Anda di halaman 1dari 6

Studi Demokratisasi dan HAM

Nama : Alfan Rosyadi Asshiddiqi

NIM : 200910101080

Kelas : Studi Demokratisasi dan HAM A1

Dosen Pengampu : Drs. Supriyadi, M.Si.

Daerah : Ponorogo, Jawa Timur

Demokrasi yang bipolar, pemasalahan di tingkat elit dan masyarakat

Semakin majunya teknologi dan ilmu pengetahuan membuat orang-orang memiliki


pemikiran yang lebih kritis dalam menanggapi sebuah permasalahan. Permasalahan yang
sedang ramai dibahas di media sosial pada saat ini adalah masalah terkait isu hak asasi
manusia. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia
tentu saja menjadi masalah yang perlu ditangani secara serius. Menurut Thomash Hobbes
setiap manusia memiliki hak yang dinamakan dengan natural rights. Hak tersebut memiliki
makna bahwa manusia dapat menggunakan kekuatan yang mereka miliki seperti apa yang
mereka inginkan untuk menjaga sifat dasarnya sebagai manusia, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kesetaraan. Permasalahan terkait isu
hak asasi manusia tersebut tentu saja menjadi tanggung jawab sebuah negara yang memiliki
sebuah konstitusi dan sistem pemerintahan tertentu untuk mengatur permasalahan tersebut.
Banyak orang beranggapan bahwa sistem pemerintahan demokrasi merupakan sistem yang
paling tepat untuk mengatasi masalah terkait isu hak asasi manusia. Oleh sebab itu penting
bagi setiap individu untuk mengetahui pengertian atau definisi dari sistem pemerintahan
demokrasi tersebut, dan peranannya dalam mengatasi berbagai permasalahan tentang hak
asasi manusia.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos
yang berarti kekuasaan jadi istilah demokrasi ini dapat diartikan sebagai pemerintahan yang
dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Di dalam sistem demokrasi ini hak yang
dimiliki oleh setiap manusia mendapatkan apresiasi yang tinggi, karena jika berbicara
mengenai sejarah awal terbentuknya demokrasi terdapat kasus feodalisme seperti yang terjadi
pada abad pertengahan. Struktur sosial yang feodal ini mengakibatkan terbentuknya jarak
antara penguasa ‘elite’ dengan rakyat jelata. Adanya jarak tersebut membuat absolutisme
penguasa tidak dapat terkendali sehingga arah pemerintahan cenderung mengarah pada tirani
yang hanya akan menguntungkan satu pihak. Dengan adanya keadaan tersebut masyarakat
mengalami kesulitan untuk memperoleh hak dan kebebasan. Setelah terjadi pergejolakan
panjang antara kepentingan penguasa serta hak dan kebebasan rakyat, pada akhirnya tahun
1215 terciptalah sebuah kontrak yang bernama Magna Charta yang dijalankan oleh beberapa
bangsawan dan Raja John dengan masyarakat yang dimana kontrak ini membahas tentang
pengakuan atas beberapa hak dan previliege.1

Pada era modern ini demokrasi menjadi salah satu sistem pemerintahan yang
dianggap telah berhasil meredakan isu permasalahan terkait hak asasi, dan juga sukses untuk
melindungin hak yang dimiliki oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dicapai karena di dalam
sistem pemerintahan ini terdapat konstitusi yang mengatur dan memberi batasan berjalannya
pemerintahan demokratis tersebut, ini lah yang sering disebut dengan demokrasi
konstitusional. Adanya hukum atau konstitusi tersebut menjadi pilar berdirinya sebuah negara
demokrasi, karena tanpanya negara dapat mengarah ke sistem anarkhi. Indonesia adalah salah
satu negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi konstitusional ini. Pernyataan
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang membahas tentang sistem
pemerintahan. Di dalamnya telah dijelaskan bahwa Indonesia merupakan negara rechstaat
atau negara yang berdasarkan atas hukum, bukan negara machstaat yang hanya berfokus
kepada kekuasaan saja. Selain itu Indonesia juga menganut sistem konstitusional yang
dimana pemerintahannya berdasar kepada hukum bukan berdasar kepada absolutisme.2

