Anda di halaman 1dari 23

TUGAS EMBRIOLOGI

KELAINAN MASA IMPLIKASI PADA PROSES GASTRULA

HUNTINGTON DISEASES

Disusun Oleh :

NUR FALAH
NIM. 200411087

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kelainan Uterus” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah EMBRIOLOGI. Makalah
ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami peroleh dari beberapa buku
dan situs blog di internet. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah EMBRIOLOGI atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah
ini, sehingga dapat diselesaikan dengan semestinya.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya
sempurna. Sehingga saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
menambah kualitas serta mutu dari makalah tersebut.kami berharap semoga
makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita semua.

Samarinda, 24 Oktober 2021

Penyusun,
Nur Falah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................I
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................1
C. TUJUAN..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. ANATOMI SISTEM SARAF..................................................................................................3
1. SUSUNAN SARAF PUSAT....................................................................................................3
1) MENINGIA.............................................................................................................................3
2) BAGIAN-BAGIAN OTAK......................................................................................................4
3) SARAF-SARAF PADA KEPALA..........................................................................................5
4) MEDULA SPINALIS.............................................................................................................7
B. PENGERTIAN PENYAKIT HUNTINGTON......................................................................10
C. PENYEBAB PENYAKIT HUNTINGTON..........................................................................11
D. GEJALA KLINIS PENYAKIT HUNTINGTON..................................................................13
E. PENYEMBUHAN PENYAKIT HUNTINGTON.................................................................13
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................15
A. KESIMPULAN....................................................................................................................15
1. Anatomi dari Sistem Saraf Pusat............................................................................................15
2. Pengertian Penyakit Huntington............................................................................................16
3. Penyebab Penyakit Huntington..............................................................................................16
4. Gejala klinis dari Penyakit Huntington..................................................................................17
5. Penyembuhan dari Penyakit Hontington................................................................................17
B. SARAN.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem yang digunakan sebagai alat

komunikasi dalam tubuh manusia yang disebut sebgai sistem saraf. Seperti yang

dikemukakan oleh Robbins (2004) bahwa sistem saraf adalah jaringan komunikasi

utama di dalam tubuh. Oleh karena itu, gangguan pada sistem saraf dapat

mengaanggu kegiatan dalam tubuh.

Gangguan pada sistem saraf dianggap lebih rumit dibandingkan dengan

gangguan yang menyerang sistem organ lainnya. Gangguan yang terjadi pada

sistem saraf dapat bersifat menurun ataupun gangguan yang didapat akibat trauma

yang terjadi pada sitem saraf. Namun, ada juga penayakit yang menyerang sistem

saraf seiring bertambahnya usia seseorang atau sering disebut sengan penyakit

degeneratif. Menurut Robbins dalam bukunya Robbins Basic Pathology 7th,

penyakit degeneratif pada SSP (Sistem Saraf Pusat) mencakup sekelompok

heterogen penyakit yang ditandai dengan degenerasi neuron spontan progresif di

regio atau sistem tertentu di otak, medulla spinalis, atau keduanya. Seuatu penyakit

degenerati juga bisa bersifat menurun. Salah satu contoh penyakit degeneratif yang

bersifat menurun adalah Penyakit Huntington.

Dikalangan masyarakat penyakit huntington merupakan penyakit yang asing

bagi mereka. Padahal penyakit huntington adalah salah satu penyakit yang

meyerang sistem saraf pusat yang sangat kompleks dan dapat berpengaruh pada

kinerja tubuh. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji mengenai

penyakit huntington dengan tujuan untuk memberi wawasan dan pengetahuan pada

1
pembaca perihal penyakit huntington yang meyerang sistem saraf pusat dan

menulisnya dalam makalah yang berjudul ”PATOLOGI PADA SISTEM SARAF

: PENYAKIT HUNTINGTON”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi dari sistem saraf pusat?

2. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Huntington?

3. Apa saja penyebab Penyakit Huntington?

4. Bagaimana gejala klinis dari Penyakit Huntington?

5. Bagaimana penyembuhan dari Penyakit Hontington?

C. TUJUAN

1. Dapat mengetahui anatomi dari sistem sarafpusat.

2. Dapat mengetahui dimaksud dengan Penyakit Huntington.

3. Dapat mengetahui saja penyebab Penyakit Huntington.

4. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana gejala klinis dari Penyakit


Huntington.

5. Dapat mengatahui danmemahami Bagaimana penyembuhan dari Penyakit

Huntington.

2
BAB II

PEMBAHASA

A. ANATOMI SISTEM SARAF

1. SUSUNAN SARAF PUSAT

Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan

urat-urat saraf atau saraf –cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang

belakang yang disebut urat saraf periferi (urat saraf tepi) (Evelyn:2000).

Sistem saraf pusat terdiri atas otak (besar), batang otak, otak kecil, dan

sumsum tulang belakang serta diliputi oleh selaput otak (menings) yang terdiri atas

perimenings dan leptomenings (I Made:2010).

Menurut Evelyn (2000), Sebuah sel saraf berikt axonnya (serabut saraf) dan

prosessus lainnya membentyk sebuah neuron. Pada saat pembentukan batang saraf

searbut-serabut saraf disusun menjadi berkas-berkas yang disebut fasikuli.

Menurut I Made (2010), sistem saraf pusat terdiri dari 2 unsur, yaitu neuron

(sel saraf) dan neuroglia (jaringan penyongkong). Kesatuan saraf yang fungsional

dan terdiri dari badan sel dan serabut sarf (cabang-cabangnya) disebut dengan

neuron. Neuroglia adalah jaringan penyongkong sistem saraf dan terdiri atas astrosit,

oligodendroglia, sel ependim dan mikroglia dan semuanya berasal dari ektoderm,

kecuali mikroglia berasal dari mesoderm.

1) MENINGIA

3
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh meningia yang dilinduni

struktur saraf yang halus yang embawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis

cairan yaitu cairan serebrospinal yang dapat memperkecil benturan atau goncangan.

Menurut (I Made:2010), meningia terdiri dari tiga lapis yaitu bagian luar disebut

pakimenings atau duramater (paki = dura = tebal; menings = mater = selaput),

merupakan selaput tebal dan keras. Bagian dalam disebut leptomenings (leptos =

halus), terdiri atas arakhnoid dan piamater dan merupakan selaput-selaput yang ahlus

dan tipis.

Menurut Evelyn (2000), meningia terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Pia Mater, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah yang

ada pada otak dan sumsum tulang belakang, dan sebagian akibat dari kontak yang

sangat erat tadi dengan demikian menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.

b. Arakhnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dan dura

mater.

c. Dura Mater, merupakan lapisan yang padat dan keras terdiri dari dua lapisan.

Lapisan luar melapisi tengkorak dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar,

kecuali pada bagian tertentu, dimana sinus-venus terbentuk, dan dimana dura mater

membentuk bagian-bagian berikt: Falx Serebri yang terletak diantara kedua

hemisfer otak. Tepi atas falx serebri membentuki sinus longitudinalis inferior tau

sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falx serebri.

2) BAGIAN-BAGIAN OTAK

Otak manusia pada pria normal 1400 gram, pada wanita 1250 gram. Menurut

Evelyn (2000), otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang

dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga pembesaran, otak awal, yang

disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Jadi:

4
5
Otak depan, menjadi belahan otak (hemispheium cerebri), korpus stiatum dan

talami (talamus dan hipotalamus)

Otak tengah, otak tengah (diensefalon).

Otak belakang, terdiri dari pons Varolii, medula oblongata, dan serebelum. Ketiga

bagian ini membentuk batang otak.

3) SARAF-SARAF PADA KEPALA

Menurut Evelyn (2000), ada dua belas pasang saraf kranial. Beberapa

daripadanya dalah serabut campuran, yaitu saraf motorik dan saraf sensorik, sementara

lainnya adalah atau hanya saraf motorik, ataupun hanya saraf sensorik, misalnya saraf

untuk pancaindra.

