagian dari realitas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat berkurang,
maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga
tidak terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak
beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol kembali sehingga
dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata
17
ada efek samping akibat obat yang diberikan. (Joewono dkk. 2014).

b. Diet

Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien


OA yang gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama
pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi keluhan dan peradangan. Selain itu obesitas juga
dapat meningkatkan risiko progresifitas dari OA. Pada pasien OA
disarankan untuk mengurangi berat badan dengan mengatur diet
rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal.
Dimana prinsipnya adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah
energi yang dibutuhkan (Kenneth, 2017).

Penurunan energi intake yang aman dianjurkan pemberian


defisit energi antara 500-1000 kalori perhari, sehingga diharapkan
akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan
0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan 1200-
1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per hari. Formula
yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi berdasarkan berat
badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari, dengan cara ini didapatkan
defisit energi 1000 kal/hari. Pada pasien di anjurkan untuk diet
1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni setidaknya
mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang kami anjurkan
adalah dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas beras (550 kal),
4 potong tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2
potong ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran kangkung (75
kal) (ACR, 2019).

c. Terapi Fisik

Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar

18
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk
berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya
dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular bila ada
efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul
sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi,
sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m.
Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam
peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi
nyeri. Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low
impact/intensitas rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit
sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga
naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai
bisa dilakukan dimana pasien mengambil posisi terlentang sambil
meregangkan lututnya, dengan cara mengangkat kaki dan secara
perlahan menekuk dan meluruskan lututnya (ACR, 2019).

d. Terapi Farmakologis

Pada pasien OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk


membantu mengurangi keluhan nyeri pada pasien OA, biasanya
digunakan analgetika atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS). Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak
lebih dari 4 gram per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri
sedang sampai berat, atau ada inflamasi, maka OAINS yang
selektif COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi dan penyakit
ginjal. OAINS yang COX-2 non-selektif juga bisa diberikan
asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi
gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi

19
dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol. Injeksi
kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien
yang tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan
OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi
dengan analgetik (ACR, 2019).

B. Ilmu Kedokteran Keluarga


1. Pengertian
Ilmu kedokteran keluarga adalah sebuah cabang ilmu kedokteran
yang memfokuskan pelayanan kontak pertama yang komprehensif dan
berkesinambungan, dengan memperhatikan bahwa setiap individu secara
utuh, unik dan spesifik, tanpa memandang usia, jenis kelamin dan penyakit
melayani individu dalam konteks keluarga, komunitas dan masyarakat
(Klaster Ilmu Kedokteran Keluarga, 2015).
Menurut PB IDI tahun 1983 ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu
yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu,
keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya. Dokter Keluarga adalah dokter yang memberi
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat pada
keluarga sehingga ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak anya menanti
secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya
Dengan definisi demikian IDI menggambarkan ciri pelayanan DK sebagai
berikut:
a. DK melayani penderita tidak hanya sebagai individu tetapi
sebagaianggota satu keluarga bakan anggota masyarakatnya

20
b. DK memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan
memberikanperhatian kepada penderitanya secara lengkap dan
sempurna,jauh melebihiapa yang dikeluhkannya
c. DK memberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan utama
meningkatkanderajat kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal sertamengobatinya penyakit sedini mungkin
d. DK menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan tingkat pertama
danikut bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan
e. DK mengutamakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhandan berusaha memenuhi kebutuhan itu sebaik-baiknya.
(Anggraini dkk., 2015)
2. Prinsip Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan):
a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b. Pelayanan yang kontinu
c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi
darikeluarganya.
f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja,
danlingkungan tempat tinggalnya.
g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
h. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggung jawabkan.
i. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu (Anggraini dkk., 2015).
3. Karakteristik Dokter Keluarga
Karakteristik dokter keluarga diantaranya yaitu :
a. Tempat kontak medis pertama, dalam sebuah sistem pelayanan
kesehatan, membuka dan menyelengarakan akses tak terbatas kepada
penggunanya, menggarap semua masalah kesehatan, tanpa

21
memandang golongan usia, jenis kelamin, atau karakter individual
yang dilayani.
b. Memanfaatkan sumber daya secara efisien, melalui sistem pelayanan
yang terkoordinasi, kerjasama dengan paramedis lainnya di layanan
primer, dan mengatur keperluan akan layanan spesialis dan dibuka
peluang untuk advokasi bagi pasien jika diperlukan.
c. Mengembangkan “Person-centred approach” berorientasi pada
individu, keluarganya, dan komunitasnya.
d. Mempunyai cara konsultasi yang unik yang menggambarkan
hubungan dokter-pasien sepanjang waktu, melalui komunikasi efektif
antara dokter-pasien.
e. Mempunyai proses pengambilan keputusan yang istimewa
mempertimbangkan insidens dan prevalensi penyakit di masyarakat
f. Menangani masalah kesehatan akut dan kronik setiap individu pasien.
g. Menangani penyakit yang masih belum jelas dalam fase dini, yang
mungkin memerlukan intervensi segera.
h. Meningkatkan taraf kesehatan dan kesejahteraan melalui intervensi
yang pas dan efektif.
i. Mempunyai tanggung jawab khusus untuk kesehatan masyarakat.
j. Mengelola masalah kesehatan dalam dimensi jasmani, rohani
(psikologi) sosial, kultural, dan eksistensial. (Kurniawan, 2015).

4. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-istri,atau suami istri dan anak atau ayah dengan anak atau ibu
dengan anak (UU RI No. 10 Th 1992). Menurut Depkes RI, (1998)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
KepalaKeluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Anggraini dkk., 2015).

22
5. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk
membantu menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh
para anggota keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap
anggotakeluarga tersebut. Fungsi keluarga banyak macamnya. Di
Indonesia fungsi keluarga dibedakan menjadi 8 macam menurut PP no.21
tahun 1994.
a. Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota
keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala
keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
b. Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak,
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c. Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga
d. Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang
tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa
aman
e. Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan
tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
g. Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang

23
h. Fungsi pembinaan lingkungan : fungsi keluarga yang memberikan
kemampuan kepada setiap keluarga dapat menempatkan diri secara
serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah secara dinamis (Anggraini dkk., 2015).
6. Genogram Keluarga
Genogram adalah suatu alat bantu berupa peta skema (visual map)
dari silsilah keluarga pasien yang berguna bagi pemberi layanan
kesehatan untuk segera mendapatkan informasi tentang nama anggota
keluarga pasien, kualitas hubungan antar anggota keluarga. Genogram
adalah biopsikososial pohon keluarga, yang mencatat tentang siklus
kehidupan keluarga, riwayat sakit di dalam keluarga serta hubungan antar
anggota keluarga (Anggraini dkk., 2015).
Di dalam genogram berisi : nama, umur, status menikah, riwayat
perkawinan, anak-anak, keluarga satu rumah, penyakit-penyakit spesifik,
tahun meninggal, dan pekerjaan. Juga terdapat informasi tentang hubungan
emosional, jarak atau konflik antar anggota keluarga, hubungan penting
dengan profesional yang lain serta informasi-informasi lain yang relevan
(Anggraini dkk., 2015).
Genogram idealnya diisi sejak kunjungan pertama anggota keluarga
dan selalu dilengkapi (update) setiap ada informasi baru tentang anggota
keluarga pada kunjungan kunjungan selanjutnya. Setiap kejadian
emosional keluarga dapat mempengaruhi atau melibatkan sediktnya 3
generasi keluarga. Sehingga idealnya, genogram dibuat minimal untuk 3
generasi. Dengan demikian, genogram dapat membantu dokter untuk :
a. Mendapat informasi dengan cepat tentang data yang terintegrasi antara
kesehatan fisik dan mental di dalam keluarga.
b. Pola multigenerasi dari penyakit dan disfungsi (Anggraini dkk., 2015).
7. Pengukuran Fungsi Keluarga
Pengukuran fungsi keluarga dapat diukur dengan menggunakan :

