1020-Article Text-4470-1-10-20180321
1020-Article Text-4470-1-10-20180321
Abstrak
Tulisan ini membahas permasalahan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
melakukan pengujian undang-undang ratifikasi terhadap UUD 1945. Putusan Mahkamah
Konstitusi dalam kasus pengujian ASEAN Charter menyatakan berwenang untuk mengadili
undang-undang yang bersubstansi hukum internasional, namun belum terdapat aturan hukum
yang jelas dalam konstitusi yang mengatur mengenai bentuk dan kedudukan hukum undang-
undang ratifikasi serta perjanjian internasional. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan
mengenai kejelasan kewenangan pengujian undang-undang ratifikasi oleh Mahkamah
Konstitusi untuk ke depannya. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan
kesimpulan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang ratifikasi yang
bertentangan dengan UUD 1945, namun tidak memiliki kewenangan untuk menguji lampiran
undang-undang ratifikasi yang memuat materi perjanjian internasional. Pengujian undang-
undang ratifikasi sebatas dalam menentukan konstitusionalitas pengesahan suatu perjanjian
internasional melalui undang-undang ratifikasi.
Kata kunci: Judicial Review; Undang-Undang ratifikasi; Perjanjian Internasional;
Mahkamah Konstitusi.
Abstract
This paper examines Constitutional Court’s authority to review ratification acts according to
UUD 1945. The problems of Constitutional Court’s authority to review ratification acts could
be analyzed in Constitutional Court’s decisions on Ratification of ASEAN Charter. Although
Constitutional Court has authority to review the ratification acts as seen in Constitutional
Court’s decisions, there is no clear rules in Constitution which regulates any legal position
and legal form of ratification acts and international treaties. The lack of clarity in the rules
may cause problems concerning on the clarity of the Constitutional Court’s authority to
review ratification acts in future. This paper is a literature research and it aims to find that
the Constitutional Court has the authority to review ratification acts according to UUD 1945,
but it does not have authority to review the substance and content of international treaties
which are contained in the annex of ratification acts. The authority to review ratification acts
is limited in determining the constitutionality of ratification of an international agreement
through the ratification acts.
1
2 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
1
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional I, Edisi. X (Sinar Grafika 2006) 96.
4 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
nal adalah melalui delegasi aturan- Di Indonesia, saat ini, dalam me-
aturan konstitusional hukum inte- masukkan ketentuan perjanjian inter-
nasional mendelegasikan kepada nasional secara tidak langsung telah
masing-masing konstitusi negara menganut sistem adopsi khusus, yakni
untuk menentukan kapan ketentuan dimana harus ada persetujuan dahulu
perjanjian internasional berlaku dalam oleh parlemen untuk menyatakan
hukum nasional berikut prosedur atau keterikatan terhadap perjanjian terse-
metode yang digunakan. Teori inkor- but. Apabila kita pahami, teori ini sebe-
porasi merupakan suatu ajaran narnya merupakan sebuah kompromi
(doktrin) yang mengatakan bahwa agar masuknya hukum internasional
hukum internasional adalah hukum ke dalam hukum nasional ini dilaku-
negara (international law is the law of kan dengan menghormati kedaulatan
the land).3 negara masing-masing, sehingga
2
John O ’Brein, International Law (Cavendih Publishing Limited 2011) 87.
3
Mohd. Burhan Tsani, Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional dalam Hukum
Nasional Republik Indonesia Dalam Perspektif Hukum Tata Negara, (Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009).
4
Jimly Assidiqie, Pengantar Imu Hukum Tatanegara Jilid II (Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI 2006 ) 24.
5
Ibid.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW 5
terikat (binding) atau tidaknya per- Bila dilihat dari sisi isi atau subs-
janjian internasional tersebut bukan tansinya, dalam UU No. 12 Tahun 2011
karena perjanjian itu sendiri, melain- mengatur bahwa materi muatan yang
kan karena adopsi khusus yang dila- harus diatur dengan undang-undang
kukan oleh parlemen terhadap perjan- adalah:
jian internasional tersebut. Sehingga a. pengaturan lebih lanjut mengenai
ketentuan Undang-Undang Dasar
pemerintah Indonesia bukan tunduk Negara Republik Indonesia Tahun
pada perjanjian internasionalnya akan 1945;
tetapi tunduk pada perundang-undang- b. perintah suatu undang-undang untuk
diatur dengan undang-undang;
an nasionalnya yang memuat perjan- c. pengesahan perjanjian internasional
jian internasional. 6 Hal ini sesuai tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahka-
dengan peraturan yang terdapat dalam
mah Konstitusi; dan/atau
UU No. 24 Tahun 2000 bahwa “Peme- e. pemenuhan kebutuhan hukum
rintah Republik Indonesia mengikatkan dalam masyarakat.