6
d. Nervus olfaktoroikus (sensorik), urat saraf penghidu.

e. Nervus optikus (sensorik), urat saraf penglihatan.

f. Nervus okulo-motorius melayani sebagian besar otot externa mata. Juga

menghantar serabut-serabut saraf parasimpatis untuk melayani otot siliari dan

otot iris. Secara klinis, kerusakan pada saraf ini akan mengakibatkan ptosis,

juling, dan kehilangan refleks terhadap cahaya dan daya akomodasi.

g. Nervus trokhlearis (motorik) ke arah sebuah otot mata, yaitu muskulus

obliqus externa.

h. Nervus Trigeminus. Inilah saraf yang terbesar. Pada hakekatnya, nevrus

trigeminus merupakan urat saraf sensorik yang melayani sebagian besar kulit

kepala dan wajah; juga melayani selaput lendir mulut, hidung, sinus

paranasalis serta gigi, dan dengan perantaraan sebuah cabang motorik kecil,

mempersarafi otot-otot pengunyah. Nervus Trigeminus terbagi menjadi tiga

cabang utama, yang bergerak ke depan dari ganglion trigeminus yaitu:

nervus oftalmikus, maxilaris dan mandibularis, yang berfungsi menampung

senbilitas dari berbagi daerah wajah, mulut ,gigi, dan sebagian tengkorak.

Juga menyedikan serabut-serabut sensorik pengecap pada lidah.

i. Saraf Abdusens (motorik), menuju satu otot mata, yaitu rektus lsteralis.

j. Saraf fasialis. Saraf ini terutma motorik untuk otot-otot mimik (pada wajah)

dan kulit kepala. Saraf fasialis juga merupakan saraf sensorik yang

menghantarkan rasa pengecap dari lidah.

k. Saraf pendengaran atau nervus akustikus (sensorik) untuk pendengaran.

Saraf ini terdiri atas dua bagian yaitu nervus kokhelaris, saraf yang

sesungguhnya untuk pendengaran, dan nervus vestibularis, yang berfungsi

untuk menjaga keseimbangan tubuh.

7
l. Nervus glosso-faringeics mengandung serbut motorik dan sensorik. Serbut

motorik menuju salah satu otot konstriktor farinx, sementara sekreto-motorik

menuju kelenjar parotis, dan saraf sensorik menuju posterior ketiga pada

lidah dan sebagian palatum lunak.

m. Nervus Vagus terdiri dari serabut motorik dan sensorik yang fungsi-

fungsinya.

n. Nervus aksesorius. Saraf ini terbelah menjadi dua bagian: yang pertama

menyertai vagus menuju larinx dan farinx, yang kedua adalah saraf motorik

yang menuju otot sterno-mastoid (nervus sterno-kleido-mastoideus) dan otot

trapezius.

o. Nervus hipoglosus (motorik), menuju otot lidah.

4) MEDULA SPINALIS

Medula spinalis atau sumsum tulang belakang berjalan melalui kanalis

vetebralis dan dihubungkan dengan saraf spinalis, berbentuk panjang dan ramping

dengan panjang 45cm dan memiliki garis tengah 2cm. medula spinalis atau

sumsum tulang belakang yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak
dilindungi oleh columna vetebralis. Dari medula spinalis atau sumsum tulang
belakang keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk

oleh lengkungan-lengkungan tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. Saraf

spinalis diberi nama sesuai dengan daerah columna vertebralis tempatnya keluar.

Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 saraf torakalis, 5 saraf lumbalis, 5 saraf

sakralis, dan 1 saraf kogsigeus.

Fungsi utama dari medula spinalis atau sumsum tulang belakang adalah

sebagai penghubung saraf otak dan system saraf perifer, semua komunikasi yang

terjadi Terletak di jaras-jaras ( traktus ) asendens dan desendens yang berbatas tegas

dan independen pada subtansia alba medula spinalis atau sumsum tulang belakang.

Dan merupakan pusat integrasi untuk reflek spinal serta reflek-reflek yang berkaitan

dengan pengosongan organ panggul.

Subtansia grisea pada medula spinalis atau sumsum tulang belakang memiliki

perbedaan bentuk dengan yang berada pada otak, pada medula spinalis atau

sumsum tulang belakang membentuk daerah seperti kupu-kupu dibagian dalam dan

dikelilingi oleh subtansia alba disebelah luar. Subtansia alba tersusun menjadi

traktus( jaras ) yaitu berkas serat-serat saraf ( akson-akson dari antar neuron yang

panjang ) denga fungsi serupa.

Pada tiap-tiap belahan subtansia grisea dibagi menjadi tanduk dorsalis(

posterior ), tanduk vebtralis ( anterior ), dan tanduk lateralis. Tanduk dorsalis

mengandung badan-badan sel antar neuron tempat berakhirnya neuron aferen.

Tanduk ventralis mengandung badansel neuron motorik eferen yang mempersarafi

otot-otot rangka. Dan serat-serat saraf otonom yang mempersarafi otot jantung dan

otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di

tanduk lateralis.
B. PENGERTIAN PENYAKIT HUNTINGTON

Penyakit huntington (HD) adalah suatu gangguan herediter, progesif, fatal, dan

mengenai sistem motorik ”ekstrapiramidal”, yang ditandai oleh gerakan involunter

(korea) dan demansia. Penyakit diwariskan sebagai sifat dominan autosomonal dengan

penetrasi komplit (Robbins:2003). Penyakit huntington adalah penyakit demensian

yang penyebab utamanya berupa gangguan neurodegeneratif primer.

Penyakit huntington (korea) adalah penyakit degeneratif ganglia basalis dan

korteks serebri yang jarang dijumpai (Eizabeth:2008). Kelainan ini

(Eizabeth:2008)ditemukan, mengenai 4-7 per 100.000 populasi di Inggris.penyakit

biasanya tidak selalu terlihat secara klinis sampai dekadenkelima dalam hidupnya,

sewaktu timbul perubahan personaliti dan depresi yang diikuti dengan gerak kore,

gerak yang tiba-tiba dan demensia. (Underwood:1994). Penyakit biasanya belum

muncul sampai masa dewasa, sering setelah pasien memiliki anak, meskipun juga

terdapat kasus onset juvenilis. Umumnya, kasus yang muncul dini, lebih besar

kemungkiannya berkaitan dengan pewarisan mutasi dari ayah daripada dari ibu

(Robbins:2003).

Pada penderita penyakit huntington akan mengalami gerakan-gerakan

abnormal dan juga penurunan fungsi mental. Gerakan-gerakan khas yang dijumpai

pada pasin penyakit Huntington antara lain adalah gerakan menyentak involunter yang

mencolok yang disebut korea (Eizabeth:2008). Gerakan abnormal pada penderita

penyakit huntington dapat terjadi di seluruh tubuh dan menyebabkan kelelahan fisik.

Individu dengan penyakit huntington mengalami penurunan progresif fungsi mental,

yang menyebabkan demansia. Demansia adalah gangguan daya ingat dan defisist

kognitif lain semntara tingkat kesadaran tetap dipertahankan, muncul sebagai salah

satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di negara industri

(Robbins:2003).
C. PENYEBAB PENYAKIT HUNTINGTON

Menurut Eizabeth (2008), Penyakit hungtington diturunkan secara genetik

sebagai gangguan dominan autosom, yang tampak disebabkan oleh ekspansi kodon

berulang yang terletak di kromosom 4. Awitan penyakit biasanya taejadi pada dekade

keempat atau kelima kehidupan.

