• Menurut UU No. 18/2003 tentang Advokat: Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu. • Menurut UU No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum: Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Bantuan Hukum dalam KUHAP Pasal 69 Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 70 1) Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. 2) Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum. 3) Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2). 4) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang. Pasal 71 1) Penasihat hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. 2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi pembicaraan. Pasal 72 Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya. Pasal 73 Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Pasal 74 Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta .pihak lain dalam proses. Pentingnya Pendampingan Advokat Adalah sangat berbahaya jika seorang tersangka tidak didampingi advokat ketika menghadapi kasus hukum, karena: 1. Hak untuk dibantu advokat mempunyai fungsi memberi makna kepada tersangka untuk didengar dan haknya untuk membela diri; 2. Keberadaan advokat untuk membantu tersangka supaya proses hukum menjadi seimbang dan tercapai suatu proses hukum yang adil (fair trial); 3. Umumnya tersangka tidak mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang ilmu hukum meskipun dia cukup cerdas dan berilmu pengetahuan di bidang lainnya; 4. Seorang tersangka pidana tidak dapat mengetahui apakah pembelaannya itu baik atau jelek; →→ 5. Seorang tersangka pidana tidak familiar dengan hukum tentang pembuktian; 6. Tanpa bantuan advokat tersangka mungkin saja diproses hukum secara melanggar standar pemeriksaan; 7. Mungkin saja tersangka pidana dihukum tanpa bukti yang kompeten (incompetent) atau tanpa bukti yang relevan (irrelevant) atau tanpa bukti yang dapat diterima untuk kasus yang bersangkutan (inadmissible); 8. Umumnya tersangka pidana tidak memiliki kemampuan dan keahlian untuk menyiapkan pembelaannya meskipun sebenarnya dapat digali pembelaan yang bagus dalam kasus yang bersangkutan; 9. Umumnya tersangka tidak dapat mengungkapkan secara yuridis tentang ketidakbersalahannya. Hak Tersangka/Terdakwa dalam Hubungannya dengan Advokat Menurut KUHAP Pasal 54 KUHAP Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 55 KUHAP Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya. →→ Pasal 56 1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. 2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. Pasal 57 1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. 2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya. Beberapa syarat, tindakan atau sikap yang harus ditunjukan oleh seorang advokat sehingga dapat dianggap advokat yang efektif, antara lain: 1. Berusaha menguasai sedalam mungkin kasusnya; 2. Menjelaskan keseluruhan proses pengadilan kepada tersangka dalam Bahasa yang gamblang; 3. Menjelaskan strategi dasar (grand stategy) dari model pembelaan yang dipilih, disertai alasan- alasan mengapa strategi tersebut harus dipilih; 4. Menjelaskan kepada tersangka apa-apa yang dapat diharapkan dari kasus tersebut dari tahap-tahap yang ada pada waktu penyidikan, penuntutan, dan pengadilan; 5. Menjelaskan kepada tersangka akan jangka-jangka yang terbatas yang oleh tersangka harus dibuat sesuatu dalam masa jangka waktu tersebut. Misalnya mengingatkan jangka waktu banding; 6. Mengecek dan memastikan bahwa semua hak-hak hukum dari tersangka/terdakwa sudah terpenuhi oleh penuntut umum dan/atau oleh hakim; →→ 7. Mengumpulkan alat-alat bukti selengkap mungkin, baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk dibawa ke pengadilan pada waktunya yang tepat; 8. Sedapat mungkin mematahkan bukti lawan, seperti mengajukan pertanyaan silang kepada saksi lawan, mengajukan bukti tertulis balasan, atau mengajukan ahli; 9. Mengajukan keberatan terhadap bukti-bukti, sikap, atau, pertanyaan yang tidak layak dari pihak lawan; 10. Menyediakan seluruh dokumen pengadilan secara wajar dan menguntungkan tersangka yaitu berupa pledoi, duplik dan kesimpulan; 11. Segera malakukan cross check kepada tersangka jika ada fakta-fakta yang meragukan yang masih kabur; 12. Tidak mencari popularitas dari kasus tersebut dan tidak melanggar kode etik dan prinsip-prinsip pembelaan professional lainnya. B. Bantuan Hukum Untuk Tersangka Kedudukan bantuan hukum dalam KUHAP diatur dalam Bab VII termasuk memberikan hak khusus kepada penasihat hukum (PH). Pasal 69 KUHAP menegaskan: Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. ➢ Artinya pelarangan terhadap hak PH dan tersangka untuk saling berhubungan adalah bentuk penyimpangan/pelanggaran hukum yang bisa berakibat tidak sahnya proses hukum yang dilakukan. C. Bantuan Hukum Untuk Saksi Pada dasarnya, KUHAP tidak mengatur prosedur bantuan hukum terhadap saksi. Namun untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan yang berlebihan dari penyidik pada waktu pemeriksaan, keberadaan PH untuk melakukan pendampingan terhadap saksi sangatlah diperlukan. Tujuannya untuk memastikan pemeriksaan oleh penyidik berjalan objektif dan tetap memperhatikan prinsip-prinsip HAM. Inilah yang mendasari lahirnya Perkap No. 28/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standard HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perkap No. 28/2009: ➢Pasal 27 ayat (1) huruf a: Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai. ➢Ayat (2) huruf a: Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasihat hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa; D. Pemberi Bantuan Hukum Menurut UU Bantuan Hukum Pasal 1 huruf 3 UU No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum: Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum→ Pasal 8 ayat (2) UU Bantuan Hukum: a. berbadan hukum; b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; dan e. memiliki program Bantuan Hukum. Hak-hak pemberi bantuan hukum → Pasal 9 UU Bantuan Hukum: a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum; b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum; c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum; d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini; e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum Kewajiban pemberi bantuan hukum → Pasal 10 UU Bantuan Hukum: a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum; b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini; c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a; d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum. Hak Imunitas • Pasal 11 UU Bantuan Hukum: Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat. • Pasal 16 UU Advokat: Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. E. Penerima Bantuan Hukum Pasal 1 angka 2 UU Bantuan Hukum: Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Hak-haknya: → Pasal 12 UU Bantuan Hukum: a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa; b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Syarat-syarat untuk mendapatkan jasa penerima bantuan hukum: → Pasal 14 ayat (1) UU Bantuan Hukum: a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum; b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum. • Dari ketentuan tersebut, maka penerima bantuan hukum yang memenuhi syarat, tidak memiliki kewajiban membayar penanganan perkara. Seluruh biaya diserahkan kepada Kemenkumham (Pasal 17 UU Bantuan Hukum) dan diambil dari APBN. • Bahkan jika pemberi bantuan hukum meminta/menerima pembayaran dari penerima bantuan hukum terkait perkara yang sedang ditangani, maka pemberi bantuan hukum dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00. (Pasal 21 UU Bantuan Hukum).