Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN
DI RUANGAN SAWIT
RSUKD DADI

Oleh:

PUSPITA INDAH CAHYANI


NIM: 14420202096

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

1. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Citrome dan Volavka (2002, dalam Mohr, 2006) menjelaskan bahwa
perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk merusak sebagai
bentuk agresif fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dan atau
sesuatu.Pendapat senada diungkapkan Stuart dan Laraia (2005),yang menyatakan
bahwa perilaku kekerasan merupakan hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan
sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik
atau konsep diri. Perasaan terancam ini dapat berasal dari lingkungan luar
(penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan
lingkungan dalam (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan
kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik),(Nurhalimah, 2016).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sen- diri, orang
lain, maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Sulistyowati & Prihantini, 2015)
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan
defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan
scara verbal dan fisik.Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah
lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah (Keliat, B. A, & Akemat,2019)
A. ETIOLOGI
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
a. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan

2
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui statusnya (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

B. TANDA DAN GEJALA


a. Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat,
klien sering memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak
senang.
b. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
c. Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar.
d. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif.
e. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
f. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada kasar.
g. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak
bermoral.
h. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
i. Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
(Keliat, B. A, & Akemat,2019).

3
C. PROSES TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN
Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor predisposisi
dan presipitasi,
a.Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter yaitu
adanya anggotakeluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan perilaku
kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanyan
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkoti,
psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu kebutuhan manusia
adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural Teori lingkungan sosial (social environment
theory)menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung
individu untuk berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
4) Faktor Presipitasi Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat
merupakan penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor
dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang
dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu

4
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan(Nurhalimah, 2016)

D. PATOFISIOLOGI
Stresor

Stress

Cemas

Marah

Merasa kuat Di ungkapkan Merasa Tidak Kuat

Menentang Waspada (sadar kebutuhan )


Menolak Pemecahan

Legah
Pemecahan marah kurang
Ekspresi marah-marah

Kelegahan menurun
Marah berkepanjangan

Rasa marah teratasi

Bermusuhan

Kronik

Depresi/penyakit somatik Agresi Amuk

5
E. RENTANG RESPON MARAH
Skema Rentang Respon Kemarahan
Respon   adaptif                                                              Respons maladaptif
I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I
Asertif         frustasi                 pasif                     agresif               kekerasan

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.

Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain. (Keliat, B. A, & Akemat,2019).

F. FASE- FASE
Lima fase siklus agresif menurut (Videbeck, 2008)

Fase Definisi Tanda, gejala dan perilaku


Pemicu Peristiwa terjadi atau keadaan Gelisah, ansietas, iritabilitas,
di lingkungan memunculkan berjalan mondar-mandir, otot
respons klien, yang sering kali tegang, pernapasan cepat,
dalam bentuk kemarahan atau berkeringat, suara keras,
permusuhan. marah.

6
Respon klien memperlihatkan
Wajah pucat atau kemerahan,
Eskalasi peningkatan perilaku yang
berteriak, bersumpah, agitasi,
mengindikasikan pergerakaan
mengancam, menuntut
menuju kehilangan kembali.
mengepalkan tangan, gestuali.
mengancam, menunjukkan sikap
bermusuhan, kehilangan
kemampuan untuk
menyelesaikan masalah atau
berpikir jernih.

Krisis Periode krisis emosional


Kehilangan kendali fisik dan
danfisik ketika klien
emosional, melemparkan
kehilangan
benda
kendali.
benda, menggigit, mencakar,
menjerit, memekik, tidak
mampu
berkomunikasi dengan jelas.

Klien memperoleh kembali


Merendahkan suara,
Pemulihan kendali fisik dan emosional.
ketegangan
oto berkurang, komunikasi
lebih
jelas dan lebih rasional,
relaksasi fisik.

Pascakrisis
Klien berusaha memperbaiki
Menyesal, meminta maaf,
hubungan dengan orang lain
menangis, perilaku menarik
dan kembali ke tingkat fungsi
diri

7
sebelum insiden agresi dan
kembali seperti semula

a. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif

Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,


dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk. (Keliat, B. A, & Akemat,2019)

a. GEJALA MARAH
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah ;
a. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
b. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah
nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar. (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)
b. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

8
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

9
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya. (Badar, 2016)
c. PENATALAKSANAAN
Adapun penalaksanaan medik sebagai berikut :
1. SOMATOTERAPI
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan,
biasanya dilakukan dengan :
a) MEDIKASI PSIKOTROPIK
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau
psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses
mental pasien karena efek obat tersebut pada otak.
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2. Obat anti depresi, amitriptyline
3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4. Obat anti insomnia, phneobarbital
b) TERAPI ELEKTROKONVULSI (ECT)

