Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, karena atas rahmat, taufik, dan
hidayah-Nylah sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Indonesia Mengenai
“Pemberontakan Andi Aziz dan RMS”.

Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini, diantaranya :

Ibu........... selaku guru dalam mapel tersebut.


Kedua orang tua yang selalu memberi motivasi baik moril maupun materiil.
Dan Teman-teman atas kerja samanya dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, tentu masih terdapat beberapa
kesalahan dan masih jauh dari yang diharapkan. Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun, agar kedepannya dapat mencapai kesempurnaan. Akhir kata,
semoga Makalah ini dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kita semua. Amin.

17 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar……………………………………………………………………….i

Daftar Isi…………………………………………………………………..………....ii

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………… iii

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..…… iii

1.3 Tujuan……..……………………………………….……………………....……iii

BAB II. Pembahasan

2.1 Latar Belakang Pemberontakan Andi Aziz……………………..…………..1

2.2 Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz……………………………1

2.3 Dampak Pemberontakan Andi Aziz…………………….………………….2

2.4 Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis………………………………..2

2.5 Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS…………………………3

2.6 Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku……………….………………….4

2.7 Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku ………………….....5

2.8 Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku…………………………….6

BAB III. Penutup

3.1 Kesimpulan……………………………………………..…………..………..8

3.2 Saran…………………………………………………….……………………8

Daftar Pustaka…………………………………………………….……………….8

BAB I

PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang

Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang


mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut
diantaranya adalah pemberontakan Andi Aziz dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan
(RMS).Pemberontakan Andi Aziz terjadi di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Kapten
Andi Aziz. Latar belakang terjadinya pemberontakan ini disebabkan karena adanya
penolakan terhadap masukan pasukan APRIS dari unsur TNI ke Sulawesi Selatan.

Sedangkan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang


diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari
Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi
damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi
sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

2.1 Rumusan Masalah

1.Apa yang melatar belakangi atau penyebab terjadinya pemberontakan Andi Aziz?

2.Bagaimana upaya penumpasan pemberontakan Andi Aziz?

3.Apakah dampak dari pemberontakan Andi Aziz?

4.Adakah hikmah yang dapat kita petik dari pemberontakan Andi Aziz?

5.Apa yang melatar belakangi atau penyebab terjadinya pemberontakan RMS?

6.Apa tujuan dari pemberontakan RMS?

3.1 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan studi literatur serta penyusunan makalah ini adalah utuk
mengetahui bagaimana latar belakang atau penyebab pemberontakan Andi Aziz dan RMS,
tujuan dari pemberontakan RMS, upaya penumpasan pemberontakan Andi Aziz dan RMS,
dampak dari pemberontakan Andi Aziz dan RMS, hikmah pemberontakan Andi Aziz.

BAB II

PEMBAHASAN

3
Pemberontakan Andi Aziz

2.1 Latar Belakang Pemberontakan Andi Aziz

Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali
dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang
berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat
yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI.
Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya
Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di
masyarakat.

Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950
pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan
daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten
Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata
belakang pemberontakan Andi Azis adalah : Menuntut bahwa keamanan di Negara
Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.

Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia


Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan. Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia
Timur.

2.2 Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz

Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8
April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia
harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia
lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk
menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan
yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.

Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati,
Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis
akhirnya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan
untuk pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di
Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar
tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak. Mendarat di daratan Sulawesi Selatan.
Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan
anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar.

4
Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menimbulkan terjadinya
bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.

Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5


Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada
pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun
melakukan strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.

Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika


menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan
melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E
Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil
perundingan kedua belah pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang
menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari
pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.

2.3 Dampak Pemberontakan Andi Aziz

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara
Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil
menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis.
Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan
apa yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI.
Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT
mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).

2.4 Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis

Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka
yang mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah
menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung
yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari
Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng
Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam
suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil
Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam
acara pemakaman Andi Azis.

5
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah
menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban
propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah
seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik
Indonesia pada masa itu, dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan
dihargai oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok,
Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat
oleh para penduduk tentang bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap
dalam keadaan rukun dan sejahtera.

Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu
berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam
rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan. Seorang
Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di dunia
ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani,
jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita ke
jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu,
alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang
lain. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

2.5 Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS

Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan


yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik
Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang
merasa bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan anggota
APRIS mengatasi keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali
ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan
intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih setelah teror yang dibantu oleh
anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen
yang dibentuk oleh seorang kapten bernama Raymond Westerling yang bertempat di
Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan
sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan
penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para biokrat pemerintah daerah
memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan
menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk
menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.

Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen
NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT
dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di
6
lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia
Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk
melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan
dalam perundingan yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir.
Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang
merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang berada di daerah Maluku Selatan
dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota dewan justru mengusulkan supaya
yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut adalah Kepala Daerah
Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua
di bawah ancaman senjata.

2.6 Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku

Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil
bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan
Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu
melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan
wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS,
Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah
Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena
dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April
1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS),
dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para
menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B
Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A.
Manusama, dan Z. Pesuwarissa.

Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS
untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950,
Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9
Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J
Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-
nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari
Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem
kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.

2.7 Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku

Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan
cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi
7
perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi
yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim
oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat
bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.

Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya
pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan
mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang
kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan
pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15
Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan
sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk
menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950,
seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga
berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.

Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat
perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4 sampai 5
Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan
Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya
menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan
RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan
sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).

Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke
meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :

J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun

Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun

D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun

J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun

G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun

Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun

J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½


Tahun

8
D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½
Tahun

Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3
Tahun

F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun

T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun

D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama
10 Tahun

Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada di
pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964,
Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia
bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga
pada saat persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu
persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi
hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di
Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.

Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri Belanda.
Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-
1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian
digantikan oleh John Wattilete.

2.8 Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada
di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh
beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh Diri di
Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan
menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.

Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan
acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh
aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka tidak menerima
penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya
mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena
melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator
dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus
9
dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di
Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah
naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik
antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI)

Tidak cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan keberadaannya
kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan
negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan
menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 aktivis
RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada saat itu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di
Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka
tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

10
Pemberontakan Andi Aziz terjadi di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Kapten Andi
Aziz pada tanggal 5 April 1950. Latar belakang terjadinya pemberontakan ini disebabkan
karena adanya penolakan terhadap masukan pasukan APRIS dari unsur TNI ke Sulawesi
Selatan.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) ) merupakan sebuah gerakan


sparatisme yang bertujuan bukan hanya ingin memisahkan diri dari NIT melainkan untuk
membentuk Negara sendiri terpisah dari RIS. RMS adalah daerah yang diproklamasikan
merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia
Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Pemberontakan
Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven
Soumokil (mantan jaksa agung NIT Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai
pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November
1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

3.2 Saran

Sebagai bangsa yang baik, kita seharusnya mengetahui sejarah peristiwa peristiwa di
masa lampau yang dapat kita jadikan pelajaran untuk dapat turut serta membangun bangsa
Indonesia semakin baik kedepannya. Diantaranya peristiwa dua pemberontakan yakni
pemberontakan Andi Aziz dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Penulis berharap kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada penulis sendiri,
untuk dapat mengetahui dan memahami peristiwa pemberontakan Andi Aziz dan
pemberontakan Repulik Maluku Selatan (RMS). Kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

11

Anda mungkin juga menyukai