Robbins (2003) juga berpendapat, Gen penyebab (yang mengkode suatu protein

yang disebut huntingtin) diketahui terletak di lengan pendek kromosom 4. Penyakit ini

disebabakan oleh mutasi pengulangan trinukleotida pada gen huntingtin, yang

menyebabakan, sebaliknya, sintesis suatu bentuk protein huntingtin yang mengandung

residu glutamin dalam jumlah abnormal. Gen huntingtin normal mengandung antara 6

hingga 34 salinan sekuesi sintosin-adenin-guanin (CAG). Pada Penyakit Huntington

(HD), jumalah pengulangan triplet meningkat, dengan sebagian besar pasien HD

memiliki antara 40 dan 55 salinan CAG. Semakin besar jumlah pengulangan

trinukleotida, semakin dini onset penyakit; pasien dengan HD onset-juvenilis, sebagai

contoh biasnaya memiliki pengulangan CAG lebih dari 70. Pasien dapat diidentifikasi

sebelum gejala timbul dengan membuktikan adanya pengulanagn triplet CAG yang

berlebih pada gen bersangkutan. Identifikasi orang pada pada fase prasimtomatik

penyakit ini jelas memiliki beban etis yang sangat besar dan jangan dilakukan tampa

pemberian konseling yang sesuai.

Menurut Underwood (1994), Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya

penyakit huntington terletak pada kromosom 4, yang dapat digunaka sebagai alat yang

efektif untuk diagnosis preklinis dan antenatal. Kelainan genetik berupa jumlah

berlebihan dari sekuen nukleotid CAG yang berulang. Jumlah dari pengulangan

meliputi umur dari timbulnya, makin berulang, makin awal timbulnya. Secara

histologis, kuadate nukleus dan putamen menunjukkan hilangnya neuron kecil, yang

disertai dengan reaktif gliosis fibriler. Korteks serebral pada kelainan ini juga
memperlihatkan hilangnya neuron dalam berbagai tingkatan. Kelainan neurokimiawi

dapat diidentifikasi pada gagguan ini, misalnya berkurangnya kadar kolin

asetiltransferase dan gamma aminoburitik asid dalam gaglia basalis. Perubahab ini

mungkin sekunder terhadap hilangnya neuron.

Adapun morfologi dari penyakit Huntington menurut Robbins (2003) yaitu,

otak pada HD biasanya kecil, sering memiliki berat kurang dari 1100 g. Gambaran

paling khas pada penyakit ini dalah atrofi nukleus kuadatus utama, putamen, dan pada

kasus tahap lanjut, glubus palidus yang mencolok dengan kuadatus sering berkurang

hingga hanya membentuk suatu pita tipis di samping ventrikel lateral. Ventrikel

mengalami dilatasi simetris,dengan dinding lateral konkaf, yang mencerminkan atrofi

nukleus kuadatus. Biasanya juga terdapat atrofi di nukleus subkorteks lainnya

(termasuk substansia nigra dan nukleus subtalamikus) dan korteks serebri, meskipun

tidak semencolok atrofi di nukleus kuadatus dan putamen. Secara mikroskopis,

penyakit ini ditandai dengan pengurangan neuron yang parah di dalam nukleus

kuadatus dan putamen, disertai oleh gliolisis fibrolar di daerah ini. Neuron kecil di

korpus striatum, terutama yang berproyeksi ke segmen lateral globus palidu, umumnya

terkena, tetapi neuron yang lebih besar juga sering terkena. Neuron di korteks sering

lenyap dan berkolerasi dengan derajat demensia.


D. GEJALA KLINIS PENYAKIT HUNTINGTON

Gejala klinis pada penyakit Huntington yaitu onset klinis HD biasanya pada

dekade keempat hingga kelima, meskipun beberapa kasus muncul sejak masa kecil.

