Anda di halaman 1dari 12

NAMA :

Rikka Wijaya
NIM

04011281320037
PDU A 2013

LEARNING ISSUE
Biomarker Jantung
Definisi
Istilah biomarker (biological marker) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1989 sebagai
Medical Subject Heading (MeSH) term: "parameter biologis yang bisa diukur dan dihitung
(seperti konsentrasi enzim spesifik, konsentrasi hormon spesifik, distribusi fenotip gen
spesifik dalam populasi dan adanya zat biologis) yang bertindak sebagai indeks untuk
penilaian terkait kesehatan dan fisiologi, seperti penyakit jantung, penyakit psikiatrik,
paparan lingkungan dan efeknya, diagnosis penyakit, proses metabolik, penyalahgunaan zat,
kehamilan, perkembangan sel, penelitian epidemiologis. Pada tahun 2001, kelompok kerja
menstandarisasi definisi biomarker sebagai karakteristik yang secara objektif diukur dan
dievaluasi sebagai indikator proses biologis normal, proses patogenik, atau respon
farmakologis terhadap intervensi terapetik.
Fisiologi Dan Histologi Otot Jantung
Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal yang
mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin
( gambar 1). Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk
kontraksi otot secara teratur, merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit
dengan struktur dan fungsi yang berbeda, yaitu :
1) Troponin T (TnT),
2) Troponin I (TnI)
3) Troponin C (TnC).
Model filamen tipis otot jantung
Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet
isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung dan dapat dibedakan dari otot skelet lainnya
dengan cara imunologik. Sebaiknya TnC ditemukan pada otot jantung dan rangka.
Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3 subunit protein yang berlokasi
pada filamen tipis dari apparatus kontraktil, yaitu :
1. Troponin C ( TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab dalam proses pengaturan
aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot skelet dan jantung. Berat molekulnya adalah
18.000 Dalton.
2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 24.000 Dalton merupakan subunit penghambat
yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya kalsium dan troponin.

3. Troponin T (TnT) berat molekulnya 37.000 Dalton bertanggung jawab dalam ikatan
kompleks troponin terhadap tropomiosin.
Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipis merupakan
protein kontraktil regular, paa orang sehat TnT tidak dapat dideteksi atau terdeteksi dalam
kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat dalam sitoplasma miosit jantung sebanyak 6% dan
dalam bentuk ikatan sebanyak 94%. Troponin T lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks
troponin dan untaian molekul tropomision. Kompleks troponin merupakan suatu protein yang
mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intra seluler. Pada
otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial ditemukan sebagai larutan
pada sitoplasmik ( fraksi bebas), yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis
kompleks troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasi darah
dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikat secara struktural
sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik)
dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan TnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar
TnT serum pada IMA mempunyai 2 puncak (bifasik).
Puncak pertama disebabkan oleh pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua
karena pelepasan TnT yang terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak
akan masuk lebih dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehingga dalam waktu
singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur, sedangkan puncak kedua pelepasan TnT
ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB, sehingga disebut jendela diagnostik
yang lebih besar dibanding dengan petanda jantung lainnya. Tampaknya pelepasan troponin T
beberapa jam setelah infark miokard adalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan mencapai
sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari
kerusakan struktur apparatus, sehingga untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena
harus memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. troponin T
kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum
selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat
terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T
sitolitik juga sensitif terhadap perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam
menilai keberhasilan terapi reperfusi. TnT kardiak merupakan protein spesifik miokard dan
dapat dibedakan dari isoformnya yang terdapat pada otot lurik dengan teknik imunologi.
Oleh karena itu TnT kardiak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya nekrosis miokard
pada keadaan dimana terdapat peningkatan CK non kardiak pada cedera lurik.
Pentingnya Biomarker Pada Jantung
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test
enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CKMB) dan laktat
dehidrogenase (LDH). Berbagai penelitian penggunaan test kadar serum Troponin T (cTnT)
dalam mengenali kerusakan miokardium akhir-akhir ini telah dipublikasikan. cTnT adalah
struktur protein serabut otot serat melintang yang merupakan subunit troponin yang penting,
terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filamen tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis terdiri
dari aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang terdiri atas: troponin T,
troponin I, dan troponin C. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di
otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita IMA segera
setelah 3 sampai 4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai 1 sampai 2 minggu.

Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui cTnT
positif, hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner. Dengan
demikian cTnT dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi.
Enzim jantung antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam
setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal setelah
48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat
melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai
puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 814 hari setelah infark.
Pengidentifikasian penderita nyeri dada yang diduga IMA atau minor myocardial
damage (MMD) masih merupakan masalah sehari-hari. Perbedaan antara MMD dan
sindroma non kardio juga masih merupakan masalah yang tentunya berdampak pada siasat
pengobatan untuk masing-masing penderita.
Pengujian yang digunakan saat ini dengan mengukur enzim jantung seperti yang disebut di
atas, pada sejumlah kasus masih membuat diagnosis yang tidak jelas. Penderita masuk RS
(Gawat darurat) dengan nyeri dada kadang sudah disertai dengan komplikasi, sehingga awal
kerusakan miokardium tidak diketahui. Gabungan petanda IMA misalnya CK-MB dan
Troponin T adalah yang paling efektif bila awal kerusakan miokardium tidak diketahui.
Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah terdapat
peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan
adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization (WHO)
diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi,
yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit),
perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung.
Jenis-Jenis Biomarker Pada Jantung
- Troponin T
Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu pertanda biokimiawi yang baru dalam
pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantau penglepasan suatu protein
kontraktil sel miokard yaitu troponin T akibat disintegrasi sel pada iskemi berat. Penelitian
diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas 97% dan spesifitas
99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan penanda ini dapat mendeteksi
kerusakan sel miosit jantung yang sangan minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda
jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan.
Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih superior
dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian petanda biokimia ini
banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untuk menilai prognostik, karena jika
ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali kelompok pasien yang mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut)
maupun sesudah keluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian melaporkan dengan
pengukuran troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupakan
indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai resiko
kematian dari serangan jantung. Penelitian pada pusat kedokteran universitas Duke di
Amerika Serikat menyimpulkan pemeriksaan troponin T adalah indikator yang baik dari

kerusakan otot jantung, terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CKMB dan EKG tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata.
Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi pada
populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko kematian
dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat, meskipun diberikan
pengobatan yang adekuat.
Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma koroner
akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat dirawat. Nilai troponin T yang
tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakan petunjuk Yang baik sebagai nilai
prognostik bebas (independent).
Penelitian substudi Global Use of Stategies to Open Occluded Arteies (GUSTO) IIA pada
801 penderita iskemik miokard akut, membandingkan pemeriksaan troponin T, CK-MB dan
EKG yang diperiksa dalam 12 -24 jam saat dirawat. Nila nilai troponin T > 0,1 ng/ml,
mempunyai korelasi positif dengan kematian dalam 30 hari (11,8% vs 3,9 %, p<0,01)
dibanding dengan CK-MB dan EKG. Studi ini menyimpulkan troponin T adalah penanda
prognostik yang baik dibandingkan CK-MB dan EKG.
Schuchert A dkk meneliti pada 158 penderita angina pektoris tak stabil, dimana pada 11
penderita hasil toponin T meningkat ( >0,1 ng/ml), 5 dari 11 penderita tersebut meninggal
selama perawatan di rumah sakit, sedangkan 6 penderita yang lain meninggal sesudah keluar
dari rumah sakit salam 30 hari. Ravkilde dkk meneliti dari 127 pasien sindroma koroner akut,
didapati sebanyak 35% kadar troponin T meninggi ( >0,1 ng/ml), dalam 6 bulan kemudian
terdapat 22 % penderita yang troponin T meninggi meninggal. Demikian juga oleh Wu dkk
dari 131 penderita sindroma koroner akut yang diteliti, 21% troponin T meninggi dalam 1
bulan didapatkan 30% dari troponin T meninggi meninggal.
Lindahl dkk dari 976 penderita sindroma koroner akut, 51% nilai troponin T meninggi, dalam
1 bulan kemudian didapatkan 13% dari troponin T meninggi meninggal . Dengan banyaknya
penelitian yang telah mempublikasikan tentang penggunaan klinik pemeriksaan troponin T
serum dalam mendeteksi kerusakan miokard, baik pada infark miokard akut, angina pektoris
tak stabil maupun menilai secara dini keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi
resiko dan meramalkan serangan jantung serta prediktor prognastik, sehingga pemeriksaan
kwalitatif troponin T ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika untuk
digunakan di klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke II (Troponin-T ELISA)
dari alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara kwantitaif yang lebih sensitif dari
Boehringer Mannheim.
- CK MB
Enzim CK-MB dalam keadaan normal ditemukan di dalam otot jantung dan dilepaskan ke
dalam darah jika terjadi kerusakan jantung. Peningkatan kadar enzim ini akan tampak dalam
waktu 6 jam setelah serangan jantung dan menetap selama 36-48 jam. Kadar enzim ini
biasanya diperiksa pada saat penderita masuk rumah sakit dan setiap 6-8 jam selama 24 jam
berikutnya.
- Myoglobin
Pemeriksaan mioglobin digunakan pada saat terjadi dugaan serangan jantung dan untuk
perkiraan reperfusi koroner pasca trombolisis. Merupakan protein otot yang dikeluarkan pada