diri pada perjanjian internasional Penjelasan Pasal 10 huruf (c) UU No. 12
melalui cara-cara sebagai berikut: a) Tahun 2011 menyatakan bahwa yang
Penandatangan; b) Pengesahan; c) dimaksud dengan “perjanjian inter-
Pertukaran dokumen perjanjian/nota nasional tertentu” adalah perjanjian
diplomatik; d) Cara-cara lain sebagai- internasional yang menimbulkan aki-
mana disepakati para pihak dalam bat yang luas dan mendasar bagi kehi-
perjanjian internasional.7 Sedangkan dupan rakyat yang terkait dengan beban
pengesahan dalam hal ini bisa ber- keuangan negara dan/atau perjanjian
bentuk ratifikasi, aksesi, penerimaan tersebut mengharuskan perubahan
dan penyetujuan.8 atau pembentukan Undang-Undang
Suatu peraturan dikatakan sebagai dengan persetujuan DPR. Hal ini
undang-undang apabila memenuhi menunjukkan bahwa secara materi
wet in formele zin dan wet in materiele muatan undang-undang ratifikasi
zin. Wet in formele zin adalah penger- termasuk dalam pengertian wet in
tian undang-undang yang didasarkan materiele zin karena pengesahan
pada bentuk dan cara terbentuknya, perjanjian internasional termasuk
sementara wet in materiele zin adalah salah satu materi muatan yang harus
pengertian undang-undang yang diatur dengan undang-undang.
didasarkan pada isi atau substansinya Apabila ditinjau dari dari format
yang mengikat masyarakat.9 perundang-undangan pada undang-
undang, peraturan perundang-undang-
6
Nurhidayatuloh, ‘Dilema Pengujian Undang-Undang Ratifikasi oleh Mahkamah Konstitusi dalam
Konteks Ketetanegaraan RI’ (2012) 9 Jurnal Konstitusi 113, 125.
7
Pasal 3 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.
8
Pasal 1 angka 2 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000.
9
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan (Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya) (Rhineka Cipta
1997) 4 - 6.
6 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
10
Lampiran I UU No, 12 Tahun 2011 memuat sistematika rancangan dalam kerangka peraturan
perundang-undangan terdiri dari Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, Penutup, Penjelasan (jika
diperlukan), dan lampiran (jika diperlukan).
11
Bagir Manan, ‘Akibat Hukum di Dalam Negeri Pengesahan Perjanjian Internasional (Tinjauan
Hukum Tatanegara)’ (Focus Group Discussion Departemen Luar Negeri dan Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran 29 November 2008).
12
Jawaban Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia atas Rancangan Undang-Undang tentang Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian
Internasional, Jakarta 5 Juni 2000.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW 7
lembaga eksekutif. Kondisi ini mengi- akan berlaku dan memiliki kekuatan
hukum mengikat semenjak disah-
ngat konstitusi Indonesia menganut kannya Undang-Undang tersebut,
pembagian kewenangan antara ekse- sedangkan Undang-Undang hasil
kutif dan legislatif.13 Hal ini dimaksud- ratifikasi perjanjian Internasional
membutuhkan metode internal bagi
kan juga agar DPR dapat menerapkan negara peserta Perjanjian Inter-
mekanisme pengawasan ( control nasional agar dapat mengikat. (Pasal
5 ayat 2 Konvensi Wina tentang
mechanism) melalui pengesahan dengan
Perjanjian Internasional).14
undang-undang terhadap perjanjian
internasional yang dibuat oleh peme- Ketentuan mengenai Perjanjian
rintah. Apabila DPR menolak rancang- Internasional diatur dalam Pasal 11
an undang-undang pengesahannya, UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2000.
maka perjanjian internasional yang Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 UU
dimaksud tidak dapat diberlakukan No. 24 Tahun 2000 menentukan
karena tidak memenuhi persyaratan bahwa dalam pengaturan dan pelak-
prosedur sebagaimana yang diatur sanaannya, pengesahan perjanjian
dalam konstitusi. internasional oleh pemerintah Indo-
Dalam dissenting opinion oleh hakim nesia dilakukan sepanjang diper-
Hamdan Zoelfa dalam Putusan Mahka- syaratkan oleh perjanjian internasio-
mah Konstitusi mengenai pengujian nal tersebut. Pengesahan perjanjian
undang-undang hasil ratifikasi, menya- internasional dilakukan melalui
takan perbedaan yang mendasar antara Undang-Undang atau Keputusan
Undang-Undang materil dengan Undang- Presiden. Namun, bagi Indonesia
Undang hasil ratifikasi perjanjian kedudukan perjanjian internasional
Internasional adalah: dalam hukum nasional masih belum
a) Dalam Undang-Undang dalam arti
jelas. Ketidakjelasan ini merupakan
formil, pembahasan norma dapat
dibahas dan direvisi, sedangkan bagian dari ketiadaan hukum maupun
Undang-Undang ratifikasi merupakan doktrin pada sistem hukum Indonesia
kesepakatan berbagai negara dan tidak
dapat direvisi kecuali perjanjian
tentang hubungan hukum internasio-
tersebut memberi peluang untuk itu; nal dan hukum nasional sehingga ter-
b) Pember lakuan Undang-Undang jadi kebingungan dalam dunia praktisi
ratifikasi berbeda dengan Undang-
dalam menjawab status perjanjian
Undang f ormil pada umumnya.
Undang-Undang dalam arti formil internasional dalam hukum nasional.15
13
Boer Mauna menjelaskan bahwa pada prinsipnya sistem pembagian kewenangan antara
eksekutif dan legislatif adalah umum dilakukan pada beberapa negara yang menganut sistem
presidential seperti di Indonesia, di mana teknisnya kewenangan dalam pembuatan perjanjian
internasional akan berada di tangan lembaga eksekutif, namun dalam melaksanakan
kewenangan tersebut lembaga eksekutif harus mendapat persetujuan dari lembaga legislatif.
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global
(Penerbit Alumni 2000) 97.
14
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2008 tentang hasil ratifikasi Piagam ASEAN.
15
Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan Praktek (Refika Aditama
2010) 95.
8 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
UU No. 24 Tahun 2000 juga tidak secara undang pada umumnya, tetapi harus
tegas menjelaskan kedudukan perjan- diimplementasikan lebih lanjut dalam
jian internasional dalam sistem per- undang-undang atau bentuk kebijakan
undang-undangan, namun hanya me- lainnya. 17 Peraturan implementasi
nyatakan bahwa perjanjian internasio- diperlukan untuk mengabsorbsi atau
nal disahkan dengan undang-undang menyerap materi muatan perjanjian
atau keputusan presiden tanpa lebih internasional ke dalam hukum nasio-
lanjut menjelaskan apa arti dan konse- nal Indonesia. Apabila materi muatan
kuensinya bagi perundang-undangan perjanjian internasional dapat dituang-
Indonesia. Dalam tataran praktis, di kan dalam bentuk undang-undang
kalangan pemerintah dan opini publik nasional, maka materi muatan per-
berkembang berbagai alur pikiran yang janjian internasional yang dimuat
dapat dipetakan sebagai berikut :1) dalam bentuk undang-undang nasio-
Alur pikiran yang menempatkan nal (bukan lagi hanya dalam bentuk
perjanjian internasional yang telah undang-undang ratifikasi) tersebut
disahkan (diratifikasi) sebagai bagian akan menjadi hukum nasional.
dari hukum nasional; 2) Alur pikiran
yang mengharuskan adanya legislasi Kewenangan MK dalam Melakukan
nasional tersendiri untuk mengimple- Judicial Review terhadap Undang-
mentasikan suatu perjanjian inter- Undang Ratifikasi
nasional yang telah disahkan.16 Kasus uji materiil undang-undang
Berdasarkan hal tersebut, penulis ratifikasi ASEAN Charter dimulai
menyetujui bahwa perjanjian inter- dengan adanya pemohonan uji materiil
nasional yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 38 Tahun 2008
undang-undang atau keputusan pre- tentang Pengesahan Charter of The
siden tidak dapat serta merta diber- Association of Southeast Asian Nations
lakukan untuk warga negara seperti (UU No. 38 Tahun 2008) khususnya
undang-undang pada umumnya. Seja- Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 2 ayat (2)
lan dengan hal ini, penulis menyetujui huruf n Charter of The Association of
pendapat Hamdan Zoelva yang menya- Southeast Asian Nations. Adapun Pasal
takan bahwa pelaksanaan dari hak dan 1 angka 5 UU No. 38 Tahun 2008 me-
kewajiban yang ditentukan dalam nyatakan: “menciptakan pasar tunggal
perjanjian internasional tidak serta dan basis produksi yang stabil, mak-
merta berlaku bagi setiap warga negara mur, sangat kompetitif, dan terinte-
sebagaimana halnya ketentuan undang- grasi secara ekonomis melalui fasilitas
yang efektif untuk perdagangan dan
16
Ibid.
17
Dissenting Opinion Hakim Hamdan Zoelva, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUUIX/
2011, mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter
of the Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan bangsa-Bangsa Asia
Tenggara).
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW 9
18
Risalah Sidang Putusan Nomor 33/PPU-IX/2011 tanggal 26 Februari 2013.
10 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
19
Afidatussolihat, ‘Pengujian Undang-Undang Ratifikasi Perjanjian ASEAN Charter oleh
Mahkamah Konstitusi’ (2014) 1 Jurnal Cita Hukum 148, 154-155.
20
Nur’ainy, Pengantar Ilmu Hukum (Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga 2004) 99
21
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dengan jelas menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang Undang Dasar ……”, tanpa memuat batasan tentang
pengundangan undang-undang yang diuji. Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/
PUU-II/2004 jo Putusan MK No. 004/PUU-I/2003.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW 11
22
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
23
Suripto, ‘Wewenang Mahkamah Konstitusi Menguji Undang-Undang (Judicial Review)’ (2010)
<http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=116&id=518> diakses 18 Juni 2017. Lihat juga
Jimly Asshiddiqie, Menelaah Putusan Mahkamah Agung Tentang ‘Judicial Review’ atas PP No.
19/2000 yang bertentangan dengan UU No 31 Tahun 1999 dalam Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi (Tim Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2010) 96-97
24
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang (PT Raja Grafindo Persada 2010) 21.
25
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang (Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2006) 54.
12 REFLEKSI HUKUM [Vol. 2, No. 1, 2017]
undang ratifikasi yang memuat materi Starke, J.G., Pengantar Hukum Inter-
perjanjian internasional yang bersang- nasional I, Edisi. X (Sinar Grafika 2006).
kutan. Kewenangan MK dalam menguji
Syarif, Amiroeddin, Perundang-undangan
undang-undang ratifikasi hanya ter-
(Dasar, Jenis, dan Teknik Membuat-
batas pada substansi perjanjian
nya) (Rhineka Cipta 1997).
internasional tidak sesuai dengan UUD
1945 maka hal ini menjadi dasar Jurnal
putusan bagi MK dalam menentukan
Afidatussolihat, ‘Pengujian Undang-
konstitusionalitas (menyetujui atau
Undang Ratifikasi Perjanjian Asean
tidak menyetujui) pengesahan suatu
Charter Oleh Mahkamah Konstitusi’
perjanjian internasional melalui
(2014) 1 Jurnal Cita Hukum 148.
undang-undang ratifikasi.
Nurhidayatuloh, ‘Dilema Pengujian
DAFTAR BACAAN Undang-Undang Ratifikasi oleh
Mahkamah Konstitusi dalam Konteks
Buku Ketetanegaraan RI’ (2012) 9 Jurnal
Konstitusi 113.
Assidiqie, Jimly, Pengantar Imu Hukum
Tatanegara Jilid II (Sekretariat Sandi, Andi dan Agustina Merdekawati,
Jendral dan Kepaniteraan Mahka- ‘Konsekuensi Pembatalan Undang-
mah Konstitusi RI 2006). Undang Ratifikasi Terhadap Kete-
rikatan Pemerintah Indonesia Pada
_____, Hukum Acara Pengujian Undang-
Perjanjian Internasional’ (2012) 24
Undang (Sekretariat Jenderal dan
Mimbar Hukum 460.
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia 2006). Sukarno, Kama, ‘Penerapan Perjanjian
Internasional di Pengadilan Nasional
____, Perihal Undang-Undang (PT Raja
Indonesia: Studi Terhadap Putusan-
Grafindo Persada 2010).
Putusan Konstitusi’ (2016) 3
Mauna, Boer, Hukum Internasional, Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum 587.
Pengertian, Peranan dan Fungsi
Makalah
dalam Era Dinamika Global (Penerbit
Alumni 2000). Manan, Bagir, Akibat Hukum di Dalam
Negeri Pengesahan Perjanjian
Nur’ainy, Pengantar Ilmu Hukum
Internasional (Tinjauan Hukum
(Fakultas Syari’ah IAIN Sunan
Tatanegara) (Focus Group Discussion
Kalijaga 2004).
Departemen Luar Negeri dan Fakul-
O’ Brein, John, International Law tas Hukum Universitas Padjadjaran
(Cavendih Publishing Limited 2011). 29 November 2008).
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW 15
Internet