Apabila kita berbicara tentang demokrasi yang lebih kompleks, maka kita akan
menemukan hal yang dilematik yaitu permasalahan demokrasi di tingkat elite dan
masyarakat. Rakyat yang menjadi sumber kekuatan pada demokrasi itu sendiri dan golongan
elite yang menjadi perwakilan rakyat untuk memegang kendali atas sistem pemerintahan
tersebut. Demokrasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila setiap hak dan aspirasi
yang dikemukakan oleh rakyat dapat diimplementasikan dengan baik oleh para pemegang
kekuasaan tanpa memandang golongan tertentu. Menurut Aristoteles sistem ini ‘demokrasi’

1
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (PT. Gramedia PustakaUtama, 2008).
2
Bambang Yuniarto, ‘Pendidikan Demokrasi Dan Budaya Demokrasi Konstitusional’, 2018, 146.
merujuk pada sistem pemerintahan yang tidak adil dan hanya memprioritaskan kepentingan
‘the few’ atau sebagian orang saja.3 Sedangkan sistem yang adil menurut Aristoteles disebut
dengan ‘polity’ karena sistem ini dapat melemahkan dominasi kaum elit sehingga setiap hak
dan aspirasi masyarakat dapat dicapai.

Dalam kehidupan demokrasi masa kini masih sering terdapat penguasa yang tidak
dapat mengakomodasi setiap hak dan keinginan rakyat. Kekuasaan yang dimiliki tersebut
seolah-olah menjadi alasan untuk para pemimpin berbuat kecurangan seperti membuat
peraturan yang justru mengekang rakyat seperti peraturan yang sempat menjadi sorotan
publik, yaitu peraturan Omnibus Law yang dinilai menguntunkan para konglomerat saja. Hal
tersebut tidak sesuai dengan konsep ‘the rule by the many’ yang dikemukakan oleh
Protagoras. Berdasarkan konsep tersebut seharusnya pemerintah dapat mengakomodir
kepentingan semua komponen masyarakat berdasarkan prinsip saling menghargai dan dengan
menjunjung tinggi nilai keadilan. Selain permasalahan di atas, golongan elit terkadang juga
memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan korupsi. Ada berbagai macam motif
untuk seseorang melakukan korupsi, salah satunya adalah ingin mengembalikan modal yang
telah digunakan pada masa kampanye. Salah satu contoh kasus tindakan korupsi ini adalah
korupsi yang dilakukan oleh Wakil Bupati Ponorogo, Yuni Widyaningsih. Dilansir dari berita
harian kompas, Wakil Bupati yang kerap dipanggil Ida ini menjadi buron karena terjerat
dalam kasus dugaan korupsi dana alokasi khusus bidang pendidikan tahun 2012 dan 2013
senilai Rp 8,1 miliar.4 Kejadian tersebut dapat terjadi apabila sistem tersebut tidak diawasi
dengan benar. Oleh karena itu kontrol atau check and balance perlu dilakukan untuk
mengawasi tindakan yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Transparansi dalam hal
ini perlu dilakukan agar tidak terjadi tindakan korupsi seperti yang telah dijelaskan di atas.

Permasalahan tidak hanya terdapat pada lapisan elite atau penguasa saja, akan tetapi
dapat ditemui juga pada lapisan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena masyarakat yang
tidak mengetahui substansi dari demokrasi itu sendiri, sehingga masyarakat dengan mudah
dipengaruhi oleh para penguasa. Penjelasan tadi membuka pikiran kita bahwa kesalahan
‘corrupt’ dalam sistem demokrasi tidak hanya terdapat pada golongan elit saja akan tetapi
juga terjadi di lapisan masyarakat. Masyarakat terdiri dari berbagai macam individu yang
memiliki perbedaan latar belakang ilmu pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan yang

3
John Morrow, History of Western Political Thought (New York: Palgrave Macmillan, 2005).
4
Muhlis Al Alawi, Menghilang, Mantan Wakil Bupati Ponorogo Jadi Buronan Jaksa, Kompas (Ponorogo, 2016)
<https://regional.kompas.com/read/2016/10/27/12481221/menghilang.mantan.wakil.bupati.ponorogo.jadi.b
uronan.jaksa>.
dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut akan susah untuk dipengaruhi begitu juga
sebaliknya. Masyarakat yang mudah untuk dimanipulasi adalah masyarakat yang kurang
paham akan pengetahuan umum dan tidak memiliki pengetahuan politik yang memadai.