saat adanya kerusakan oleh sel otot jantung dan oto rangka. Secara imunologi, tidak ada
perbedaan antara protein dari otot jantung dan otot rangka. Myoglobin tidak seperti Troponin
T, karena kurang spesifik. Tetapi tetap penting untuk memeriksa Myoglobin juga akan
bervariasi berdasarkan latar belakang penyakit dari pasien yang dapat ditemui pada
pemeriksaan jantung lainnya.
Bila dilihat bila tidak ada kerusakan otot rangka atau factor kerusakan ginjal hampir tidak
ada, maka dapat dipastikan adanya akerusakan otot jantung. Myokard infark dapat diabaikan
bila hasil pemeriksaan mioglobin selama 6 sampai 10 jam setelah kejadian. Myoglobin mulai
dikeluarkan dalam darah setelah 2 sampai 3 jam setelah adanya kerusakan otot jantung.
Pembacaan yang dapat dilakaukan oleh Cardiac M adalah mulai 2 sampai 12 jam.
- proBNP
proBNP digunakan sebai alat Bantu diagnosa pasien yang diduga mengalami gagal jantung
kongestif, pada monitoring pasien dengan difungsi ventrikel kiri terkompensasi, serta untuk
stratifikasi risiko pasien dengan sindrom koroner akut.
Pada 25 tahun yang lalu, sejumlah penelitian telah mengevaluasi peranan natriuretic
peptide tipe B (BNP) dalam penyakit jantung. Meningkatnya pengalaman dengan BNP pada
penyakit jantung anak telah menimbulkan minat yang lebih besar pada protein ini sebagai
penanda yang potensial untuk penyakit jantung pada anak. BNP merupakan salah satu
keluarga natriuretic peptide yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Natriuretic peptide
dihasilkan terutama oleh otot jantung sebagai respon terhadap tekanan dinding jantung, tonus
vaskuler yang berubah dan homestasis volume. BNP mengaktivasi guanyl atecyclase-A
receptor terikat membran, dengan hasil sifat relaksasi miosit jantung dan otot polos jantung.
Pada orang dewasa, penggunaan BNP telah ditunjukkan sebagai penanda penyakit jantung
dan bisa menguntungkan dalam membedakan penyakit pulmoner dengan penyakit jantung
pada kondisi layanan kesehatan akut. Sejumlah penelitian menunjukkan meningkatnya BNP
dan NT pro BNP pada berbagai jenis penyakit jantung anak.
Diagnosis penyakit jantung yang benar pada anak mungkin akan meningkatkan keluaran
akibat pembedahan dengan trauma organ akhir yang menjadi faktor resiko untuk mortalitas
pembedahan. di samping itu, infan dengan penyakit jantung kongenital bisa memiliki
abnormalitas neurologis pada saat datang sebelum pembedahan. tentu saja, instabilitas
hemodinamik yang terjadi pada populasi ini, khususnya pada mereka dengan sirkulasi
sistemtik yang tergantung pada patensi duktus arteriosus, bisa mengalami gangguan aliran
darah serebral dan perfusi miokardial. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada saat
pertama kadar BNP serum memiliki sensitivitas yang sangat tinggi (100%) untuk prediksi
penyebab jantung pada penyakit klinis yang relevan di IGD dengan menggunakan nilai cut
off 100 pg/ml. Pemeriksaan serum ini bisa secepatnya dan murah mengidentifikasi pasien
tersebut di IGD, dengan kemungkinan menghindari terlambatnya diagnosis dan terapi.
Untuk lebih detailnya mengenai biomarker pada jantung dapat dilihat sbb :
CK
Enzyme ada 3 isoenzim yang berbeda Jantung, otot skelet dan otak Jejas pada otot jantung
atau sel jantung 4 - 6 jam setelah jejas, puncaknya pada 18 24 jam 48 - 72
Jam, kecuali akibat jejas berkelanjutan Ketika digunakan bersama-sama dengan MB