24
a. APGAR family (Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
Resolve) Diciptakan oleh Smilkstein untuk mengetahui fungsi
keluarga secara cepat. Merupakan instrumen skrining untuk
disfungsi keluarga dan mempunyai reliabilitas dan validitas yang
adekuat untuk mengukur tingkat kepuasan mengenai hubungan
keluarga secara individual, juga beratnya disfungsi keluarga. Bila
pertanyaan dijawab sering / selalu nilai 2, kadang-kadang nilai 1,
jarang / tidak nilai 0. Bila hasil penjumlahan kelima nilai diatas
adalah antara :
7-10 : fungsi keluarga baik
4-6 : fungsi keluarga kurang baik
0-3 : fungsi keluarga tidak baik
b. SCREEM (Social Cultural Religion Economic Education Medical).
Jika APGAR family untuk melihat fungsi keluarga secara fisiologis,
maka SCREEM adalah untuk melihat fungsi keluarga secara
patologis.
1) Apakah antara anggota keluarga saling memberi perhatian, saling
membantu kalau ada kerepotan masing-masing.Apakah interaksi
dengan tetangga sekitarnya juga berjalan baik dan tidak ada
masalah (Social).
2) Apakah keluarga puas terhadap budaya yang berlaku di daerah
itu (Culture).
3) Apakah keluarga taat dalam beragama (Religion).
4) Apakah status ekonomi keluarga cukup (Economic)
5) Apakah pendidikan tergolong cukup (Education)
6) Apakah dalam mencari pelayanan kesehatan mudah dan ada alat
transportasi (Medical) (Anggraini dkk., 2015).
8. Syarat Kesehatan Rumah Tinggal Keluarga
Persyaratan kesehatan rumah tinggal berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 sebagai berikut :

25
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
mebahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

1) Debu total tidak boleh >150 ug/m3

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam


3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme pathogen
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen ruang rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding: ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi
untuk pengaturan siklus udara. Di kamar mandi dan tempat cuci
harus kedap air dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
d. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih
harus dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus di tata agar berfungsi sebagai
ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang
dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.
f. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan atau buatan yang langsung maupun
tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal
intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
4. Kualitas udara

26
Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut:
a. Suhu udara nyaman berkisar18-30 C.
b. Kelembaban udara berkisar antara 40 % sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara (air exchangerate) 5 kaki kubik/menitper
penghuni
e. Konsentrasigas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam konsentrasi
gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3
5. Ventilasi: Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10 dari luas lantai
6. Binatang penular penyakit: Tidak ada tikus bersarang diluar rumah.
7. Air
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan
tanah
b. Limbah padat harus dikelolah agar tidak menimbulkan bau,
pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.
10. Kepadatan hunian rumah tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter2, dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun (Anggraini dkk., 2015).

27
28
BAB III
HASIL PENGUMPULAN DATA

A. Jadwal Kunjungan Rumah


1. Kunjungan Pertama
a) Waktu Kunjungan : 22 Maret 2021
b) Uraian Kegiatan :
1) Melakukan anamnesis seputar keluhan pasien, riwayat penyakit
pasien, riwayat penyakit keluarga serta kebiasaan pasien
2) Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien terkait dengan keluhannya
3) Megumpulkan data terkait risiko penyakit pasien baik dari segi
personal, klinis, risiko internal, risiko eksternal, social dan
psikososial, serta pola kesehatan keluarga pasien guna menentukan
diagnosis holistik pada pasien
4) Melakukan pencatatan genogram keluarga dan denah rumah pasien
5) Melakukan edukasi terkait dengan tatalaksana farmakologis pada
pasien
2. Kunjungan Kedua
a) Waktu Kunjungan : 23 Maret 2021
b) Uraian Kegiatan :
1) Melakukan follow up perkembangan terapi penyakit pasien
2) Melakukan pengambilan data APGAR score dan SCREAM score,
pada pasien dan anaknya
3) Memjelaskan kepada pasien dan keluarganya seputar penyakit
pasien
4) Melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya terkait
tetalaksana holistik dari penyakit pasien
3. Kunjungan Ketiga
a) Waktu Kunjungan : 23 Maret 2021
b) Uraian Kegiatan :

29
1) Melakukan follow up perkembangan terapi penyakit pasien
2) Melakukan pengambilan data APGAR score pada suami pasien
3) Memberikan edukasi kepada suami pasien terkait dengan penyakit
pasien

B. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


Tabel 3. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah (Data Primer,
2021)

Status
No. Nama Kedudukan L/P Usia Pendidikan Pekerjaan
Imunisasi

1. Tn. S Bapak L 43 thn SMA Wiraswasta Lupa

2. Ny. M Ibu P 41 thn SMP Wiraswasta Lupa

3. Tn. S Anak L 18 thn SMA Pelajar Lengkap

C. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. M
2. Umur : 41 tahun
3. Status : Menikah
4. Agama : Islam
5. Suku : Muna
6. Alamat : Jln. Laode Hadi Bypass
7. Pekerjaan : Wiraswasta

D. Anamnesis

1. Riwayat Medis
Keluhan Utama : Nyeri pada lutut kiri dan kanan
Pasien Ny. M 41 tahun, datang ke poliklinik umum Puskesmas
Lepo-Lepo dengan keluhan nyeri pada lutut kiri dan kanan sejak 11 hari

30
sebelum pemeriksaan. Nyeri awalnya dikatakan hilang timbul namun
pagi hari sebelum berobat ke puskesmas, nyeri dikatakan menetap. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terlokalisir pada lutut kiri dan kanan.
Nyeri dirasakan sangat berat oleh pasien hingga pasien tidak dapat
beraktivitas. Nyeri pada lutut dirasakan memberat terutama jika pasien
berjalan, berdiri agak lama atau bangun dari posisi jongkok. Keluhan
juga dikatakan memberat saat pagi hari dan tidak membaik jika pasien
beristirahat. Pasien juga mengatakan sering merasakan nyeri pada lutut
kanan sejak sekitar 2 tahun yang lalu dan sudah pernah memperoleh
pengobatan dari dokter.
Pasien juga mengeluh lutut kiri dan kanannya agak kaku sehingga
sulit untuk digerakkan. Kaku dikatakan bersamaan dengan timbulnya
rasa nyeri pada lutut dan dirasakan sekitar 5-10 menit kemudian hilang.
Kaku dirasakan biasanya pada pagi hari saat bangun dari tidur dan
setelah pasien duduk lama. Riwayat demam disangkal oleh pasien. Mual-
muntah disangkal oleh pasien.
2. Riwayat Penyakit Pasien
Riwayat penyakit pasien sekarang adalah osteoarthritis.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah Pasien memiliki riwayat penyakit nyeri lutut kronis sama
seperti pasien.
4. Riwayat Kebiasaan
Ny. M saat ini bekerja sebagai padagang yang sebagian besar
aktivitasnya adalah melayani pembeli dan mengatur dan membereskan
barang dagangannya. Setiap hari, Ny. M melakukan pekerjaan rumah
seperti ibu rumah tangga pada umumnya.
5. Riwayat Ekonomi
Dari segi ekonomi pasien termasuk golongan ekonomi menengah
kebawah dimana penghasilan pasien didapatkan hasil penjualan harian
pasien.

31
6. Riwayat Gizi
Ny. M memiliki berat badan 71 kg dan tinggi badan 155 cm. Jadi,
indeks masa tubuh (IMT) pasien saat ini adalah 29,5 kg/m 2 yang
termasuk kategori obesitas kelas 1.

E. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum:
1. Kesan : Sakit ringan
2. Tekanan darah: 110/80 mmHg
3. Kesadaran : E4M6V5 (Compos mentis)
4. Nadi : 88 x/menit
5. Suhu : 36,7 oC
6. Pernapasan: 20 x / menit
7. Sianosis: (-)
8. Anemis: (-)
9. Ikterus : (-)
10. Gizi: Baik
11. Lingkar Pinggang : 118 cm
12. TB : 155 cm
13. BB : 71 kg
14. IMT : 29,5 (Obesitas grade I)
15. Pemeriksaan Toraks: dbn
16. Pemeriksaan Abdomen : dbn
17. Pemeriksaan Lutut:
a) Inspeksi : lutut kiri dan kanan berwarna kemerahan dibanding daerah
disekitarnya
b) Palpasi : teraba hangat, terdapat nyeri tekan, serta terdapat
keterbatasan gerak sendi pada lutut kiri
32
F. Diagnosis Kerja
Osteoarthtritis genu

G. Pemeriksaan penunjang
1. Hasil laboratorium : -
2. Saran pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: Foto X-Ray Genu
H. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal

a. Keluhan : Ny. M sering nyeri pada lutut kiri dan kanan dirasakan
memberat terutama jika pasien berjalan, berdiri agak lama atau bangun
dari posisi jongkok yang hilang timbul

b. Harapan: Ny. M berharap keluhannya dapat sembuh.

2. Aspek Klinis

Diagnosis Klinis: Osteoarthritis genu

3. Aspek Risiko Internal

a. Genetik : Ayah Ny.M memiliki penyakit serupa

b. Biologis : Ny. M adalah wanita berusia 41 tahun.

c. Gaya hidup : Pasien menghabiskan waktu hariannya dengan

menjaga warungnya.

d. Status gizi : IMT= 29,5 kg/m2 (Obesitas 1)

4. Aspek Risiko Eksternal

a. Ekonomi : Aspek ekonomi keluarga Ny. M tergolong


menengah kebawah karena pendapatan
bulanan Ny.M dan suami, hanya berasal dari
keuntungan penjualan warungnya.
b. Sosial : Hubungan sosial dengan tetangga sangat baik.
c. Psikososial Keluarga : Ny. M tinggal bersama suami dan anaknya.
Suami dan anak pasien selalu membantu Ny.

33
M dalam menjalankan aktifitas hariannya
mulai dari berdagang sampai mengurus rumah.
d. Budaya : Ny. M cenderung jarang memeriksakan
kondisi kesehatan di pusat layanan kesehatan.
5. Derajat Fungsional

Aktivitas menjalankan fungsi sosial dalam kehidupan dapat dijalankan


sendiri oleh pasien

I. Penatalaksanaan Holistik

1. Farmakologi : Natrium Diclofenac 500 mg 3x1

2. Non Farmakologi :

a) Rutin mengkonsumsi obat


b) KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
Pentingnya pencegahan dan pengobatan serta bahaya komplikasi jika
pasien dan keluarga tidak patuh terhadap anjuran dokter.
c) Mengonsumsi makanan bergizi dan mengurangi konsumsi makanan
tinggi kalori.
d) Rajin berolahraga dan hindari olahraga yang memperberat beban sendi
lutut seperti berlari, juga sebisa mungkin tetap beraktifitas fisik disela
kesibukannya berdagang.

34
J. Genogram Keluarga

Tn. LH Ny. S

Tn. SS Tn. MF Ny. M Tn. S

An.
Sn

Gambar 1. Genogram Keluarga Tn.M

Keterangan :
: Meninggal : Laki-laki : Penderita Arthritis
: Perempuan : Pasien

K. Denah Rumah

Gambar 2. Denah Rumah Keluarga Ny. M

35
L. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan
Keluarga
Tabel 4. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan
Keluarga
Faktor Keterangan Kesimpulan
Sarana pelayanan kesehatan
yang digunakan oleh Puskesmas Memuaskan
keluarga

Cara mencapai sarana


Mobil (taxi online) Memuaskan
pelayanan kesehatan tsb

Tarif pelayanan kesehatan (sangat mahal,mahal, Gratis karena


yang dirasakan terjangkau, murah, gratis) memiliki BPJS

Kualitas pelayanan (sangat baik, baik, biasa,


Baik
kesehatan yang dirasakan kurang baik, buruk)

M. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Penggunaan Pelayanan Kesehatan dan


Perilaku
Tabel 5. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Penggunaan Pelayanan Kesehatan
dan Perilaku
Sosial : Hubungan Ny. M dan keluarga harmonis serta hubungan dengan
1
tetangga baik.

Ekonomi : Dari segi ekonomi keluarga Ny. M tergolong menengah


2 kebawah karena pendapatan bulanan Ny. M dan suami, hanya berasal dari
keuntungan penjualan warungnya.

36
Penggunaan pelayanan kesehatan: Ny. M cenderung jarang
3
memeriksakan kondisi kesehatan di pusat layanan kesehatan

Perilaku yang menunjang kesehatan: Ny. M selalu berusaha untuk lebih


4
aktif beraktivitas seperti membersihkan rumah

N. Lingkungan Tempat Tinggal


Tabel 6. Lingkungan Tempat Tinggal

Karakteristik rumah dan lingkungan Keterangan


Luas rumah 8 m x 10 m
Bertingkat /tidak Tidak bertingkat
Jumlah penghuni rumah 3 orang
Kondisi halaman Bersih
Lantai rumah dari Semen
Ruang tamu 3.5 m x 3.5 m
Ruang keluarga 3.5 m x 5 m
Kamar tidur 2 ruang
Kamar mandi/ WC Ada
Ventilasi rumah Kurang baik
Septik tank Ada
Dapur Ada
Dinding rumah dari Batu Bata dan papan kayu
Kondisi dalam rumah Bersih dan rapi
Kepemilikan rumah Milik sendiri

