Disusun Oleh :
Siti Ajizah
Nim : PO.62.20.1.19.431
2021
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti
Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis
bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis
juga bisa disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala
ruangan subarakhnoid (Lippincott Williams & Wilkins.2012)
Meningitis adalah peradangan pada selaput meninge,cairan serebrospinal dan
spinal column yang meenyebabkan prosen infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi
dan Rita, 2011)
3. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri
lebih berbahaya.
a. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis.
Beberapa di antaranya:
1) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis
bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah
ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal
bakteri.
2) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung
mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan
tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
3) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa
terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
4) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang
anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
5) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka
penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.
b. Tranmisi Meningitis
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang
biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan
karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk,
berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll.
Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang
terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya
menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media). Orang-
orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi lebih
parah seperti meningitis.
Bakteri,Virus, Jamur
Infeksi
-Hipertermi
Eksudat meningkat,trombosis
Hipoksemia,Hipoksia
O2 Peningkatan TIK
MK :Resiko Infeksi
Dispena
MK : Perubahan
perfusi jaringan
MK : Intoleransi aktifitas
5. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku
dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun. tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari
infeksi dan peningkatan TIK
a. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di
hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
b. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit
individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
c. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
d. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
e. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
f. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan
pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi,
maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
g. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
h. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan
TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan
karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan
bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat
kesadaran.
i. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan
lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
j. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus,
dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura
ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
k. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman
ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan
secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan
serebrosnal dan urine.
6. Patofisilogi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa,
bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak,
misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan
sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka
atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan
sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-
sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1) Pemeriksaan Kuku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin
tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai
spasme otot pada biasanya diikuti rasa nyeri.
3) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I
positif atau negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau
negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan
lutut kontralateral.
b. Pemeriksaan Penunjang Meningitis
1) Pemeriksaan Cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi
menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
a) Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif
pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada
pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena
mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup
dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
b) Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal
yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
2) Pemeriksaan Darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju
endap darah (LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping
itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
3) Pemeriksaan Radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan
mastoid,sinus paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki
dilakukan CT Scan.
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif/Medikal
a. Terapi Antibiotik
Pengobatan simtomatis:
1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari
2) Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3) Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
4) Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan
volume cairan intravena
b. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses,
oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu
kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa
atau edema pada herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik
fokal. Label et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang
menderita meningitis bakterial karena H.Influenzae dan mendapat terapi
deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam jam selama 4hari, 20 menit sebelum
pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan 24jam kemudian didapatkan
penurunan tekanan CSF, peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar
protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa
gangguan pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah
lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan
pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau pada
penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan
intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason
yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi
imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain dan mengurangi
penetrasi antibiotika kedalam CSF.
c. Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan
patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan
operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang
mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad
spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan
memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari
otitis media
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat
pembedahan pada otak, cedera kepala
b. Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap
kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
c. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah
yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi,
fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan
kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex
fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
d. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas
makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-
ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
TIK.
b. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.
c. Glukosa & dan LDH : meningkat.
d. LED/ESRD: meningkat.
e. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
f. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
g. Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka
Suriadi dan Rita, 2011
Lippincott Williams & Wilkins.2012. Pediatric Infection Disease Journal.USA
PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI