Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nurul Hidayah

NIM : K1A018062
Kelas : Farmasi B

Tugas Individu II

1. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional


a. Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat
askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan
jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau
kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa. Populasi
penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 210 juta. Dari jumlah
tersebut diperkirakan separuhnya beretnis Jawa. Sisanya terdiri dari etnis-
etnis yang mendiami kepulauan di luar Jawa seperti suku Makassar-Bugis
(3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%) dan suku-suku lainnya.
Mereka mendiami daerah-daerah tertentu sehingga mereka dapat dikenali
dari daerah mana asalnya. Etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% dari
populasi Indonesia, tetapi mereka menyebar ke seluruh kepulauan
Indonesia. Mayoritas dari mereka bermukim di perkotaan.
b. Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat agamis. Agama-agama
yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru
tidak diakui sebagai agama resmi negara. Tetapi sejak pemerintahan
presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. Dari
agama-agama di atas, agama Islam merupakan agama yang dianut oleh
mayoritas bangsa Indonesia. Dalam Islam terdapat banyak golongan dan
kelompok pemahaman misalnya kelompok Islam santri untuk menunjukkan
keislaman yang kuat dan Islam Abangan atau Islam Nominal bagi
masyarakat Islam di daerah Jawa. Sedangkan di kalangan kelompok santri
sendiri perbedaan pemahaman dan pengalaman Islam dikenal dengan
kelompok modernis dan tradisionalis. Kelompok pertama lebih berorientasi
pada pencarian tafsir baru atau ijtihad atas wahyu Allah. Sedangkan
kelompok tradisionalis lebih menyandarkan pengalaman agamanya pada
pendapat-pendapat ulama. Karena Indonesia merupakan Negara yang multi
agama, maka Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara yang rawan
terhadap disintegrasi bangsa. Banyak kasus disintegraasi bangsa yang
terhadi akhir-akhir ini melibatkan agama sebagai faktor penyebabnya.
Misalnya, kasus Ambon yang seringkali diisukan sebagai pertikaian antara
dua  kelompok agama meskipun isu ini belum tentu benar. Akan tetapi isu
agama adalah salah satu isu yang mudah menciptakan konflik. Salah satu
jalan yang dapat mengurangi resiko konflik antar agama, perlunya
diciptakan tradisi saling menghormati antar agama-agama yang ada.
Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan
orang lain juga mampu belajar satu sama lain. Sikap saling menghormati
dan menghargai perbedaan memungkinkan penganut agama-agama yang
berbeda bersama-sama berjuang demi pembangunan yang sesuai dengan
martabat yang diterima manusia dari Tuhan.
c. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan
yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk
menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan
sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Intinya
adalah kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral, baik
yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya (world view) maupun
yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari (ethos). Seperti
banyaknya suku bangsa yang dimiliki nusantara, demikian pula dengan
kebudayaan. Terdapat ratusan kebudayaan bangsa Indonesia yang
membentuk identitas nasionalnya sebagai bangsa yang dilahirkan dengan
kemajemukan identitasnya.
d. Bahasa
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain.
Bahasa dipahami sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas
unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana
berinteraksi antar manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis. Setelah
kemerdekaan, Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa
Indonesia dahulu dikenal dengan sebutan bahasa melayu yang merupakan
bahasa penghubung (linguafranca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan
nusantara. Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku di
nusantara, bahasa melayu juga menempati posisi bahasa transaksi
perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan
oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.
2. Faktor-faktor pendorong dan penghambat integrasi nasional
a. Faktor pendorong
1) Rasa senasib-seperjuangan
Faktor ini merupakan hal yang sangat realistis dan sering terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti
halnya pada masa kolonialisme dulu di Indonesia banyak sekali
masyarakat yang berasal dari berbagai kalangan maupun suku bersatu,
bersama-sama melawan kolonialisme Belanda. Mereka tidak
mempedulikan perbedaan yang ada termasuk perbedaan usia dan
agama. Hal itu disebabkan karena mereka mempunyai rasa senasib
yaitu sama-sama dijajah dan seperjuangan yaitu sama-sama berjuang
melawan kolonialisme. Mereka menggunakan berbagai cara dari
diplomasi hingga perang fisik juga melalui organisasi-organisasi
tertentu. Hingga akhirnya masyarakat Indonesia berhasil
memproklamirkan diri sebagai bangsa dan negara yang merdeka pada
17 Agustus 1945.
2) Pemaknaan ideologi nasional
Setiap negara mempunyai ideologi tersendiri sebagai pedoman
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk Indonesia dengan
Pancasilanya. Ideologi pancasila ini tidak bisa digantikan dengan
ideologi lain karena memang itu merupakan keputusan final yang telah
dirancang oleh founding father kita sebagai pandangan hidup.
Meskipun Indonesia mempunyai banyak perbedaan atau keragaman,
namun bisa tetap bersatu karena masyarakat senantiasa menanmkan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Jadi, setiap masyarakat Indonesia mempunyai pemaknaan
yang relatif sama terhadap ideologi Pancasila.
3) Keinginan bersatu
Tidak semua perbedaan membuat perpecahan, justru sebaliknya
keragaman itu membawa suatu masyarakat pada suatu keinginan untuk
bersatu. Keinginan tersebut salah satunya bertujuan untuk memperkuat
suatu kelompok maupun negara. Mengingat persatuan merupakan cita-
cita atau nilai-nilai dalam Pancasila yang harus diterapkan dalam
kehidupan. Seperti halnya ketika terjadi peristiwa Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928. Para pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai
daerah, suku, dan latarbelakang bersatu mengucapkan sumpah yang
bertujuan membentuk persatuan bangsa, negara, dan bahasa Indonesia.
4) Antisipasi ancaman luar
Ancaman dari luar bisa mempersatukan kelompok atau bangsa
dalam suatu negera. Indonesia sudah sekian lama merdeka dengan
beragam kebudayaan dan bentangan wilayah yang berdaulat. Hal itu
memungkinkan terjadinya suatu ancaman dari luar seperti pengambilan
wilayah atau pulau paling luar. Hal itu menjadi kekuatan tersendiri bagi
bangsa Indonesia untuk tetap bersatu dan mempertahankan kedaulatan
wilayah Indonesia. Begitu pula dengan masalah kebudayaan, dimana
masyarakat Indonesia cenderung fanatik dengan hal-hal yang berkaitan
dengan budaya. Ketika suatu budaya yang sudah lama berkembang di
Indonesia kemudian diklaim oleh negara lain, hal itu akan membuat
bangsa Indonesia terusik dan menjadi bersatu untuk mempertahankan
eksistensi kebudayaan tersebut.
b. Faktor penghambat
1) Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan
Tidak semua orang bisa memahami dan menghargai perbedaan
yang ada. Mereka cenderung sulit untuk diajak mewujudkan persatuan
dan kesatuan di tengah keragaman bangsa. Padahal kemajemukan
sendiri merupakan kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya. Oleh
sebab itu, setiap masyarakat perlu memahami arti toleransi dan
semacamnya, khususnya di Indonesia ini. Hal itu mengingat bahwa
realita yang ada Indonesia mempunyai beragam agama dan budaya.
Setiap orang atau kelompok masyarakat mempunyai agama ataupun
kebudayaan yang berbeda-beda. Begitu pula mereka tidak bisa dipaksa
dan tidak bisa di samakan mengenai hal itu.
2) Kuatnya paham etnosentrisme
Beberapa orang ataupun masyarakat di suatu daerah masih
memegang teguh paham etnosentrisme. Paham ini menganggap bahwa
etnis tertentu jauh lebih baik dan dominan dari yang lainnya. Hal ini
biasanya terjadi dalammasyarakat pedalaman atau tradisional yang sulit
pula dirubah cara pandang dan berpikirnya. Hal itu kemudian
menyebabkan sulitnya terjadi integrasi nasional. Oleh karena itu, paham
nasionalisme perlu ditingkatkan dan disebarluaskan di seluruh lapisan
masyarakat di Indonesia. Paham nasionalisme bukan hanya diberikan
melalui pendidikan atau pengajaran saja, namun juga dalam bentuk
prakteknya khususnya untuk yang masih dasar.
3) Ketimpangan pembangunan
Pembangunan dalam suatu negara belum tentu mengalami
kemerataan. Ada beberapa daerah atau wilayah yang masih sangat jauh
dari kata sejahtera atau makmur. Demikianlah yang disebut dengan
ketimpangan pembangunan dan hal itu menjadi penghambat terciptanya
integrasi nasional. Masyarakat yang berada di wilayah yang cukup
tertinggal akibat ketimpangan pembangunan, cenderung acuh dengan
rasa persatuan nasional. Bahkan bisa membuat masyarakat tersebut
menentang pemerintah. Hal itu kemudian bisa menimbulkan
perpecahan antara pemerintah dengan masyarakat tertentu. Agar hal itu
tidak terjadi, sebaiknya pemerintah berusaha memeratakan
pembangunan yang ada, khususnya untuk daerah yang tertinggal dan
terluar. Tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk, namun juga untuk mempersatukan dan mempererat
hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.
3. Hubungan antara identitas nasional dengan integrasi nasional
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Sedangkan identitas nasional secara terminologis
adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Antara integrasi
nasional dan identitas nasional negara Indonesia sangatlah tekait. Mengapa?
Karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang disatukan melalui
persatuan dibawah bendera merah putih dan ‘Bhineka Tunggal Ika’ melalui
proses ini terjadi proses integrasi nasional dimana perbedaan yang ada
dipersatukan sehingga tercipta keselarasan. Persatuan dari kemajemukan suku
inilah yang menjadi salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa lain. Sehingga adanya kompleksitas perbedaan
suku yang bersatu di Indonesia dijadikan sebagai identitas bangsa sebagai
bangsa yang majemuk yang kaya akan suku, tradisi dan bahasa dalam wujud
semboyang ‘Bhineka Tunggal Ika’, berbeda-beda tapi tetap satu jua. Jadi,
antara integrasi nasional dan identitas nasional memiliki keterkaitan, karena
dalam hal ini, di Indonesia Integrasi nasional di jadikan sebagai salah satu
identitas nasional dimana konsep ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang merupakan hasil
dari integrasi nasional dijadikan sebagai identitas nasional, semboyang ini tidak
akan pernah ada di negara lain, semboyang ini hanya ada di Indonesia dan
menjadi identitas bangsa yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa
yang lainnya. Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan
multi dimensional. Untuk mewujudkannya diperlukan keadilan, kebijakan yang
diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama,
bahasa dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan, kesatuan dan
persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina
stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan
pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen. Dengan
demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus
dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada
hakekatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya
persatuan dan kesatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan
kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang
makmur, aman dan tentram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon,
Kalimantan Barat dan Papua merupakan cermin dan belum terwujudnya
Integrasi Nasional yang diharapkan. Sedangkan kaitannya dengan Identitas
Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari
Identitas Nasional yang sedang dibangun.

Anda mungkin juga menyukai