Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK

MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESETARAAN

Disusun oleh:

Kelompok III

1. Fania Rahman (K1A018028)


2. Fathin Aliyya Alfiani (K1A018030)
3. Lyra Anisa (K1A018048)
4. Nurul Hidayah (K1A018062)
5. Titania Nabilah (K1A018076)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keseragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) ragam berarti, 1. tingkah, cara; 2. macam, jenis; 3.
musik, lagu, langgam; 4. warna, corak; 5. laras (tata bahasa). Merujuk pada arti
nomor dua di atas, ragam berarti jenis, macam. Keragaman menunjukkan
adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia yang dimaksud di
sini yakni manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia
adalah mahkluk individu yang setiap individu memiliki ciri khas tersendiri.
Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak,
kelakuan, temperamen, dan hasrat. Selain individu terdapat juga keragaman
sosial. Jika keragaman individu terletak pada perbedaan secara individu atau
perorangan sedangkan keragaman sosial terletak pada keragaman dari
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga
dapat disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian,
kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama,
kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu
sama lain. Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk
Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan
yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa
dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai
mahkluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan,
semua manusia adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya. Yang
membedakan nantinya adalah tingkatan ketakwaan manusia tersebut terhadap
Tuhan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan
peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap
perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender
ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol
atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan
dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, hal ini dapat
terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia. Sesungguhnya
perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya
perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak adilan, bukan saja bagi
kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki-laki. Berbagai pembedaan peran,
fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan
perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak suatu
peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai
ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur
masyarakat.
Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis
kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi
budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan
tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan.
Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang
menguntungkan dibandingkan laki-laki. Ketidakadilan gender merupakan bentuk
perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran,
penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas
pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun
hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan sistem dan struktur
dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dalam system tersebut.
Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik
secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap, dan yang tidak langsung
berupa dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah
menimbulkan berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban
manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja
tetapi juga dialami oleh laki-laki.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja peran perempuan dalam bidang pangan?
2. Mengapa petani perempuan masih kurang sejahtera?
3. Mengapa pemerintah kurang memperhatikan peran perempuan dibidang
pangan?
4. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi masalah ketidakadilan
terhadap perempuan di bidang pangan?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan peran perempuan dalam bidang pangan.
2. Mengidentifikasi penyebab petani perempuan masih kurang sejahtera.
3. Mengidentifikasi penyebab pemerintah kurang memperhatikan peran
perempuan dibidang pangan.
4. Menganalisis peran pemerintah dalam mengatasi masalah ketidakadilan
terhadap perempuan di bidang pangan.

1.4 Manfaat
1. Mengetahui peran perempuan dalam bidang pangan.
2. Mengetahui penyebab petani perempuan masih kurang sejahtera
3. Mengetahui penyebab pemerintah kurang memperhatikan peran perempuan
dibidang pangan.
4. Mengetahui peran pemerintah dalam mengatasi masalah ketidakadilan
terhadap perempuan di bidang pangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh kasus


Pada peringatan hari perempuan internasional yang jatuh pada 8 Maret
2012 , sejumlah LSM di bidang pangan mendesak pemerintah untuk membuat
kebijakan pangan yang memperhatikan peran perempuan. Sebab, berdasarkan
penelitian dan kesaksian para LSM ini, peran perempuan di sektor pangan
sangat besar.
Pangan disini mencakup hasil pertanian, perikanan, dan perkebunan.
Desakan ini datang dari Aliansi untuk Desa Sejahtera, Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(KIARA), dan Sawit Watch, di Kedai Tjikini, Selasa (6/3).
Di bidang pertanian,mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2006, selama periode 2001-2006 jumlah petani perempuan mencapai 55,2% dari
total petani saat itu. Sedangkan petani laki-laki hanya 46%. Namun, sampai kini
pemerintah masih membuat kebijakan yang tidak memihak kepada perempuan.
"Pemerintah belum menjadikan perempuan sebagai pelaku di sektor pertanian,
meski faktanya sudah sangat jelas," kata Said Abdullah, Koordinator Advokasi
dan Jaringan KRKP.
Contoh kebijakan yang dikritik ialah penggunaan benih hibrida.
Pemerintah tidak menyadari, penggunaan benih padi hibrida akan mengurangi
peran perempuan sekaligus bisa mengurangi penghasilan perempuan. Pasalnya,
benih hibrida hanya digunakan untuk satu kali masa tanam sehingga petani
harus membeli benih hibrida yang baru dari pabrikan. Padahal peran petani
perempuan dalam pemuliaan benih selama ini cukup besar karena perempuan
dianggap lebih teliti.
Peran perempuan dalam pertanian ini juga terlihat dari anggota komunitas
pangan bernama lumbung pangan. Di lumbung pangan yang sekarang sudah
berdiri di 14 kabupaten, banyak petani perempuan terlibat dalam seluruh proses
dan kegiatan pertanian. Di lumbung Dowaluh Bantul, Yogyakarta, misalnya,
petani perempuan berperan dalam menyiapkan benih, mengelola lumbung
benih, menanam dan menyiangi padi. "Bahkan untuk penyediaan pupuk bagi
anggota lumbung, petani perempuan mengelompokkan diri menjadi produsen
yang menyediakan kebutuhan anggota," tutur Said.
Lumbung pangan adalah semacam komunitas pangan yang
pembentukkannya didorong oleh KRKP. Selain berfungsi sebagai institusi
ketahanan pangan bagi masyarakat desa setempat, lumbung pangan ini dibuat
untuk menjadi contoh sekaligus kritik kepada peran Bulog dan Gapoktan
bentukan Kementerian Pertanian yang dianggap kurang berperan langsung
kepada petani.
Di daerah lain, banyak petani perempuan masih hidup miskin. Bahkan di
Karawang, Jawa Barat, saat ini semakin banyak perempuan yang berprofesi
sebagai pemungut sisa-sisa hasil panen (profesi yang di masyarakat setempat
disebut blo-on) demi memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal sepuluh tahun lalu,
profesi ini dicibir oleh para petani sendiri. Namun sekarang banyak keluarga
petani, sebagian besar dari mereka ialah perempuan, menjalani profesi blo-on ini
dengan jangkauan wilayah semakian luas hingga lintas kecamatan. "Di mana
perhatian pemerintah kepada mereka?," tanya Said.
Di sektor perikanan, KIARA juga mencatat peran perempuan sangat
besar. "Sekitar 48% penghasilan keluarga disumbang oleh perempuan," kata
Mida Saragih, dari KIARA. Peran perempuan bertambah besar bagi keluarga
nelayan apabila kondisi cuaca sedang buruk sehingga nelayan tidak bisa melaut.
Saat ini Kiara bermitra dengan 23 kelompok nelayan di Indonesia. Catatan
Kiara di sejumlah daerah di 10 provinsi, perempuan nelayan memiliki peran yang
penting bagi keluarga nelayan. Contohnya di Serdang Bedagai, Sumatera Utara,
kelompok nelayan perempuan Muara Tanjung memproduksi baksi ikan dan
kerupuk dari daun teh jeruju hingga mendirikan credit union, semacam koperasi
simpan pinjam.
Sedangkan di sektor perkebunan sawit, saat ini peran perempuan masih
terpinggirkan. Meski banyak perempuan menjadi buruh sawit, namuh mereka
tidak berhak ditulis namanya dalam surat tanah maupun tidak berhak atas
perjanjian tentang pekerjaan. Ahmad Surambo, aktivis Sawit Watch, tidak
memperkirakan jumlah buruh perempuan di perkebunan sawit.
Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera, Tejo Wahyu Jatmiko,
mengatakan mulai saat ini pemerintah harus benar-benar menjadikan
perempuan sebagai subyek dalam setiap kebijakan di bidang pangan. "Jika
pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan perempuan, maka ketersediaan
pangan dan pemberantasan kemiskinan dengan sendirinya akan terselesaikan,"
kata Tejo.
Seruan ini cukup beralasan. Setelah data BPS tahun 2006 yang
menunjukkan populasi petani perempuan yang lebih besar, pada tahun 2010,
data BPS juga semakin menguatkan desakan para LSM ini. Pada 2010, dari 237
juta penduduk Indonesia, sebanyak 119 juta penduduk (50%) tinggal di desa
yang sebagian besar dalam keadaan miskin. Sebanyak 59 juta orang (49%) dari
mereka adalah perempuan.
Di sisi lain, data BPS menunjukkan, faktor pangan menyumbang hingga
73,53% terhadap garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan banyak
disebabkan akibat kekurangan pangan. "Selama perempuan belum terangkat
taraf hidupnya, persoalan pangan dan kemiskinan tidak akan cepat selesai," tutur
Tejo (Idris, 2012).

2.1 Diskusi kasus


Indonesia adalah negara salah satu negara dengan tingkat
keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman
budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, dan
kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat
dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Namun
keragaman tersebut dapat menimbulkan konflik dimana-mana. (Nopiyanti dkk,
2015).
Keberagaman manusia yaitu manusia yang memiliki perbedaan.
Perbedaan tersebut ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak,
kelakuan, temperamen, dan hasrat. Selain individu, terdapat juga keragaman
sosial. Jika keragaman individu terletak pada perbedaan secara individu atau
perorangan, sedangkan keragaman sosial terletak pada keragaman dari
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan kebudayaan yang
beragam. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan keragaman suku
bangsa, ras, agama dan budaya. Namun keragaman ini menimbulkan konflik
dimana-mana. Keadaan seperti ini menggambarkan bahwa unsur-unsur yang
ada di Indonesia belum berfungsi secara satu kesatuan. Yang menjadi
pemasalahan sekarang adalah bagaimana membuat unsur-unsur yang ada di
Indonesia menjadi suatu system yaitu adanya jalinan kesatuan antara satu unsur
dengan unsur yang lain, atau bagaimana membuat Bangsa Indonesia dapat
terintegrasi secara nasional (Adam, 2013).
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tentunya tidak
bisa memisahkan hidupnya dengan orang lain, serta makhluk yang berbudaya
yang dapat mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan tatanan hidup
yang bahagia dan sistem kemasyarakatan yang terbentuk karena interaksi dan
kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Antar manusia pasti
memiliki perbedaan, bahkan yang kembar identik pun pasti ada celah
perbedaannya. Perbedaan itulah yang pada akhirnya menimbulkan suatu
keragaman (Nopiyanti, 2015).

a. Peran perempuan dalam bidang pangan


Peran perempuan di sektor pangan sangat besar. Pangan disini
mencakup hasil pertanian, perikanan, dan perkebunan. Peran perempuan
dalam pertanian terlihat dari anggota komunitas pangan bernama lumbung
pangan. Di lumbung pangan yang sekarang sudah berdiri di 14 kabupaten,
banyak petani perempuan terlibat dalam seluruh proses dan kegiatan
pertanian. Di lumbung Dowaluh Bantul, Yogyakarta, misalnya, petani
perempuan berperan dalam menyiapkan benih, mengelola lumbung benih,
menanam dan menyiangi padi. Padahal peran petani perempuan dalam
pemuliaan benih selama ini cukup besar karena perempuan dianggap lebih
teliti.
Di sektor perikanan, KIARA juga mencatat peran perempuan sangat
besar. “Sekitar 48% penghasilan keluarga disumbang oleh perempuan,” kata
Mida Saragih, dari KIARA. Peran perempuan bertambah besar bagi keluarga
nelayan apabila kondisi cuaca sedang buruk sehingga nelayan tidak bisa
melaut.
Sedangkan di sektor perkebunan sawit, saat ini peran perempuan
masih terpinggirkan. Meski banyak perempuan menjadi buruh sawit, namuh
mereka tidak berhak ditulis namanya dalam surat tanah maupun tidak berhak
atas perjanjian tentang pekerjaan. Ahmad Surambo, aktivis Sawit Watch, tidak
memperkirakan jumlah buruh perempuan di perkebunan sawit.
b. Alasan petani perempuan masih kurang sejahtera
Sebagian petani perempuan kurang sejahtera karena kebijakan
pemerintah tidak memihak pada petani perempuan, sehingga terjadi
ketidakadilan pada petani perempuan. Selain itu, tingkat keekonomian
aktivitas bertani yang masih rendah juga mengakibatkan rendahnya tingkat
penghasilan para petani tersebut sehingga mereka masih merasakan hidup
dengan kurang sejahtera.
c. Alasan pemerintah kurang memperhatikan peran perempuan di bidang
pangan
Pemerintah belum menjadikan perempuan sebagai pelaku di bidang
pangan meskipun faktanya sudah sangat jelas. Perempuan memiliki peran
yang sangat besar di bidang pangan, seperti di sector perikanan, perkebunan
sawit, dan pertanian.
d.Peran pemerintah dalam mengatasi masalah ketidakadilan terhadap
perempuan di bidang pangan
Solusi dari permasalahan pada kasus tersebut, yaitu pemerintah harus
membuat kebijakan yang seadil-adilnya yang bisa menyejahterakan petani,
khusunya petani perempuan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peran perempuan di sektor pangan (pertanian, perikanan, dan
perkebunan) sangat besar. Peran perempuan dalam bidang pertanian dapat
dilihat pada lumbung pangan di mana banyak petani perempuan yang terlibat
dalam seluruh proses dan kegiatan pertanian, seperti menyiapkan benih,
mengelola lumbung benih, menanam dan menyiangi padi. Peran petani
perempuan dalam pemuliaan benih selama ini cukup besar karena perempuan
dianggap lebih teliti. Di sektor perikanan, peran perempuan sangat besar. Sekitar
48% penghasilan keluarga disumbang oleh perempuan. Peran perempuan
bertambah besar bagi keluarga nelayan apabila kondisi cuaca sedang buruk
sehingga nelayan tidak bisa melaut. Sedangkan di sektor perkebunan sawit, saat
ini peran perempuan masih terpinggirkan. Meski banyak perempuan yang
menjadi buruh sawit, namuh mereka tidak berhak ditulis namanya dalam surat
tanah dan perjanjian tentang pekerjaan.
Sebagian petani perempuan kurang sejahtera karena kebijakan
pemerintah tidak memihak pada petani perempuan, sehingga terjadi
ketidakadilan pada petani perempuan. Pemerintah belum menjadikan
perempuan sebagai pelaku di bidang pangan meskipun faktanya sudah sangat
jelas bahwa perempuan memiliki peran yang sangat besar di bidang pangan.
Solusi dari permasalahan pada kasus tersebut, yaitu pemerintah harus membuat
kebijakan yang seadil-adilnya yang bisa menyejahterakan petani, khusunya
petani perempuan.

3.2 Saran
Peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dapat dimaksimalkan
dengan beberapa cara. Pemerintah dapat mengadopsi dan memperkuat
kebijakan yang baik dan peraturan yang dapat dilaksanakan untuk
mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan
anak perempuan di semua tingkat. Pemerintah juga dapat melakukan reformasi
untuk memberi perempuan hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk properti,
layanan keuangan, warisan dan sumber daya alam lainnya, sesuai dengan
undang-undang nasional sehingga kehidupan perempuan dapat tersejahterakan.
DAFTAR PUSTAKA

Adam. (2013, 15 Januari). Manusia, Keragaman, dan Kesederajatan. Diakses pada


30 April 2019, dari
https://adamtokkk.wordpress.com/2013/01/15/manusiakeragamandan-
kesederajatan/

Idris, Umar. (2012, 07 Maret). Peran Perempuan di Bidang Pangan Tak


Diperhatikan. Diakses pada 30 April 2019, dari
http://nasional.kontan.co.id/news/peran-perempuan-di-bidang-pangan-tak-
diperhatikan

Nopiyanti, dkk. 2015. Makalah Ilmu Sosial dan Budaya. Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Anda mungkin juga menyukai