Daerah perumahan Bersih


Sumber Air Sumur bor dan PDAM

37
O. Data Pola Hidup Keluarga
1. Pola kesehatan
a) Ny. M dan keluarga jarang memeriksakan kesehatannya ke fasilitas
pelayanan kesehatan
b) Ada yang merokok dalam rumah (suami pasien)
c) Berobat menggunakan BPJS
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola makan
1) Semua anggota keluarga makan 3x sehari
- Sarapan: nasi putih, ikan/tahu/tempe/ayam, sayur
- Makan siang: nasi putih, ikan/tahu/tempe/ayam, sayur
- Makan malam: nasi putih, ikan/tahu/tempe/ayam, sayur
2) Penyediaan makanan : Kukus, rebus dan tumis
3) Air minum : Air yang di masak dan air galon
b) Pola kebersihan
1) Mandi 2x/ hari. Ganti baju 2x/ hari.
2) Mencuci tangan sebelum makan
3) Membersihkan rumah setiap hari
4) Sumber air untuk mencuci dan mandi yaitu mata air tanah

P. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Biologis
Keluarga pasien memiliki penyakit yang sama dengan pasien yaitu
ayah pasien yang menderita penyakit Arthritis kronik.
2. Fungsi Sosial
Ny. M dan keluarga bersosialisasi bersama tetangga sekitar rumah
dengan baik dan selalu berusaha untuk berkumpul bersama keluarga yang
lain saat waktu luang.

38
3. Fungsi Psikologis
Dari segi psikologis, Ny. M dan keluarga tidak memiliki masalah.
Pendapatannya bersama suami sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar
keluarga sehingga tidak ada hambatan yang berarti dalam hal
pengobatan. Komunikasi antar Ny. M dan keluarganya terjalin baik
dengan selalu mendukung dan saling membantu dalam aktivitas
kesehariannya.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kebutuhan pasien sehari-hari masih dapat terpenuhi dengan adanya
pedapatan pasien dan suaminya sebagai pedagang.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Pasien rutin mengonsumsi obat yang diberikan dari Dokter
Puskesmas. Saat berada dirumah pasien selalu berusaha lebih aktif
melakukan aktivitas seperti membersihkan rumah dan juga rutin
beribadah.
6. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)
a. Adaptation: kemampuan anggota keluarga beradaptasi dengan
anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran
dari anggota keluarga yang lain.
b. Partnership: menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling
mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami
oleh keluarga tersebut.
c. Growth: menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru
yang dilakukan anggota keluarga lain.
d. Affection: menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi
antar anggota keluarga.
e. Resolve: menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain.
f. Penilaian :

39
Hampir selalu : 2 poin
Kadang-kadang : 1 poin
Hampir tak pernah : 0 poin
g. Penyimpulan :
Nilai rata-rata ≤ 5 : Kurang
Nilai rata-rata 6-7 : Cukup/sedang
Nilai rata-rata 8-10 : Baik

Tabel 7. APGAR Score Ny. M (41 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga bila √
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan √
membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan √
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosisaya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi √
waktu bersama-sama

Tabel 8. APGAR Score Tn. S (43 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga bila √
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan √
membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan √
mendukung keinginansaya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru

40
A Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi √
waktu bersama-sama

Tabel 9. APGAR Score An. Ss (18 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga bila √
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan √
membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan √
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi √
waktu bersama-sama

Untuk Tn. S, Ny. M dan An. S, APGAR Score dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adaptation: Ny. M dan anggota keluarga lain yang tinggal dengan
Ny. M merasa puas terhadap dukungan dan saran yang diberikan
keluarganya jika menghadapi masalah. Meskipun ada beberapa
anggota keluarga yang tinggal berjauhan tetapi mereka masih tetap
saling mendukung dan memberikan saran terutama tentang kesehatan
Ny. M
b. Partnership: Komunikasi Ny. M dengan keluarganya tergolong baik.
Keluarga dekat Ny. M yang tinggal jauh sering menghubungi dan
menanyakan kabarnya sehingga komunikasi diantara mereka tetap
lancar.

41
c. Growth: Keluarga Ny. M, sangat mendukung keinginan Ny. M untuk
sembuh yaitu dengan selalu mengingatkan untuk rutin melakukan
aktivitas fisik dan membantu keinginan pasien untuk memperbaiki
status gizinya.
d. Affection: Ny. M puas dengan kasih sayang dan perhatian yang
diberikan keluarganya.
e. Resolve: Ny. M merasa cukup mendapat waktu bersama anggota
keluarganya dan kadang merindukan saat anak-anaknya lengkap
berkumpul bersama.
Total APGAR Score Tn. S = 9, Ny. M = 10, dan An. S = 10 (baik)

7. Fungsi Patologis (SCREEM)


Fungsi patologis keluarga Ny. M dinilai menggunakan SCREEM sebagai
berikut:
Tabel 10. Fungsi Patologis (SCREEM) Keluarga Tn. M
Sumber Patologis
Ny. M dan keluarga memiliki hubungan
yang baik dan masih sering berkomunikasi
Social dengan keluarganya dikampung yang tidak -
lagi tinggal bersama Ny. M dan hubungan
sosialisasinya baik dengan tetangga.
Menggunakan adat Muna dan Bugis dan
Culture berbahasa Indonesia dalam keseharian, -
dalam pengambilan keputusan juga
berdasarkan diskusi keluarga
Fungsi agama Ny. M baik, selalu rutin
Religious beribadah di rumah dan kadang-kadang di -
Masjid
Kondisi ekonomi keluarga Ny. M tergolong
menengah kebawah karena Ny. M dan
Economic suami hanya mengandalkan pendapatan dari -
kegiatan berdagang untuk mencukupi
kehidupan sehari-hari.

42
Tingkat pendidikan dan pengetahuan Ny. M
Educational dan keluarga tergolong cukup baik di lihat -
dari latar belakang pendidikan dan
pengetahuan mengenai penyakitnya
Medical Dalam pembiayaan kesehatan Ny. M dan -
keluarga menggunakan Kartu BPJS.

8. Kesimpulan Permasalahan Fungsi Keluarga


APGAR Score keluarga Ny. M mengindikasikan baik.
Kesimpulan dari fungsi patologis (SCREEM) tidak ada fungsi patologis
di keluarga Ny. M yang dapat menjadi hambatan.

O. Daftar Masalah
1. Masalah Medis
a. Osteoarthritis
b. IMT 29,5 kg/m2 (Obesitas I)
2. Masalah Non-Medis
Pasien masih sulit untuk meluangkan waktunya memeriksakan
kesehatannya ke fasilitas kesehatan

P. Penyelesaian Masalah
Tindakan yang perlu dilakukan adalah yaitu :

1. Pasien disarankan rutin meminum obat yang telah diberikan oleh dokter
sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
2. Pasien disaranakan untuk melakukan diet untuk mendapatkan berat badan
yang ideal dan mengurangi beban kerja pada lutut pasien.
3. Pasien disarankan sebisa mungkin menghindari aktivitas fisik yang
memperberberat kerja sendi lututnya, namun tetap melakukan aktivitas fisik
harian disela-sela kesibukan pasien

43
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Pasien datang ke poliklinik umum Puskesmas Lepo-lepo dengan keluhan
nyeri lutut nyeri pada lutut kiri dan kanan sejak 11 hari sebelum pemeriksaan.
Nyeri awalnya dikatakan hilang timbul lalu lama-kelamaan menetap dan disertai
dengan rasa kaku sehingga sulit untuk digerakkan, yang muuncul bersamaan
timbulnya rasa nyeri pada lutut. Rasa kaku umunya dirasakan biasanya pada pagi
hari saat bangun dari tidur dan setelah pasien duduk lama. Karena gejala yang
timbul, pasien merasa tidak nyaman dan atas dorongan keluarga, pasien
memutuskan untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan. Kemudian
dilakukan anamnesis oleh dokter dan dokter menduga bahwa pasien mengalami
osteoarthritis setelah dilakukan pemeriksaan fisik.

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana


keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan
kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot
yang menghubungkan sendi. Faktor risiko OA diantaranya dikaranakan oleh usia,
jenis kelamin, ras, genetik, obesitas dan pekerjaan. Pada kasus yang didapatkan,
faktor risiko pasien dapat menderita osteoarthritis adalah dari segi genetik, umur,
obesitas, dimana saat ini pasien berusia 41 tahun, orangtua pasien juga menderita
penyakit yang sama dan pekerjaan pasien yang kurang melakukan aktivitas fisik
serta dari gaya hidup pasien sebelumnya sering mengkonsumsi makanan yang
manis dan tinggi karbohidrat sehingga hal ini dapat menyebabkan berat badan
pasien termasuk dalam kategori obesitas.

Pasien menggunakan Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) yaitu


natrium diclofenac untuk meredakan nyeri dan mengatasi peradangan pada sendi
lututnya. Obat ini bekerja dengan melakukan penghambatan pada mediator-

44
mediator inflamasi seperti prostaglandin, bradykinin dan lain-lain, sehingga
menurunkan proses peradangan pada sendi pasien.

45
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah
Kesehatan
a. Aspek Risiko Klinis
1) Pasien merasakan persendiaannya terasa kaku dan nyeri apabila
digerakkan. Pada mulanya hanya terjadi pagi hari, dan lama-
kelamaan menimbulkan rasa sakit setiap menekuk kakinya. Dari
hasil pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda peradangan pada
persendian pasien berupa kemerahan dan pembengkakkan, serta
terdapat keterbatasan gerak dari persendian tersebut
2) Diagnosis: Osteoarthritis
b. Aspek Faktor Risiko Internal
1) Pasien adalah seorang wanita yang telah berusia 41 tahun
2) Pasien memiliki indeks massa tubuh (IMT) Obesitas grade I
3) Riwayat keluarga: Ayah pasien menderita penyakit yang sama

2. Pemecahan Masalah Kesehatan Pasien


a. Non – Farmakologi
KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
1) Mengatur pola makan
2) Rutin mengkonsumsi obat
3) KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan kondisi
pasien. Pentingnya pencegahan dan pengobatan serta bahaya
komplikasi jika pasien dan keluarga tidak patuh terhadap anjuran
dokter.
4) Pasien disaranakan untuk melakukan diet untuk mendapatkan berat
badan yang ideal dan mengurangi beban kerja pada lutut pasien
46
5) Mengonsumsi makanan bergizi dan mengatur pola makan.
6) Pasien disarankan sebisa mungkin menghindari aktivitas fisik yang
memperberberat kerja sendi lututnya, namun tetap melakukan
aktivitas fisik harian disela-sela kesibukan pasien
b. Farmakologi
Natrium diclofenac 500 mg 3x1

B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
a. Rajin untuk memeriksakan atau mengontrol kondisi kesehatan di pusat
pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas
b. Patuh dalam meminum obat sesuai anjuran dari petugas Puskesmas
atau dokter
c. Menjaga atau menerapkan pola hidup bersih dan sehat sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi dari penyakit.

2. Bagi Keluarga
a. Keluarga pasien tetap selalu memantau dan mengingatkan pasien
untuk selalu menjaga pola hidup bersih dan sehat serta untuk patuh
dalam meminum obat.
b. Keluarga pasien selalu memberikan motivasi ataupun semangat kepada
pasien.
c. Keluarga pasien selalu waspada terhadap komplikasi yang dapat
muncul
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat mengetahu tentang osteoarthritis dan
komplikasinya jika tidak tertangani, serta mengenali faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian osteoarthritis sehingga masyarakat
dapat mengurangi atau menghindari faktor-faktor risiko tersebut.

47
4. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai
bahaya dan faktor risiko osteoarthritis kepada masyarakat sehingga dapat
menambah pengetahuan masyarakat sehingga dapat dilakukan
pencegahan dan penanganan dini pada pasien

48
DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology. 2019. Recommendations for the Medical

Management of Osteoarthrits of the Hip and Knee. Subcommittee on

Osteoarthritis Guidelines.

Anggraini, T. M., Novitasari, A., Setiawan, R. M. 2015. Buku Ajar Kedokteran

Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Joewono, S., Haryy, I., Handono, K., Rawan, B., Riardi. 2014. Chapter 279 :

Osteoartritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI. 1195- 1202

Kapoor, M. 2018. Role of Pro-inflammatory Cytokines in Pathophysiology of

Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7(2) : 33–42

Kenneth, D.M. 2017. Chapter 312 : Osteoartritis. Harrison Principle of Internal

Medicine 16th edition. Mc Graw Hills. 2036-2045

Kurniawan, H. 2015. Dokter di Layanan Primer dengan Pendekatan

KedokteranKeluarga dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Agustus Vol

15(2).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI

WHO. 2012. Framework for Professional and Administrative Development of

General Practice/ Family Medicine in Europe. World Health Organization.

WONCA. 2002. The European Definition of General Practice/ Family Medicine.

Barcelona. World Family Doctors Caring For People Europe.

49
LAMPIRAN

Rumah Pasien

Kegiatan wawancara dengan pasien

Anda mungkin juga menyukai