PEMBAHASAN
RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 6 Maret 2018 dengan diagnosis pneumonia
aspirasi + Gizi buruk tipe marasmik + palsi serebral tipe spastik. Diagnosis
penunjang.
minum susu sedikit-sedikit dan setelahnya susu selalu dimuntahkan. Hal ini
menunjukkan jelasnya gejala anoreksia pada pasien. Pada hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tanda dan gejala gizi buruk marasmik yakni, tulang terbungkus kulit,
dimana jaringan lemak di subkutis sangat sedikit, old face, kulit keriput, iga
gambang, baggy pants. Hanya ditemukan kenaikan 200 gram berat badan dari
berat badan lahir, yakni berat badan lahir 3300 gram dan berat badan sekarang
3500 gram. Berdasarkan grafik standar pertumbuhan anak menurut WHO, berat
badan ideal anak usia 9 bulan adalah 8200 gram. Adapun panjang badan ideal
untuk anak usia 9 bulan adalah 70 cm sedangkan, anak pada kasus ini hanya
memiliki panjang badan 59 cm. Status gizi pada pasien ini berdasarkan BB/PB
masih menggunaan acuan WHO Z score ialah <-3 SD (gizi buruk). Hal ini lebih
diperjelas dengan hasil pengukuran LILA pasien yang hanya 8,5 cm.
Berdasarkan teori untuk menegakkan diagnosis gizi buruk pada anak harus
terdapat satu kriteria atau lebih berikut: terlihat sangat kurus, BB/PB atau BB/TB
<-3 SD, LILA <11,5 (untuk anak usia 6-59 bulan) untuk gizi buruk tipe marasmik.
19
20
Adapun jika terdapat satu atau lebih kriteria berikut: Terlihat sangat kurus, edema
minimal pada kedua punggung tangan/kaki, BB/PB atau BB/TB <-3 SD, LILA
<11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) didiagnosi sebagai gizi buruk tipe
kwasiorkor. Jika terdapat salah satu atau lebih tanda komplikasi berikut, maka
BB/PB atau BB/TB anak dikatakan dengan status gizi normal jika berada di lebih
dari sama dengan -2 SD s/d +2 SD, dikatakan gizi lebih jika terletak >+2SD, dan
dikatakan gizi kurang jika Z skor terletak diantara -3 SD s/d <-2 SD.14
Gejala utama yang dapat dilihat pada gizi buruk memiliki dua tipe yakni
tipe kwasiorkor dan marasmus. Marasmus adalah kegagalan tumbuh. Pada kasus
yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu
tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan
menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan
kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus serta
mudah terjadi luka. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta
tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada
pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat.
Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada
wajah sehingga wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua
(old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan
21
kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan
menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta
penyakit kronik.46
komplikasi pada pasien, maka dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien ini masuk
kategori gizi buruk tipe marasmik dengan komplikasi. Dengan ini pula dapat
disimpulkan terdapat kesusuaian antara klinis yang ditemukan pada pasien dengan
teori.
Pada kasus ini selain masalah anak memiliki gizi buruk anak juga telah
berdiri (10 bulan), berdiri sendiri (14 bulan), berjalan (15 bulan). Selain itu
didapatkan riwayat faktor risiko terjadinya palsi serebral baik prenatal, perinatal
ataupun postnatal. Faktor resiko prenatal seperti ibu dengan stroke, angiopati
(APA) yang tingginya level sitokin dalam sirkulasi darah ibu dan janin yang dapat
bersifat toksik pada neuron-neuron otak janin. Selain itu infeksi TORCH pada ibu
kejadian palsi serebral seperti bayi yang dilahirkan prematur dapat mengalami
22
perdarahan otak dan perdarahan intraventrikular. Selain itu faktor perinatal lain
seperti trauma mekanis otak pada waktu lahir; biasanya penggunaan forsep yang
tidak adekuat, kontraksi uterus yang berlebihan, bahkan asfiksia selama proses
kelahiran yang terus berkelanjutan. Adapun faktor postnatal yang bisa ditemukan
pada anak dengan palsi serebral adalah trauma kepala, meningitis, encephalitis,
dan kejang.15,16,17
Dari pemeriksaan fisik kasus palsi serebral didapatkan kelainan tonus otot,
CTScan, dan MRI, namun demikian pemeriksaan tersebut dapat saja dilakukan
akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.18,19,20,21
perkembangan pada anak ini yang dapat mengarah pada serebral palsi, dimana
anak hingga usia 9 bulan ini tidak bisa tiarap, merangkak ataupun duduk. Selain
itu, ditemukan faktor perinatal yakni kemungkinan trauma mekanis, karena pada
persalinan ibu dilakukan vakum ekstraksi dan kemudian gagal akhirnya dilakukan
SC. Serta terdapat riwayat asfiksia pada anak selama proses kelahiran yang terus
hipersekresi saliva yang berlebihan sehingga air liur tampak menetes. Paralisis
spastik otot menelan ini khas pada palsi serebral tipe spastik.21,22
dengan diagnosa palsi serebral pada kasus ini. Pada anak dengan palsi serebralis,
Kelainan motorik ini akan cukup banyak dijumpai pada anak. Kelainan ini
disebabkan oleh kerusakan otak yang menetap, tidak progresif, terjadi pada usia
dini yang disebabkan gangguan yang terjadi baik pada periode prenatal , perinatal,
dan postnatal. 70-80% kasus cerebral palsy diperoleh selama masa prenatal dan
ketidakmampuan untuk mengontrol saat makan. Gangguan ini memiliki efek yang
kekurangan gizi bahkan menderita gizi buruk seperti pada kasus ini.10
Hasil penelitian mengenai status gizi pada anak dengan palsi serebralis di
Enugu dan Nigeria yang dilaksanakan dari bulan Januari tahun 2002 sampai bulan
Februari tahun 2003, menunjukkan anak dengan palsi serebralis memiliki status
24
gizi lebih rendah dibandingkan subyek kontrol nya.23 Hal ini juga dibuktikan
Masalah utama yang dijumpai pada anak yang menderita palsi serebralis
antara lain kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut, dan lidah,
sehingga anak akan tampak selalu berliur. Selain itu karena terjadi gangguan
makan dan menelan ini, anak cenderung makan dalam jumlah sedikit dan
memerlukan waktu yang lama, sehingga orang tua cenderung memberikan asupan
protein lebih banyak dibanding karbohidrat, yang membuat asupan kalori pada
hampir seluruh anak sangat kurang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi,
dan asupan protein pada sebagian anak berlebihan dibanding dengan angka
kecukupan gizi.24
perkembangan dan pertumbuhan anak cerebral palsy. Pemberian makan pada anak
dengan anak cerebral palsy.25 Ada beberapa aspek yang harus dipelajari oleh
pengasuh yaitu keterampilan makan (posisi pemberian dan alat bantu makan),
waktu makan.25,29 Posisi pemberian makan yang benar serta dukungan fisik dapat
hanya pada pengaturan posisi tempat duduk saja, akan tetapi posisi kepala dan
tubuh juga diperlukan pengaturannya agar pemberian makan menjadi lebih mudah
dan nyaman bagi anak. Pengaturan posisi tubuh yang optimal pada saat makan
dapat dilakukan dengan cara mengatur posisi duduk tegak 90 derajat serta posisi
kepala anak dapat disesuaikan dengan kenyamanan anak saat makan. Selain itu,
juga penggunaan kursi dan fasilitas makan dapat mempengaruhi proses makan.30,31
Dalam hal ini makanan yang lebih kecil sering bisa bermanfaat.32
Selain hal diatas kesesuaian kebutuhan energi yang didapatkan anak juga
jelas mempengaruhi status gizi anak dengan palsi serebral. Penelitian yang
dan protein (33,3%) pada anak cerebral palsy (n = 27) lebih rendah dari kebutuhan
kalori dan protein individu.1 Asupan energi dan protein di bawah standar Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yaitu 77% dapat menyebabkan anak mengalami status
gizi kurang.32,33
Saat ini tidak ada metode yang umum diterima untuk memperkirakan
kebutuhan energi anak-anak dan remaja dengan CP. Yang jelas adalah bahwa
menurun dibandingkan dengan kelompok yang biasa dan bahwa perbedaan ini
Perbedaan ini antara lain karena penurunan tingkat metabolisme basal (terkait
berkurangnya massa tubuh dan menyesuaikan dengan gizi buruk kronis) namun
26
perkembangan yang memadai pada masa kanak-kanak dan remaja . Saat ini tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa kebutuhan protein anak-anak dan remaja
dengan CP berbeda dengan populasi yang biasanya berkembang, dan karena itu
Untuk anak-anak dengan gizi buruk dengan CP, protein dan energi
penambahan asupan energi tambahan sebesar 20% harus cukup memadai dalam
kasus ini.39 Perkiraan kebutuhan energi dan protein hanya memberikan titik awal,
dan penilaian dan pemantauan yang berkelanjutan sangat penting untuk dilakukan.
badan dan perbaikan dalam ukuran status gizi yang obyektif, dan bukan hanya
untuk digunakan pada individu dengan CP, rekomendasi standar untuk asupan
makanan dari vitamin, mineral dan elemen lain dapat digunakan. Asupan
makanan yang tidak memadai dapat ditangani melalui inklusi makanan yang kaya
27
suplementasi tambahan.40
Karena kepadatan energi yang lebih tinggi dari lemak per gram (37kJ atau
9kcal / g) dibandingkan dengan protein dan karbohidrat (17kJ atau 4kcal / g),
ditambahkan saat memasak atau untuk makanan anak saat disajikan. Penyebaran
Minuman susu dapat diperkuat dengan menggunakan bubuk susu kering, krim dan
/ atau es krim untuk meningkatkan kerapatan energi dan protein. Asupan protein
makanan pada semua makanan, seperti daging potong dadu atau haluskan yang
ringan, produk susu, telur, kacang lentil dan kacang polong. Jika tidak ada
peningkatan status gizi yang terlihat setelah jangka waktu yang sesuai,
suplementasi dengan suplemen oral dan atau indikasi pemberian pakan enteral
suplemen gizi oral tersedia secara komersial termasuk produk berbasis jus atau
Jika dengan mendapat dukungan nutrisi oral, penambahan berat badan tetap
pencernaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi mereka secara oral.
Meskipun mendapat dukungan nutrisi oral, mereka yang kekurangan gizi parah,
dan mereka yang memiliki kemampuan makan dan disfungsi menelan yang
signifikan (berakibat pada risiko aspirasi paru atau pemberian makan oral yang
sumber nutrisi untuk anak-anak dengan palet yang tidak aman, atau untuk
'uji coba' untuk menilai toleransi dan efisiensi pemberian susu enteral. 34
yang sering terjadi. Pada anak-anak dengan kelainan neurologis, baik pemberian
penggantian tabung. Pemberian lewat lambung tetap menjadi rute pilihan bila
telah sesuai dengan rekomendasi diatas. Makanan yang diberikan adalah susu
formula 50 cc per 3 jam, hal ini juga sesuai dengan teori diatas dimana bentuk cair
lebih direkomendasikan. Hanya saja penambahan jenis makanan lain yang lebih
atas.
Adapun untuk tatalaksana gizi buruk pada kasus ini secara keseluruhan
dapat mengacu kepada guideline tatalaksana gizi buruk Depkes RI. Keadaan
pasien ini termasuk dalam rencana III karena hanya ada tanda
muntah/diare/dehidrasi. Bila ketiga tanda ini ada pada anak dengan gizi buruk
muntah/diare/dehidrasi dilakukan rencana II, bila tanda letargis saja yang didapat
pada anak dengan gizi buruk maka dilakukan rencana IV sedangkan jika anak gizi
buruk datang tanpa ketiga tanda bahaya tersebut maka dilaksanakan rencana V.15
Selain itu, karena terdapat salah satu komplikasi pada kasus gizi buruk maka
Berdasarkan alur tatalaksana gizi buruk sesuai rencana III, maka pada saat
muntah atau diare muncul anak harus segera mendapatkan larutan glukosa 50 ml
atau larutan gula pasir 10% secara oral maupun via NGT. Kemudian dalam 2 jam
ml/kgBB setiap kali pemberian via oral ataupun NGT. Catat tanda vital setiap
ReSoMal berselang-seling dengan F75. F-75 diberikan setiap 2 jam dengan dosis
menyesuaikan dengan BB yakni 40 ml. Kemudian tanda vital tetap harus dicatat.
Jika muntah/ diare berkurang maka pemberian F75 diberikan setiap 30 menit
dengan dosis 60 ml. Jika muntah atau diare sudah berhenti dan anak dapat
menghabiskan F75 maka F75 diberikan setiap 4 jam dengan dosis 80 ml. Jika
anak masih menyusu dengann ibu maka berikan ASI antara pemberian F75.14
berikut: nadi dan frekuensi nafas meningkat, terdapat bendungan vena jugular,
dan edema meningkat. Secara keseluruhan alur tatalaksana ini terangkum dalam
gambar berikut:
32
gizi buruk. Pada fase stabilisasi, tujuan yang diharapkan adalah untuk menangani
atau mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48
jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa,
antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh
yang rendah dibawah 360C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan dengan cara
mendekap anak di dadanya ibu atau anggota keluarga lalu ditutupi selimut
Tahap kedua yaitu fase transisi yaitu sebagian besar penderita tidak
kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak
150 ml/kg BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75
34
pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 IU oral. Vitamin
sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg
BB/hari dan Magenseium berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi
yang ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi
syarat untuk penderita gizi buruk adalah susu dan diberikan bergantian dengan F-
100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat. 14
35
Pasien pada kasus ini telah mendapatkan alur tatalaksana sesuai dengan
guideline ini di periode perawatan sebelumnya, dan sekarang berada pada fase
diberikan pada kasus ini. Terapi meliputi latihan berupa passive movement dan
dengan kaki dorsi fleksi, fisioterapis berada di belakang pasien, satu tangan
36
fisioterapis memfiksasi kedua lengan pasien atau sekitar elbow sedangkan tangan
yang lain memfiksasi pelvic. Kemudian lakukan gerakan rotasi trunk ke kiri dan
elongasi sambil menahan pelvic sebelah kanan dan rotasi ke kanan namun pelvic
sebelah kiri ditahan. Lakukan pula elongasi ke arah ekstensi dan mobilisasi ke
arah fleksi. Gerakan ini dilakukan secara bergantian dengan 3 kali pengulanagn
Posisi pasien tidur tengkurap dengan dua orang terapis berada di depan
dan di belakang pasien. Salah satu knee pasien difleksikan diikuti dengan lengan
terangkat dan lengan homolateral menumpu dengan elbow. Lakukan pada sisi
dari stimulasi ini adalah untuk meningkatkann reaksi anak untuk memelihara
posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya graitasi secara otomatis yaitu
dengan mestimulasi tangan anak tegak di matras. Tahan 30 detik dan ulangi 8
kali. 47
pasien berada di depan terapis dan terapis duduk di belakang pasien untuk
menyangga tubuh pasien. Key point of control pada kedua tungkai pasien,
terlentang dan terapis berhadapan dengan pasien. Oleskan baby oil pada seluruh
37
area tubuh pasien yang akan di massage dengan teknik stroking atau uasapan
ringan. Massage dimulai dari kaki dengan teknik efflurage, perut, tangan, muka
dan terakhir punggung. Dosis pijatan sebanyak 5 kali setiap area dengan