CK-MB
Isoenzim CK yang berhubungan dengan jantung Terutama pada jantung, juga pada otot skelet
Jejas pada otot jantung atau sel jantung 4 - 6 jam setelah serangan jantung, puncaknya pada
12 20 jam
24 - 48 jam, kecuali serangan baru atau kerusakan berkelanjutan Kurang spesifik
dibandingkan troponin, mungkin diperiksa ketika pemeriksaan troponin tidak ada
Myoglobin
Oxygen-storing protein
Jantung dan sel otot lainnya Jejas pada otot atau sel jantung 2 - 3 setelah jejas, puncaknya
pada 8 12 jam
Dalam satu hari setelah jejas
Kadang-kadang diperiksa sekalian dengan troponin T
Cardiac Troponin
Regulatory protein complex.
Dua cardiac-specific isoform: T dan I Jantung Jejas pada jantung 4 - 8 jam Masih tinggi 7
14 hari Diagnosis serangan jantung dan menilai derajat kerusakan.
hs-CRP
Protein Peradangan Mungkin membantu menentuakn resiko serangan jantung masa depan
pada pasien yang pernah memiliki serangan jantung.
BNP and NT-proBNP
Hormone
Gagal jantung Membantu diagnosis dan mengevaluasi gagal jantung, prognosis dan terapi
monitor.
ANALISIS MASALAH
Bagaimana patofisiologi hipertensi ? (etiologi, faktor risiko, patogenesis, klasifikasi,
dll......) ?
Patofisiologi
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008).

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.


Renin

Angiotensin I

Angiotensin II

Sekresi hormone ADH rasa haus


Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal
Urin sedikit pekat & osmolaritas
Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Mengentalkan

Menarik cairan intraseluler ekstraseluler

Volume darah

Tekanan darah

Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah

Diencerkan dengan volume


ekstraseluler

Volume darah

Tekanan darah

Etiologi hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan
yaitu:
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat sekitar

90% - 95% kasus). Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah


multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan
bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler
dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensitifitas
terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskuler
(terhadap vasokonstriksi) dan resistensi insulin (Setiawati dan Bustami,
1995:315-342).
b. Hipertensi sekunder atau Renal
Hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain
(terdapat sekitar 5% - 10% kasus) penyebabnya antara lain hipertensi akibat
penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat,
obat-obat dan lain-lain.
Adapun beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi seperti, riwayat penyakit
keluarga, usia, jenis kelamin, asupan sodium, kalsium, dan magnesium yang berlebihan dan
asupan kalium yang rendah, Intoleransi glukosa (diabetes mellitus), obesitas, merokok; dan
alkoholisme (Brashers VL, 2006).
Gejala-gejalanya itu adalah :
Sakit kepala, Jantung berdebar-debar, Sulit bernapas setelah berkerja keras atau mengangkat,
beban berat, Mudah lelah, Penglihatan kabur, Wajah memerah, Hidung berdarah, Sering
buang air kecil, terutama di malam hari, Telinga berdening (tinnitus), Dunia aterasa berputar
(vertigo).
Patogenesis
Pada geriatri patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda
dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada geriatri
adalah:
a. Penurunan kadar rennin karena menurunya jumlah nefron akibat proses
menua.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi
d. Sistolik saja (ISH = Isolated Systolic Hypertension). (Darmojo dan

Martono, 2006:45)
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori
Optimal
Normal
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
Sub grup : perbatasan
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat)
Hipertensi sistol terisolasi
Sub grup : perbatasan

Sistol (mmHg)
< 120
< 130
140-159
140-149
160-179
180
140
140-149

Diastol (mmHg)
< 80
< 85
90-99
90-94
100-109
110
< 90
< 90

Apa saja biomarker kardiovaskular yang sering digunakan?


Biomarker yang sering digunakan yaiutu Troponin T atau Troponin I, CK dan CKMB tetapi
Troponin T atau I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik .
Apa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan?
1.

EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. Patologis

2.

Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST

3.

Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi

4.

Sel darah putih


Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamas

5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.

8. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
Ventrikuler
9. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a.

Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA

b.

Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

11. Pencitraan darah jantung (MUGA)


Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
12. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
13. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
14. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
emungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan
darah.
15. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
Bagaimana epidemiologinya (SKEMI/Syndrom coroner acute) ?
Penyebab kematian tersering baik di dunia maupun Indonesia Lebih banyak pada negara
industri, di perkotaan, masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas .
Pria : wanita = 5:1, risiko sama setelah menopause

penulis Prisco Piscitelli, MD, seorang ahli epidemiologi di ISBEM (Euro Mediterania
Biomedis dan Ilmiah Institut) di Brindisi, Italia, SHRO dan HHF. "Jumlah terbesar rawat inap
untuk gagal jantung tercatat pada pria berusia 45 hingga 64 tahun (29.900 kasus pada 2005)
dan pada perempuan di atas 75 tahun (26.500 kasus).
Bagaimana patogenesisnya (SKEMI/Syndrom coroner acute) ?
Patogenesisnya karena terdapat gangguan atau rupturnya pada plakaterosklerosis dengan
diikuti agregasi platelet dan pembentukan tombus intrakoroner. Penyebab lainya dapat berupa
sindrom vaskulitis, emboli koroner ( dapat disebabkan oleh endokarditis atau katup jantung
buatan), anomali arteri koroner kongenital, aneurisma, trauma, spasme arteri koroner berat,
peningkatan viskositas darah (polisitemia vera, trombositosis), diseksi arteri koroner spontan
dan peningkatan kebutuhan yang besar akan oksigen untuk miokard. Adanya trombus pada
daerah yang mengalami penyempitan karena plak dapat menyebabkan terjadinyan= sumbatan
berat hingga total pada arteri coroner. Gangguan aliran darah tersebut dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigek untuk sel oto jantung. Trombus yang
terjadi pada ACS dihasilkan oleh interaksi antara plak aterosklerosis, endotel koroner, platelet
yang bersirkulasi dan tonus vasomotor dinding pembuluh darah. Sumbata parsial trombus
menyebabkan suatu kondisi yang berkaitan dengan sindromunstable angina (UA) dan nonST-elavation myocardial infarction (INSTEMI). Kedua kondisi ini dibedakan berdasarkan
ada tidaknya nekrosis pada miokard. Pada unstable angina, belum terjadi nekrosis sel oto t
jantung sementara pada INSTEMI sudah ada. Dalam membedakanya, dilakukan pemeriksaan
serum biomarker. Adanya peningkatan serum bimarker seperti troponin T dan CK/CKMB
menandakan adanya nekrosis pada otot jantung. Namun, unstable angina yang tidak ditangani
dapat berkembang menjadi INSTEMI hingga STEMI. Jika sumbatan terjadi secara total,
iskemia yang terjadi akan semakin berat dan nekrosis juga semakin dan nekrosis semakin
luas. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi peningkatan segmen ST pada STEMI (ST
elevation myocardial infarction).
Bagaimana tindakan Pencegahannya (SKEMI/Syndrom coroner acute) ?
Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri
koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:
- Berhenti merokok

- Menurunkan berat badan


- Mengendalikan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat
- Melakukan olah raga secara teratur.
Apa komplikasi (SKEMI/Syndrom coroner acute) ?
komplikasi STEMI : merupakan berbagai kejadian komplikasi STEMI yang terjadi antara
lain komplikasi mekanik (ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel), syok kardiogenik, disfungsi ventrikular, gagal jantung, dan komplikasi elektrik
seperti gangguan irama dan konduksi jantung, takikardi dan fibrilasi ventrikel, serta asistol
ventrikel dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Christenson Rh, Azzazy Hme. Biohemical Markers Of The Acute Coronary Syndromes.
Dalam Clinical

Chemistry (1998); 44 : 8 : 1855 64.

Ramachandaran. Biomarkers Of Cardiovascular Disease : Molecular Basis And Practical


Considerations. Dalam Circulation. (2006);113:2335-2362
Biomarkers Definitions Working Group. Biomarkers And Surrogate Endpoints: Preferred
Definitions And Conceptual Framework. Dalam Clin Pharmacol Ther. (2001); 69: 8995.
Cardiac Biomarkers. Dalam Merican Association For Clinical Chemistry, (2007).

Anda mungkin juga menyukai