Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KEAGAMAAN

“PENGERTIAN DARI AGNOSTISISME, ATEISME, TEISME”

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah keagamaan


Dosen : Pak Aan Kusmana, SKM, MA.Kes

Di susun oleh :
Sophia Saleh
P20624521020

JURUSAN SARJANA
TERAPAN KEBIDANAN DAN
PROFESI BIDAN
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
2021
Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia. Agama adalah sistem
yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta kaidah
yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia
dengan tatanan kehidupan. Banyak agama memiliki mitologi, symbol, dan sejarah suci yang
dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam alam
semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh
moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan,
atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama
berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan "sesuatu yang nyata sosial". Émile
Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat
global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai
beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen
pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-
laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada
saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara
tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

1. Agnostisisme berasal dari perkataan Yunani gnostein (yang artinya “tahu atau
mengetahui”. Agnostisisme bukan sinonim dari ateisme. Agnostisisme adalah suatu
pandangan bahwasanya ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah suatu
yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui. Definisi lain yang diberikan adalah
pandangan bahwa “alasan yang dimiliki manusia tidak mampu memberikan dasar rasional
yang cukup untuk membenarkan keyakinan bahwa Tuhan itu ada atau keyakinan bahwa
Tuhan itu tidak ada”.

Ada beberapa filsuf yang mengemukakan pendapatnya mengenai definisi agnostisisme


yaitu :

1. Menurut filsuf William L. Rowe, dalam arti popular seorang “agnostic” adalah
seseorang yang tidak percaya atau mendustakan keberadaan dewa atau dewi,
sedangkan teis dan ateis masing-masing adalah orang percaya dan tidak percaya akan
keberadaan sosok Tuhan, tetapi bahwa dalam agnostisisme arti sempit adalah
pandangan bahwa akal manusia tidak mampu secara rasional membenarkan
keyakinan tentang apa yang dilakukan Tuhan atau juga apakah Tuhan itu ada atau
tidak.
2. Menurut Thomas Henry Huxley mencetuskan kata agnostic pada tahun 1869, dengan
mengatakan, “Secara sederhana ini memiliki makna bahwa seseorang tidak sepatutnya
mengatakan kalau dirinya tahu atau percaya pada sesuatu yang mana dirinya tidak
memiliki dasar ilmiah untuk mengaku tahu atau percaya”.  
Jenis agnostisisme

Agnostisisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, beberapa di antaranya dapat


diperdebatkan. Variasinya termasuk:

 Agnostik ateisme
Pandangan mereka yang tidak percaya pada keberadaan dewa/Tuhan apapun, tetapi
tidak mengklaim tahu apakah dewa itu ada atau tidak ada.

 Agnostik teisme
Pandangan mereka yang tidak mengaku tahu konsep keberadaan dewa/Tuhan
apapun, tetapi masih percaya pada keberadaan tersebut.

 Apatis atau agnostisisme pragmatis
Pandangan bahwa tidak ada bukti baik ada atau tidaknya dewa/Tuhan apapun, tetapi
karena setiap dewa yang mungkin saja ada itu dapat bersikap tidak peduli kepada alam
semesta atau kesejahteraan penghuninya, pertanyaan ini lebih bersifat akademik.

 Agnostisisme kuat (juga disebut “keras”, “tertutup”, “ketat”, atau “agnostisisme


permanen”)
Pandangan bahwa pertanyaan tentang ada atau tidak adanya dewa/Tuhan, dan sifat
realitas tidak dapat diketahui dengan alasan ketidakmampuan alamiah kita untuk
memverifikasi pengalaman dengan apapun selain pengalaman subjektif lain. Seorang
penganut agnostik kuat akan mengatakan, “Saya tidak bisa tahu apakah dewa itu ada atau
tidak, begitu juga kamu”.

 Agnostisisme lemah (juga disebut “lunak”, “terbuka”, “empiris”, atau


“agnostisisme duniawi”)
Pandangan bahwa ada atau tidaknya setiap dewa saat ini tidak diketahui, tetapi
belum tentu untuk kemudian hari, sehingga orang akan menahan penilaian sampai muncul
bukti yang menurutnya bisa menjadi alasan untuk percaya. Seorang penganut agnostik
lemah akan berkata, “Saya tidak tahu apakah ada dewa ada atau tidak, tetapi mungkin suatu
hari, jika ada bukti, kita dapat menemukan sesuatu”.

2. Ateisme
Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan
Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang
paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.
Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani atheos, yang secara peyoratif digunakan
untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan
dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan
menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah
ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada
tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai “ateis” muncul pada abad ke-18. Pada
zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9%
mengaku sebagai nonteis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis, agnostik,
ataupun orang yang tak beragama dan sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas
tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% (Italia) sampai dengan 85% (Swedia).

Pada kebudayaan Barat, ateis sering kali diasumsikan sebagai tak beragama
(ireligius). Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah 'Tuhan'
dalam berbagai upacara ritual, tetapi dalam Agama Buddha konsep ketuhanan yang
dimaksud mempergunakan istilah Nibbana. Karenanya agama ini sering disebut agama
ateistik. Walaupun banyak dari yang mendefinisikan dirinya sebagai ateis cenderung
kepada filosofi sekuler seperti humanisme, rasionalisme, dan naturalisme, tidak ada
ideologi atau perilaku spesifik yang dijunjung oleh semua ateis.

Ateisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada “kepercayaan tersendiri” pada


akhir abad ke-18 di Eropa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan
monoteis. Pada abad ke-20, globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk merujuk
pada “ketidakpercayaan pada semua tuhan/dewa”, walaupun adalah masih umum untuk
merujuk ateisme sebagai “ketidakpercayaan pada Tuhan (monoteis)”.

Ateisme terbagi menjadi dua

 Dalam ateisme praktis atau pragmatis, yang juga dikenal sebagai apateisme, individu


hidup tanpa tuhan dan menjelaskan fenomena alam tanpa menggunakan alasan
paranormal.
Ateisme praktis dapat berupa:
a) Ketiadaan motivasi religius, yakni kepercayaan pada tuhan tidak memotivasi tindakan
moral, religi, ataupun bentuk-bentuk tindakan lainnya
b) Pengesampingan masalah tuhan dan religi secara aktif dari penelusuran intelek dan
tindakan praktis
c) Pengabaian, yakni ketiadaan ketertarikan apapun pada permasalahan tuhan dan
agama, dan
d) Ketidaktahuan akan konsep tuhan dan dewa.

 Ateisme teoretis, secara eksplisit memberikan argumen menentang keberadaan tuhan,


dan secara aktif merespon kepada argumen teistik mengenai keberadaan tuhan, seperti
misalnya argumen dari rancangan dan taruhan Pascal. Terdapat berbagai alasan-alasan
teoretis untuk menolak keberadaan tuhan, utamanya secara ontologis, gnoseologis, dan
epistemologis. Selain itu terdapat pula alasan psikologis dan sosiologis.

3. Teisme

Teisme secara luas didefinisikan sebagai kepercayaan terhadap keberadaan tuhan atau


dewa-dewi. Dalam pengertian awam, atau bila dibandingkan dengan deisme, istilah
tersebut mendeskripsikan konsep ketuhanan klasik yang ditemukan dalam monoteisme
(yang juga disebut sebagai teism klasik) atau dewa-dewi yang ditemukan dalam agama-
agama politeistik yaitu suatu kepercayaan terhadap Tuhan maupun dewa-dewi tanpa
menafikan keberadaan wahyu yang terdapat dalam deisme. Sebutan teisme pertama
digunakan oleh Ralph Cudworth (1617-1688), dan digunakan sebagai lawan kata ateisme,
sebutan yang dicetuskan sekitar tahun 1587.

Harun Nasution menjelaskan bahwa teisme sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa
Tuhan adalah transenden, menyatakan bahwa Tuhan, sungguhpun berada diluar alam,
juga dekat pada alam. Berlainan dengan deisme, teisme menyatakan bahwa alam setelah
diciptakan Tuhan, bukan tidak lagi berajat pada Tuhan, malahan tetap terdapat-Nya.
Tuhan adalah sebab bagi yang ada di alam ini. Segala-galanya bersandar kepada sebab
ini. Tuhan adalah dasar dari segala yang ada dan yang terjadi dalam alam ini. Alam ini
tidak bisa berwujud dan berdiri tampa Tuhan. Tuhanlah yang terus menerus secara
langsung mengatur alam ini.

Anda mungkin juga menyukai