Pemilihan umum yang khususnya di selenggarakan di Indonesia cenderung


mempromosikan calon tidak berdasarkan prestasi dan porgram kerja yang akan dilakukan,
tetapi malah berbicara soal janji yang akan diberikan disaat calon tersebut terpilih menjadi
pemimpin. Politik uang atau money politic sangat rentan terjadi, masyarakat awam diberi
uang agar mereka mau memilih calon tersebut. Masyarakat cenderung memilih calon
pemimpin berdasarkan janji dan uang sogokan tanpa melihat latar belakng dan profil dari
calon pemimpin yang akan mereka pilij. Menurut R. William Liddle di dalam pemerintahan
yang demokratis, pemilu disebut sebagai alat penghubung antara aspirasi rakyat dengan
praktik politik yang dilakukan oleh kaum elite. Apabila peristiwa money politic terus terjadi
maka pemilihan umum yang seharusnya dapat merepresentasikan pilihan rakyat yang
sebenarnya tidak bisa tercapai.

Pada awalnya sistem demokrasi dianggap sebagai sistem yang ideal untuk mencapai
dan mengapresiasi setiap hak yang dimiliki oleh masyarakat. Akan tetapi setelah melewati
beberapa penjelasan dan pemaparan fakta di atas menunjukkan bahwa sistem demokrasi
khususnya di Indonesia ini masih jauh dari kata berhasil. Mulai dari golongan elite yang
melakukan korup, sampai pada lapisan masyarakat yang tidak dapat menggunakan hak
suaranya dengan baik. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa secara prosedural, demokrasi
di Indonesia sudah tercapai karena adanya pemilu, pembagian kekuasaan, dan pembuatan
konstitusi. Namun secara substantif masyarakat Indonesia masih belum mengerti makna
penting dari demokrasi itu sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan
pembaharuan pada masyarakat dengan cara menanamkan budaya demokrasi. Budaya
demokrasi adalah gagasan, nilai-nilai yang tersembunyi yang kemudian dapat menghasilkan
tingkah laku demokratis.5 Dengan pengertian tersebut tentu saja pemerintah Indonesia harus
menanamkan budaya tersebut pada setiap warga negaranya. Penanaman budaya demokrasi
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah lewat pendidikan
kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah. Pendidikan demokrasi ini menjadi penting bagi
masyarakat Indonesia karena akan menyangkut tentang masalah demokratisasi. Sehingga
diharapkan dengan adanya pendidikan demokrasi dan penanaman nilai budaya demokrasi tadi
akan meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia.
5
Yuniarto Bambang, Op.cit., hal 146
Demokrasi menekankan pada pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimana
dalam kondisi ini elite atau penguasa harus dapat mengakomodir seluruh kepentingan
masyarakat dan mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan. Disamping itu
masyarakat juga memiliki kewajiban agar senantiasa meningkatkan kualitas ilmu
pengetahuan dan belajar lebih banyak tentang makna demokrasi yang sebenarnya agar tidak
lagi terpengaruh oleh para elite yang ingin memaksakan kehendak mereka. Permasalahan di
atas muncul karena kurangnya tindakan check and balance pada golongan elite, dan
masyarakat yang tidak mengerti arti sebenarnya dari pemerintahan demokratis. Oleh sebab itu
penanaman budaya dan pengetahuan akan demokrasi perlu dilakukan sejak dini, agar kualitas
kehidupan demokrasi di Indonesia dapat meningkat seiring berjalannya waktu.

Daftar Pustaka
Alawi, Muhlis Al, Menghilang, Mantan Wakil Bupati Ponorogo Jadi Buronan Jaksa,
Kompas (Ponorogo, 2016)
<https://regional.kompas.com/read/2016/10/27/12481221/menghilang.mantan.wakil.bup
ati.ponorogo.jadi.buronan.jaksa>

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik (PT. Gramedia PustakaUtama, 2008)

Morrow, John, History of Western Political Thought (New York: Palgrave Macmillan, 2005)

Yuniarto, Bambang, Pendidikan Demokrasi Dan Budaya Demokrasi Konstitusional


(Yogyakarta: Deepublish, 2018)

Anda mungkin juga menyukai