10
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita
menerima aliran listrik yang terputus-putus.

c) SOMATOTERAPI YANG LAIN


1. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga
timbul konvulsi
2. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma,
kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk
a. PSIKOTERAPI
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi
atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya.
Dapat dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk
menguatkan daya tahan mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan
diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.

b. MANIPULASI LINGKUNGAN
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien,
sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini terutama
diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga.
Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi
baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan
penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang
mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan. (Badar, 2016)

11
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Data Fokus
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang
lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

12
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. (Keliat, A,
B. Akemat, 2019)
b. Masalah Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul
a) Perilaku Kekerasan (Yosep, I, H. Sutini, 2016)
c. Analisa Data
DATA PENGKAJIAN MASALAH KEPERAWATAN
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan ia merasa frustasi,
cemas, dan terancam
 Pasien mengatakan ia merasa tidak di
hargai PERILAKU KEKERASAN
Data Objektif
 Muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat,
klien sering memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
(Badar, 2016)
d. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah, Halusinasi

(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

13
Keliat mengatakan bahwa setelah dilakukan pengkajian, maka dirumuskanlah
masalah keperawatan yaitu Perilaku Kekerasan (sekaligus menjadi diagnose
keperawatan). (Keliat, A, B. Akemat, 2019)

C. INTERVENSI

N Strategi Perencanaan
Strategi Perencanaan Pasien
O Keluarga
1 SP I P SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi Tanda dan dirasakan keluarga dalam
Gejala PK merawat pasien.
3. Mengidentifikasi PK yang 2. Menjelaskan pengertian PK,
dilakukan tanda dan gejala, serta proses
4. Mengidentifikasi akibat PK terjadinya PK.
5. Mengajarkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat
6. Melatih Pasien cara mengontrol pasien dengan PK.
PK FISIK I ( Nafas Dalam )
7. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
2 SP II P SP II k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga
sebelumnya mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara kontrol marah pasien dengan PK.
FISIK II ( memukul bantal / kasur 2. Melatih keluarga melakukan
/ konversi energi ) cara merawat langsung kepada
3. Membimbing pasien memasukkan pasien PK.
dalam jadwal kegiatan harian
3 SP III P. SP III k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya jadual aktivitas di rumah

14
2. Melatih pasien cara mengontrol termasuk minum obat
PK secara Verbal (Meminta / (discharge planning).
menolak dan mengungkapkan 2. Menjelaskan follow up pasien
marah secara baik) setelah pulang.
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
4 SP IV P
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Melatih pasien cara mengontrol
PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat)
3. Membibing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
5 SP V P
1. Memvalidasi masalh dan dan
latihan sebelumnya
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan meminum obat ( Prinsip 5
benar minum obat )
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

D. IMPLEMENTASI

Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan ditunjukan pada nursing
orders untuk membantu klen mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang
memengaruhi masalah kesehatan klien. (Febriana, D, 2017)

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan


marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I

15
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase Prainteraksi Kondisi: Pandangan mata klien tampak tajam, dan wajah
tampak tegang.Klien tampak gelisah dan selalu mondar mandir diruang rawat.
Saat marah klien selalu membanting barang–barang yang ada disekitarnya.
Diagnosa Keperawatan: Perilaku Kekerasan Tujuan Khusus: TUK 1,2,3,4,5,6
Intervensi: SP 1 Pasien.

SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2 a. Evaluasi


latihan nafas dalam b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal c. Susun
jadwal kegiatan harian cara kedua.

SP 3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal: a.


Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik b. Latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik. Susun jadwal latihan mengungkapkan
marah verbal secara
SP 4 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual a.
Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal b. Latihan sholat/berdoa
SP 5 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat a. Evaluasi
jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih. b.
Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat.Susun jadual minum obat secara teratur.

16
E. EVALUASI
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah dirumuskan sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam
progress notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP: (Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c. A (Assesment) : Perilaku Kekerasan postif (+).

d. P (Planing) : Latihan cara mengendalikan kemarahan sebanyak 3x. (Febriana,


D, 2017)

17
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa -
Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan Masalah
Utama “Isolasi Sosial.” Bogor: Penerbit In Media.

Febriana, D, V. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy.

Keliat, A, B. Akemat, M. K. (2019). Model Praktik Profesional Keperawatan Jiwa.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurhalimah. (2016). KEPERAWATAN JIWA. In Pusdik SDM Kesehatan. jakarta


selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

Sulistyowati, D. A., & Prihantini, E. (2015). Pengaruh terapi psikoreligi terahadap


penurunan perilakua kekerasan pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah
Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 4(1), 72–77.

Yosep, I, H. Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (7th ed.). Bandung: PT
Refika Aditama.

18
19

Anda mungkin juga menyukai