Anda di halaman 1dari 14

1

LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLISTRIK

Di _____________________________

Oleh

_____________________
___________________________
__________________________________

________________, 2010
2

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan air untuk keperluan kawasan perkantoran maupun kawasan perumahan cukup besar

sehingga diperlukan penyediaan air yang besar pula. Untuk kebutuhan tersebut diharapkan

sebagian besar akan dapat dipenuhi dari sumber air tanah dengan pembuatan sumur bor. Untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik, perencanaan pengembangan sumur bor perlu ditunjang dengan

pendugaan geolistrik di lokasi proyek.

I.2 TUJUAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan pendugaan geolistrik bertujuan untuk mengetahui keberadaan lapisan batuan yang

berfungsi sebagai akuifer, dimana hasil pendugaan geolistrik ini akan memberikan gambaran

tentang keadaan lapisan batuan bawah permukaan tanah seperti ketebalan, kedalaman, serta

penyebaran lapisan batuan sehingga nantinya akan membantu perencanaan lokasi dan kedalaman

sumur bor.

I.3 WAKTU DAN LOKASI PENYELIDIKAN

Pendugaan geolistrik di lokasi ini telah dilaksanakan pada tanggal __________ menghasilkan 10

(sepuluh) titik duga geolistrik di lokasi _______________.


3

I.4 METEDOLOGI PENYELIDIKAN

Dalam melakukan interpretasi dan menganalisa potensi Airtanah daerah penyelidikan dengan cara

beberapa tahap, yaitu:

Tahap pertama :

Mengevaluasi peta geologi, peta hidrogeologi, peta rupabumi serta mengidentifikasi

kondisi airtanah baik dari sumber mata air maupun dari sumur penduduk.

Tahap kedua :

Dengan melakukan pendugaan geolistrik metode resistivity untuk mengetahui susunan

formasi tanah yang mampu menyimpan dan sebagai media pembawa air (akuifer).

Pendugaan dengan metode geolistrik inilah yang menjadi studi untuk mengetahui penyebaran

airtanah dan menentukan titik sumur bor dilokasi penyelidikan.

I.5 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Peralatan yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah sebagai berikut :

 Peralatan geolistrik ABEM DC Terrameter-SAZ 2000

 Elektroda arus yang terbuat dari logam atau stainless steel, elektroda potensial porous pot

Cu-CuSO4

 Kabel

 Kamera digital

 Alat komunikasi / Handy Talky

 Kompas

 GPS (koordinat)

 Palu atau martil dan alat penunjang lainnya


4

U
10/S.14

4/M.114

3/M.19

2/M.73

9/P.18
5/M.37

1/M.80

6/P.47

8/P.37

7/P.24

Keterangan

Titik duga geolistrik

Gambar 1. Sketsa Lokasi Pendugaan Geolistrik


5

BAB II
GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

2.1 GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

Secara geologi satuan batuan yang menyusun daerah ini adalah:

 ___________

 __________

 _____________

2.2 HIDROGEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

Kondisi hidrogeologi atau muka air tanah daerah penyelidikan berkaitan dengan kondisi batuan

yang terbentuk di sekitar daerah ini. Hasil pengamatan hidrogeologi setempat, bahwa masyarakat

sekita umumnya mengunakan sumur dangkal dengan kedalaman maksimal 10 m. Litologi yang

umumnya berjenis lempung sehingga, hanya dijumpai pada pelapukannya tanah lempung tersebut,

sehingga kuantiasnya sangat minim.

Potensi air tanah dalam di daerah studi diketahui dari hasil pendugaan geolistik yaitu pada jenis

batuan yang dapat bertindak sebagai akuifer (lapisan pembawa air) yang produktif umunya berupa

satuan lempung pasiran dan batupasir.


106° 43' 17.0” 106° 59' 36.6”
6° 25' 1.31” 6° 25' 1.31”

106° 43' 17.0” 106° 59' 36.6”


LOKASI PENYELIDIKAN
6° 41' 24.1” 6° 41' 24.1”
6
7

BAB III
METODOLOGI PENYELIDIKAN

Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus listrik, dimana setiap

jenis batuan yang berbeda akan mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda pula. Hal ini

tergantung pada beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan elektrolit, kepadatan

batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan lain sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas apabila arus listrik searah (Direct Current) dialirkan ke dalam

tanah melalui 2 (dua) elektroda arus A dan B, maka akan timbul beda potensial antara kedua

elektroda arus tersebut. Beda potensial ini kemudian diukur oleh pesawat penerima (receiver)

dalam satuan miliVolt.

Dalam penyelidikan geolistrik ini telah digunakan susunan elektroda dengan menggunakan

susunan aturan Schlumberger dimana kedua elektroda potensial MN selalu ditempatkan diantara 2

buah elektroda arus (Gambar 3).

Gambar 3. Susunan elektroda menurut aturan Schlumberger


8

Pada setiap pengukuran, elektroda arus AB selalu dipindahkan sesuai dengan jarak yang telah

ditentukan, sedangkan elektroda potensial MN hanya bisa dipindahkan pada jarak-jarak tertentu

dengan syarat bahwa jarak MN/2  1/5 jarak AB/2.

Oleh karena jarak elektroda selalu berubah pada setiap pengukuran, maka Hukum Ohm yang

digunakan sebagai dasar setiap penyelidikan geolistrik dalam memperoleh harga tahanan jenis

semu harus dikalikan dengan faktor jaraknya (K-Factor). Sehingga rumus untuk memperoleh

harga tahanan jenis semu dapat ditulis sebagai berikut :

a = .{(AB/2)2 - (MN/2)2}/MN. V/I

dapat ditulis juga sebagai :

V
a = K.
I

dimana :

a = Tahanan jenis semu

K = Konstanta faktor geometrik,

(K = .{ (AB/2)2 - (MN/2)2 }/MN)

V = Beda potensial yang diukur (volt)

I = Besar arus yang digunakan (Ampere)

AB = Jarak elektroda arus AB (meter)

MN = Jarak elektroda potensial MN (meter)


9

BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN DAN PEMBAHASAN

4.1 TABEL KORELASI TAHANAN JENIS

BATUAN BEKU

BATUAN UBAHAN

LEMPUNG

S ERPIH LUNAK

S ERPIH KERAS

PAS IR

BATUPAS IR

GAMP ING P OROS

GAMP ING PADAT

S ka la t a ha n a n j e nis 1 10 100 1.000 10.000 100.000


(oh m - m e t e r)

4.2 PENAMPANG TEGAK HASIL PENYELIDIKAN

Dari hasil interpretasi pendugaan geolistrik dan telah dikorelasikan dengan data geologi dan

hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis antara 1 –

500 Ohm-meter. Dan dari kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokkan

dengan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya, yaitu :

Tahanan Jenis Perkiraan Litologi Perkiraan Hidrogeologi


< 06 Lempung
06 – 10 Batulempung / lanau
10 – 12 Lanau tufaan
12 – 15 Lempung pasiran Akuifer
15 – 25 Lempung tufaan/lanau tufaan
25 – 30 Tufa lempungan/tufa lanauan
30 – 40 Lempung boulderan
40 – 80 Batupasir Akuifer (kecil)
80 – 200 Breksi
200 < Tufa boulder
10

Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai keadaan lapisan batuan dibawah tanah secara

vertikal, maka dapat dibuat gambar penampang tegak tahanan jenis masing-masing titik duga

geolistrik.

1/M.80 2/M.73 3/M.19 4/M.114 5/M.37 6/P.47 7/P.24 8/P.37 9/P.18 10/S.14
0 349 0 490 0 702 0 726 0 6
0 7 0 22 0 4 0 7 69 0
401 425 36 35 108
275 200 6 21 21
10 12510 2610 10 10 10 10 10 10 10
11 28
25 22 11
20 2720 20 2520 20 20 6 20 20 20 20
4
30 30 30 30 30 7 30 30 30 30 30
13 5
101 3 40 8
40 40 40 40 40 40 40 40 8 40
6
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
660 60 60 60 6060 5 60 60 60 60
60

70 70 70 70 8570 70 70 70 70 70
8
80 80 80 80 80 80 80 80 9 80 80
11
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90
9100 8
100 100 100 8100 100 8100 100 100 100

110 110 110 110 110 110 110 110 110 110

120 120 120 120


5 120 120 120 120 120 120
2 2
130 130 130 130 130 130 130 130 130 130

140 140 140 140 140 140 140 140 140 140
5
150 150 150 150 150 150 150 2150 150 150
5 2 5 5 3
160 160 160 160 160 160 160 160 160 160

170 170 170 170 170 170 170 170 170 170

180 180 180 180 180 180 180 180 180 180

190 190 190 190 190 190 190 190 190 190

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

Ke tera ngan:
diduga pada lapisan ini merupakan
akuifer (lapisan pembawa air)

Gambar 4. Penampang Tegak Tahanan Jenis


11

Tabel 1. Hasil Penafsiran dan korelasi antara geologi, hidrogeologi


dari pendugaan geolistrik di lokasi penyelidikan

Titik Hasil Penafsiran Perkiraan


Lapisan Perkiraan Litologi
Duga Kedalaman Tahanan Jenis Hidrogeologi
1 0.00  1.54 349.20 Tanah penutup  
2 1.54  4.23 400.76 Tufa boulderan  
3 4.23  13.07 125.47 Breksi  
1/M.80 4 13.07  26.71 27.06 Tufa lempungan  
5 26.71  90.03 6.12 Lempung  
6 90.03  105.71 8.70 Batulempung  
7 105.71   4.57 Lempung  
1 0.00  1.52 490.23 Tanah penutup  
2 1.52  5.23 425.36 Tufa boulderan  
3 5.23  13.01 25.70 Tufa lempungan  
2/M.73
4 13.01  75.80 6.13 Lempung  
5 75.80  90.71 10.72 Batulempung  
6 90.71   5.48 Lempung  
1 0.00  1.42 702.48 Tanah penutup  
2 1.42  9.04 275.10 Tufa boulderan  
3/M.19 3 9.04  27.36 25.43 Lempung tufaan  
4 27.36  42.11 12.83 Lempung pasiran Akuifer
5 42.11   5.31 Lempung  
1 0.00  2.21 725.59 Tanah penutup  
2 2.21  8.03 200.17 Tufa boulderan  
3 8.03  25.48 25.07 Lempung tufaan  
4/M.114 4 25.48  49.51 100.77 Tufa lempungan  
5 49.51  91.37 85.31 Batupasir Akuifer (kecil)
6 91.37  110.48 8.41 Batulempung  
7 110.48   2.30 Lempung  
1 0.00  2.71 5.92 Tanah penutup  
2 2.71  9.58 6.40 Lanau  
3 9.58  24.10 21.76 Lempung tufaan  
5/M.37 4 24.10  36.12 6.81 Lempung  
5 36.12  83.22 60.35 Batupasir Akuifer (kecil)
6 83.22  110.86 8.22 Batulempung  
7 110.86   5.04 Lempung  
1 0.00  3.12 7.11 Tanah penutup  
2 3.12  11.98 21.49 Lanau tufaan  
3 11.98  26.04 6.32 Lanau  
6/P.47
4 26.04  89.11 4.70 Lempung  
5 89.11  110.54 8.41 Batulempung  
6 110.54   5.03 Lempung  
1 0.00  1.54 22.07 Tanah penutup  
2 1.54  11.92 21.48 Lanau tufaan  
7/P.24 3 11.92  54.02 4.70 Lempung  
4 54.02  100.70 8.15 Batulempung  
5 100.70   2.25 Lempung  
1 0.00  1.63 4.11 Tanah penutup  
2 1.63  5.42 36.11 Lempung boulderan  
3 5.42  22.10 10.75 Lanau  
8/P.37
4 22.10  54.35 3.48 Lempung  
5 54.35  110.09 8.72 Batulempung  
6 110.09   2.73 Lempung  
12

1 0.00  1.48 7.11 Tanah penutup  


2 1.48  4.23 35.03 Lempung boulderan  
9/P.18 3 4.23  27.41 10.76 Lanau tufaan  
4 27.41  52.07 8.29 Batulempung  
5 52.07   2.35 Lempung  
1 0.00  1.41 69.27 Tanah penutup  
2 1.41  5.60 107.83 Tufa boulderan  
3 5.60  18.27 27.59 Tufa lanauan  
10/S.14
4 18.27  29.34 4.11 Lempung  
5 29.34  48.10 8.02 Batulempung  
6 48.10   2.24 Lempung  
13

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penafsiran dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pendugaan geolistrik telah dapat memberikan gambaran tentang keadaan lapisan batuan

secara stratigrafi setempat.

2. Kondisi hidrogeologi di daerah penyelidikan, termasuk dalam sistem akuifer dengan aliran

melalui pori dengan keterdapatannya termasuk daerah airtanah langka dengan batuan yang

dapat bertindak sebagai akuifer adalah lempung pasiran dan batupasir.

3. Dari hasil penyelidikan pendugaan geolistrik, dapat diketahui lapisan akuifer, yaitu :

Tebal
Titik Duga Kedalaman (m) (m)
1/M.80 - -
2/M.73 - -
3/M.19 27.36 – 42.11 14.75
4/M.11 49.51 – 91.37 41.86
5/M.37 36.12 – 83.22 47.10
6/P.47 - -
7/P.24 - -
8/P.37 - -
9/P.18 - -
10/S.14 - -

4. Untuk pengembangan kawasan yang terlalu luas dengan jumlah titik yang hanya 10 titik

disarankan perlu dilakukan pendetilan penyelidikan geolistrik pada titik-titik yang telah

diketahui posisi akifernya, sehingga diketahui penyebarannya secara lebih baik


14

5.2 SARAN

1. Penyediaan air bersih di lokasi penyelidikan yang diharapkan bisa diambil dari air tanah

dalam dengan memakai cara pemboran dapat dilaksanakan dan disarankan di sekitar :

Kedalaman
Titik Duga
Pemboran
3/M.19  50 m
4/M.11  100 m
5/M.37  100 m

2. Setelah pemboran selesai, disarankan untuk melakukan penyelidikan penampang sumur bor

(well logging) agar dapat menentukan dengan tepat letak saringan posisi sesuai akuifer yang

akan disadap air tanahnya.

3. Kondisi tanah yang dominan berbutir halus dengan nilai kelulusan (permeabilitas) rendah,

dapat dimanfaatkan juga untuk membuat:

- Kolam penyodetan sungai terdekat

- Kolam penampungan air hujan

Luas kolam dapat dihitung berdasarkan volume air yang diinginkan sesuai dengan jumlah

air yang diperlukan. Tentunya diperlukan juga instalasi pengolahan air (water treatment

plant).

Anda mungkin juga menyukai