Seperti mutasi pengulangan trinuklotida lainnya, ekspansi CAG yang mengenai gen

huntingtin bersifat dinamik. Sewaktu spermatogenesis, jumlah pengulangan CAG

dapat meningkat, sehingga HD cenderung muncul semakin dini pada generasi

selanjutnya, suatu fenomena yang dikenal dengan antisipasi. Manifestasi awal pada

sebagian besar pasien adalah serakan meggeliat involuntar yang dikenal sebagai

gerakan koreiform, suatu pola yang kadang-kadang disebut sebagai penyakit

Huntington bentuk hiperkinetik. Pada kasus dengan onset dini, kejang dan rigiditas

mungkin menonjol, suatu gambaran yang dikenal dengan varian rigid-akinetik

penyakit ini. Gangguan neuropsikiatrik, termasuk depresi dan gangguan kognitif,

biasanya muncul setelah onset kelainan motorik, tetapi gejala ini juga dapat menjadi

menifestasi awal. Gejala berkembang tak-tertahankan, biasanya dalam periode 15

hingga 20 tahun.

Menurut Elizabeth (2008), gejala klinis yang akan terjadi pada penderita

penyakit Huntington yaitu gerakan kore (menyentak), perubahan kepribadian, depresi,

dan demansia yang ebrkembang lambat.

E. PENYEMBUHAN PENYAKIT HUNTINGTON

Menurut Eizabeth (2008), perangkat diagnostik yang dibutuhkan untuk

penyakit Huntington yaitu identifikasi gen penyebab penyakit Huntington

memungkinkan diagnosis sifat ini saat pranatal atau sebelum awitan gejala pada

individu dewasa. Serta MRI digunakan untuk menggambarkan otak. Atrofi tampak

pada akhir penyakit. PET scan dapat digunakan untuk menunjukkan hipometabolisme

area spesifik otak.


Elizabeth (2003) juga memaparkan penatalaksanaan dalam penyakit

Huntington, tidak ada pengobatan untuk penyakit Huntington. Karena dapat dilakukan

identifikasi genetik pada individu asimtomatik yang mungkin mengalain penyakit ini,

konseling sangat penting dilakukan bagi mereka yang memilih untuk mengetahui

status mereka dan mereka yang memilih untuk tidak megetahuinya. Menurrut Robbins

(2003), Penyebab umum kematian adalah bunuh diri dan infeksi. Risiko bunuh diri,

secara khusus, mengharuskan diberikannya konseling yang sesuai dalam evalusai

pembawa sifat penyakit prasimtomatik.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Anatomi dari Sistem Saraf Pusat.

Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan

urat- urat saraf atau saraf –cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang

yang disebut urat saraf periferi (urat saraf tepi).

Otak ilapisi oleh selaput tipis yang terdiri dari tiga lapis, lapisan tersebut adalah

pia mater (paling dalam), arakhnoid (antar pia mater dan dura mater), dan dura mater

(paling luar). Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah, dan otak

belakang. Otak depan terdiri dari belahan otak (hemispheium cerebri), korpus stiatum

dan talami (talamus dan hipotalamus), otak tengah (diensefalon), dan otak belakang,

terdiri dari pons Varolii, medula oblongata, dan serebelum. Ketiga bagian ini

membentuk batang otak. Kepala memiliki dua belas pasang saraf kranial yaitu:

a. Nervus olfaktoroikus (sensorik), urat saraf penghidu.

b. Nervus optikus (sensorik), urat saraf penglihatan.

c. Nervus okulo-motorius melayani sebagian besar otot externa mata.

d. Nervus trokhlearis (motorik) ke arah sebuah otot mata, yaitu muskulus

obliqus externa.

e. Nervus Trigeminus. Inilah saraf yang terbesar.

f. Saraf Abdusens (motorik), menuju satu otot mata, yaitu rektus lsteralis.

g. Saraf fasialis. Saraf ini terutma motorik untuk otot-otot mimik (pada wajah)

dan kulit kepala..

h. Saraf pendengaran atau nervus akustikus (sensorik) untuk pendengaran.


i. Nervus glosso-faringeics mengandung serbut motorik dan sensorik. Serbut

motorik menuju salah satu otot konstriktor farinx, sementara sekreto-motorik

menuju kelenjar parotis, dan saraf sensorik menuju posterior ketiga pada

lidah dan sebagian palatum lunak.

j. Nervus Vagus terdiri dari serabut motorik dan sensorik yang fungsi-

fungsinya.

k. Nervus aksesorius. Saraf ini terbelah menjadi dua bagian: yang pertama

menyertai vagus menuju larinx dan farinx, yang kedua adalah saraf motorik

yang menuju otot sterno-mastoid (nervus sterno-kleido-mastoideus) dan otot

trapezius.

l. Nervus hipoglosus (motorik), menuju otot lidah.

