Anda di halaman 1dari 12

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

TROPONIN AND ITS APPLICATIONS IN FORENSIK SCIENCE

TIM PENYUSUN:

1. Fadh Asy’ Ary, S.Ked / K1A1 12 081


2. Nur Azizah Aulia, S.Ked / K1A1 15 097
3. Mu’afif Nur Abdillah, S.Ked / K1A1 16 059
4. Nabilah Hanun Mudjahidah, S.Ked / K1A1 16 011
5. Fathur Rahman, S.Ked / K1A1 16 124

PEMBIMBING:

dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH(Kes), Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ANALISIS JURNAL
A. PENDAHULUAN
Keberhasilan penyelidikan forensik tergantung pada penetapan waktu

kejadian yang benar. Metode umum yang digunakan dalam kedokteran

forensik untuk menentukan interval postmortem (PMI) didasarkan pada

parameter deteksi fisik. Namun, metode ini tidak memberikan PMI yang tepat.

Akibatnya, minat sekarang telah difokuskan pada patologi forensik untuk

memperkirakan PMI lebih akurat. Saat ini, istilah troponin dikenal di luar

bidang ilmu klinis. Pembahasan tentang troponin sering dikaitkan dengan

karakteristik fungsional dan/atau kegunaannya sebagai penanda diagnostik atau

target terapeutik untuk berbagai gangguan jantung, terutama sebagai penanda

spesifik untuk infark miokard atau kematian sel otot jantung. Mereka adalah

penanda yang sangat sensitif untuk mendeteksi semua jenis cedera miokard dan

dapat membedakan cedera miokard dan tulang. Selain itu, mereka adalah

prediktor independen dari kejadian jantung di masa depan. Penanda tersebut

sekarang umum digunakan dalam praktek klinis.

TERKAIT IDENTIFIKASI STUDI

Pencarian internet sistematis dari database "PubMed," "Google Scholar,"

"MEDLINE," dan "Science Direct" menggunakan kata kunci troponin, patologi

forensik, kedokteran forensik, PMI, penyebab kematian, dan ilmu forensik

dilakukan untuk semua publikasi terkait. Selama penelusuran terakhir pada

Desember 2019, istilah penelusuran luas digunakan untuk membantu

mengidentifikasi semua artikel yang relevan. Sebanyak 38 artikel yang


memenuhi kriteria pencarian kami dimasukkan dalam artikel ini. Bagian

berikut menjelaskan semua studi yang relevan.

TROPONIN DAN PENYEBAB KEMATIAN

Analisis biokimia postmortem dari beberapa biomarker atau indikator,

misalnya, cTns, creatine kinase MB, dan N-terminal proBNP memainkan peran

penting dalam diagnosis postmortem kematian jantung dan dapat memberikan

dasar diagnosis tambahan untuk SCD. Dalam praktik klinis, infark miokard

akut (IMA) didiagnosis dengan bantuan elektrokardiogram dan penanda

biokimia serum spesifik yang digunakan dalam diagnosis kerusakan miokard.

cTnT dan cTnI secara khusus telah dipertimbangkan secara luas, dan bukti

sensitivitas dan spesifisitas dalam membedakan AMI telah tertanam.

Han dkk. menilai sensitivitas dan spesifisitas cTnT dalam pengenalan AMI

pada postmortem dan menemukan bahwa sementara cTn penanda sensitif, itu

tidak khusus sebagai alat analitik dalam diagnosis AMI pada pemeriksaan

postmortem.

Gampon dkk. Menggunakan, Sampel darah yang bisa diambil adalah dari

arteri femoralis, menghasilkan lebih sedikit positif palsu dan diagnosis yang

lebih akurat. Uji tersebut ternyata berguna dalam praktik kriminologis.

Remmer dkk. melihat temuan serum postmortem dan cTnT cairan perikardial

pada penyebab kematian yang berbeda dengan mengacu pada PMI dan CAD.

Mereka berasumsi bahwa menentukan cTnT dengan uji cairan perikardial yang

sangat sensitif dapat memberikan tes korelatif kepada ahli patologi hukum

ketika penyebab kematian didiagnosis. davies dkk menyimpulkan bahwa darah


postmortem bukanlah substrat yang masuk akal untuk uji biokimia standar

cTns, yang dimaksudkan untuk digunakan pada serum yang diambil dari pasien

hidup.

TROPONIN DAN POSTMORTEM INTERVAL


Setelah kematian, enzim intraseluler menyebabkan protein terdegradasi

menjadi fragmen yang lebih kecil seiring berjalannya waktu. Jika fragmentasi

ini terukur dan terukur, ini bisa menjadi indikator PMI yang andal. cTn

memiliki profil degradasi temporal yang khas setelah kematian, yang sangat

penting untuk penggunaannya dalam kedokteran forensik sebagai penanda

PMI. Beberapa laporan kemudian berfokus pada perubahan postmortem pada

cTn sebagai penanda untuk membangun PMI.

Mathur dkk. dilakukan in vivo studi sampel miokardium tikus untuk

mempelajari pola degradasi waktu cTnI menggunakan Western blotting dan

nanopartikel emas. cTn terdegradasi menjadi fragmen dengan berat molekul

lebih rendah dari waktu ke waktu dan perubahan ini dipantau menggunakan uji

berbasis konjugat nanopartikel Emas Spektrofotometer UVVisible. Metode ini

dapat mendeteksi perubahan tergantung waktu hingga 96 jam setelah kematian

pada cTnI dan dapat digunakan untuk memberikan perkiraan PMI yang lebih

akurat

Sabucedo dkk. meneliti potensi penggunaan jaringan cTnI sebagai

kalkulator PMI dengan menggunakan model sapi. Analisis meliputi ekstraksi

protein, pemisahan denaturasi elektroforesis (SDS-PAGE), dan visualisasi

Western blot menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk cTnI. Hasil

penelitian menunjukkan pola pita yang khas antara tubuh manusia, hubungan
pseudo-linier antara persentase cTnI yang terdegradasi, dan log waktu sejak

kematian (r > 0:95), dan pola degradasi pita kualitatif yang memungkinkan

untuk memperkirakan PMI dalam analisis komparatif sederhana dengan

jantung manusia standar dari PMI yang diketahui. Pola pita degradasi cTnI

jaringan sangat membantu dalam menentukan PMI awal (0–5 hari).

B. ANALISI JURNAL

Troponin adalah molekul protein yang merupakan bagian dari otot rangka

dan otot jantung. Otot polos tidak memiliki troponin. Troponin merupakan

suatu kompleks yang terdiri dari 3 buah subunit, yaitu troponin I, troponin C,

dan troponin T yang memiliki fungsi berbeda dalam proses kontraksi otot.

Troponin umumnya tidak terdeteksi pada darah orang sehat. Troponin

merupakan serat protein tipis berbentuk filamen dari serat otot yang memegang

peranan dalam kontraksi otot bersama dengan aktin dan tropomiosin. Ada tiga

tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat pada segala jenis otot dan terlibat

dalam kontraksi otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T

dimana keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya

kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. Jika

terjadi kerusakan otot jantung, troponin banyak dilepaskan ke dalam darah dan

dapat diukur pada sirkulasi perifer sehingga troponin ini dapat digunakan

sebagai marker. Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot

jantung dan otot rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur

kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena pergerakan molekul miosin di

sepanjang filamen aktin intrasel.1


Troponin terdiri dari tiga polipeptida : 1. Troponin C (TnC) dengan berat

molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang

mengatur kontraksi. 2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton,

suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin. 3. Troponin I (TnI)

dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin. 1

Kematian adalah berhentinya fungsi biologis yang mempertahankan

kehidupan seseorang. Pada dasarnya kematian disebabkan oleh gagalnya fungsi

salah satu dari tiga pilar kehidupan manusia yaitu gagalnya fungsi otak (central

nervous system) yang ditandai dengan keadaan koma, gagalnya fungsi jantung

(circulatory system) dengan gejala sinkop, dan gagalnya fungsi paru-paru

(respiratory system) yang menyebabkan asfiksia. Pemeriksaan kematian

mendadak sering dilakukan oleh dokter ahli forensik mengingat pada kasus

kematian mendadak dapat timbul kecurigaan apakah ada unsur-unsur tindak

pidana sehingga harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar

(unnatural) sebelum dapat dibuktikan bahwa kematian tersebut bersifat wajar

(natural) secara ilmiah. Kematian mendadak sering disamakan dengan

kematian wajar yang tidak terduga (sudden natural unexpected death), yaitu

suatu kematian yang disebabkan oleh karena penyakit alamiah bukan akibat

trauma atau keracunan. Kematian wajar diartikan sebagai kematian akibat

penyakit ataupun proses penuaan. Sementara kematian tidak wajar maksudnya

kematian akibat pembunuhan (kriminal), bunuh diri atau kecelakaan.2

Kematian mendadak disebabkan penyakit kardiovaskuler yang menempati

urutan teratas sebagai penyakit yang menyebabkan kematian secara umum


diikuti dengan penyakit infeksi dan kanker. Penyebab kelainan kardiovaskuler

bermacam-macam, antara lain kelainan pembuluh koroner, infark miokard,

miokarditis, kardiomiopati, kelainan katup jantung, dan akibat kelainan

genetik. Sekitar 80% kematian kardiovaskuler berhubungan dengan

atheroslerosis koroner. 2

Pada kematian mendadak kardiovaskuler penyebab kematiannya adalah

penyakit atau kelainan kardiovaskuler itu sendiri. Dalam literatur menyebutkan

ada beberapa metode penentuan sebab kematian diantaranya melalui

pemeriksaan eksternal postmortem (sehari-hari disebut pemeriksaan luar),

pemeriksaan internal (autopsi/ pemeriksaan dalam) dan pemeriksaan

penunjang. 2

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis

kematian karena penyakit jantung koroner adalah dengan pemeriksaan kadar

troponin yang telah dijelaskan pada jurnal diatas, karna troponin sendiri

menjadi patokan diagnosis infark yaitu apabila didapatkan peningkatan petanda

jantung (terutama troponin I) di atas presentil 99 dari batas acuan atas yang

diikuti dengan salah satu patokan tambahan yaitu gejala iskemia, keberadaan

perubahan yang bermakna segmen ST dan gelombang T atau left bundle

branch block, gelombang Q terkait penyakit, bukti abnormalitas gerakan

dinding otot jantung dan identifikasi keberadaan trombus intrakoroner dengan

angiografi atau otopsi.3

Troponin merupakan protein pengatur yang terdapat di filamen tipis

apparatus kontraktil otot bergaris, terdiri dari tiga subunit, yaitu troponin T (37
kDa), troponin I (24 kDa) dan troponin C (18 kDa). Iskemia miokard

menyebabkan membran sel lebih permeable, sehingga komponen intraseluler

seperti: troponin jantung dapat merembes ke interstitium dan ruang

intravaskular. 3

Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin

T (cTnT) yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot

lain. cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium.

Sel-sel otot rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda

dengan troponin jantung. Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang

cedera terjadi dalam dua fase. Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin

jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium dan masuk ke dalam

sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan

demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua,

troponin jantung juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan

troponin yang berkelanjutan ini memberikan informasi yang setara dengan

yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase (LDH). untuk diagnosis

konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah kejadian

akutnya. Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari

mioglobin. Karena itu penggabungan pengukuran mioglobin (sangat sensitif

tetapi kurang spesifik untuk cedera miokardium) dan troponin jantung (sangat

spesifik untuk cedera miokardium) sangat bermanfaat. 1

Salah satu jenis troponin yaitu troponin I, kadarnya cardiac troponin I

(cTnI) mulai meningkat tiga jam setelah terjadi jejas mencapai puncak dalam
waktu antara 12−24 jam dan tetap meningkat selama 5−7 hari. Kadar cTnI di

peredaran darah meningkat seiring dengan perubahan permulaan dan menurun

seiring dengan pembersihan enzim dari peredaran. 3

Troponin I merupakan petanda diagnosis infark miokard yang lebih umum

digunakan karena khas terhadap jaringan miokard dan mempunyai kepekaan

tinggi. Di samping itu dapat mendeteksi keberadaan nekrosis miokard ukuran

kecil yang tidak terdeteksi pada pemerikaan electocardiogram maupun oleh

CKMB. Troponin I sangat khas terhadap jaringan otot jantung karena tidak

diekspresikan oleh jaringan lain dan tidak terdeteksi di orang yang sehat dan

menunjukkan peningkatan di atas batas normal di pasien dengan infark

miokard. Troponin I merupakan Petanda Biologis pilihan sesuai guideline The

Third Global Myocardial Infarction Task Force. 3

Pemeriksaan troponin I dapat digunakan sebagai petanda biokimia untuk

diagnosis infark miokard, stratifikasi kebahayaan, meramalkan kematian dan

kejadian infark miokard pada kemudian hari serta memantau keberhasilan

pengobatan reperfusi di infark miokard, sehingga troponin I dapat digunakan

sebagai petanda penetapan diagnosis dan peramal perjalanan penyakit.

Troponin I memegang peranan penting sebagai petanda klinis yang sangat

relevan, sehingga pemeriksaan troponin I harus dilakukan dengan

menggunakan sampel yang tepat, metode yang dapat dipercaya dan

pemeriksaan yang tidak memerlukan waktu lama. 3

Pada beberapa dekade terakhir, troponin jantung telah diganti dengan

penanda biologis dalam deteksi nekrosis miokard yang berdasarkan pada


sensitivitas dan spesifisitas. Setiap pasien yang menunjukkan troponin dengan

kenaikan yang khas dan penurunan bertahap yang berhubungan dengan gejala-

gejala iskemik atau perubahan EKG harus didiagnosis dengan pasti telah

memiliki infark miokard. Troponin kompleks merupakan bagian integral dari

miofibril jantung yang dilepaskan setelah kerusakan miokardium. Dua

komponen regulasi, troponin I dan T, dirilis oleh mikro-infark miokard, perifer

dapat dideteksi, menunjukkan bahwa nekrosis miokard telah terjadi. Sifat

khusus mereka, troponin jantung sangat sensitif, dengan deteksi tinggi yang

terjadi setelah nekrosis.4

Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa

menjadi meningkat dalam darah dalam waktu 3 atau 4 jam setelah cedera dan

dapat tetap tinggi selama 1-2 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini

tidak terpengaruh oleh kerusakan otot lain, sehingga suntikan, kecelakaan, dan

obatobatan yang dapat merusak otot tidak mempengaruhi kadar troponin.

Peningkatan konsentrasi troponin tidak boleh digunakan sendiri untuk

mendiagnosa atau menyingkirkan serangan jantung, sebaiknya disertai

pemeriksan laboratorium lainnya, seperti CKMB, LDH, hsCRP, dan AST. Di

samping itu, pemeriksaan fisik, riwayat klinis, dan EKG juga penting.

Beberapa orang yang memiliki serangan jantung bisa saja memiliki kadar

troponin normal, dan beberapa orang dengan konsentrasi troponin meningkat

tidak memiliki cedera jantung yang jelas. 1

Penting untuk dicatat bahwa troponin jantung adalah penanda dari semua

kerusakan otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain yang
langsung atau tidak langsung mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa

meningkatkan kadar troponin. Takikardia berat (misalnya karena takikardia

supraventricular) pada seorang individu dengan arteri koroner normal juga

dapat menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena

permintaan oksigen meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke

otot jantung. Troponin juga meningkat pada pasien dengan gagal jantung,

kondisi inflamasi (miokarditis dan perikarditis dengan keterlibatan otot jantung

yang kemudian disebut myopericarditis), kardiomiopati (kardiomiopati

membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi ventrikel (kiri),

kardiomiopati peripartum, kardiomiopati Takotsubo), gangguan infiltrasi

(amiloidosis jantung). Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi

pada keadaan jantung memar, defibrilasi dan kardioversi internal atau

eksternal. Peningkatan troponin juga meningkat pada beberapa prosedur seperti

operasi jantung dan transplantasi jantung, penutupan cacat septum atrium,

intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio. 1


DAFTAR PUSTAKA

1. Aini, N. 2019. Skripsi. Relasi Troponin I Dengan Ck-Mb Pada Pasien

Infark Miokard Akut ( Ima ) Di Rsud.H.Hanaffie Muara Bungo.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang

2. Suryadi, T. 2019. Penentuan Sebab Kematian Dalam Visum Et

Repertum Pada Kasus Kardiovaskuler. Jurnal Averrous 5(1)

3. Febriana, S. Nurulita, A. Bahrun A. 2016. Penilaian Uji Troponin I

Dengan Point Of Care Testing. Indonesian Journal Of Clinical

Pathology And Medical Laboratory 22(2)

4. Rampengan, S.H. 2015. Kegawatdaruratan Jantung. Badan Penerbit

FK UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai