Anda di halaman 1dari 21

Introduction to Islamic Economics, Sumber Hukum Ekonomi Islam, Ilmu dan Sistem

Ekonomi, Sistem Ekonomi: Sebuah Analisis Perbandingan, Sistem Ekonomi Islam: al


Maal, al Milkiyah al Maal, tasharruf fi al milkiyah, Tawsi’u ats Tsarwah, Asbabu at
Tamalluk (Sebab – Sebab Kepemilikan)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi Islam

Disusun Oleh:
Siti Intan Rahmawati (2014100155)

Dosen Pengampu:
Surahman, M.E.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu pengetahuan lahir melalui proses pengkajian
ilmiah yang panjang, dimana pada awalnya terjadi sikap pesimis terkait eksistensi
Ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini terjadi karena di masyarakat
telah terbentuk suatu pemikiran bahwa harus terdapat dikotomi antara agama dengan
keilmuan. Dalam hal ini termasuk didalamnya Ilmu Ekonomi, namun sekarang hal ini
sudah mulai terkikis. Para Ekonom Barat pun mulai mengakui eksistensi Ekonomi Islam
sebagai suatu Ilmu Ekonomi yang memberi warna kesejukan dalam perEkonomian dunia
dimana Ekonomi Islam dapat menjadi sistem Ekonomi alternatif yang mampu
mengingatkan kesejahteraan umat, disamping sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang
telah terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan umat.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, Ekonomi
Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem
kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang
lengkap bagai kehidupan manusia termasuk dlam bidang Ekonomi. Setiap manusia
bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian
yang berbeda-beda tentang kesejahteraan. Dalam berbagai literatur Ilmu Ekonomi
konvensional dapat disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhannya atas
barang dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan (well being). Manusia
menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, dan untuk inilah ia
berjuang dengan segala cara untuk mencapainya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Introduction to Islamic Economics!
2. Jelaskan Sumber Hukum Ekonomi Islam!
3. Jelaskan Ilmu dan Sistem Ekonomi!
4. Jelaskan Perbandingan Berbagai Sistem Ekonomi!
5. Jelaskan Sistem Ekonomi: Sebuah Analisis Perbandingan, Sistem Ekonomi Islam: al
Maal, al Milkiyah al Maal, tasharruf fi al milkiyah, Tawsi’u ats Tsarwah!
6. Jelaskan Asbabu at Tamalluk (Sebab – Sebab Kepemilikan)

2
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Introduction to Islam Economics
a. Ekonomi Islam Merupakan Salah Satu Subsistem dalam Islam
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya dalam
sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya. Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel
dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus
diterima. Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat
yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan
nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang
tentu saja tidak bebas dari nilainilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek
normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam
pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

b. Metodologi Ekonomi Islam


Metodologi ekonomi islam adalah suatu metode tentang bagaimana memahami,
menafsirkan dan mengambil ketetapan hokum lqur'an dan hadist sedemikian rupa
sehingga menghasilkan keputusan yang paling sesuai dengan kehendak Allah dan
Rasulnya. Dalam beberapa hal, metodologi ini berbeda secara prinsip dan mendasar
dengan metodologi ilmu ekonomi konvensional, namun dalam beberapa hal lain
keduanya dapat menggunakan metodologi yang sama. Oleh karena itu, proses
islamisasi ilmu ekonomi diharapkan dapat mengintegrasikan keduanya yang mesti
berbeda, namun juga memiliki sejumlah kesamaaan yang bersifat natural. Metodologi
dalam ekonomi memuat seperangkat criteria, aturan dan prosedur yang digunakan
untuk menguji sifat, ruang lingkup dan kinerja ilmu ekonomi. Di dalam ilmu-ilmu
social, termasuk ilmu ekonomi, formulasi teori. Oleh karena itu, tujuan utama teori-
teori social sebanarnya tidak untuk mempreddeksikan dan meramalkan apa yang akan
terjadi di masa depan, tetapi lebih dimaksudkan untuk menjelaskan dinamika

3
peristiwa yang sedang berlangsung. Namun ironisnya terutama di ekonomi, sudah
lama muncul kecenderungan untuk membuat banyak penelitian yang digunakan
sebagai pijakan teoritis dalam memprediksi kemungkinan yang mungkin terjadi.
Metodologi sangat berhubungan erat dengan teori-teori tentang kebenaran dan
kesalahan atau tentang kebaikan dan keburukan yang dijadikan pijakan dalam
merumuskan metodologi, disebut dengan worldview. Dalam metodologi islam,
mempunyai worldview tersendiri dan berawal dari suatu ajaran agama, sehingga
konsep kebenarannyapun berawal dari system ajaran agama.

c. Ekonomi Islam Bersifat Universal dan Rahmatan lil’alamin


Perlu ada terobosan baru untuk mengurangi disparitas sosial yang semakin
akut: terciptanya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Diharapkan
terobosan tersebut akan berdampak signifikan terhadap pengurangan jarak
pemisah tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberikan
kesempatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat miskin dengan cara
pemberdayaan. Karena pemberdayaan merupakan salah satu cara yang ampuh
untuk memberikan penyembuhan ekonomi kepada masyarakat miskin, baik secara
mental, spiritual, maupun emosional. Kesemua hal tersebut merupakan unsur yang
tak dapat dipisahkan dalam usaha pemberdayaan masyarakat miskin.
Agar pemberdayaan berdampak signifikan terhadap pengurangan kemiskinan,
khususnya di Indonesia dan pada umumnya di dunia ini, haruslah ada sesuatu hal
yang segera dilakukan, sebagai penawar untuk menahan laju pergerakan
kemiskinan yang semakin akut. Pertama, pemberian edukasi yang berdampak
pada perubahan intelektual, spiritual, dan emosional. Diharapkan ketiganya
mampu membentuk paradigma baru dalam diri orang-orang miskin, sehingga
orang-orang miskin memiliki ghirah (semangat) untuk bangkit dari keterpurukan
ekonominya. Maka dari itu, diharapkan edukasi tersebut akan melahirkan sikap
positif dari orangorang miskin.
Kedua, pendampingan intensif. Dalam artian bahwa keterpurukan masyarakat
miskin disebabkan kelemahan mental yang dimilikinya. Oleh karena itu,
pendampingan untuk mengembalikan mentalnya sangatlah penting sekali, di mana
dalam pendampingan tersebut, orang-orang miskin dibekali dengan memberikan
talent (bakat), attitude (sikap), skill (kecakapan), knowledge (pengetahuan)
menjadi sebuah kesatuan yang integral.

4
Talent dan attitude merupakan sesuatu yang harus ditumbuhkembangkan
terlebih dahulu dalam diri orang miskin. Keduanya merupakan hidayah Allah
SWT yang harus dirangsang dengan menjalankan amalan-amalan baik, seperti
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga hal tersebut
akan melahirkan karakteristik pribadi yang akan menjadikan dirinya lebih tangguh
daripada sebelumnya. Ciri khas manusia yang memiliki talent dan attitude akan
memiliki sifat shiddiq, amanah, tabligh, fathanah seperti yang dimiliki oleh
Rasulullah SAW. Mereka menjadikan pekerjaannya sebagai ladang amal yang
akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Sedangkan skill
dan knowledge menjadi pelengkap bagi terciptanya manusia tangguh yang
berkualitas. Dengan kecakapan dan pengetahuan yang memadai, manusia tangguh
tersebut akan mampu bersaing dengan yang lainnya. Maka dari itu, diharapkan
pendampingan yang dilakukan akan mampu merangsang lahirnya talent, attitude,
skill dan knowledge.
Ketiga, pemberian modal usaha melalui Lembaga Keuangan Syariah. Langkah
konnkret selanjutnya yang harus dijalankan adalah memberikan modal usaha
secara step by step. Dalam artian bahwa masyarakat miskin haruslah diberi modal
sesuai dengan kapasitas dirinya. Diharapkan pemberian modal usaha tersebut akan
merangsang semangat dirinya untuk keluar dari keterpurukan yang menimpa
dirinya, di mana penyaluran modal yang dilakukan melalui intermediary
(perantara) Lembaga Keuangan Syariah, salah satunya melalui perbankan syariah,
entah yang berbentuk micro banking (BPRS) ataupun micro finance (koperasi
syariah, BMT, dan lain-lain). Fungsi dari perbankan syariah tersebut adalah
sebagai mediasi antara masyarakat
Keempat, menumbuhkembangkan nilai-nilai gotong-royong dalam kehidupan
sehari-hari. Karena gotong-royong merupakan nilai luhur yang harus
ditumbuhkembangkan. Namun nilai-nilai tersebut luntur perlahan-lahan. Seolah
tergerus perubahan zaman yang sangat masif. Bayangkan saja jika gotong-royong
mampu kita implementasikan dalam pengentasan kemiskinan dengan cara setiap
orang menyumbang seribu setiap hari atau setiap minggu, penulis yakin orang-
orang miskin akan mampu ter-cover dari dana tersebut. Inilah mengapa penulis
sangat mewanti-wanti untuk menghidupkan kembali nilai-nilai gotong-royong
dalam kehidupan sehari-hari.

5
Ekonomi Islam merupakan salah satu bentuk transformasi rahmatan lil-alamin
yang terdapat dalam ajaran Islam, di mana ajaran yang terkandung di dalamnya
lebih mengedepankan nilai-nilai keadilan. Nilai-nilai keadilan tersebut
diterjemahkan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada sesama
manusia untuk memajukan sektor riil. Sehingga kesempatan tersebut akan
berimplikasi pada pemerataan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, yang pada
akhirnya akan tercapai kesejahteraan ekonomi. Kesejahtraan ekonomi tersebutlah
yang akan menjadi penawar dari konflik ekonomi yang selama ini terjadi.
Sehingga resolusi konflik akan mampu dibendung dengan menggunakan ekonomi
Islam yang membawa pesan rahmatan lil-alamin.
Sedangkan dalam konteks Indonesia, ekonomi Islam bisa menjadi solusi dan
juga alternatif sistem perekonomian yang selama ini ada. Seperti yang kita tetahui,
sistem demokrasi ekonomi yang selama ini dianut telah dibajak oleh neoliberalis-
kapitalisme. Sehingga sistem demokrasi ekonomi tak mampu menjawab tantangan
dan problematika yang setiap saat datang. Maka peranan ekonomi Islam bukan
untuk menggantikan demokrasi ekonomi, akan tetapi diharapkan mampu
meniupkan nilai-nilai keadilan ekonomi Islam ke dalam demokrasi ekonomi.
Sehingga akan terjadi sinergitas, atau di dalam bahasa Alquran disebut yasyuddu
ba’duhu al-ba’da (saling kuat-menguatkan), yang pada akhirnya akan mampu
mentransformasikan nilai-nilai seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu nilai-nilai kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

2. Sumber Hukum Ekonomi Islam


a. Al – Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW. secara mutawatir melalui malaikat Jibril dari mulai surat AlFatihah diakhiri
surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an merupakan dasar
hukum ekonomi Islam yang abadi dan asli, dan merupakan sumber serta rujukan
yang pertama bagi syari'at Islam, karena di dalamnya terdapat kaidahkaidah yang
bersifat global beserta rinciannya. Al-Qur'an tidak saja mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamanya, akan tetapi mengatur pula hubungan antara

6
penciptanya. Al-Qur'an juga bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
hubungan kehidupan spiritual dan material. Dan memerintahkan kepada manusia
agar percaya pada hari kebangkitan kembali, hari kiamat dan ganjaran atau
hukuman. Jadi al-Qur'an tidak hanya merincikan tentang pentingnya menyusun
dan memelihara hubungan erat dengan Tuhan tetapi juga menjelaskan semua yang
mungkin diperlukan untuk memenuhi kehidupan sosial yang lengkap. Al-Qur'an
tampil sebagai dokumen yang sejak awal mulanya hingga terakhir berusaha
memberi penekanan pada semua ketegangan moral yang perlu bagi perbuatan
manusia kreatif. Pusat perhatian al-Qur'an adalah manusia dan perbaikannya.
Untuk itu sangatlah penting bagi sesorang untuk bekerja dalam kerangka
ketegangan-ketegangan tertentu yang sebenarnya telah terciptakan Tuhan dalam
dirinya.
b. As Sunnah
As- Sunnah atau sering disebut juga al-Hadits mempunyai arti yang sama, yaitu
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.baik berupa
ucapan, perbuatan maupun takrirnya. Kalaupun ada perbedaan sangat tipis sekali,
asSunnah yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
saja, sedang Al-Hadits disandarkan bukan saja kepada Nabi Muhammad SAW.
akan tetapi kepada para sahabat Nabi. As-Sunnah7 merupakan sumber hukum
yang kedua setelah al-Qur'an.

c. Ijtihad
Ijtihad adalah merupakan semua kemampuan dalam segala perbuatan, guna
mendapatkan hukum syara’ dan dalil terperenci dengan cara istinbat (mengambil
kesimpulan). Lapangan ijtihad yaitu masalah-masalah yang belum diatur
hukumnya secara pasti oleh al-Qur'an dan as-Sunah. Maka dalam masalah-
masalah yang hukumnya sudah diatur secara pasti dan jelas dalam nash al-Qur'an
dan as-Sunah tidak perlu lagi berijtihad, melainkan diwajibkan untuk
melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

d. Perbedaan Ushul Fiqh dan Fiqh


Pada hakikatnya fiqh dapat dipahami dari empat sudut pandang. Pertama, fiqh
merupakan ilmu tentang syara’. Kedua, fiqh mengkaji hal-hal yang bersifat
‘amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga, pengetahuan tentang

7
hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili yakni Al-Qur'an dan Sunnah.
Keempat, fiqh digali dan ditentukan melalui penalaran dan istidlal (penarikan
kesimpulan) mujtahid. Adapun ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu: ushul dan
kata fiqh. Kata ushul merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secara
etimologis mempunyai arti: berakar, berasal, pangkal, asal, sumber, pokok, induk,
pusat, asas, dasar, semula, asli, kaidah, dan silsilah. Ushul fiqh adalah ilmu
pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan
hukum dari dalil-dalil yang terperinci. Dalam artian sederhana ushul fiqh adalah
kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari
dalil-dalilnya.
Fiqh mengacu pada ilmu yang membahas persoalan-persoalan hukum Islam
yang praktis, sedangkan ushul fiqh mengacu pada ilmu yang membahas kaidah-
kaidah mengenai metode dalam menggali hukum dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Ushul fiqh merupakan proses istinbath (menggali) hukum dari dalil-
dalil, sedangkan fiqh merupakan hasil (produk) dari ushul fiqh yang dituangkan ke
dalamnya. Fiqh tidak akan pernah ada jika produk ushul fiqh tidak berkerja.
Dengan demikian, fiqh sangat bergantung dan berhubungan dengan ushul fiqh,
sedangkan ushul fiqh awal proses dan dapat melihat keputusan-keputusan lama
yang ada di dalam fiqh.
Tujuan yang akan dicapai ilmu fiqh ialah penerapan hukum syariat pada
semua amal perbuatan manusia. Ilmu fiqh merupakan tempat pengembalian
seorang qadhi/hakim dalam memutuskan perkara, seorang mufti dalam
memberikan fatwa dan setiap orang mukalaf dalam mengetahui hukum-hukum
syariat pada segala tindak dan tutur katanya. Sementara itu, tujuan ilmu ushul fiqh
ialah penerapan kaidah-kaidahnya dan pembahasan-pembahasannya pada dalil-
dalil yang terperinci untuk mencapai hukum-hukum syariat yang ditunjuknya.
Dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan ini, maka nash-nash syariat
dapat dipahami dengan sempurna dan hukum-hukum yang ditunjuk oleh nash-
nash itu dapat diketahui dengan saksama. Bahkan, peristiwaperistiwa yang tidak
ada ketentuan hukumnya dalam nash dapat ditetapkan hukumnya melalui qiyas,
istihsan, istishhab atau yang lain dan dapat dibandingkan hasil ijtihad pada
mujtahid satu sama lain. Hal-hal semacam ini tidak akan dapat dicapai secara
sempurna jika tidak mengetahui ilmu ushul fiqih.

8
3. Ilmu dan Sistem Ekonomi
a. Perbedaan Ilmu dan Ekonomi Islam
Pertama, Rasionalitas dalam ekonomi konvensional adalah rational economics
man yaitu tindakan individu dingap rasional jika bertumpu pada kepentingan diri
sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas.
Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dan hanya sebatas
kepentingan di dunia tanpa memikirkan kepentingan di akhirat. Sedangkan
ekonomi Islam hendak membentuk manusia ekonomi yang berkarakter Islami atau
Islamic economic man. Islamic economic man dianggap perilakunya rasional jika
konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang seimbang. Tauhidnya mendorong untuk senantiasa yakin bahwa
Allah lah yang berhak membuat rules untuk mengantarkan kesuksesan hidup di
dunia dan di akhirat.
Kedua, Tujuan utama ekonomi Islam adalah untuk mencapai falah di dunia
dan akhirat, sedangkan ekonomi konvensional semata-mata kesejahteraan
duniawi.
Ketiga, Islam lebih menekankan pada konsep need daripada want dalam
menuju maslahah, karena need lebih bisa diukur daripada want. Menurut Islam,
manusia mesti megendalikan dan mengarahkan want dan need sehingga dapat
membawa maslahah dan bukan mudharat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Keempat, Orientasi dari keseimbangan konsumen dan produsen dalam
ekonomi konvensional adalah semata-mata untuk keuntungan. Semua tindakan
ekonominya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Jika tidak
demikian justru dianggap tidak rasional. Lain halnya dengan ekonomi Islam yang
tidak hanya ingin mencapai keuntungan ekonomi tetapi juga mengharapkan
keuntungan rohani dan al-falah. Keseimbangan antara konsumen dan produsen
dapat diukur melalui asumsi-asumsi secara keluk.
Dalam dunia ekonomi, konvensional tidak memiliki bentuk yang tunggal. Ia
memiliki ragam yang tidak selalu sama di antara negara-negara yang
menerapkannya, dan seringkali berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal ini paling
tidak disebabkan oleh dua hal, yaitu: pertama, ada banyak ragam pendapat dari

9
para pemikir. Kedua, definisi konvensional selalu berubah-ubah sesuai dengan
situasi dan kondisi dan modifikasi ini telah berlangsung berabad-abad. Dengan
demikian, pengertian konvensional sebagaimana dimaksud dalam pemikiran para
ahli mungkin tidak lagi dijumpai secara murni.
b. Perkembangan Ilmu Ekomomi dalam Islam
Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi
Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam
semesta, termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan
pemilik modal, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada
kerusakan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata,
jurang kemiskinan yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan
dan mubadzir, tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga trilyunan rupiah, dan
tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi
tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan di dunia
dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya.
Ekonomi Islam yang ada sekarang, teori dan praktik, adalah hasil nyata dari
upaya operasionalisasi bagaimana dan melalui proses apa visi Islam tersebut dapat
direalisasikan. Walau harus diakui bahwa yang ada sekarang belum merupakan
bentuk ideal dari visi Islam itu sendiri. Bahkan menjadi sebuah ironi, sebagian
umat Islam yang seharusnya mengemban visi tersebut, saat ini distigmakan
sebagai teroris, koruptor, munafik, pembalak. Dan sebagian umat Islam yang lain
tidak henti-hentinya saling mencurigai, berburuk sangka, berperang dan bahkan
saling mengkafirkan antarsesama mereka.
Perkembangan ekonomi Islam adalah salah satu harapan untuk mewujudkan
visi Islam tersebut. Hal ini karena ekonomi Islam adalah satu bentuk integral
dalam mewadahi, sebagaimana dinyatakan Masrhal, dua kekuatan besar yang
mempengaruhi kehidupan dunia, yaitu ekonomi dan agama. Terintegrasikannya
dua kekuatan ini dalam satu wadah ekonomi Islam adalah merupakan penyatuan
kembali bahwa kehidupan ini berhulu dan bermuara pada satu, yaitu Allah SWT
(tawhīd). Secara prinsip tauhid adalah menekankan kesatuan alam semesta,
kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup atas dasar dan menuju
Allah SWT. Dalam pemahaman Islam seharusnya tidak ditemukan kontradiksi
antara dua hal, yang apalagi mempengaruhi pribadi-pribadi muslim menjadi
pribadi yang pecah (split personality).

10
Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur’an: “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ekonomi Islam adalah salah satu jawaban dari bagaimana visi Islam
direalisasikan, proses realisasi visi Islam adalah mewujudkan ekonomi Islam
dalam bentuk realitas. Proses mewujudkan ekonomi Islam menjadi sebuah realitas
dapat dilihat dari dua wujud yang saat ini sudah berkembang, yaitu wujud teori
ekonomi Islam dan praktik ekonomi Islam.

4. Perbandingan Berbagai Sistem Ekonomi


a. Sistem Perekonomian Kapitalisme
Yaitu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap
orang untuk melaksanakan kegiatan menjual barang dan sebagainya. Dalam
sistem perekonomian kapitalis, semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk
memperoleh laba yang sebesar besarnya

b. Sistem Perekonomian Sosialisme


Yaitu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, tetapi dengan campur
tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur
tata kehidupan perekonomian negara serta jenis jenis perekonomian yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c. Sistem Perekonomian Komunisme


Adalah sistem ekonomi di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh
sumber-sumbner kegiatan perekonomian. Setiap orang tak boleh memiliki
kekayaan pribadi. Sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah.
Semua unit bisnis. mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh
pemerintah dengan tujuan Pemerataan Ekonomi dan kebersamaan.

d. Sistem Ekonomi Merkantilisme

11
Yaitu suatu sistem politik ekonomi yang sangat mementingkan perdagangan
internasional dengan tujuan memperbanyak aset dan modal yang dimiliki negara.

e. Sistem Perekonomian Fasisme


Yaitu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa
lain, dengan kata lain, fasisme merupakan sikap rasionalism yang berlebihan.
Adapun yang dimaksud dengan sistem perekonomian adalah sistem yang
digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya
baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi
lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam
beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi,
sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah.
Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada diantara dua sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem
tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned
economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur factor - faktor
produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market
economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan
jasa melalui penawaran dan permintaan.

f. Keunggulan Sistem Ekonomi Islam di atas Ekonomi Sosialis dan Kapitalis


 Islam memberikan kebebasan individu untuk melakukan kegiatan ekonomi,
kebebasan bukan mutlak, tetapi diiringi dengan nilai-nilai syariat.
 Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Islam memberikan kepada
individu hak kepemilikan perorangan dan hak untuk menikmati kekayaanya.
Islam mengikat hak-hak tersebut dengan ikatan moral supaya kekayaan tidak
menumpuk pada satu kelompok, misalnya kewajiban membayar zakat.
 Islam mengakui ketidaksamaan ekonomi diantara orang perorang dalam batas-
batas yang wajar, adil. Adanya orang kaya dan miskin dalam kehidupan

12
merupakan sunatullah. Orang kaya mempunyai kewajiban menyerahkan
sebagian hartanya kepada orang miskin dalam bentuk zakat.
 Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam Negara islam. Setiap
warga Negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokonya masingmasing.
Menjadi tugas dan tanggung jawab Negara islam untuk menjamin setiap warga
Negara dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan prinsip hak untuk hidup

 Sistem ekonomi islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok


tertentu saja, ia menganjurkan distribusi kekayaan semua lapisan masyarakat.

5. Sistem Ekonomi Islam


a. Sistem Harta dan Kepemilikan (Asas – Asas Sistem Ekonomi Islam dan
Khususannya)
Definisi Harta
Menurut bahasa al maal adalah segala sesuatu yang dimiliki. Sedangkan secara
istilah, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai
urusan yang syar’iy, seperti jual beli, perdagangan, hutang-piutang, konsumsi,
atau hibah (hadiah).
Pandangan Islam Terhadap Harta
Kepemilikan harta dalam Islam pada prinsipnya adalah di tangan Allah, dengan
anggapan bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu.
Asas-asas Sistem Ekonomi Islam
 Asas Pertama: Kepemilikan
Kepemilikan adalah tatacara yang ditempuh oleh manusia untuk memperoleh
kegunaan dari suatu jasa ataupun barang. Adapun definisi kepemilikan
menurut syara’ adalah ijin dari alsyaari’ (pembuat hukum) untuk
memanfaatkan suatu al-‘ain (dzat). Al-Syaari’ di sini adalah Allah swt.
Adapun al-‘ain adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan ‘izin’
adalah hukum syara’. Jenis-jenis kepemilikan ada tiga, yaitu kepemilikan
individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
1. Kepemilikan Individu (al milkiyyah al fardiyyah).
Kepemilikan individu adalah izin dari Allah swt kepada individu untuk
memanfaatkan sesuatu. Hak individu dan kewajiban negara terhadap
kepemilikan individu:
13
a. Hak kepemilikan individu adalah hak syar’iy bagi individu. Seorang
individu berhak memiliki harta yang bergerak maupun tidak bergerak
seperti mobil, tanah, dan uang tunai. Hak ini dijaga dan diatur oleh hukum
syara’.
b. Pemeliharaan kepemilikan individu adalah kewajiban negara. Oleh
karena itu, hukum syara’ telah menetapkan adanya sanksi-sanksi sebagai
tindakan preventif (pencegahan) bagi siapa saja yang menyalahgunakan
hak tersebut.
Sebab-sebab Kepemilikan Individu
Syaria’at Islam telah membatasi sebab-sebab kepemilikan harta oleh
individu dengan lima sebab, yaitu:
a. Bekerja dalam perdagangan, industri, dan pertanian
b. Warisan
c. Kebutuhan kepada harta sekedar untuk mempertahankan hidup. Seorang
individu berhak, jika ia mengkhawatir kebinasaan atas dirinya, untuk
mengambil harta milik individu atau negara guna memenuhi
kebutuhannya. Namun, dalam kondisi seperti ini, bagi orang yang lapar
tetap tidak boleh memakan daging bangkai selama masih ada makanan
yang dimiliki orang lain yang dapat dia ambil. d. Pemberian harta oleh
negara kepada rakyatnya. Jika negara telah memberikan sebidang tanah
atau harta tertentu kepada salah satu anggota masyarakat, maka harta/tanah
tersebut menjadi miliknya.
e. Harta yang diperoleh seorang individu tanpa ada kompensasi apapun,
seperti pemberian (hibah), hadiah, dan shadaqah.

2. Kepemilikan Umum (al-milkiyyah al-‘aammah)


Kepemilikan umum adalah izin dari al-Syaari’ kepada aljamaa’ah
(masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan
umum ini terbagi menjadi tiga, yakni:
a. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, yakni
sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat, dan akan
menyebabkan persengketaan tatkala ia lenyap; seperti air, padang rumput,
dan api.

14
b. Segala sesuatu yang secara alami, mencegah untuk dimanfaatkan hanya
oleh individu secara perorangan; seperti, jalanan, sungai, laut, danau,
mesjid, sekolah-sekolah negeri, dan lapangan umum.
c. Barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang
yang berjumlah banyak yang depositnya tidak terbatas.

3. Kepemilikan Negara (al-milkiyyah al-daulah)


Kepemilikan negara adalah setiap harta yang pengelolaannya diwakilkan
pada khalifah sebagai kepala negara. Jenis-jenis harta tersebut adalah
seperti; ghanimah (rampasan perang), jizyah (pajak untuk orang kafir),
kharaaj, pajak, harta orang-orang murtad, harta orang yang tidak memiliki
ahli waris, panti-panti dan wisma-wisma bagi aparat pemerintahan yang
dibuka oleh daulah Islam, dan tanah-tanah yang dimiliki oleh negara.

 Asas Kedua: Pengelolaan Kepemilikan


Pengelolaan kepemilikan adalah tata cara yang seorang muslim wajib terikat
dengan tata cara tersebut tatkala ia mempergunakan harta. Syari’at Islam telah
membatasi tata cara ini dengan hukum-hukum syara’; dalam dua perkara,
yaitu; pengembangan harta dan pengeluaran harta.
1. Pengembangan Harta (tanmiyyat al-maal)
Islam telah mensyari’atkan hukum-hukum tertentu bagi pengembangan
harta, baik dalam perdagangan, pertanian, ataupun industri. Islam telah
menyerahkan kepada manusia untuk menciptakan hal baru dalam hal
penggunaan berbagai usluub (tehnik) dan wasiilah (sarana) yang layak dan
sesuai, dalam rangka pengembangan harta.
2. Pengeluaran Harta (infaaq ul maal)
Islam telah menetapkan suatu kaidah yang umum (qaa-idah ‘aammah)
dalam masalah pengeluaran harta. Harta pada dasarnya adalah milik Allah.
Manusia adalah pihak yang diberi kuasa terhadap harta tersebut. Oleh
sebab itu, manusia harus terikat dengan segala perintah dan larangan Allah
dalam soal pengeluaran hartanya, disertai suatu keinginan untuk mencapai

15
ridlo Allah dan pahalanya. Syara’ telah menetapkan beberapa cara untuk
mengeluarkan harta, yang antara lain adalah:
a. Zakat, sebagai kewajiban bagi setiap individu yang terkena beban
kewajiban ini. b. Membelanjakan harta untuk keperluan dirinya dan untuk
orang-orang yang harus di beri nafkah seperti istri, kedua orang tua, anak-
anak, yang hukumnya adalah wajib.
c. Silaturahim dengan saling memberi hadiah, yang hukumnya adalah
sunnah.
d. Shodaqoh untuk orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan,
yang hukumnya adalah sunnah.
e. Mengeluarkan harta untuk keperluan jihad, yakni membeli senjata,
mempersiapkan tentara, sebagaimana yang pernah dilakukan para shahabat
Nabi shahabat saat perang Tabuk dan perang lainnya, yang dalam hal ini
hukumnya adalah fardhu kifayah.
Selain itu, Islam telah mengharamkan beberapa macam cara
pengeluaran harta, yakni:
a. Israaf (melampaui batas), yakni mengeluarkan harta dalam hal yang
diharamkan dan dalam rangka kemaksiatan.
b. Risywah (sogok), yaitu pemberian harta kepada orang-orang yang
memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu urusan tertentu
diantara urusan-urusan rakyat, seperti pegawai pemerintahan dan para
penguasa, agar mereka (orang yang memiliki wewenang)
melaksanakan urusan tersebut (padahal seharusnya urusan tersebut
wajib dilaksanakan tanpa mendapatkan imbalan, penerj.)

 Asas Ketiga: Distribusi Kekayaan diantara Manusia (tawzii’ uts tsarwah)


Islam telah menetapkan beberapa hukum syara’ untuk menjamin
pendistribusian kekayaan di tengah-tengah manusia, dan mencegah terjadinya
kekacauan dalam keseimbangan ekonomi diantara individu masyarakat Islam.
Dalam hal ini terdapat 3 cara, yaitu:
1. Kewajiban Zakat, yaitu mengambil sebagian harta orang-orang kaya
dengan syarat-syarat tertentu dan membagikannya kepada orang-orang
fakir.

16
2. Negara mendistribusikan hartanya kepada individu rakyat yang
membutuhkan tanpa imbalan seperti sebidang tanah yang diberikan kepada
orang yang mampu (kuat) untuk mengelolanya (menanaminya), dan
mengeluarkan harta kepada mereka (orang yang membutuhkan) yang
diambil dari harta kharaaj dan jizyah. Syari’at Islam melarang penimbunan
emas dan perak dalam kapasitasnya sebagai alat tukar harga untuk
membeli barang dan jasa, agar uang tetap terinvestasikan di dalam
lapangan pertanian, perdagangan dan industri. Dengan demikian, niscaya
pengangguran akan dapat dihapuskan, sekaligus akan sangat membantu
pendistribusian kekayaan.
3. Islam telah menetapkan aturan mengenai pembagian harta warisan di
antara para ahli waris. Dengan demikian, niscaya akan dapat
terdistribusikan bentuk-bentuk kekayaan yang berskala besar.

6. Asbabu At Tamalluk (Sebab – Sebab Kepemilikan)


Adapun maksud dengan sebab-sebab pemilikan harta disini adalah sebab yang
menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi hak
miliknya. Sebab pemilikan harta itu telah dibatasi dengan batasan yang telah
dijelaskan oleh syara’. Menurut syari’at Islam setidaknya ada lima sebab kepemilikan
(asbab al-tamalluk) yang dijadikan sebagai sumber daya ekonomi, yaitu:
a. Bekerja (al’amal)
Kata “bekerja” wujudnya sangat luas, bermacam-macam jenisnya, bentuknya pun
beragam, serta hasilnya pun berbeda-beda, maka Allah swt. tidak membiarkan
“bekerja” tersebut secara mutlak. Allah swt. juga tidak menetapkan “bekerja”
tersebut dengan bentuk yang sangat umum. Akan tetapi Allah swt. telah
menetapkan dalam bentuk kerja-kerja tertentu yang layak untuk dijadikan sebagai
sebab kepemilikan. Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan, sekaligus bisa
dijadikan sebagai sebab pemilikan harta, antara lain:
 Menghidupkan Tanah Mati
 Menggali Kandungan Bumi
 Berburu
 Makelar
 Mudlarabah (Bagi Hasil)

17
 Musaqat (Paroan Kebun)
 Ijarab (Kontrak Kerja)

b. Pewarisan (al-irts)
Yang termasuk dalam kategori sebab-sebab pemilikan harta adalah pewarisan,
yaitu pemindahan hak kepemilikan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya, sehingga ahli warisnya menjadi sah untuk memiliki harta warisan
tersebut. pewarisan adalah salah satu sebab pemilikan yang disyariatkan. Oleh
karena itu, siapa saja yang menerima harta waris, maka secara syara’ dia telah
memilikinya. Jadi waris merupakan salah satu sebab pemilikan yang telah
diizinkan oleh syari’at Islam.

c. Pemberian harta negara kepada rakyat


Yang juga termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah pemberian negara
kepada rakyat yang diambilkan dari harta baitul maal, dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup, atau memanfaatkan kepemilikan. Mengenai pemenuhan hajat
hidup adalah semisal memberi mereka harta untuk menggarap tanah pertanian
atau melunasi hutang-hutang. Umar bin Khaththab telah membantu rakyatnya
untuk menggarap tanah pertanian guna memenuhi hajat hidupnya, tanpa meminta
imbalan. Kemudian syara’ memberikan hak kepada mereka yang mempunyai
hutang berupa harta zakat. Mereka akan diberi dari bagian zakat tersebut untuk
melunasi hutang-hutang mereka, apabila mereka tidak mampu membayarnya.

d. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga


Yang termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah perolehan individu,
sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas sejumlah harta tertentu tanpa
kompensasi harta atau tenaga apa pun. Dalam hal ini mencakup lima hal:
1. Hubungan pribadi, antara sebagian orang dengan sebagian yang lain, baik -
harta yang diperoleh karena - hubungn ketika masih hidup, seperti hibbah dan
hadiah, ataupun sepeninggal mereka, seperti wasiat.
2. Pemilikan harta sebagai ganti rugi (kompensasi) dari kemudharatan yang
menimpa seseorang, semisal diyat orang yang terbunuh dan diyat luka karena
dilukai orang.

18
3. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah.
4. Luqathah (barang temuan).
5. Santunan yang diberiakan kepada khalifah dan orang-orang yang disamakan
statusnya, yaitu samasama melaksanakan tugas-tugas termasuk kompensasi
kerja mereka, melainkan konpensasi dari pengekangan diri mereka untuk
melaksanakan tugas-tugas negara.

Dengan demikian, Islam melarang seorang muslim memperoleh barang dan jasa
dengan cara yang tidak diridhai Allah Swt, seperti; judi, riba, pelacuran, korupsi,
mencuri, menipu dan perbuatan maksiat lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo: PT Era Adicitra Intermedia,
2011, h.6

Pusat Pengkajian dan Perkembangan Ekonomi Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama
dengan Bank Indonesia.Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008
hlm.11

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), h. 14

Wahab Afif, Tarikh Tasyri’ Islam, Serang: CV. Saudara.

Syaifullah , EKONOMI ISLAM SEBAGAI RAHMATAN LIL-ALAMIN Al-Infaq: Jurnal


Ekonomi Islam, Vol. 4 No. 1, Maret 2013 pp.134-146 Program Studi Ekonomi
Syari’ah FAI-UIKA Bogor

Dr. Nurhayati, M.Ag. dan Dr. Ali Imran Sinaga. 2018. M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta:
Prenamedia Group

Amiral, Perbandingan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam. Jurnal Penelitian &
Pengabdian Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2017

Lukman A. Irfan. 2008. Sejarah Ekonomi Islam: Perkembangan Panjang Realitas Ekonomi
Islam. Dalam Tim Penulis MSI UII. 2008. Menjawab Keraguan Berekonomi Syariah.
Yogyakarta: Safiria Insania Press Bekerjasama dengan MSI UII. hal 1-24.

Dr. Nihayatul Masykuroh, M.Si. 2020. Perbandingan Sistem Ekonomi. Banten: CV. Media
Karya Kreatif

20
Ai Siti Farida, 2011, Sistem Ekonomi Indonesia, CV. Pustaka Setia, Bandung

Muhammad Husain Abdullah. Studi Dasar – Dasar Pemikiran Islam

Ali Akbar. Konsep Kepemilikan dalam Islam. JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2,
Juli 2012

21

Anda mungkin juga menyukai