Medula Spinalis Medula spinalis atau sumsum tulang belakang berjalan

melalui kanalis vetebralis dan dihubungkan dengan saraf spinalis, berbentuk panjang

dan ramping dengan panjang 45cm dan memiliki garis tengah 2cm. Fungsi utama dari

medula spinalis atau sumsum tulang belakang adalah sebagai penghubung saraf otak

dan system saraf perifer.

2. Pengertian Penyakit Huntington.

Penyakit huntington (HD) atau sering dikenal sengan korea adalah penyakit

degeneratif ganglia basalis dan korteks serebri yang jarang dijumpai. Penyakit

diwariskan sebagai sifat dominan autosomonal dengan penetrasi komplit.

3. Penyebab Penyakit Huntington.

Penyakit hungtington diturunkan secara genetik sebagai gangguan dominan

autosom, yang tampak disebabkan oleh ekspansi kodon berulang yang terletak di

kromosom 4. Penyakit ini disebabakan oleh mutasi pengulangan trinukleotida pada

gen huntingtin, yang menyebabakan, sebaliknya, sintesis suatu bentuk protein


huntingtin yang mengandung residu glutamin dalam jumlah abnormal. Gen

huntingtin normal mengandung antara 6 hingga 34 salinan sekuesi sintosin-adenin-

guanin (CAG). Pada Penyakit Huntington (HD), jumalah pengulangan triplet

meningkat, dengan sebagian besar pasien HD memiliki antara 40 dan 55 salinan

CAG.

4. Gejala klinis dari Penyakit Huntington.

Gejala klinis pada penyakit Huntington yaitu onset klinis HD biasanya pada

dekade keempat hingga kelima, meskipun beberapa kasus muncul sejak masa kecil.

Seperti mutasi pengulangan trinuklotida lainnya, ekspansi CAG yang mengenai gen

huntingtin bersifat dinamik. Gejala klinis yang akan terjadi pada penderita penyakit

Huntington yaitu gerakan kore (menyentak), perubahan kepribadian, depresi, dan

demansia yang ebrkembang lambat.

5. Penyembuhan dari Penyakit Hontington.

Tidak ada pengobatan untuk penyakit Huntington. Karena dapat dilakukan

identifikasi genetik pada individu asimtomatik yang mungkin mengalain penyakit

ini, konseling sangat penting dilakukan bagi mereka yang memilih untuk

mengetahui status mereka dan mereka yang memilih untuk tidak megetahuinya.

perangkat diagnostik yang dibutuhkan untuk penyakit Huntington yaitu identifikasi

gen penyebab penyakit Huntington memungkinkan diagnosis sifat ini saat pranatal

atau sebelum awitan gejala pada individu dewasa. Serta MRI digunakan untuk

menggambarkan otak. Atrofi tampak pada akhir penyakit. PET scan dapat digunakan

untuk menunjukkan hipometabolisme area spesifik otak.


B. SARAN

Dalam makalah ini,masih terdapat banyak kekurangan seperti penyusun hanya

menyajikan contoh gambar yang terbatas dikarenkan sumber yang terbatas. Untuk itu,

pembaca membutuhkan pemahaman penuh untuk mdapat memahami penjelasan pada

makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi (Handbook of Pathophysiology). Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

J.C.E , Underwood. 1994. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Nasar, I Made. 2010. Buku Ajar Patologi ii (Khusus). Jakarta: Sagung Seto.

Pearce ,Evelyn. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Robbins. 2003. Buku Ajar Patologi Ed 7 Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai